• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan di media cetak maupun elektronik. Tindik atau body piercing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan di media cetak maupun elektronik. Tindik atau body piercing"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tindik dan tato merupakan istilah yang sering didengar, dibahas, dan dibicarakan di media cetak maupun elektronik. Tindik atau body piercing adalah proses penusukan jarum dengan tangan (manual) pada daun telinga hingga berlubang dan akhirnya lubang tersebut dipasang anting-anting (Dwi Marianto, 2000). Sedangkan tato yang merupakan bagian dari body painting adalah suatu produk dari kegiatan menggambar pada kulit tubuh dengan menggunakan alat sejenis jarum atau benda dipertajam yang terbuat dari flora dan hasil gambar tersebut dihias dengan pigmen berwarna-warni (Amy Krakov, 1988).

Dahulu tindik dan tato hanya dianggap sebagai sumber keindahan pada bagian tubuh tertentu sesuai dengan adat dan istiadatnya, semacam tanda dan sebagai aksesoris. Namun sekarang, para lelaki tidak sedikit melakukan tindik dan tato pada bagian tubuh lainnya, seperti suku-suku Dayak Pedalaman. Pada akhirnya tindik dan tato sekarang bukan lagi budaya milik suku pedalaman melainkan sudah menjadi bagian dari gaya hidup remaja masa kini (Raymond Williams, 1987).

Sekarang orang menggunakan tindik dan tato di bagian tubuh mereka, hingga pada tempat yang tertutup sekalipun. Dekorasi tubuh ini berupa tato yang dapat dilakukan oleh kaum pria dan wanita. Tindik dan Tato kini

(2)

dianggap sebagai suatu seni yang modis dan trendi, bukan lagi sebagai sesuatu yang menunjukan lambang atau adat istiadat sebagai penerus bentuk tradisi nenek moyang yang secara turun-temurun diterapkan pada setiap generasinya (Ady Rosa, 2006).

Setiap individu dalam mengekspresikan diri dapat dengan cara beraneka ragam, ada yang sudah nyaman bergaya biasa saja, tetapi ada yang tampil beda dari orang-orang pada umumnya. Ada pula individu yang senang menggunakan dekorasi tubuh seperti tindik dan tato. Berdasarkan perkembangannya, bagian yang ditindik dan ditato tidak hanya daun telinga atau hidung, tetapi mulai dari bibir, lidah, puting susu, hingga organ genital pun ditindik untuk dipasangi anting-anting (Lono Lastoro Simatupang dalam, Liputan6.com Jakarta, 2007).

Tindik tubuh (body piercing) dan Tato (tatoo) disebut pilihan bagi individu yang ingin tampil beda. Alasan orang-orang menindik dan menato beragam, mulai dari ingin tahu, seni budaya, mengikuti perkembangan zaman hingga tuntunan komunitas. Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa bertindik dan bertato adalah bagian dari hidup masa kini (Anthony Ried, 1992 dalam Hatib Abdul Kadir Olong, 2006).

Oleh karena itu, dengan menggunakan tindik dan tato individu merasa lebih nyaman dan lebih eksis dalam mengekspresikan diri tentunya dengan tidak pernah peduli apa tanggapan masyarakat tentang dirinya. Padahal apa yang dilakukan individu tersebut pada dasarnya telah melanggar tatanan nilai sosial, adat istiadat dan norma agama (Pramundito dan Rahadian, 2005).

(3)

Pelaku seni tubuh (tindik dan tato) dilihat sebagai fenomena seni yang juga merupakan wahana ekspresi yang dapat berbicara tentang sesuatu hal, tentunya dapat dikerucutkan bahwa pelaku seni tubuh (tindik dan tato) merupakan sekumpulan hubungan individu yang muncul dari sebab dan akibat dalam lingkungannya dan melakukan aktivitas pendekorasian tubuh (tindik dan tato) sebagai pencapaian dari proses pergeseran, dari tindik dan tato yang bernilai religius transendental dan magis pada masyarakat suku bangsa pedalaman menjadi seni dan budaya pada tubuh manusia secara umum dan kekinian (Anthony Ried, 1992 dalam, Hatib Abdul Kadir Olong, 2006).

Menurut (Amy Krakov, dalam ”The Art of New Zealand”, Aikon, Volume II, Juli 1996) yang menerangkan tentang fenomena tindik dan tato, menyebutkan bahwa tindik dan tato adalah pendekorasian tubuh dengan aksesoris tindik dan tato yang bertujuan untuk mendapatkan suatu produk atau hasil karya seni tubuh, sekaligus sebagai sebuah wahana ekspresi dari individu dan itu melalui tahapan kesepakatan dengan dirinya sendiri.

Pramundito dan Rahadian dalam (Liputan6.com, Jakarta 2008) menerangkan bahwa dalam pendekorasian tubuh tindik dan tato individu harus mempunyai komitmen yang teguh dengan dirinya dan dibutuhkan kesiapan fisik dan mental secara matang. Komitmen yang teguh yaitu kesiapan dengan segala konsekuensinya, serta kesiapan mental dan emosi untuk menghadapi berbagai tanggapan dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Penerimaan konsekuensi tersebut tentunya harus dengan tanpa paksaan dalam memutuskan untuk bertindik dan bertato. Bila paksaan itu ada dan tidak

(4)

adanya sebuah komitmen yang kuat dalam dirinya, maka akan menimbulkan persoalan dalam kehidupan sosialnya.

Individu di mana pun dia berada tidak dapat dilepaskan dari keterlibatannya terhadap kenyaataan, situasi, dan hubungan sosial di dalam masyarakat. Hal ini menjadikan bahwa individu adalah bagian dari masyarakat selain sebagai manusia yang mempunyai keunikan yang khas. Menurut Gerungan (1978:59) Individu haruslah melakukan penyesuaian di dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam hal ini, individu mengubah diri sendiri sesuai dengan keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keinginannya. Hal ini dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan biologis, psikis, dan sosial. Bimo Walgito (1978:41) memandang gejala ini sebagai suatu sifat dan kodrat manusia yang pada dasarnya mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain di sekitarnya.

Hal tersebut diperkuat dengan data tentang individu yang bertindik dan bertato serta faktor penyebabnya, mulai dari tahun 2008 sampai tahun 2010, dengan rincian sebagai berikut :

(5)

Tabel 1 : Faktor-faktor Penyebab Individu Bertindik dan Bertato.

No Penyebab Keterangan Tahun/Jumlah

2008 2009 2010 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Bentuk ekspresi diri Tuntutan (simbol) komunitas Ingin tampil beda Mengikuti trend masa kini Simbol kebebasan diri Identitas diri Pelampiasan emosi terhadap inferioritas Manifestasi kengefans-an Estetika tubuh

Dengan bertindik dan bertato individu merasa mampu

mengekspresikan segenap perasaan yang ada dalam dirinya.

Sebagai bentuk identitas dari

komunitas tindik dan tato itu sendiri.

Ingin menunjukan gaya

kepribadiannya yang unik dan lain dari pada yang lain.

Sebagai bentuk eksistensi diri dalam kemajuan zaman yang identik dengan trend kekinian.

Individu merasa semua manusia adalah performer dan setiap orang dapat memainkan serta mengontrol peranan mereka sendiri.

Untuk pertunjukan identitas dan kepribadian diri individu.

Sebagai cermin kebebasan dalam pertunjukan status sosial.

Sebagai bukti dan kesetiaan untuk menirukan sang idola hingga menyerupai orang yang diidolakan. Sebagai proses pergeseran, dari tindik dan tato yang bernilai religius transendental dan magis pada masyarakat suku bangsa pedalaman menjadi seni dan budaya pada tubuh manusia secara umum dan kekinian.

10 7 1 - 1 1 - 2 5 15 20 2 - 1 1 - 3 7 17 20 2 1 3 2 3 2 10 27 49 60

Sumber : Komunitas Seni Tubuh Tindik dan Tato ”Djebrag”, Purwokerto, 2010.

(6)

Menurut (Lono Lastoro Simatupang dalam Liputan6.com Jakarta, 2008) sebagai orang timur, bertindik dan bertato cenderung dihindari mengingat konotasinya yang negatif karena merupakan suatu hal yang memalukan dan menjatuhkan martabat keluarga serta haram hukumnya dalam agama Islam. Lono Lastoro Simatupang menambahkan bahwa setelah bertindik dan bertato individu akan mengalami masalah perubahan status dan peran. Dari seorang individu yang bertindik dan bertato menjadi pelaku seni tubuh tindik dan tato dalam komunitasnya, apalagi penyebab individu bertindik dan bertato karena salah dalam pergaulan atau hanya ikut-ikutan, jauh lebih sulit diterima oleh masyarakat daripada menjadi pelaku seni tubuh tindik dan tato karena sudah menjadi profesi atau jalan hidup.

Hal ini karena adanya anggapan umum yang mengatakan bahwa individu yang bertindik dan bertato (apapun alasannya) adalah individu yang mengalami penyimpangan perilaku dalam pergaulannya, dan akibatnya banyak individu yang menjadi tertekan dan cenderung menyalahkan keluarga dan lingkungan masyarakat atas pola penerimaan yang normatif dalam hidup bermasyarakat (Goldberg, 1999).

Bertindik dan bertato senantiasa memberi akibat bagi semua anggota keluarga baik ayah dan ibu berupa stress, tekanan serta perubahan fisik dan mental (Ramadhan K.H dan Dwipayana, 1989). Individu yang bertindik dan bertato akan menghadapi banyak permasalahan, diantaranya harus mengatasi keadaan diri sendiri terhadap penerimaan keluarganya, dan harus menghadapi permasalahan yang pastinya akan muncul dalam bermasyarakat. Berbagai

(7)

masalah tersebut dapat membuat individu menjadi terpuruk ke dalam keadaan yang menyedihkan. Namun pada umumnya, yang dirasakan individu menjadi lebih ringan ketika berada dalam komunitasnya.

Dalam aktivitas pendekorasian tubuh dengan tindik dan tato, kesiapan fisik dan mental dibebankan penuh pada individu tersebut. Selain itu juga berdasarkan karena keinginan individu itu sendiri, hal ini juga dipengaruhi oleh daya lekat yang kuat terhadap lingkungan pergaulannya dengan komunitas tindik dan tato (Ramadhan K.H dan Dwipayana, 1989). Ramadhan menambahkan bahwa dalam berhubungan sosial, seorang individu yang bertindik dan bertato lebih mengalami kesulitan dalam menghadapi keluarga, teman dan masyarakat, sehingga mereka cenderung mengalami kesulitan dalam melanjutkan lagi aktivitas sosialnya.

Hal ini sependapat dengan yang dikemukakan oleh Gerungan (1966:61) di dalam penyesuaian ini, seseorang dituntut untuk mampu mengadakan penyesuaian secara baik tanpa menimbulkan konflik baik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Hal senada diungkapkan Bimo Walgito (1977:34) berpendapat bahwa: Di dalam hubungan sosial ini individu satu dengan lainnya saling mempengaruhi sehingga setiap individu akan menerima nilai-nilai dan menyesuaikan dengan norma-norma sosial yang berlaku.

Bersosialisasi dengan masyarakat setelah bertindik dan bertato itu tidak mudah, terlebih jika lingkungan masyarakat tersebut masih awam dan bukan bagian dari komunitas sesama tindik dan tato. Berperan sebagai pelaku seni tubuh tindik dan tato yang harus terjaga stabil kreativitas berkeseniannya,

(8)

pada awalnya memang sulit, tetapi individu tersebut harus dapat menyiasati agar tidak menjadi beban bagi dirinya sendiri (Seno Gumira Ajidharma, 2007).

Menurut Dwi Marianto (2000), salah satu alasan mengapa individu memilih untuk bertindik dan bertato adalah karena tuntutan dari komunitas dan sebagai wahana ekspresi dari jiwa berkeseniannya. Individu setelah bertindik dan bertato sanggup untuk tidak menghapus dan melepas tindik serta tatonya, bahkan ada kecenderungan untuk memperbanyak tindik dan tato tersebut, walau dalam kehidupan nyata individu tersebut banyak memendam permasalahan.

Ramadhan dan Dwipayana (1989), mengatakan bahwa individu yang bertindik dan bertato dalam masyarakat sering disebut ”Gali (gabungan anak-anak liar)”, dan sebagian masyarakat menilai predikat tersebut dengan prasangka negatif, terlebih lagi bagi individu yang memiliki pola perilaku ”urakan”, sehingga beberapa orang lebih memilih untuk menutup-nutupi, apalagi jika hubungan dengan masyarakat kurang baik. Ramadhan juga menambahkan bahwa individu yang bertindik dan bertato sebagai pelaku seni tubuh tindik dan tato mengalami kekhawatiran ketika harus bekerja secara formal dan berbaur dengan masyarakat dalam aktivitasnya. Selain itu juga harus memenuhi kebutuhan akan kasih sayang dan juga keuangan, berperan sebagai pelaku seni tubuh yang harus menjaga kreativitas berkesenian dengan intensitas tinggi dalam prosesnya, serta mengendalikan kemarahan atau depresi yang dialami oleh dirinya sendiri. Individu setelah bertindik dan

(9)

bertato akan mengalami masalah karena terkucil secara sosial dari kelompok keluarga serta masyarakat, dan semua itu memperberat beban individu yang bertindik dan bertato yang menjadi pelaku seni tubuh tindik dan tato.

Mengingat besarnya arti dan manfaat penerimaan dari lingkungaan, baik teman sebaya maupun masyarakat, seseorang diharapkan dapat bertanggung jawab secara sosial (Monks dkk, 1994). Tuntutan tanggung jawab sosial tersebut dapat dipenuhi bila individu memiliki kemampuan untuk memahami berbagai situasi sosial dan kemudian menentukan perilaku yang sesuai dan tepat dalam situasi sosial tertentu, yang biasa disebut dengan penyesuaian sosial. Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, tentunya akan dapat menjalani hidupnya dengan lancar dan diharapkan ada perkembangan secara optimal serta dapat diterima oleh lingkungan. Sebaliknya, bila individu mengalami gangguan penyesuaian, maka penyesuaian pada masa-masa selanjutnya akan terhambat Untari, (2001).

Menurut Ramadhan dan Dwipayana (1989), setelah bertindik dan bertato individu mengalami masalah dalam kehidupan sosialnya, karena pada umumnya menjadi pelaku seni tubuh (tindik dan tato) akan banyak dibicarakan oleh lingkungan, terlebih jika individu tersebut bertindik dan bertato pada usia yang cukup muda. Individu yang bertindik dan bertato juga mengalami masalah psikologis (tergantung penyebab bertindik dan bertatonya), kemudian harus memikirkan pandangan negatif masyarakat tentang status dan predikat mereka (pelaku seni tubuh tindik dan tato), yang tentunya semua itu cukup berat bagi mereka.

(10)

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal dengan masyarakat di daerah Cikebrok-Purwokerto (Juni 2010), yang terdiri dari 3 orang anggota masyarakat dan 1 orang Kepala RT serta 1 orang Kepala RW, dengan uraian pertanyaan sebagai berikut: (1) Bagaimana tanggapan Anda mengenai individu yang bertintik dan bertato, yang ada di lingkungan Anda saat ini ?, (2) Bagaimana tanggapan Anda mengenai sekelompok individu yang tergabung dalam komunitas seni tubuh tindik dan tato, jika Anda lihat dari pola pergaulan dan hubungan mereka dengan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya ?, (3) Apakah mereka turut aktif dalam mengikuti kegiatan masyarakat, seperti pada umumnya ?.

Dari hasil wawancara tersebut diperoleh data sebagai berikut: ”Ada individu yang penyebab bertindik dan bertatonya karena tuntutan komunitas, sehingga individu tersebut terkesan urakan dalam pergaulan dengan lingkungan sekitar, serta ada juga yang tetap dapat bergaul dengan lingkungan sekitarnya tanpa memperdulikan pembicaraan masyarakat disekelilingnya. Ada individu yang setelah bergabung dalam komunitas pelaku seni tubuh (tindik dan tato) tetap tinggal bersama orang tuanya walaupun penerimaan dari orang tua terhadap dirinya kurang baik, ada juga yang bertahan hidup sendiri dengan komunitasnya karena sudah terkucilkan dari keluarganya. Ada yang setelah bertindik dan bertato tetap memiliki hubungan yang baik dengan keluarga meski penerimaan dari lingkungan terhadap dirinya kurang baik, ada juga yang sama sekali tidak berkenan membangun komunikasi dengan

(11)

lingkungan karena penerimaan yang kurang baik, dari keluarga dan lingkungannya”.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa setelah bertindik dan bertato serta bergabung dalam komunitas pelaku seni tubuh (tindik dan tato), individu akan mengalami hambatan yang menyangkut kehidupan pribadinya maupun hubungannya dengan orang lain dalam bermasyarakat. Oleh karena itu individu yang telah menjadi pelaku seni tubuh (tindik dan tato) harus dapat menerapkan strategi yang tepat dalam mengembangkan dirinya untuk melakukan penyesuaian sosial dengan kehidupan pribadinya dan juga dengan orang-orang disekitarnya, untuk menunjukkan bahwa individu yang bertindik dan bertato dapat melakukan strategi penyesuaian sosial yang terbaik dalam menjalankan perannya sebagai pelaku seni tubuh (tindik dan tato).

Berangkat dari latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan penelitian tentang strategi penyesuaian sosial pada individu yang bertindik dan bertato dalam menjalankan perannya sebagai pelaku seni tubuh (tindik dan tato).

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya yaitu "Bagaimana strategi penyesuaian sosial yang dilakukan oleh individu yang bertindik dan bertato dalam menjalankan perannya sebagai pelaku seni tubuh (tindik dan tato) ?"

(12)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi penyesuaian sosial yang dilakukan oleh individu yang bertindik dan bertato dalam menjalankan perannya sebagai pelaku seni tubuh (tindik dan tato).

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis :

a. Menambah khasanah wacana ilmu dan pengetahuan baru dalam bidang psikologi, terutama psikologi sosial yang dikaitkan dengan strategi penyesuaian sosial.

2. Manfaat praktis :

a. Bagi peneliti yaitu untuk memahami lebih dalam tentang aspek psikologis dan cara penyesuaian sosial pada pelaku seni tubuh (tindik dan tato).

b. Bagi masyarakat yaitu dapat memberikan gambaran mengenai kondisi psikologis pelaku seni tubuh (tindik dan tato) sehingga dapat menentukan sikap yang tepat dan tidak berprasangka negatif. Dan sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi yang akan melakukan pendekorasian tubuh dengan tindik dan tato.

Gambar

Tabel 1 : Faktor-faktor Penyebab Individu Bertindik dan Bertato.

Referensi

Dokumen terkait

bantuan sosial bahwa responden tidak tertarik mengolah limbah karena dianggap tidak menambah pendapatan responden serta tidak terciptanya lapangan pekerjaan baru

Berdasarkan pengamatan penulis sekarang ini, perpustakaan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga memerlukan desain basis data

Pada proses display penilaian kinerja karyawan, jika ada kesalahan input data maka akan tampil pesalahan. Pesan kesalahan tersebut terdiri dari nama karyawan, item

Akibatnya unsur- unsur Audit Risk Model dapat disesuaikan, dan audit investasi naik, untuk merefleksikan bahwa Risiko bisnis berhubungan dengan kemungkinan kerugian dimasa yang

Membedakan jenis ordo serangga hama, tungau dan vertebrata hama Ciri-ciri masingmasing ordo serangga, ciri dan kerusakan oleh tungau dan vertebrata hama Responsi, Kuliah,

Maka dapat diinterpretasikan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered

Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas (batuk) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli

Boma Bisma Indra (Persero) Surabaya akan sangat memengaruhi psychological meaningfulness karena jika semua karyawan memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam hal