• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Edo Yuliandra ( ) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia - Akuntansi ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Edo Yuliandra ( ) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia - Akuntansi ABSTRAK"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERGURUAN TINGGI (PP 152/2000, PP 66/2010, DAN UU

12/2012), STUDI KASUS : UNIVERSITAS INDONESIA

Edo Yuliandra (0906558786)

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia - Akuntansi

ABSTRAK

Universitas Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan peraturan yang menjadi landasan pengelolaannya, mulai dari PP 152/2000, PP 66/2010, dan UU 12/2012 yang baru saja disahkan. Perubahan peraturan tersebut merubah bagaimana tatanan dan praktik pengelolaan Universitas Indonesia. Perubahan yang terjadi terlihat pada hubungan universitas dengan stakeholdernya. Selain itu, perubahan tersebut mengakibatkan organ universitas seperti MWA dan SAU menjadi organ yang ada namun tidak diakui dalam Peraturan Pemerintah di masa transisi. Perubahan ini juga menyebabkan terganggunya operasional Universitas Indonesia karena ketiadaan rektor. Setelah dilakukan wawancara dan tinjauan terhadap peraturan yang berlaku, penelitian ini menyimpulkan bahwa Universitas Indonesia saat ini menerapkan pola PTP yang mana terdapat MWA dan SU sementara yang dibentuk oleh rektor sebelum Universitas Indonesia sebagai PTN BH resmi disahkan. Artinya, pola seperti BHMN dengan dua pengawas operasional yaitu MWA dan SU masih tetap ada. Organ pengawas MWA dan SAU terpisah dengan eksekutif universitas sehingga dapat disimpulkan bahwa Universitas Indonesia menerapkan dual system structure dalam tata kelolanya.  

PENDAHULUAN

Saat ini, pendidikan tinggi di seluruh dunia dituntut untuk terus berubah. Institusi pendidikan dan universitas diharapkan untuk mampu menghasilkan pendidikan

(2)

berkualitas dan memenuhi kebutuhan mahasiswa dengan lebih efisien. Komponen universitas dan institusi pendidikan, mulai dari mahasiswa, penelitian, dan staf akademis, semua dituntut untuk mampu bersaing dengan sektor privat, maupun dalam level internasional. Dengan lingkungan yang semakin kompleks inilah, pengelolaan langsung oleh pemerintah terhadap institusi pendidikan tinggi dan universitas tidak lagi dirasa tepat. (OECD 2003)

Universitas Indonesia merupakan salah satu universitas negeri yang secara langsung merasakan perubahan peraturan perundangan pendidikan tinggi yang terjadi silih berganti sejak tahun 1999. Sebelum tahun 2000, hanya dikenal dua status bagi universitas-universitas di Indonesia. Sebagian universitas digolongkan ke dalam universitas berstatus Perguruan Tinggin Negeri (PTN), dan sebagian lainnya berstatus Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Pada tahun 2000, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 152 tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Indonesia Sebagai Badan Hukum Milik Negara yang menyatakan bahwa bentuk Universitas Indonesia berubah dari PTN menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN).

Peraturan Pemerintah Nomor 152 tahun 2000 menyebutkan bahwa setiap sektor di Universitas Indonesia mengikuti tata cara birokrasi pemerintahan dalam proses kerjanya, termasuk perekrutan pegawai, pengelolaan SDM, keuangan dan infrastruktur. Dengan demikian, sejak tahun 2000, Universitas Indonesia diberikan otonomi untuk mengelola aktivitas internal dan usaha pengembangannya, dengan tetap diawasi oleh pemerintah.

PP ini diperkuat dengan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Akan tetapi, pada tahun 2010, UU BHP dicabut setelah dilakukan judicial review dan sebagai gantinya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2010 yang menyatakan bahwa bentuk perguruan tinggi akan dikembalikan menjadi Badan Hukum Publik. Meskipun PP Nomor 66 tahun 2010 telah disahkan, PP Nomor 152 tahun 2000 masih bisa dijadikan acuan selama tidak

(3)

bertentangan dengan PP Nomor 66 tahun 2010. Akibatnya terdapat dua peraturan yang menjadi acuan bagi Universitas Indonesia.

Perubahan-perubahan peraturan perundangan terkait perguruan tinggi mempengaruhi Universitas Indonesia dan pengelolaannya. Pada saat terjadinya pergantian peraturan, terutama pada saat terjadi masa transisi dari BHMN menjadi PTN BH, Universitas Indonesia mengalami masa transisi. Saat masa transisi, peraturan yang digunakan sebagai pegangan oleh Universitas Indonesia adalah PP Nomor 66 tahun 2010 dan PP Nomor 152 tahun 2000. Akibatnya, dengan terjadinya dualisme peraturan ini, fungsi dari beberapa organ universitas menjadi hilang meskipun masih tetap diakui. Implikasinya, terjadi beberapa peristiwa seperti rektor yang menganugerahkan gelar doctor honoris cause kepada Raja Arab, keterlambatan pemilihan rektor, terhambatnya pembangunan di universitas, dan masalah lainnya. Melihat permasalahan tersebut, muncul pertanyaan, “Bagaimanakah perubahan perundangan tersebut mempengaruhi tata kelola universitas di masa transisi tersebut, terutama dalam hal otonomi, hubungan dengan stakeholders, peran setiap organ universitas dan akuntabilitasnya?”. Selain itu, kasus yang terjadi dengan Universitas Indonesia kali ini bisa memunculkan pertanyaan, “Struktur tata kelola apakah yang diterapkan di dalam setiap perubahan peraturan pendidikan tinggi di Universitas Indonesia?”. Penelitian kali ini ingin menjawab dua pertanyaan tersebut.

TINJAUAN LITERATUR

Smith (2005) berpendapat bahwa tata kelola digunakan dalam ilmu sosial (khususnya dalam hal ekonomi dan politik) untuk menggambarkan tindakan dari eksekutif, anggota dewan, parlemen, dan badan hukum. Bonn dan Fisher (2005) mendefiniskan tatakelola sebagai proses di mana sebuah organisasi diarahkan, dikendalikan dan menyelenggarakan akuntabilitas. European union berpendapat bahwa tata kelola terdiri atas aturan, proses, dan perilaku yang memandu penggunaan dari kekuasaan, “...terlebih dalam hal keterbukaan, partisipas, akuntabilitas, efektifitas, dan hubungan satu sama lain”.

(4)

Untuk mencapai tata kelola yang baik khususnya untuk institusi pendidikan tinggi, Smith (2005) berpendapat bahwa kunci sukses dalam tata kelola universitas adalah dengan adanya penyampaian visi oleh eksekutif kepada dewan pengawas. Jika hal ini tidak dilakukan, Smith meyakini akan ada dua hal yang akan terjadi, implementasi yang gagal, atau eksekutif akan melakukan pelanggaran.

Disamping itu, menurut Eurydice (2008), terdapat beberapa hal penting dalam tata kelola universitas, diataranya :

1. Regulasi eksternal : Otoritas yang diberikan negara terhadap operasi universitas

2. Panduan eksternal : mengacu pada kekuatan pengendalian dan koordinasi oleh stakeholder eksternal sebagai bagian dari dewan universitas, yang diserahi otoritas oleh pemerintah untuk memangku kewajiban pengawasan 3. Self governance manajerial: mengacu pada bagaimana penetapan visi dan

tujuan serta kebijakan strategis, perilaku, dan aktivitas universitas oleh eksekutif universitas

4. Pengendalian akademis : mengacu pada tatakelola pada hubungan komunitas akademis.

Keempat hal tersebut merupakan indikator yang perlu diperhatikan untuk melihat tata kelola dari universitas. Artinya, tata kelola universitas tidak akan lepas dari hubungan antara negara dan universitas, hubungan stakeholder dan universitas, hubungan manajemen universitas dan tujuan universitas, serta hubungan antar komunitas akademis universitas.

Untuk lebih memahami bagaimana tata kelola di Universitas Indonesia, perlu gambaran tentang siapa saja yang menjadi stakeholders dari universitas. Duderstadt (2000) berpendapat bahwa hubungan atar stakeholder yang terjadi di dalam universitas akan membentuk orientasi dan tujuan dari universitas. Stakeholder yang berhubungan tersebut terbagi atas dua kelompok besar yaitu stakeholder internal dan stakeholder eksternal.

(5)

Stakeholder internal, menurut Duderstadt (2000) terdiri atas :

1. Mahasiswa

Siswa merupakan stakeholder utama dari universitas yang mana universitas memiliki kewajiban dan tanggung jawab atas biaya yang telah diberikan siswa dan jaminan akan kesiapan kerja dari mahasiswa. Mahasiswa dikategorikan sebagai stakeholder karena keputusan universitas akan memberikan pengaruh kepada mahasiswa

2. Staf pengajar dan akademis

Staf pengajar memegang peran penting dalam menjamin kualitas pendidikan dari universitas.

3. Manajemen universitas

Smith (2005) juga menjelaskan bahwa manajemen universitas merupakan salah satu stakeholder utama dari universitas yang akan menentukan dan melakukan pengambilan keputusan bagi universitas.

Selanjutnya, klasifikasi ke dua dari stakeholder menurut Duderstadt (2000) adalah stakeholder eksternal yang terdiri atas :

1. Pemerintah

Pemerintah merupakan pemberi otoritas kepada universitas di suatu negara yang juga menjadi stakeholder yang mendapatkan pengaruh dan memberikan pengaruh kepada universitas.

2. Komunitas lokal

3. Pekerja non akademik universitas 4. Masyarakat luas dan wali murid.

Masyarakat sebagai stakeholder mendapatkan dampak dari output universitas yaitu mahasiswa. Lulusan yang tidak berkualitas menjadi tanggungjawab universitas kepada masyarakat. Begitu juga dengan biaya yang telah diberikan oleh masyarakat dalam penyelenggaraan universitas yang juga harus dipertanggungjawabkan.

(6)

Sistem pendidikan tinggi semakin kompleks karena semakin bertambah banyaknya institusi pendidikan publik dan privat, sehingga tugas dalam mengelola dan mengawasi sektor pendidikan menjadi lebih berat. Hasilnya, model pengelolaan lama berupa pengendalian langsung dari kementerian pendidikan tidak mampu untuk bertahan dalam jangka panjang. Manajemen dari institusi pendidikan yang sangat kompleks akan sangat susah dikendalikan oleh pemerintah sehingga butuh pembagian tugas dengan institusi pendidikan itu sendiri. Pembagian tugas tersebut dilakukan dengan pemberian otonomi. Perkembangan otonomi dalam institusi pendidikan tinggi memulai pendekatan baru dalam hal otonomi keuangan dan institusional yang didelegasikan oleh pemerintah kepada institusi pendidikan tersebut (Fielden, 2008)

Estermann dan Nokkala (2009) menglasifikasikan otonomi menjadi empat jenis : 1. Organisational Autonomy

Organisational Autonomy merupakan otonomi yang dimiliki oleh pendidikan tinggi dalam mengatur pengelolaan institusi secara organisasi, mulai dari pernagkat administrasi, internal akademis, dan struktur tata kelola.

2. Financial Autonomy

Aspek keuangan pada otonomi intitusi pendidikan tinggi menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan. Pembatasan pada otonomi ini akan menciptakan berbagai jenis mekanisme yang mempengaruhi otonomi keuangan tersebut.

3. Staffing Autonomy

Selanjutnya, klasifikasi otonomi oleh Estermann dan Nokkala (2009) yaitu Staffing Autonomy yang akan berfokus pada sistem penerimaan staf , status pegawai dan masa kerja. Sistem penerimaan staf berbeda di setiap negara. Secara umum, penerimaan staf dibagi atas 3 : Penerimaan staf yang pengangkatannya di level fakultas, Penerimaan staf yang pengangkatannya

(7)

di level universitas, dan penerimaan staf yang pengangkatannya di level otoritas eksternal.

4. Academic Autonomy

Academic Autonomy merupakan kemampuan dan kapasitas sebuah institusi pendidikan dalam menentukan profil akademis, menentukan strategi dan sistem kesarjanaan, serta sistem penerimaan mahasiswa. Studi tentang otonomi akademis universitas tidak lepas dari strategi institusional yang akan membahas tentang visi universitas. Visi universitas ini meliputi orientasi apa yang ingin dicapai oleh universitas dalam melaksanakan aktivitasnya.

Selanjutnya, terkait dengan struktur tata kelola di universitas, Estermann dan Nokala (2009) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis struktur dalam pengelolaan institusi, yang mana juga akan terdapat di dalam institusi pendidikan, yaitu :

a. Dual System Structure

Pada dual governance Structure, board bertanggung jawab dalam mengambil keputusan strategis jangka panjang, seperti menetapkan statuta, rencana strategis, pemilihan rektor dan wakil rektor, dan alokasi anggaran. Sementara senat bertanggung jawab atas segala hal yang terkait dengan kegiatan akademis seperti kurikulum, gelar dan promosi staf. Dapat dikatakan, senat universitas terdiri atas profesor, staf pengajar, staf administrasi, bahkan mahasiswa. b. Unitary System Structure

Pada struktur unitary, pengambilan keputusan besar ada di tangan satu pihak, apakah itu board, senat, atau dewan guru besar.

PEMBAHASAN

Pengelolaan Akademis Universitas Indonesia

Universitas Indonesia saat telah menjadi BHMN mulai menerapkan pengelolaan yang berbeda. Universitas diberi kebebasan dalam merencanakan pengelolaan akademik, yang mana masih tetap diawasi secara mandiri oleh Universitas

(8)

Indonesia sendiri, dalam hal ini ada di tangan Senat Akademik Universitas (SAU). Dalam hal penerimaan mahasiswa, Universitas Indonesia yang menyandang status BHMN mendapatkan kebebasan dalam proses penerimaan mahasiswa. Sebagai sebuah organ yang terpisah dari pemerintah, Universitas Indonesia menjadi sebuah institusi yang bertanggung jawab langsung kepada stakeholders internal maupun eksternal universitas. Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh Universitas Indonesia dalam hal akademik mencakup pertanggungjawaban penerimaan mahasiswa, kualitas mutu, jumlah lulusan, hasil riset, dan performa universitas lainnya dalam hal akademik. Pertanggungjawaban ini dituangkan di dalam laporan tahunan Universitas Indonesia yang disampaikan kepada MWA sebagai organ tertinggi. Pemerintah berperan sebagai pengawas dan pemberi pokok panduan dalam pengelolaan akademis Universitas Indonesia, misalnya dengan penetapan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

PP Nomor 66 tahun 2010 yang menjadi peraturan yang digunakan saat masa transisi Universitas Indonesia dari BHMN ke bentuk baru sebelum UU Nomor 12 tahun 2012 disahkan memberikan kebebasan pengelolaan akademik ke Universitas Indonesia. Setelah disahkannya UU Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, tidak terdapat perbedaan berarti dalam penerapan pengelolaan akademis Universitas Indonesia.

Pengelolaan Keuangan Universitas Indonesia

Penganggaran keuangan di Universitas Indonesia saat telah menjadi BHMN hingga sekarang masih menerapkan metode historical budget. Metode historical budget berarti anggaran di Universitas Indonesia berdasarkan anggaran tahun lalu dengan penambahan atau pengurangan bobot dari alokasi anggaran tahun demi tahun. Alur penganggaran Universitas Indonesia dapat dijelaskan oleh gambar berikut ini

(9)

Gambar 1. Mekanisme Penganggaran Keuangan Universitas Indonesia Dengan sistem block grand , Universitas Indonesia mesti mempersiapkan anggaran yang akan digunakan oleh Universitas Indonesia untuk operasionalnya. Anggaran tersebut tertuang dalam RKAT (Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan). RKAT merupakan hasil konsolidasi rencana anggaran dari seluruh unit kerja Universitas Indonesia yang memuat sekurang-kurangnya program, kegiatan dan nilai anggarannya berdasarkan pada target kinerja yang ingin dicapai. RKAT yang dipersiapkan oleh pimpinan universitas akan diserahkan kepada MWA untuk disetujui. Setelah mendapatkan tanda tangan dari MWA, RKAT diserahkan kepada pemerintah yang nanti akan memberikan dana kepada pimpinan universitas.

Prinsip tata kelola yang baik dapat dicapai dalam pendidikan tinggi jika terdapat hubungan berbagai organ yang saling mengontrol (check and balance) yang dilakukan oleh organ pengawas terhadap manajemen universitas. Proses check and balance dalam hal keuangan Universitas Indonesia merupakan tugas dari MWA selaku pengawas administratif universitas. Proses pengawasan ini menyertakan Dewan Audit yang berada di bawah MWA sebagai komite khusus pengawasan keuangan universitas yang anggotanya terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh MWA.

(10)

Pengelolaan Tenaga Kerja Universitas Indonesia

Saat resmi menjadi BHMN, otonomi diberikan secara penuh kepada pihak universitas, termasuk dalam ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan yang ada di Universitas Indonesia di atur di dalam UU 152 tahun 2000 pasal 42 tentang ketenagakerjaan. Di dalam pasal ini disebutkan bahwa tenaga dosen universitas merupakan pegawai universitas yang pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai tenaga dosen di perguruan tinggi. Tenaga administrasi, pustakawan, teknisi, dan golongan tenaga kerja di luar tenanga dosen yang ditetapkan oleh universitas merupakan pegawai universitas, yang pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan.

Pengelolaan Organisasi Universitas Indonesia

Saat Universitas Indonesia berstatus BHMN setelah disahkannya PP Nomor 152 tahun 2000, terjadi perubahan susunan struktur dalam pengelolaan Universitas Indonesia. Universitas Indonesia yang menyandang status BHMN terdiri atas Majelis Wali Amanat, Dewan Audit, Senat Akademik Universitas, Pimpinan Universitas, Dewan Guru Besar, Senat Akademik Fakultas, Pelaksana Akademik, Unsur Manajemen, dan unsur lain yang dirasa perlu.

Struktur organisasi Universitas Indonesia saat berstatus BHMN dapat dilihat pada gambar 4.3.

(11)

Gambar 2. Struktur Universitas Indonesia saat Berstatus BHMN Sumber : SK Rektor Tahun 2007

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa MWA merupakan lembaga tertinggi dalam struktur organisasi Universitas Indonesia. MWA memegang peran sebagai pengawas administrasi harian universitas. MWA terdiri atas unsur pemerintah, tenaga kependidikan, pendidik, mahasiswa, dan masyarakat sehingga dengan ikut sertanya pihak eksternal universitas dalam pengawasan di organ MWA, maka keberadan MWA dapat menjamin partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip good governance yang mengedepankan fungsi, kinerja, dan tanggung jawab. (Prasojo. 2012). Di samping MWA, juga terdapat Senat Akademik Universitas (SAU). Sebelumnya, pada saat belum menjadi BHMN, hanya ada Senat Akademik, namun pada saat menjadi BHMN, namanya diganti menjadi Senat Akademik Universitas. Secara fungsi, tidak terdapat perubahan signifikan. SAU memegang peran sebagai lembaga normatif universitas di bidang akademik. Organ baru pada BHMN adalah Dewan Guru Besar (DGB). Dewan Guru Besar memegang peran normatif dalam hal etika akademik, misalnya, apabila terjadi permasalahan gelar doktoral, atau plagiarisme, DGB akan menjadi organ universitas yang menangani hal tersebut.

(12)

Struktur yang diatur di dalam PP Nomor 66 tahun 2010 membuat fungsi seperti Majelis Wali Amanat, Dewan Audit, Senat Akademik Universitas (SAU), dan Dewan Guru Besar (DGB) digantikan oleh empat unsur yang disebutkan di atas. Tata kelola setelah PP Nomor 66 tahun 2010 menjadikan rektor sebagai otoritas tertinggi dan bertanggung jawab langsung kepada menteri. Setelah ditandatanganinya PP Nomor66 Tahun 2010, pengelolaan Universitas Indonesia menyerupai pengelolaan rumah sakit yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Hal ini tertuang di dalam pasal 58F ayat (2) yang menyebutkan “Otonomi perguruan tinggi sebagaimana disebutkan pada ayat (1) huruf a terdiri atas kewenangan rektor, ketua atau direktur menentukan secara mandiri atas pendidikan yang dikelolanya”. Dengan kata lain, pelaksanaan otonomi yang ada di universitas ada di tangan pimpinan universitas untuk dan atas nama Menteri,

dan tidak terdapat kewajiban pimpinan universitas untuk

mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya di depan pemangku kepentingan, apalagi kepada publik.

Namun, selama belum ditetapkannya Undang-Undang yang mengatur pengelolaan Universitas Indonesia, maka Universitas Indonesia masih bisa menggunakan peraturan lama, dalam hal ini PP Nomor 152 tahun 2000, selama tidak bertentangan dengan PP Nomor 66 tahun 2010. Dengan begitu, saat PP Nomor 152 tahun 2000 masih dapat digunakan, maka organ-organ seperti MWA, SAU, dan DGB seharusnya masih akan tetap ada.

Pada UU Nomor 12 tahun 2012 yang akan digunakan pada tahun 2013 yang akan datang, terdapat beberapa perubahan struktur yang akan digunakan saat Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara. Pada statuta Universitas Indonesia tahun 2012 dijelaskan bahwa terdapat empat organ utama, yaitu pemimpin universitas, Majelis Wali Amanat, Majelis Guru Besar, dan Senat Akademi Universitas.

(13)

Analisis Perubahan Tata Kelola Universitas Indonesia 1. Universitas Indonesia Saat BHMN

Universitas Indonesia mengalami perubahan struktur pada saat berstatus BHMN dengan munculnya MWA. Keberadaan MWA merupakan bentuk pembagian tanggung jawab organ pengawasan Senat Universitas. Senat Unviersitas dipecah menjadi Senat Akademik Universitas (SAU) dan Majelis Wali Amanat. Dengan adanya pembagian fungsi pengawasan ini, akan semakin jelas, organ mana yang akan bertanggungjawab atas pengawasan akademik dan organ mana yang akan bertanggungjawab dalam hal administratif universitas dan juga keuangan. Di samping itu dengan adanya organ Dewan Guru Besar (DGB), maka akan ada organ khusus yang menangani permasalahan etika akademis

Dalam status BHMN, keikutsertaan stakeholders selain pihak internal Universitas semakin banyak. Keikutsertaan pegawai yang terhitung juga mewakili pegawai non-akademik, unsur masyarakat, dan pemerintah membuat susunan dalam organ pengawas, dalam hal ini, MWA menjadi lebih beragam, bukan hanya pihak internal. Di samping itu, MWA pun tidak diketuai oleh rektor yang tetap menjadi eksekutif Universitas Indonesia, melainkan dipegang oleh pihak eksternal. Dengan susunan ini, tidak ada lagi fungsi rangkap eksekutif dan pengawas. Eksekutif tetap tergabung dalam MWA namun porsi internal universitas semakin berkurang. Berdasarkan pendapat Tse (2009), komposisi yang terdapat di dalam organ pengawas juga mempengaruhi pengelolaan universitas. Dengan kondisi di mana terdapat pihak manajemen atau eksekutif dan pihak independen (outsiders) di dalam MWA, maka risiko terjadinya pertentangan dalam pengawasan Universitas Indonesia semakin besar, berbeda dengan susunan yang terdapat sebelum Universitas Indonesia menjadi BHMN. Saat belum menjadi BHMN, risiko terjadinya pertentangan dalam organ pengawasan relatif kecil karena pengawas dan manajemen diisi oleh orang-orang yang sama. Namun hal positif dari terlibatnya pihak independen ke dalam tataran MWA adalah, MWA dapat menjalankan tugas pengawasannya dengan lebih tegas. Rektor dan pihak

(14)

operasional Universitas akan fokus terhadap operasional Universitas Indonesia dan MWA juga akan fokus terhadap fungsi pengawasannya.

Tata kelola Universitas Indonesia yang mengikutkan pihak luar di dalam unsur MWA adalah bentuk akuntabilitas publik Universitas Indonesia. Laporan Tahunan Universitas Indonesia tidak hanya bisa digunakan oleh pihak internal Universitas Indonesia dan Pemerintah sebagai penyelenggara, namun juga bisa digunakan oleh masyarakat sebagai bentuk pengawasan terhadap Universitas Indonesia. Widodo (2001), juga telah menyatakan bahwa akuntabilitas bisa dilakukan oleh universitas apabila mereka telah melakukan tugas dari pihak yang telah memberikan kekuasaan dan mampu mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat luas. Dengan fungsi MWA ini, Universitas Indonesia dapat dikatakan telah melakukan akuntabilitas publik.

MWA menjadi organ tertinggi di universitas yang mana terdapat unsur dari kementerian pendidikan di dalamnya. Artinya, universitas diberikan keleluasaan dalam pengelolaannya dan pemerintah hanya bertugas sebagai pengawas dalam organ MWA. Pergeseran fungsi pemerintah ini menyebabkan otonomi dan kebebasan Universitas Indonesia semakin besar. Fielden (2005) juga berpendapat bahwa apabila pemerintah terlalu mengintervensi pengelolaan universitas, maka universitas tersebut akan kehilangan fleksibilitasnya dalam meningkatkan kualitas dan independensi boardnya akan berkurang.

Jika dianalisis dari tujuan yang ingin dicapai dalam HELTS ke-4 yang fokus pada persaingan dan menekankan adanya otonomi, serta jika ditinjau dari visi Universitas Indonesia untuk menjadi universitas riset kelas dunia, maka pemberian otonomi kepada Universitas Indonesia adalah keputusan yang tepat. Salah satu kelemahan institusi sektor publik yang memiliki keterikatan yang kuat dengan pemerintah dalam intervensi pemerintah dapat membatasi universitas dalam membangun rencana jangka panjang. Dengan kemandirian Universitas Indonesia dalam pengelolaannya, Universitas Indonesia dapat merancang strategic planning untuk mencapai visinya dan juga memenuhi target pada HELTS ke-4 yang fokus pada persaingan nasional. Dapat disimpulkan bahawa

(15)

menjadi BHMN, tujuan Universitas dapat didefinisikan dengan jelas karena terdapat dalam strategic planning Universitas Indonesia dan HELTS ke-4 yang berfokus pada persaingan serta didukung oleh otonomi besar dari pemerintah kepada Universitas Indonesia.

Fungsi SAU yang masih terlalu luas dan berada ditataran universitas menyebabkan pengawasan akademis di level fakultas tidak dapat dilaksanakan dengan optimal. Meskipun terdapat organ SAF yang bertanggungjawab di level fakultas, SAF menjadi organ yang mandul karena pengelolaan akademis dijalankan oleh manajemen tingkat fakultas masing-masing (dekan). Akibatnya, MWA mengalami kesulitan dalam meminta laporan dari beberapa fakultas yang manajemennya tidak begitu teratur. Praktik akuntabilitas publik pun tidak begitu berjalan karena terbukti hanya laporan keuangan tahun 2010 saja yang dipublikasikan setelah diaudit terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan masih belum optimalnya peran MWA.

2. Universitas Indonesia saat masa transisi

Setelah PP Nomor 152 tahun 2000 tidak lagi digunakan pada tahun 2010, Universitas Indonesia akan mengalami masa transisi selama Undang-Undang baru yang mengatur pengelolaan Universitas Indonesia belum disahkan. Oleh karena itu, PP Nomor 66 tahun 2010 untuk sementara menjadi aturan yang mengatur Universitas Indonesia. Di dalam PP Nomor 66 tahun 2010 ini, tidak disebutkan organ MWA di dalamnya sebagai organ tertinggi, namun hanya disebutkan fungsi-fungsi yang harus ada di universitas. Di samping itu, di dalam PP Nomor 66 tahun 2010 menyebutkan bahwa statuta Universitas Indonesia masih digunakan selama tidak ada yang bertentangan dengan PP Nomor 66 tahun 2010. Statuta Universitas Indonesia masih mengikuti PP nomor 152 tahun 2000 yang mana sudah tidak digunakan lagi. Sehingga, dalam kondisi ini, terdapat irisan peraturan yang mana PP Nomor 66 tahun 2010 yang membolehkan menggunakan aturan lama dengan PP nomor 152 tahun 2000 yang terdapat pada statuta Universitas Indonesia. Hal ini berdampak pada peran organ MWA yang tidak lagi memiliki kekuatan hukum selain statuta Universitas Indonesia.

(16)

Apabila dilihat dari sudut pandang sebagai sebuah institusi sektor publik, Universitas Indonesia harusnya tetap melakukan pertanggungjawaban kepada masyarakat sebagai salah satu stakeholdersnya. Pada praktiknya, akuntabilitas tetap dilakukan dengan diterbitkannya laporan tahunan Universitas Indonesia meskipun untuk laporan keuangannya, Universitas Indonesia menerbitkan yang belum diaudit. Namun, kekuatan MWA sebagai organ yang berfungsi sebagai pengambil keputusan starategis hilang. Salah satu praktik yang terjadi adalah saat rektor sebagai eksekutif Universitas Indonesia menganugerahi gelar doktor honoris cause kepada Raja Arab Saudi tanpa kesepakatan MWA pada tahun 2011. MWA memang tidak disebutkan di dalam PP Nomor 66 tahun 2010 dan dengan kondisi itu rektor tidak dapat lagi menyerahkan keputusan kepada MWA. Namun, hal ini tetap bertentangan dengan statuta Universitas Indonesia yang mana MWA tetap menjadi organ tertinggi universitas. Masa transisi ini menyebabkan adanya dualisme aturan yang digunakan sehingga organ penting seperti MWA tidak berjalan perannya sebagai pengambil keputusan startegis.

Pengelolaan keuangan yang dikuasakan kembali ke kementerian (Pasal 6 UU Nomor 17 tahun 2003, pasal 6) tidak mempengaruhi akuntabilitas publik yang dilakukan oleh Universitas Indonesia dengan tetap diterbitkannya laporan keuangan tahunan. Namun, saat Universitas Indonesia tidak lagi berstatus BHMN, laporan keuangan yang disampaikan tidak dilakukan audit terlebih dahulu.

Saat masa transisi, Universitas Indonesia tidak memiliki rektor sejak rektor sebelumnya turun pada tahun 2012. Sehingga Universitas Indonesia dipimpin oleh penjabat sementara atau penanggung jawab sementara (PJS). PJS tidak memiliki otoritas dalam mencairkan dana untuk operasional universitas, karena otoritas tersebut ada di tangan rektor, sehingga operasional Universitas Indonesia pada masa transisi menjadi terganggu.

3. Universitas Indonesia saat Berlandaskan UU nomor 12 tahun 2012

Undang-Undang ini akan dijalankan saat Statuta Universitas Indonesia telah mendapatkan tanda tangan dari Presiden. Sebagai PTN BH, Universitas Indonesia

(17)

memperbaiki pengelolaan saat berstatus BHMN. Mulai tahun 2013, akan dibuat SOP administrasi Universitas Indonesia, mulai dari pengangkatan staff hingga pelaksanaan administrasi Universitas Indonesia. Di samping itu, Universitas Indonesia juga akan melakukan audit tahunan terhadap laporan keuangannya. Analisis Struktur Tata Kelola Universitas Indonesia

Universitas Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan regulasi tentang pendidikan tinggi yang secara tidak langsung juga mengubah pengelolaan Universitas Indonesia. Perubahan yang terjadi meliputi struktur, hubungan antara Universitas Indonesia dengan pemerintah, dan otonominya. Perubahan pada struktur juga akan merubah bagaimana hubungan antara pengawas, pelaksana, dan stakeholders universitas. Hubungan tiga hal tersebut akan menggambarkan bagaimana struktur pengelolaan di Universitas Indonesia.

Dalam perubahan regulasi pendidikan tinggi, Universitas Indonesia juga merubah peran stakeholders di dalam struktur pengelolaan universitas. Stakeholders yang mengalami perubahan tersebut adalah mahasiswa, pemerintah, masyarakat dan karyawan. Peran mahasiswa, pemerintah, masyarakat dan karyawan mengiringi adanya perubahan struktur pengelolaan.

Saat berstatus BHMN, Universitas Indonesia mengalami perubahan struktur dengan meyertakan MWA sebagai lembaga pengawas tertinggi, dan SAU menggantikan Senat Universitas sebagai pengawas di bidang akademik. Fungsi Pelaksanaan akan berada pada Pimpinan Universitas yang juga tergabung di dalam MWA dan SAU. Berbeda dengan pada saat PP Nomor 30 tahun 1990 masih diberlakukan, rektor tidak lagi menjadi ketua di dalam SAU maupun di MWA. Ketua MWA pun tidak dapat menjadi Ketua SAU. Dengan begitu, terlihat jelas bahwa terdapat pemisahan antara Rektor sebagai pimpinan Universitas Indonesia dengan MWA dan SAU.

Di dalam struktur MWA sudah terdapat stakeholders internal dan eksternal Universitas Indonesia. Dijelaskan di dalam pasal 14 PP Nomor 152 tahun 2000

(18)

bahwa anggota MWA berjumlah sebanyak-banyaknya 21 orang yang terdiri atas satu orang Menteri, 11 orang dari Senat Akademik Universitas, enam orang mewakili unsur masyarakat, satu orang mewakili unsur karyawan dan satu orang mewakili unsur mahasiswa. Keberadaan stakeholders di dalam unsur MWA karena Universitas Indonesia telah menjadi sebuah badan hukum tersendiri sehingga pengawasan dan pertanggungjawabanya kepada masyarakat. Oleh karena itu, setiap perwakilan stakeholders ada di dalam MWA. Dilihat dari struktur board yang ada pada Universitas Indonesia saat berstatus BHMN, dapat dikatakan Universitas Indonesia menerapkan dual system structure. Pada saat Universitas Indonesia berstatus BHMN, Universitas Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan akuntabilitas publik. Struktur yang sama tetap akan diterapkan pada bentuk badan hukum universitas Indonesia selanjutnya karena masih tetap mengakui adanya MWA dan SAU sebagai badan pengawas yang terpisah dengan manajemen universitas. Setelah dikeluarkannya putusan PTUN, SAU saat ini tidak lagi ada dan fungsi pengawasan akademik digantikan oleh Senat Universitas (SU).

Saat masa transisi pun Universitas Indonesia masih memiliki fungsi eksekutif, dewan akademis, pengambil keputusan, dan pengawasan. Namun, yang berbeda dari masa transisi adalah, dewan akademis bukan lagi Senat Akademik Universitas melainkan Senat Universitas yang dipimpin oleh pimpinan universitas. Pengambilan keputusan pun berada di tangan pimpinan universitas. Universias Indonesia mengalami masa transisi selama tiga tahun. Dua tahun pertama, Universitas Indonesia masih dikelola dengan MWA sebagai badan pengambil keputusan. Artinya, tidak terdapat perbedaan dengan Universitas Indonesia saat berstatus BHMN. Setelah hasil PTUN keluar, MWA tidak lagi menjadi badan tertinggi karena berdasarkan PP Nomor 66 tahun 2000, tidak ada unsur MWA. Akan tetapi, setelah hasil PTUN keluar pun, MWA masih menjalankan fungsinya. Perbedaan antara MWA saat Universitas Indonesia masih berstatus BHMN dan pada masa transisi adalah, MWA pada masa transisi tidak lagi memegang fungsi pengambilan keputusan, melainkan hanya fungsi pengawasan. Untuk setahun terakhir, sejak tahun 2012, pengambilan keputusan

(19)

ada di tangan rektir, namun sejak tahun 2012, Universitas Indonesia tidak lagi memiliki rektor.

Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara Universitas Indonesia saat masih berstatus BHMN dengan masa transisi, dan juga saat nanti berstatus PTN BH. Pada tiga kondisi status tersebut, Universitas Indonesia sama-sama masih menggunakan dual system structure dalam pengelolaannya.

KESIMPULAN

Sering terjadinya perubahan peraturan yang mengatur pengelolaan Universitas Indonesia memberikan dampak pada praktik tata kelola Universitas Indonesia. Pertama, terjadi perubahan-perubahan dalam hal keuangan, akademis, staf, dan organisasional. Perubahan ini terlihat dari peran stakeholder dalam pengelolaan universitas. Keikutsertaan pemerintah saat berstatus BHMN dan PTP hanyalah sebagai pengawas yang tergabung dalam MWA UI. Selain itu, pemerintah hanya mengambil peran dalam menetapkan rencana jangka panjang pendidikan tinggi Indonesia.

Kedua, Dari hasil wawancara dan studi literatur serta tinjauan terhadap peraturan-peraturan yang ada, dapat disimpulkan bahwa Universitas Indonesia saat ini berstatus PTP. Universitas Indonesia hanya akan berstatus PTP sampai UU Nomor 12 tahun 2012 disahkan dan ditandatanganinya oleh presiden statuta Universitas Indonesia sebagai PTN BH. Status PTP tidak mengakui adanya MWA dan SAU, namun, sebelum rektor Universitas Indonesia digantikan oleh penjabat sementara, rektor telah membentuk MWA dan SU sementara yang dapat melanjutkan tugas dari MWA dan SAU dari masa BHMN. Fungsi MWA dan SU sama dengan MWA dan SAU di masa BHMN. Masa kerja MWA dan SU ini hanya sampai terbentuk MWA baru yang memiliki hak untuk melakukan pengawasan di Universitas Indonesia yang berstatus PTN BH.

Berdasarkan peraturan yang berlaku yang masih digunakan oleh Universitas Indonesia, Universitas Indonesia masih memiliki dua organ pengawas, yaitu SU dan MWA. Pembagian tugas antara SU dan MWA sebagai pengawas dipisahkan

(20)

dengan jelas di mana SU akan lebih terfokus pada pengawasan di bidang akademik. Pelaksana operasional, dalam hal ini adalah eksekutif universitas merupakan bagian dari MWA dan SU, namun bukan sebagai ketua. Dengan kondisi tersebut, saat terdapat SU dan MWA dan peran yang terpisah dengan pimpinan universitas, maka struktur pengelolaan Universitas Indonesia adalah dual system structure.

DAFTAR PUSTAKA

Duderstadt, J.J (2000). A University for the 21st Century. Ann Abror, MI : The University of Michigan Press

Estermann, T & Nokkala, T. (2009). University Autonomy in Europe I. European University Association Publication

Eurydice. (2008). Higher Education Governance in Europe. European Commision Fielden John (2008), Global Trends in University Governance. Education

Working Paper Series – 9. World Bank

OECD (2003) Education Policy Analisis : Changing Pattern of Governance in Higher Education

Prasojo, E. (2012). Pendidikan Tinggi Transformatif. Otonomi Perguruan Tinggi Suatu Keniscayaan. Jakarta : Buku Obor

Smith, Theodore C (2005). Problems in Higher Education Governance. Capella University

Tse, G (2009). Unitary Board or Dual Board Structure : Which One Serves Shareholders’ Interests Best?. FTMS Training System (HK) Ltd.

Widodo, Joko (2001). Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya : CV Citra Media

Gambar

Gambar 1. Mekanisme Penganggaran Keuangan Universitas Indonesia
Gambar 2. Struktur Universitas Indonesia saat Berstatus BHMN

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Palmer (1976) says that semantics is the study of meaning in language. Therefore if someone wants to discuss the figurative expression, it means that.. she or he can not be escaped

Berikut kegiatan manusia yang dapat mengubah lingkungan alam adalah kecuali … a.. tanah menjadi tidak gembur

(1) Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, segala kegiatan penanggulangan kemiskinan yang menjadi tugas Komite Penanggulangan Kemiskinan yang

Masukkan semua gambar/foto yang mau dijadikan video kemudian klik Add Pictures, atau bisa juga sebelumnya foto sobat masukkan dalam satu folder, pilih folder kemudian klik Add

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,

[r]

, dan Badan Pusat Statistik Kota Semarang, 2007, Kota Semarang Dalam Angka 2006, Semarang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang.. Budihardjo, Eko dan Djoko