• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran nafas dan penyakit infeksi lain karena mereka tidak disusui. Banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran nafas dan penyakit infeksi lain karena mereka tidak disusui. Banyak"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menyusui adalah memberikan nutrisi awal yang terbaik dalam kehidupannya. Diperkirakan lebih dari satu juta anak meninggal dalam satu tahun karena diare, penyakit saluran nafas dan penyakit infeksi lain karena mereka tidak disusui. Banyak lagi anak-anak menderita penyakit yang tidak seharusnya mereka dapatkan apabila mereka menyusui. Menyusui juga melindungi kesehatan ibu (Depkes, 2002).

Upaya untuk meningkatan kualitas manusia merupakan suatu proses yang panjang dan berkesinambungan, dimulai sejak bayi dalam kandungan dan setelah bayi dilahirkan. Salah satu usaha pertama kali setelah bayi dilahirkan yaitu dengan cara memberikan ASI sesegera mungkin yang dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan (WHO recomended, 2003).

Setelah ibu melahirkan bayi, biasanya air susu ibu (ASI) akan keluar dengan sendirinya. ASI yang pertama keluar biasanya lebih kental dan berwarna kekuningan, ASI ini biasa kita sebut kolostrum atau biasa dikenal di masyarakat dengan nama susu jolong (Wikipedia, Mei 2006). Kolostrum ini sangat dibutuhkan oleh bayi baru lahir sebagai nutrisi awal yang berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan bayi, selain itu kolostrum juga berperan dalam pembentukan awal sistem kekebalan tubuh bayi. Namun seringkali ibu-ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat

(2)

dari kolostrum ini, sehingga mereka tidak tahu betapa pentingnya kolostrum untuk bayinya (Siswono, Agustus 2007).

Nutrisi bagi bayi dan anak adalah pondasi bagi pertumbuhan badan yang sehat yang pada gilirannya akan mendukung perkembangan yang optimal. Sudah menjadi pendapat umum bahwa kondisi gizi yang optimal dari anak-anak sekarang, terutama pada masa bayi adalah sesuatu hal yang mutlak demi kesehatan dan pertumbuhan yang baik pada masa mendatang. Salah satu nutrisi yang terbaik bagi bayi baru lahir adalah ASI. Setiap ibu menghasilkan air susu yang biasa kita sebut dengan ASI, sebagai makanan alami yangdisediakan untuk bayi (Soetjiningsih, 1997).

Pemberian makanan bayi yang alami dapat diwujudkan dengan cara menyusui. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui sebenarnya tidak saja memberikan kesempatan pada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik, tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang stabil, perkembangan spiritual yang positif, serta perkembangan sosial yang baik. Begitu besar manfaat yang terkandung dalam ASI sehinga perlu ada upaya peningkatan pemberian ASI yaitu dengan cara pemberian ASI dini atau kolostrum (Roesli, 2002).

Memberikan kolostrum diawal kehidupan bayi merupakan tindakan yang terbaik untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi di masa mendatang. Kolostrum yang mampu memberi nilai gizi yang sesuai kebutuhan bayi, melindungi dari berbagai infeksi, dan memberi dukungan kasih sayang serta mencerdaskan bayi. Untuk memberikan kolostrum tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal, yang

(3)

diperlukan hanya kesabaran, waktu, sedikit pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari lingkungan terutama keluarga.

World Health Organization (WHO) merekomendasikan mengenai pemberian

ASI yang harus diberikan sesegera mungkin dalam waktu sekurangnya 1 jam setelah bayi lahir, dan dianjurkan memberi ASI ekslusif selama 6 bulan (WHO recomended, 2003).

Telah banyak penelitian yang telah mengkaji manfaat pemberian kolostrum. Kolostrum terbukti sangat dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan bayi, serta berperan dalam kekebalan tubuh bagi bayi baru lahir. Dengan pemberian ASI dalam satu jam pertama, maka bayi akan mendapatkan zat-zat gizi yang penting dan terhindar dari berbagai penyakit berbahaya pada masa yang paling rentan dalam kehidupannya (Siswono, Agustus 2007). Dikatakan bahwa angka kematian bayi mencapai 35 per 1.000 kelahiran hidup atau sekitar 175.000 bayi meninggal setiap tahunnya sebelum mencapai usia satu tahun (SDKI, 2002-2003). Perkiraan 75 persen kematian bayi terjadi pada waktu 28 hari setelah kelahiran, dan 22 persen kematian bayi baru lahir (neonatus) yang bisa dicegah dengan menyusui pada satu jam setelah lahir (Edmond et al., Pediatrics, Maret 2006). Namun menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003 di Indonesia hanya 4% bayi mendapatkan ASI dalam satu jam kelahirannya. Oleh karena itu, negara menghimbau semua petugas kesehatan yang terlibat dalam persalinan, termasuk para dokter dan bidan untuk membantu ibu-ibu melaksanakan inisiasi menyusui dini segera setelah melahirkan (Ani Yudhoyono,Agustus 2007).

(4)

Sebuah lembaga survey kesehatan tahun 2007 cakupan ASI masih 53,5%. Pemberian ASI kepada bayi satu jam paska persalinan hanya 9%, sedangkan pemberian ASI kepada bayi pada hari pertama setelah kelahirannya adalah 51,7%. Rendahnya tingkat pemberian coloctrum ini menjadi salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita Indonesia (Kodrat, 2010).

Setelah melahirkan, ibu mengeluarkan satu jenis susu kental yang berwarna kekung-kuningan dan lebih kental yang disebut colostrum, coloctrum mengandung vit A, protein dan zat kekebalan yang memounyai keuntungan sebagai penvahar yang ideal untuk membersihkan selaput usus bayi baru lahir untuk mempersiapkan saluran pencernaan, kadar protein terutama globulin (gama globulin) yang tinggi dapat memberikan daya perlindungan tubuh terhadap infeksi dan zat anti body yang mampu melindungi tubuh dari berbagai penyakit infeksi untuk jangka waktu sampai 6 bulan (Depkes RI, 2005).

Dampak dari tidak diberikannya colostrums tersebut adalah daya tahan tubuh yang lemah sehingga muydah terserang berbagai penyakit. Maka dari itu disarankan untuk sesegera mungkin memberikan colostrum pada bayi baru lahir (Siherni, dkk, 2009).

Sangat disayangkan program pemberian susu sedini mungkin kurang mendapat dukungan karena berbagai faktor diantaranya: Faktor ibu, yaitu kurangnya informasi dan ketidaktahuan ibu tentang pentingnya pemberian ASI selain itu perilaku dan niat ibu untuk memberikan ASI pada anaknya. Faktor sosial budaya

(5)

seperti perubahan gaya hidup modernisasi yang cenderung tidak mau menyusui dan juga dilaporkan adanya kebiasaan masyarakat dimana para ibu menganggap kolostrum merupakan susu yang kotor sehingga harus dibuang.

Selain itu juga gencarnya promosi susu formula dan lemahnya sanksi pada produsen susu formula yang merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran ibu untuk memberikan ASI pada anaknya (Siswono, Agustus 2007).

Bedasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil bahwa ibu nifas banyak tidak memberikan ASI kolostrum yaitu sebesar 45,0% dan ibu nifas banyak tidak mengetahui tentang kolostrum penting bagi bayi untuk menambah anti body bayi dan bersikap negative terhadap pemberian ASI kolostrum. Berdasarkan wawancara kepada 5 siswa terdapat 2 orang (40,0%) kurang mengetahui dan bersikap tentang pemberian ASI eksklusif dan 3 orang (60,0%) mengetahui dan bersikap positif pemberian ASI eksklusif.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang ”Hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

(6)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk melihat hubungan pengetahuan ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

2. Untuk melihat hubungan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ibu

Sebagai bahan masukan bagi ibu bahwa pengetahuan tentang kolostrum sangatlah penting sehingga terjadi peningkatan pemberian ASI kolostrum.

2. Bagi Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan meingkatkan sikap terhadap pemberian ASI kolostrum.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan untuk memperkokoh teori atau ilmu pengetahuan tentang pemberian ASI kolostrum.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran.

(8)

Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.

2.1.2. Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan

c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan

(9)

2.1.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

(10)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek

2.2. Sikap

2.2.1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

2.2.2. Tingkatan Sikap

(11)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005).

2.2.3. Komponen Pokok Sikap

Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (Affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2005).

(12)

Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapan dengan satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan sikap yang beragam. Dan apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive,

affective, conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi

ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain, yaitu dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi antara komponen-komponen sikap pada diri seseorang.

2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, sebagaimana yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:

1. Pengalaman pribadi

Hal-hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang memberik kesan kuat merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar, 2005).

(13)

Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang yang berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk bergabung dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting (Azwar, 2005). 3. Pengaruh kebudayaan

Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar (Azwar, 2005).

4. Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang disampaikan memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar, 2005). Media audiovisual secara psikis dapat menggelorakan dorongan seksual (Sakti dan Kusuma, 2006).

5. Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama

Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar, 2005).

6. Jenis kelamin

Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi dan hormonal berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh. Kadar hormon testosteron

(14)

laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi wanita lebih sensitif terhadap hormon testosteron (Sakti dan Kusuma, 2006).

7. Pengetahuan

Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003).

8. Faktor emosi dalam individu (Azwar, 2005).

2.2.6. Ciri-ciri Sikap

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari.

2. Sikap dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek.

4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan suatu hal.

5. Sikap mempunyai segi-Segi motivasi dan segi-segi perasaan (Azwar, 2005).

2.2.7. Sifat Sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005). 1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

(15)

2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

2.2.8. Cara Pengukuran Sikap.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).

2.3. Kolostrum 2.3.1. Defenisi

Kolostrum adalah, cairan pelindung yang kaya akan zat anti infeksi dan berprotein tinggi yang keluar dari hari pertama sampai hari keempat atau ketujuh setelah melahirkan. (Utami Roesli, 2004). Kolostrum adalah cairan pertama yang disekresi oleh kelenjar payudara (Soetjiningsih, 1997). Kolostrum adalah ASI stadium I dari hari pertama sampai hari keempat. Setelah persalinan komposisi kolostrum mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning keemasan yang disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup (Purwanti, 1997).

2.3.2. Kandungan Kolostrum

Kolostrum penuh dengan zat antibody (zat pertahanan tubuh untuk melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh) dan immunoglobulin (zat kekebalan tubuh untuk melawan infeksi penyakit). Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali

(16)

lebih banyak dari susu matang (mature). Zat kekebalan yang terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari penyakit diare.

Kandungan dari kolostrum antara lain: 1. Protein : 8,5%

2. Lemak : 2,5% 3. Karbohidarat : 3,5% 4. Garam dan Mineral : 0,4%. 5. Air : 85,1%

6. Vitamin A,B,C,D,E, dan vitamin K dalam jumlah yang sangat sedikit. 7. Leukosit (sel darah putih)

8. Sisa epitel yang mati.

Kekebalan bayi akan bertambah dengan adanya kandungan zat-zat dan vitamin yang terdapat pada air susu ibu tersebut, serta volume kolostrum yang meningkat dan ditambah dengan adanya isapan bayi baru lahir secara terus menerus. Hal ini yang mengharuskan bayi segera setelah lahir ditempelkan ke payudara ibu, agar bayi dapat sesering mungkin menyusui.

Kandungan kolostrum inilah yang tidak diketahui ibu sehingga banyak ibu dimasa setelah persalinan tidak memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir karena pengetahuan tentang kandungan kolostrum itu tidak ada.

(17)

Tubuh ibu mulai memproduksi kolostrum pada saat usia kehamilan tiga sampai empat bulan. Tapi umumnya para ibu tidak memproduksinya kecuali saat ASI ini bocor sedikit menjelang akhir kehamilan. Pada tiga sampai empat bulan kehamilan, prolaktin dari adenohipofise (hipofiseanterior) mulai merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan kolostrum. Pada masa ini pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesterone, tetapi jumlah prolaktin meningkat hanya aktivitas dalam pembuatan kolostrum yang ditekan. Sedangkan pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai merangsang pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormon-hormon terhadap pengeluaran air susu telah didemonstrasikan kebenarannya bahwa seorang ibu yang melahirkan bayi berumur empat bulan dimana bayinya meninggal tetap keluar kolostrum. Banyak wanita usia reproduktif ketika ia melahirkan seorang anak tidak mengerti dan memahami bagaimana pembentukan kolostrum yang sebenarnya sehingga dari ketidaktahuan ibu tentang pembentukan kolostrum ia akhirnya terpengaruh untuk tidak segera memberikan kolostrum pada bayinya.

2.3.4. Refleks-Refleks yang Berperan Sebagai Pembentukan dan Pengeluaran Air Susu

Pada seorang ibu yang menyusui dikenal dua refleks yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu,yaitu :

(18)

Seperti yang telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan terutama hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesterone yang kadarnya memang tinggi. Setelah melahirkan berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum, maka estrogen dan progesterone sangat berkurang. Ditambah lagi dengan hisapan bayi yang merangsang ujung-ujung syaraf sensorik yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini berlanjut ke hypothalamus yang akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya, merangsang adenohypofise (Hipofise Anterio ) sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi membuat air susu. Pada ibu menyusui kadar prolaktin akan normal tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak. Sedangkan pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin akan normal pada minggu kedua sampai ketiga.

2. Refleks Let Down

Bersaman dengan pembentukan prolaktin adenohypofise, rangsangan yang berasal dari hisapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohypofise (Hypofise

posterior) yang kemudian mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan kontraksi

sel-sel miopitel. Hisapan bayi memicu pelepasan dari alveolus mamma melalui duktus ke sinus laktiferus dimana ia akan disimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI di dalam sinus akan tertekan keluar kemulut bayi. Pelepasan dapat terjadi

(19)

bila ibu mendengar bayi menangis atau sekedar memikirkan tentang bayinya (Pusdiknakes, 2003). Ibu-ibu setelah melahirkan belum mengetahui tentang reflek yang terjadi yang berhubungan dengan pemberian kolostrum nantinya, sehingga ibu tidak memberikan kolostrum tersebut secara nyata pada bayi baru lahir.

2.3.5. Manfaat Kolostrum

Kolostrum sangat penting bagi pertahanan tubuh bayi karena kolostrum merupakan imunisasi pertama bagi bayi. Manfaat kolostrum antara lain (Utami Roesli, 2004) :

1. Membantu mengeluarkan mekonium dari usus bayi karena kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI.

2. Melindungi bayi dari diare karena kolostrum mengandung zat kekebalan tubuh 10-17 kali lebih banyak dibandingkan susu matang

3. Melawan zat asing yang masuk ke tubuh bayi

4. Melawan infeksi penyakit oleh zat-zat kekebalan tubuh

5. Menghalangi saluran pencernaan menghidrolisis (menguraikan) protein

6. Mengeluarkan kelebihan bilirubin sehingga bayi tidak mengalami jaundice (kuning) dimana kolostrum mempunyai efek laktasif (Pencahar).

7. Berperan dalam gerak peristaltik usus (gerakan mendorong makanan) 8. Menjaga keseimbangan cairan sel

(20)

10. Mencegah perkembangan kuman-kuman pathogen

Keseluruhan manfaat daripada kolostrum di atas banyak tidak diketahui oleh ibu-ibu setelah melahirkan. Padahal manfaat tersebut sudah seringkali diberitakan melalui media, ataupun melalui penyuluhan yang diberikan oleh bidan desa. Namun banyak ibu tetap tidak mau segera memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir dengan alasan mereka belum diberitahu tentang manfaat kolostrum tersebut.

2.3.6. Aspek kekebalan Tubuh Pada Kolostrum

Aspek-aspek kekebalan tubuh pada kolostrum antara lain : 1. Immunoglobin

Fraksi protein dari kolostrum mengandung antibody yang serupa dengan antibody yang terdapat di dalam darah ibu dan yang melindungi terhadap penyakit karena bakteri dan virus yang pernah diderita ibu atau yang telah memberikan immunitas pada ibu. Immunoglobulin ini bekerja setempat dalam saluran usus dan dapat juga diserap melalui dinding usus dalam sistem sirkulasi bayi. Yang termasuk dalam antibody ini adalah IgA, IgB, IgM, IgD dan IgE.

2. Laktoferin

Laktoferin merupakan protein yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap zat besi. Bersamaan dengan salah satu immunoglobulin (IgA), laktoferin mengambil zat besi yang diperlukan untuk perkembangan kuman E.coli, stafilokokus dan

(21)

ragi. Kadar yang paling tinggi dalam kolostrum adalah 7 hari pertama postpartum. Efek immunologis laktoferin akan hilang apabila makanan bayi ditambah zat besi. 3. Lisosom

Bersama dengan IgA mempunyai fungsi anti bakteri dan juga menghambat pertumbuhan berbagai macam-macam virus. Kadar lisosom dalam kolostrum dan ASI lebih besar dibandingkan dalam air susu sapi.

4. Faktor antitripsin.

Enzim tripsin berada di saluran usus dan fungsinya adalah untuk memecah protein, maka antitripsin di dalam kolostrum akan menghambat kerja tripsin. 5. Faktor bifidus

Lactobacilli ada di dalam usus bayi yang membutuhkan gula yang mengandung

nitrogen, yaitu faktor bifidus. Faktor bifidus berfungsi mencegah pertumbuhan organisme yang tidak diinginkan, seperti E.coli, dan ini hanya terdapat di dalam kolostrum dan ASI.

6. Lipase

Berfungsi sebagai zat anti virus.

7. Anti stafilokokus

Berfungsi melindungi bayi terhadap bakteri stafilokokus 8. Laktoferoksidase

(22)

9. Komponen komplemen

Mengandung komplemen C3 dan C4 yang berfungsi sebagai faktor pertahanan.

10. Sel-sel fagositosis

Dapat melakukan fagositosis terutama terhadap stafilokokus, E.coli dan candida

albican. Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya bayi belum dapat

membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Faktor – faktor pelindung ini semua ada di dalam ASI yang mature maupun di dalam kolostrum. Pemberian kolostrum secara awal pada bayi dan pemberian ASI terus menerus merupakan perlindungan terbaik yang dapat diberikan kepada bayi terhadap penyakit (Pusdiknakes, 2003). Kolostrum mengandung anti kekebalan tidak menjadi suatu hal yang utama pada ibu-ibu setelah melahirkan. Kebanyakan mereka tidak segera memberikan kolostrum karena menganggap kolostrum bukanlah pengaruh yang terpenting buat masa depan bayi mereka. Serta akibat dari pengetahuan yang serba terbatas sehingga mereka tidak mampu mencerna makanan dari pemberian kolostrum.

2.3.7. Empat Belas Hal Terpenting Dari Kolostrum

Kolostrum adalah anugerah yang tak ternilai harganya dari Tuhan yang khusus diberikan untuk si kecil tercinta. Beberapa fakta menunjukkan mengapa

(23)

kolostrum harus diberikan kepada bayi baru lahir, diantaranya ada dalam 14 hal terpenting dari kolostrum:

1. Kolostrum (sering disebut ASI jolong) adalah ASI pertama yang diproduksi payudara ibu selama hamil.

2. Kolostrum adalah air susu yang keluar sejak ibu melahirkan sampai usia bayi 4-7 hari. Bisa berupa cairan bening atau kuning keemasan kental. Jumlah kolostrum memang sedikit (150-300 cc per hari) namun hebat dalam kemampuan, sehingga diibaratkan “bensin beroktan tinggi”. Susu special ini rendah lemak namun tinggi karbohidrat dan protein .

3. Komposisi kolostrum berbeda dengan ASI yang keluar pada hari ke 4-7 sampai hari ke-10-14 kelahiran (ASI transisi) dan juga berbeda dengan ASI yang keluar setelah hari ke-14 (ASI matang).

4. Kolostrum full antibody dan immunoglobulin. Kolostrum mengandung sejumlah besar sel-sel hidup sehingga kolostrum bisa dianggap vaksin alami pertama yang 100% aman.

5. Kolostrum mengandung zat kekebalan tubuh 10-17 kali lebih banyak dibandingkan susu matang yang berfungsi melindungi bayi dari diare dan infeksi. 6. Kolostrum juga mengandung leukosit atau sel darah putih dalam jumlah tinggi

(24)

7. Kolostrum mengandung mineral lebih tinggi, terutama potassium, sodium, dan klorida yang berfungsi dalam gerak peristaltic usus dan menjaga keseimbangan cairan sel.

8. Kolostrum mengandung vitamin yang larut dalam lemak serta mengandung zat yang dapat menghalangi saluran pencernaan menghidrolisis protein, sehingga zat anti infeksi yang umumnya terdiri dari protein tidak akan rusak.

9. Kolostrum sangat mudah dan merupakan makanan pertama yang sempurna bagi bayi.

10. Kolostrum mempunyai efek laktasif (pencahar) sehingga membantu bayi mengeluarkan mekonium dan bilirubin yang berlebihan agar bayi tidak mengalami jaundice (kuning).

11. Kolostrum mempunyai peran special dalam saluran pencernaan bayi baru lahir yang masih sangat permeable. Kolostrum menutup lubang-lubang penyerapan itu dengan cara mengecat dinding saluran pencernaan sehingga sebagian besar zat-zat asing dapat dicegah untuk membuat alergi atau penyakit.

12. Kolostrum dihasilkan saat pertahanan bayi paling rendah. Sehingga dikatakan tidak ada pengganti untuk kolostrum.

13. Penghisapan kolostrum akan merangsang produksi ASI matang.

14. Jika kolostrum dapat diperdagangkan secara komersial dengan kandungan immunoglobulin dan antibody didalamnya maka harga kolostrum mencapai 80 dolar per 30 cc.

(25)

2.3.8. Perilaku Pemberian Kolostrum

Perilaku merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan baik pada individu, kelompok maupun masyarakat (Blum, 1974 dalam Notoatmodjo, 2003). Perilaku adalah apa yang dikerjakan atau aktivitas seseorang yang dapat diamati (Sobur, 2003). Menurut pendapat Sarwono (1997), perilaku manusia merupakan hasil dari pengalaman, interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku seorang ibu juga mempengaruhi dalam pemberian ASI kolstrum terhadap bayinya. Menurut Suraatmaja (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI kolostrum adalah : faktor sosial budaya, factor psikologis, faktor fisik ibu, faktor keterpaparan terhadap iklan promosi susu kaleng. Menurut Sobur (2003) untuk mendorong seseorang berperilaku kesehatan seperti memberikan ASI kolostrum, maka dibutuhkan upaya pemberian informasi tentang ASI kolostrum dan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, seseorang memerlukan proses belajar.

Hal yang paling utama dalam menyampaikan informasi adalah : tekhnik komunikasi. Komunikasi sangat penting diperhatikan pada saat penyampaian pesan, karena dengan komunikasi yang efektif maka dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Agar terjadi komunikasi yang efektif, harus terjadi keterlibatan antara yang menyampaikan dan yang menerima pesan termasuk dalam pemberian informasi tentang kolostrum (Notoatmodjo, 2003).

(26)

Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan pengalaman cara pemberian ASI terutama kolostrum secara baik dan benar akan menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya kegagalan memberikan kolostrum dimasa lalu serta mitos-mitos yang berlaku dimasyarakat akan mempengaruhi perilaku seorang ibu terhadap penyusuan sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam diri si ibu secara sukarela dan penuh rasa percaya diri dan mampu menyusui bayinya begitu lahir. Pengetahuan tentang kolostrum, nasehat, penyuluhan, bacaan, pandangan dan nilai yang berlaku dimasyarakat akan membentuk perilaku ibu yang positif terhadap masalah pemberian kolostrum dan menyusui. (Roesli, 2000). Oleh karena ibu-ibu kurang pengetahuan dan kurang diberi nasehat tentang pentingnya pemberian kolostrum, maka banyak ibu setelah bersalin tidak langsung memberikan kolostrum namun kebanyakan menunggu sampai berwarna putih dan yang cairan berwarna kuning dibuang.

2.3.9. Faktor-faktor yang Menyebabkan Ibu Tidak Memberikan Kolostrum Kepada Bayi Baru Lahir

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan melandasi seseorang untuk berperilaku sehat atau tidak seperti perilaku pemberian kolostrum sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki. Hasil penelitian Ragil (1998), tentang hubungan karakteristik ibu dan

(27)

pengetahuan tentang ASI terhadap praktek pemberian kolostrum, menunjukkan hasil bahwa dari 183 responden, 96,2% memberikan ASI tetapi hanya 63,9% yang memberikan kolostrum. Sedangkan pengetahuan ibu tentang kolostrum mempunyai hubungan yang bermakna terhadap perilaku pemberian kolostrum (p<0,05). Penilaian itu berdasarkan kriteria yang ditemukan sendiri, ataumenggunakan kriteria-kriteria yang ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden.

2. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Sobur, 2003). Persepsi disebut juga sebagai suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna kepada lingkungan mereka. Persepsi meliputi penerimaan stimulus, menterjemahkannya dan mengorganisasikanya sehingga mempengaruhi perilaku dan membantu pembentukan sikap (Gibson, 1996, Robins, 2001). Persepsi terhadap adanya stimulus seperti ASI kolostrum mempengaruhi terhadap perilaku pemberiannya. Hal ini dibuktikan oleh penelitian survey yang dilakukan oleh Cahyaning (2000), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pertama kali menunjukkan bahwa persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI segera setelah bayi dilahirkan selain

(28)

umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, nasehat, berat badan bayi saat lahir, tempat persalinan dan tidak adanya kunjungan petugas kesehatan.

3. Sikap

Sikap merupakan proses merespon seseorang terhadap objek tertentu dan mengandung penilaian suka-tidak suka, setuju-tidak setuju, atau mengambil keputusan positif atau negatif (Sobur, 2003). Terdapat tiga komponen dari sikap yakni kognitif (keyakinan), afektif (emosi/perasaan), dan konatif (tindakan). Penelitian survey yang dilakukan Yefrida (1997), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI exklusif menunjukkan hasil bahwa faktor kognitif atau keyakinan adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI exklusif yaitu sebesar 75,63%.

4. Dukungan Sosial

Faktor lain yang juga berhubungan dengan perilaku menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) adalah adanya dukungan sosial. Dukungan sosial ini dapat berasal dari keluarga terdekat seperti suami, orangtua/mertua dan saudara. Dukungan ini akan meningkatkan perilaku pemberian ASI. Menurut Lubis (1993), jika seorang ibu tidak pernah mendapatkan nasehat dan penyuluhan tentang ASI dari keluarganya maka dapat mempengaruhi sikapnya pada saat ibu tersebut menyusui sendiri bayinya. Selain itu dukungan dari petugas kesehatan seperti bidan juga mempengaruhi perilaku pemberian ASI pada bayi. Berdasarkan penelitian survey yang dilakukan Yefrida (1997), tentang faktor-faktor yang

(29)

berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI exklusif, menunjukkan hasil bahwa dukungan petugas kesehatan dan dorongan dari keluarga sangat mempengaruhi perilaku ibu dalam memberikan ASI exklusif termasuk dukungan terhadap pemberian ASI kolostrum.

5. Sosial budaya

Budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompok tertentu yang dipelajari dan ditanggung bersama. Yang termasuk di dalamnya adalah pemikiran, penuntun, keputusan dan tindakan atau perilaku seseorang. Selain itu nilai budaya adalah merupakan suatu keinginan individu atau cara bertindak yang dipilih atau pengetahuan terhadap sesuatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga mempengaruhi tindakan dan keputusan (Leiningger, 1985). Pengaruh sosial budaya juga terlibat dalam perilaku perawatan keluarga yang memiliki anak. Mempunyai anak merupakan pengalaman hidup yang kritis dan penuh dengan kepercayaan dan praktek-praktek tradisional (Alfonso, 1979 dalam Bobac dan Jansen, 1997). Adat kebiasaan atau sosial budaya yang sering dilakukan dalam masa menyusui seperti menunda menyusui 2-3 hari setelah melahirkan, membuang kolostrum sebelum menyusui bayi dan memberi makanan selain ASI sebelum ASI keluar. Perilaku pemberian ASI kolostrum, akan menimbulkan respon yang berbeda-beda bagi setiap keluarga, biasanya sangat dipengaruhi oleh budaya yang mereka miliki. Menurut Green (1980) dalam Notoatmodo (2003), budaya adalah merupak faktor predisposisi yang dapat menjadi faktor pendukung

(30)

atau faktorpenghambat suatu perilaku kesehatan seperti perilaku pemberian ASI kolostrum.

6. Pendidikan

Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan faktor-faktor sosial perilaku demografi, seperti pendapatan, gaya hidup dan status kesehatan. Pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi baru (SDKI, 1997). Tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh dalam pemberian kolostrum. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu makin rendah prevalensi menyusui segera setelah lahir. Penelitian Sandjaya (1980), diperoleh kecenderungan ibu-ibu berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di Jakarta untuk tidak lagi memberikan ASI kolostrum pada bayinya. Pendidikan adalah aktifitas proses belajar mengajar yang memberikan tambahan ilmu pengetahuan, keterampilan serta dapat mempengaruhi proses berfikir secara sistematis. Hasil penelitian Syarifah (1997) tentang perilaku pemberian ASI menunjukkan bahwa responden yang mencapai tingkat SLTA dan perguruan tinggi hanya 41,9% dan terbanyak responden berpendidikan SD sebanyak 59,15%. Sedangkan pada penelitian Darti (2005) dalam studi etnografi tentang pemberian ASI kolostrum menyatakan bahwa penyebab lain yang menimbulkan pemahaman terhadap ASI kolostrum rendah adalah rata-rata tingkat pendidikan informan adalah SD. Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang terhadap memaknai pesan dan

(31)

memahami sesuatu (Sobur, 2003). Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ragil (1998), tentang hubungan karakteristik ibu dan pengetahuan tentang ASI terhadap praktek pemberian kolostrum di kabupaten Serang Jawa Barat yang menyatakan adanya pengaruh karakteristik ibu terhadap praktek pemberian ASI kolostrum. Karakteristik ibu yang dimaksudkan salah satunya adalah tingkat pendidikan tertinggi yang dimiliki oleh ibu. Menurut Siagian (1999), menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi keinginannya untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Penggunaan pengetahuan akan meningkatkan pemahaman seseorang terhadap sesuatu objek yang tentu saja akan mempengaruhi persepsinya terhadap objek tertentu.

7. Sumber informasi

Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi. Menurut Widjaja (2004) salah satu faktor keengganan menyusui apalagi memberikan kolostrum adalah kurangnya informasi tentang manfaat dan keunggulan ASI terutama pentingnya kolostrum. Soeparmato & Rahayu (2005) mengungkapkan bahwa sampai saat ini telah banyak sumber yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang penting tentang manfaat kolostrum, apakah dari petugas kesehatan, media massa dan dari keluarga. Sikap dan perilaku tenaga kesehatan merupakan salah satu sumber informasi dan merupakan faktor pendorong terpenting dalam perilaku kesehatan. Apabila

(32)

seseorang ibu telah mendapat penjelasan tentang pemberian ASI yang benar dan coba menerapkanyya, akan tetapi karena lingkungannya belum ada yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing di masyarakat dan bukan tidak mungkin ia akan kembali menjadi kembali dengan pemberian ASI yang salah. Hasil penelitian Darti (2005) tentang studi etnografi pemberian ASI di desa Sayurmaincat menunjukkan bahwa informasi tentang menyusui atau pendidikan kesehatan terutama pada ibu-ibu yang baru melahirkan tidak pernah diberikan di desa oleh bidan desa, kalaupun ada, informasi tersebut tidak lengkap. Penelitian Nuraeni (2002) tentang hubungan karakteristik ibu, dukungan keluarga dan pendidikan kesehatan dengan perilaku pemberian ASI dan MP-ASI pada bayi usia 0-12 bulan, menyebutkan bahwa adanya pendidikan kesehatan sangat menentukan seorang ibu untuk berperilaku memberikan ASI secara tepat. Dari beberapa faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir di atas, yang akan dibahas oleh peneliti sendiri adalah pengetahuan, pendidikan, dan sumber informasi yaitu untuk melihat distribusi dan persentasi masing-masing faktor pada ibu yang tidak memberikan kolostrum.

2.4. Kerangka Konsep

(33)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

2.5. Hipotesis Penelitian

1. Hubungan pengetahuan ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

2. Hubungan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

BAB III

METODE PENELITIAN

Pengetahuan

Pengetahuan

(34)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif, penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni sampai Juli 2015 yaitu mulai melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisis data dan penyusunan laporan akhir.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil yang berjumlah 30 orang.

3.3.2. Sampel

(35)

Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai sampel yaitu sebesar 30 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

a. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang ASI kolostrum.

Kategori Tingkat Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk

Pengukuran variabel tingkat pengetahuan disusun 10 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1 )” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 6-10 1. Buruk, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-5

(36)

2. Sikap adalah suatu reaksi atau tanggapan ibu terhadap pemberian ASI kolostrum. Kategori Sikap :

0. Positif 1. Negatif

Pengukuran variabel dikap disusun 10 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1 )” dan ” tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Positif, jika responden memperoleh skor > 50% dari total yaitu 6-10 1. Negatif, jika responden memperoleh skor ≤ 50% dari total yaitu 1-5

4. Pemberian ASI kolostrum adalah memberikan ASI yang pertama kali keluar setelah melahirkan.

Kategori Pemberian ASI Kolostrum : 0. Diberikan

1. Tidak Diberikan

3.6. Metode Pengukuran

Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Cara dan

Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur Pengetahuan Wawancara (kuesioner) Ordinal 0. Baik 1. Tidak baik Sikap Wawancara (kuesioner) Ordinal 0. Positif 1. Negatif Pemberian ASI Kolostrum Wawancara

(kuesioner)

Ordinal 0. Diberikan 1. Tidak Diberikan

(37)

3.7.1. Analisis Univariat

Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran variabel pengetahuan dan sikap dan variabel dependen adalah pemberian ASI kolostrum.

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil dengan menggunakan statistik uji

chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.

.

(38)

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Sukarejo terletak di Kabupaten Aceh Singkil provinsi NAD. Desa Sukarejo ini merupakan salah satu desa yang terletak di daerah dataran rendah. Secara geografis Desa Sukarejo Kabupaten Aceh Singkil NAD mempunyai luas wilayah 19.563 km2.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: umur dan pendidikan.

4.2.1. Distribusi Umur Responden di Desa Sukarejo Kabupaten Aceh Singkil

Untuk melihat umur responden di Desa Sukarejo Kabupaten Aceh Singkil dapat dilihat pada tabel 4.1 :

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah

No Umur f %

1 < 19 dan > 35 tahun 16 43,2

2 19-35 tahun 21 56,8

Jumlah 37 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur ibu di Desa Sukarejo Kabupaten Aceh Singkil lebih banyak dengan umur 19-35 tahun sebanyak 21 orang (56,8%) dan lebih sedikit dengan umur < 19 dan > 35 tahun sebanyak 16 orang (43,2%).

(39)

4.2.2. Distribusi Pendidikan Responden di Desa Sukarejo Kabupaten Aceh Singkil

Untuk melihat pendidikan responden di Desa Sukarejo Kabupaten Aceh Singkil dapat dilihat pada tabel 4.2 :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Desa Sukarejo Kabupaten Aceh Singkil

No Pendidikan f % 1 SD 13 35,1 2 SMP 16 43,2 3 SMA 6 16,2 4 PT 2 5,4 Jumlah 37 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pendidikan ibu di Desa Sukarejo Kabupaten Aceh Singkil lebih banyak dengan pendidikan SMP sebanyak 16 orang (43,2%), pendidikan SD sebanyak 13 orang (35,1%), pendidikan SMA sebanyak 6 orang (16,2%) dan lebih sedikit dengan pendidikan PT sebanyak 2orang (5,4%).

4.3. Analisis Univariat

Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: pengetahuan, sikap dan sikap ibu nifas dan pemberian ASI kolostrum.

4.3.1. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

Untuk melihat pengetahuan ibu nifas tentang pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil dapat dilihat pada Tabel 4.3 :

(40)

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Nifas tentang Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

No Pengetahuan f %

1 Baik 21 46,8

2 Buruk 16 43,2

Jumlah 85 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu nifas tentang pemberian asi kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil mayoritas dengan baik sebanyak 21 orang (46,8%) dan minoritas buruk sebanyak 16 orang (43,2%).

4.3.2. Sikap Ibu Nifas Terhadap Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

Untuk melihat sikap ibu nifas terhadap pemberian asi kolostrum pada bayi baru lahir di desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil dapat dilihat pada Tabel 4.4 :

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Nifas Terhadap Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

No Sikap f %

1 Positif 20 54,1

2 Negatif 17 45,9

Jumlah 37 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap ibu nifas terhadap pemberian asi kolostrum pada bayi baru lahir di desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil mayoritas dengan bersikap positif sebanyak 20 orang (54,1%) dan minoritas bersikap negatif sebanyak 17 orang (45,9%).

(41)

4.4. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan variabel pengetahuan dan sikap dengan pemberian ASI kolostrum.

Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil dapat dilihat seperti dibawah ini :

4.4.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas dengan Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

Untuk melihat hubungan pengetahuan ibu nifas dengan pemberian ASI

kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil dapat dilhat pada Tabel 4.5 :

Tabel 4.5. Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas dengan Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

No Pengetahuan

Pemberian ASI Kolostrum

Total

P value Diberikan Tidak Diberikan

n % n % n %

1 Baik 18 85,7 3 14,3 21 100 0,019

2 Buruk 7 43,8 9 56,3 16 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 21 orang pengetahuan ibu dengan kategori baik terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 18 orang (85,7%) dan tidak memberikan sebanyak 3 orang (14,3%). Kemudian dari 16 orang pengetahuan ibu dengan kategori buruk terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 7 orang (43,8%) dan tidak memberikan ASI kolostrum sebanyak 9 orang (56,3%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan

(42)

ada hubungan pengetahuan ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

4.4.2. Hubungan Sikap Ibu Nifas dengan Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

Untuk melihat hubungan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum

pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil dapat dilhat pada Tabel 4.5 :

Tabel 4.5. Hubungan Sikap Ibu Nifas dengan Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

No Sikap

Pemberian ASI Kolostrum

Total

P value Diberikan Tidak Diberikan

n % n % n %

1 Positif 19 95,5 1 5,0 20 100 0,000

2 Negatif 6 35,3 11 64,7 17 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 21 orang sikap ibu dengan kategori positif terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 19 orang (95,5%) dan tidak memberikan sebanyak 1 orang (5,0%). Kemudian dari 17 orang sikap ibu dengan kategori negatif terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 6 orang (35,3%) dan tidak memberikan ASI kolostrum sebanyak 11 orang (64,7%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

(43)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas dengan Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

Hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan ibu dengan kategori baik terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 18 orang (85,7%) dan tidak memberikan sebanyak 3 orang (14,3%) dan pengetahuan ibu dengan kategori buruk terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 7 orang (43,8%) dan tidak memberikan ASI kolostrum sebanyak 9 orang (56,3%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil. Mengacu pada hasil tersebut

Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan berbanding lurus dengan pemberian ASI kolostrum, artinya semakin rendah pengetahuan responden maka pemberian ASI kolostrum juga rendah. Demikian juga sebaliknya jika pengetahuan responden tinggi maka pemberian ASI kolostrum juga akan meningkat.

Pengetahuan ibu yang baik tentang hakekat posyandu akan memengaruhi mereka dalam pemberian ASI kolostrum, pemahaman tentang ASI kolostrum akan menimbulkan kesadaran yang tinggi untuk pemberian ASI kolostrum.

Menurut Roesli, (2008), beberapa pendapat yang menghambat ibu postpartum memberikan kolostrum dengan segera, diantaranya takut bayi kedinginan, setelah

(44)

melahirkan ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya, kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai, sertakolostrum tidak baik bahkan berbahaya bagi bayi. Hal di atas tidak akanterjadi bila seorang ibu post partum mempunyai pengetahuan yang bagus sertamendapat support dari keluarga.

Hal ini sesuai dengan pendapat Blum yang dikutip oleh Notatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa tindakan seseorang individu termasuk kemandirian dan tanggung jawabnya dalam berperilaku sangat dipengaruhi oleh domain kognitif atau pengetahuan. Pada dasarnya, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengetahuan. Namun, pembentukan perilaku itu sendiri tidak semata-mata berdasarkan pengetahuan, tetapi masih dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks. (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan adalah hasil tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan melandasi seseorang untuk berperilaku sehat atau tidak seperti perilaku pemberian kolostrum sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ragil (1998), tentang hubungan karakteristik ibu dan pengetahuan tentang ASI terhadap praktek pemberian kolostrum, menunjukkan hasil bahwa dari 183 responden, 96,2% memberikan ASI tetapi hanya 63,9% yang memberikan kolostrum. Sedangkan pengetahuan ibu tentang

(45)

kolostrum mempunyai hubungan yang bermakna terhadap perilaku pemberian kolostrum (p<0,05).

Penelitian lain yang sesuai adalah penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2004), dalam penelitiannya mengatakan bahwa kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan menyusui menyebabkan ibu mudah terpengaruh dan beralih kepada susu formula. Penelitian yang berbeda adalah yang dilakukan oleh Sylvia pada tahun 2009 mengenai hubungan pengetahuan ibu post partum dengan pemberian kolostrum, yaitu dari 30 responden, diperoleh yang berpengetahuan baik sebanyak 17 responden (56,67%), kemudian diuji dengan Chi

Square diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu post partum

dengan pemberian kolostrum.

Menurut asumsi peneliti bahwa pengetahuan ibu yang baik tentang hakekat posyandu akan memengaruhi mereka dalam pemberian ASI kolostrum, pemahaman tentang ASI kolostrum akan menimbulkan kesadaran yang tinggi untuk pemberian ASI kolostrum.

5.2. Hubungan Sikap Ibu Nifas dengan Pemberian ASI Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

Hasil penelitian diperoleh bahwa sikap ibu dengan kategori positif terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 19 orang (95,5%) dan tidak memberikan sebanyak 1 orang (5,0%) dan sikap ibu dengan kategori negatif terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 6 orang (35,3%) dan tidak memberikan ASI kolostrum

(46)

sebanyak 11 orang (64,7%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.

Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa sikap berbanding lurus dengan pemberian ASI kolostrum, artinya semakin rendah sikap responden maka pemberian ASI kolostrum juga rendah. Demikian juga sebaliknya jika sikap responden tinggi maka pemberian ASI kolostrum juga akan meningkat.

Sikap merupakan proses merespon seseorang terhadap objek tertentu dan mengandung penilaian suka-tidak suka, setuju-tidak setuju, atau mengambil keputusan positif atau negatif (Sobur, 2003). Terdapat tiga komponen dari sikap yakni kognitif (keyakinan), afektif (emosi/perasaan), dan konatif (tindakan).

Penelitian ini sejelan dengan penelitian yang dilakukan Yefrida (1997), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI kolostrum menunjukkan hasil bahwa faktor kognitif atau keyakinan adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI kolostrum yaitu adalah sikap sebesar 75,63%.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fahriyati (2007) bahwa dari 26 responden yang memiliki sikap tidak mendukung terhadap pemberian kolostrum sebanyak 16 responden (61,54%) sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sikap ibu terhadap pemberian kolostrum tidak mendukung. Sikap tidak mendukung tersebut kemungkinan disebabkan karena masih adanya

(47)

responden yang berumur dibawah 20 tahun, umur yang tergolong muda kemungkinan pengalamannya masih kurang sehingga menyebabkan ibu kurang memahami pentingnya pemberian kolostrum pada bayinya.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sylvia pada tahun 2009, mengenai hubungan sikap ibu post partum dengan pemberian kolostrum yaitu dari 30 responden yang diteliti, diperoleh sikap mendukung sebanyak 18 responden (60%), dan setelah diuji menggunakan Chi Square didapatkan hasil ada hubungan antara sikap ibu post partum dengan pemberian kolostrum.

Menurut asumsi peneliti bahwa sikap yang dimiliki ibu terhadap pemberian ASI kolostrum sangat berbanding lurus dengan pemberian ASI kolostrum, artinya semakin rendah sikap responden maka pemberian ASI kolostrum juga rendah. Demikian juga sebaliknya jika sikap responden tinggi maka pemberian ASI kolostrum juga akan meningkat.

(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan pengetahuan ibu nifas dengan pemberian asi kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

2. Terdapat hubungan sikap ibu nifas dengan pemberian asi kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil

6.2. Saran

1. Kepada Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil untuk meningkatkan sumber informasi tentang ASI kolostrum sehingga pemberian ASI kolostrom pada ibu nifas meningkat..

2. Kepada ibu nifas untuk meningkatkan pengetahuan dan bersikap tentang pemberian ASI kolostrum

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ira Titisari, 2013, Hubungan Pengetahuan Remaja Usia 17-20 Tahun Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Sikap Berpacaran Sehat Di Kelas Iii Smk 2 Pawyatan Dhaha Kediri, Prodi Kebidanan Kediri.

Nasria. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1 Mojogedang [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2002.

Qomariah,dkk. Infeksi Saluran Reproduksi Pada Wanita. Jakarta : BKKBN; 2001. Rabita. Tingkat pengetahuan remaja putri tentang perawatan alat genitalia eksterna.

(skripsi). Medan; 2010.

Selvia Febriani, 2013, Kesehatan Reproduksi Remaja, Media Belajar Kesehatan Reproduksi Remaja SMA. Diundah dari : //kesehatanreproduksiremaja. wordpress.com/category/kegiatan-belajar-3/c-perilaku-seksual-menyimpang. Tanggal 12-10-2015.

Manuaba,IBG. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arca; 2002

Departemen Kesehatan RI. Asuhan kesehatan reproduksi pada remaja.Jakarta:Buletin Departemen Kesehatan RI; 2003

.

Bearinger, L. H., Sieving, R. F., Ferguson, J., & Sharma, V. Global perspective on the sexual and reproductive health of adolescent: Patterns, prevention, and potensial. Lancet 2007.

Burgess V, Dziegielewski SF, Green CE. Improving Comfort about Sex Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis Intervention. 2005; 5:379-390.

Calhoun, Acocella. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Terjemahan oleh Satmoko. Semarang: IKIP Semarang.

(50)

Daryanto, Tiffany. 2009. Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Indekost di Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Universitas Negeri Malang.

Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Eisenberg, M. E., Sieving, R. E., Bearinger, L. H., Swain, C., & Resnick, M. D. Parents’ communication with adolescents about sexual behavior: A missed opportunity for prevention? J Youth Adolescence 2006.

Erwin J., Skripsiadi. 2005. Pendidikan Dasar Seks untuk Anak. Yogyakarta: Curiosita.

Gunarsa, Singgih. 2004. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock. E. B. 1993. Perkembangan Anak: Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

http://tumplung.blogspot.com/2009/02/sungguh-mencengangkan-dan mengerikan. html di akses tanggal 12 April 2010

http://news.okezone.com/read/2009/12/29/340/289247/340/video-mesum-di-tengah-ladang-goyang-blitar. Diakses 24 Maret 2010

Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Remaja. Bandung. PT. Bandar Maju.

Kirby D, Miller BC. Intervention Designed to Promote Parent-Teen Communication about Sexuality. New Direction for Child and Adolescent Development. 2002; 97.

Marcovitz, H. The gallup youth survey. In Mayor issues and trends teens & sex. Stockton, New Jersey 2007: Mason Crest Publisher.

Martino, S. C., Elliott, M.N., Corona, R., Kanouse, D.E. & Schuster, M.A. Beyond the “big talk’: The roles of breadth and repetition in parent-adolescent communication about sexual. Pediatrics 2008, 121, 612

(51)

Mufidah, Lilik. 2008. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Seks Pranikah Siswa SMKN 2 di Kota Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIN Malang.

Notoadmodjo, S. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. ____________ , 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta, Jakarta. Nuranti Alifah, 2, Hubungan antara Komunikasi Orangtua – Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di SMA Kabupaten Purworejo, Tesis, Program Pascasarjana, FK UGM, Yogyakarta.

Papalia, Diane E, Sally Wendkos & Ruth Duskin F. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan): Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Putri F.A, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seks Pranikah Pada Remaja SMA di Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.

Rachman W.A, 2008, Analisis Ketahanan Keluarga dalam Perilaku Seks Pranikah Remaja (Studi Kasus di Kota Ambon), Dosen FKM Universitas Hasanuddin Makassar, Jurnal Ilmiah Sinergi IPTEKS, LP3M Universitas Islam Makassar. Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Safarino. 1997. Biofeedback in Education Entertainment, http://www. interactionivrea. it/thesis.

Safitri Erlina, 2007, Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Remaja, Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Sarwono, Sarlito. W & Ami Siamsidar. 1986. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks, Jakarta: CV Rajawali.

Sarwono. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Setiawati, Dermawan, 2008. Pendidikan Kesehatan. Trans info Media, Jakarta.

Simanjuntak, B & Pasaribu, L.I. 1986. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito.

(52)

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius.

Susanti, Dini. 2002. Kontrol Diri dalam Perilaku Seks Pranikah MahasiswaUIIS Malang, Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIIS Malang.

Tanjung, A.et'al., 2001, Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan Reproduksi Remaja. (online), (http://www/pkbi.or.id diakses 6 Agustus 2006). Uin, 2013, Hubungan antara Komunikasi Orang Tua-Anak Mengenai Seksualitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah, Tesis, UIN, Malang, http://lib.uin-malang.ac.id /files /thesis/fullchapter/06410008.pdf

Walgito, B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Widayanto, Arif. 2005. Studi Perilaku Seks Pra Nikah pada Siswa SMA Katolik Diponegoro Blitar. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UMM Malang

Wiendijarti I, 2011, Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak dalam Pendidikan Seksual Remaja, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional ’Veteran’Yogyakarta, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Rencana penerapan Kurikulum 2013 merupakan momentum yang tepat bagi program studi Tadris IPA-Biologi IAIN Syekh Nurjati Cirebon untuk melakukan review dan evaluasi

Nilai uji statistik kor 0,094 yang artinya korelasi sa atau dianggap tidak ada kor dibuktikan dengan nilai ρ = besar dari nilai alpha (α) = demikian dapat dikatakan hubungan

Dari wawancara tersebut diketahui bahwa tujuan awalnya instagram @malangfoodies dibuat untuk menyalurkan hobi food photography inisiator dan teman temannya, tapi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak penderita asma, sedangkan sampel penelitian ini adalah anak yang berusia 1 - 17 tahun yang menderita asma dan tercatat dalam

Pendukung” Provinsi Kalimantan Selatan dapat mengisi bagian dari target 50.000 rumah khusus yang diarahkan untuk bencana dan MBR dalam arti luas 6 Rencana Strategis

Masalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah penentuan dimensi pilar penambangan yang akan digunakan sebagai penyangga lubang bukaan

Risiko yang dihadapi utamanya muncul dari eksternal, yang bersumber dari ketidakpastian mengenai kebijakan pemerintah baru AS, kondisi keuangan global yang lebih

Golongan terpen berpotensi sebagai peningkat penetrasi yang efektif dimana memberikan peningkatan permeasi yang tinggi dengan konsentrasi yang rendah, memberikan efek