• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi yang menarik dibicarakan, berkaitan dengan kebutuhan biologis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi yang menarik dibicarakan, berkaitan dengan kebutuhan biologis"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah seputar seks dan keperawanan remaja menjadi sebuah informasi yang menarik dibicarakan, berkaitan dengan kebutuhan biologis manusia. Seksualitas sudah bukan lagi merupakan pembicaraan yang baru lagi di masyarakat khususnya dikalangan para remaja. Pada zaman sekarang ini, kehidupan seksual di kalangan remaja sudah lebih bebas dibandingkan dahulu. Informasi seputar seks yang bebas beredar di masyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio, dan internet dapat mendorong remaja melakukan hubungan seks pranikah (Sari, 2010: 1).

Penelitian yang dimuat dalam harian Kompas, tanggal 4 Juli 2009 (dalam Handoyo, 2010: 24) menyatakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya terjadi 2,6 juta masalah aborsi yang sebagian besar dilakukan oleh remaja perempuan berusia di bawah 20 tahun. Penelitian lain didapat dari survei yang dilakukan dari hasil konseling dengan para remaja oleh Pilar PKBI wilayah Jawa Tengah didapatkan fenomena bahwa hubungan seks bebas di kalangan remaja sekitar 90% individu telah melakukan hubungan seks pranikah. Data tahun 2011 sampai tahun 2013 tercatat bahwa dari 725 kasus pacaran remaja, sebanyak 300 anak adalah kasus

(2)

tercatat sebanyak 214 anak. Sisanya adalah kasus berpacaran yang diajak dan dipaksa berhubungan seksual, petting, dan fantasi seksual atau masturbasi. Lebih dari seperempat masalah pacaran yang masuk ke data Pilar PKBI berkaitan dengan aktivitas seksual klien. Fenomena perilaku seks bebas pada remaja dapat dipersepsikan secara berbeda oleh masing- masing remaja.

Fakta yang dijumpai peneliti dari hasil wawancara para remaja pada tanggal 28 Mei 2016 di SMA X Semarang menunjukkan bahwa fenomena perilaku seks pranikah sekarang ini masih sangat tinggi. Bentuk perilaku seks bebas pada remaja, antara lain bergandengan tangan 13%, berpelukan 15%, berciuman 40%, dan eksplorasi daerah genital 17%, berhubungan badan 15%. Fenomena yang terjadi pada remaja yang masih berstatus pelajar juga menunjukkan terjadinya perilaku seks bebas yang kurang terkendali, remaja cenderung kurang memikirkan akibat-akibat dari perilaku seks bebas untuk diri sendiri maupun pasangannya.

Fenomena tersebut seolah kian mendekati ungkapan kekhawatiran yang sering muncul dan didengar, bahwa remaja saat ini sangat jauh berbeda dengan remaja zaman dulu. Remaja sekarang seperti sudah menganggap bahwa hubungan seksual pranikah bukan lagi sesuatu yang haram dan menjaga virginitas (keperawanan) bukan lagi sebuah sesuatu yang mulia dan berpahala. Sementara urusan keperawanan dan kesucian

tidak lagi menemukan ruang sakral dan terhormat yang mesti ditutup dan dikunci rapat (Ramadhy, 2009:2).

(3)

disinyalir marak terjadi di kalangan remaja. Padahal pergaulan bebas itu selain melanggar norma agama dan merusak masa depan, juga bisa membahayakan kesehatan reproduksi remaja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Damanik di Jogjakarta menyimpulkan begitu banyak remaja laki-laki dan perempuan yang tercebur dalam eratnya hubungan pergaulan berbeda jenis. Berawal dari perkenalan biasa, berlanjut pada pertemanan, bergulir hingga menjadi sepasang kekasih yang aktif secara seksual. Maka light petting (berciuman bibir, memautkan lidah), moderate

petting (saling menyentuh dengan tangan atau menjilati tubuh

pasangannya), heavy petting (saling merangsang alat kelamin), hingga

intercourse (hubungan seksual) pun semakin akrab dengan keseharian para

remaja (Damanik, 2006: 28-30).

Masalah keperawanan akan terus mengundang kontroversi. Sebagian menganggapnya sangat penting, hingga terkesan mengagungkannya. Sedangkan yang lain mungkin tidak merasakannya sebagai hal berharga. Apalagi dengan kemajuan teknologi, keperawanan (keberadaan selaput dara atau hymen) dapat direhabilitasi melalui tindakan operasi plastik yang disebut vaginoplasty. Dalam buku Al-Ghifari yang berjudul Kesucian Wanita (2003) terbitan Mujahid Press menyatakan bahwa salah satu tanda kekuasaan Allah SWT adalah terciptanya

keperawanan atau selaput dara pada setiap perempuan. Betapa tidak, nilai keperawanan teramat agung bahkan semenjak dulu diakui sebagai simbol perbedaan perempuan shalilah dan perempuan jalang, keperawanan juga bisa dijadikan tolok ukur untuk perempuan itu sendiri menilai dirinya,

(4)

keperawanan dapat berarti kejujuran, kesucian, serta keutuhan moral seorang perempuan. Ditambahkan lagi, keperawanan adalah sebuah konsep yang berkonotasi positif dan secara umum berarti suci, sehingga seorang perempuan yang bisa menjaga keperawanan acapkali disebut sebagai perempuan yang mampu menjaga kesuciannya. Karena itu tidaklah berlebihan jika seorang pria menginginkan calon istrinya masih perawan. Meski virigintas atau keperawanan sebenarnya lebih merupakan persoalan kultural. Hanya saja ada ketimpangan atau ketidakadilan gender disitu, dimana perempuan cenderung dipojokkan dan dituntut untuk menjaga keperawanannya, sementara laki-laki tidak pernah dipermasalahkan. Virginitas kemudian menjadi mitos yang sangat sakral, sehingga seolah-olah jika perempuan tidak virgin (perawan) lagi, maka habislah sudah seluruh harapan hidupnya (Damanik, 2006: 28-30).

Penelitian-penelitian mengenai kaum remaja di Indonesia pada umumnya menyimpulkan bahwa nilai-nilai hidup kaum remaja sedang dalam proses perubahan. Remaja Indonesia dewasa ini nampak lebih bertoleransi terhadap gaya hidup seks bebas. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh berbagai institusi di Indonesia selama kurun waktu tahun 1993 sampai dengan tahun 2002 menemukan bahwa 5-10% wanita dan 18-

38% pria muda berusia 16 sampai 24 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah (seks bebas) dengan pasangan yang seusia (Suryoputro, dkk, 2006: 30).

Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), diketahui bahwa dari 100 remaja perempuan lajang di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Depok ada 51

(5)

remaja perempuan yang sudah tidak perawan lagi. Remaja melakukan hubungan seks bebas, tidak sedikit yang berakhir dengan kehamilan (Republika, 30 Juni 2010). Hasil survei seperti ini telah menempatkan permasalahan perilaku seks bebas atau seks pranikah pada remaja pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan (Kesuma, 2011:4).

. Lebih lanjut, Sari (2009: 2) menuturkan bahwa walaupun pada zaman sekarang ini marak terjadi perilaku seks bebas tetapi sebenarnya dalam masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai tradisional. Nilai tradisional dalam perilaku seksual yang paling utama adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Nilai ini tercermin dalam bentuk keinginan untuk mempertahanan kegadisan seseorang sebelum menikah. Kegadisan pada wanita seringkali dilambangkan sebagai “Mahkota” atau “harta yang paling berharga” atau “tanda kesucian”. Hilangnya kegadisan bisa berakibat depresi atau kecemasan yang mendalam pada wanita yang bersangkutan (Sarwono, 2004) (dalam Sari 2009:2).

Data wawancara awal yang diambil oleh peneliti tentang persepsi keperawanan terhadap lima orang siswi SMA X Semarang menunjukkan 40% dari remaja mengatakan bahwa kehilangan keperawanan belum tentu merusak masa depan, 20% remaja menganggap keperawanan menyusahkan saat berhubungan seks pertama kali, 25% remaja berpendapat tingkat kerohanian seseorang dapat berdampak (negatif maupun positif) akan pandangan atau pendapat tentang arti keperawanan, dan 15% remaja ingin tetap menjaga keperawanan hingga menikah.

(6)

remaja yang tinggi dengan penilaian atau pendapat remaja tentang arti atau pentingnya menjaga keperawanan cenderung rendah. Meski sebenarnya agama tidak menentang hubungan pacaran selama cara berpacaran remaja masih dalam norma-norma atau nilai-nilai agama dan selama niat individu adalah untuk memilih pasangan hidup nantinya. Pentingnya hubungan pacaran bagi individu dewasa awal adalah sebagai suatu langkah memasuki tahap dewasa dari masa remaja (Bell, 1996) dan masa pemilihan pasangan hidup (Hurlock, 1984) (dalam Aulia, 2008: 172).

Adapun yang dimaksud dengan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2007: 51). Remaja yang mempersepsikan secara positif perilaku seks bebas akan dapat dengan mudah terjebak dalam perilaku seks pranikah karena remaja menganggap bahwa seks pranikah adalah sebagai hal yang wajar di

kalangan remaja. Sebaliknya, apabila remaja mempersepsikan secara negatif terhadap perilaku seks bebas (seks pranikah), maka remaja akan menganggap bahwa seks bebas (seks pranikah) adalah hal yang bertentangan dengan norma, sehingga sebisa mungkin akan dihindari.

Sedangkan berkaitan dengan masalah keperawanan, Wijaya menyebutkan (2004: 14) (dalam Tipani 2010: 3) sesungguhnya istilah

virginitas itu lebih menampakkan masalah purity, yaitu sejauh mana

seseorang menjaga kemurnian dirinya dan memandang aktivitas seksual sebagai aktivitas sakral yang hanya boleh dilakukan dalam ikatan pernikahan. Pasangan yang telah melakukan hubungan seks, walaupun

(7)

tidak merobek selaput dara dapat dikatakan telah kehilangan purity. Hal yang sama juga dikatakan Durjani (dalam Rose, 2008), virgin adalah sebuah keadaan dimana seseorang belum pernah melakukan hubungan intim dengan lawan jenis atau sejenis atau malah dengan dirinya sendiri (onani atau masturbasi) (dalam Tipani, 2010: 3).

Secara fisik, keperawanan dikaitkan dengan adanya hymen (selaput dara) yang berada di mulut vagina perempuan. Selaput tersebut sangat tipis dan hanya merupakan membran lembut, bahkan sebenarnya secara biologis tidak berfungsi. Sayangnya, justru membran ini memiliki beban kultural yang berat, karena keberadaannya dinilai sebagai bukti kesucian atau kegadisan seorang perempuan. Selaput dara telah lama dijadikan tanda keperawanan wanita. Padahal, kepercayaan yang mengatakan bahwa karena selaput dara menghalangi bagian depan vagina, maka harus tetap

berada di situ selama wanita tersebut tidak melakukan hubungan seks, terlalu dibesar-besarkan, terutama dalam kebudayaan dimana keperawanan wanita sangat dihargai. Merupakan fakta ilmiah bahwa selaput dara dapat terpisah karena alasan-alasan tertentu. Selaput dara ini dapat terkoyak bila tubuh diregangkan secara berlebihan. Kebanyakan orang beranggapan pula bahwa jika seorang perempuan masih suci, maka akan “berdarah” pada malam pertama. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena tergantung pada elastisitas dan bentuk fisiologis hymen (selaput dara). Bila sangat tipis, darah yang keluar juga sangat sedikit sehingga nyaris tidak terlihat. Pada dasarnya, bentuk selaput dara berbeda secara individual, juga derajat kelembutan serta fleksibilitasnya. Kenyataanya pada beberapa perempuan

(8)

baru terjadi pengangkatan selaput dara sebelum kelahiran anak pertama karena selaput tersebut sangat fleksibel atau kecil sehingga tetap menempel saat bersetubuh. Tapi, fakta yang dimaksud tak banyak diketahui masyarakat. Masyarakat umumnya akan langsung mencap bahwa seorang perempuan yang tidak “berdarah” pada malam pertama berarti sudah tidak perawan lagi dan sudah pernah melakukan hubungan seksual, dan alasan lain jarang dipedulikan (Damanik, 2006: 29).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rusmiati (2015:31) menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap keperawanan dan perilaku seksual dalam berpacaran. Hasil analisis hubungan antara usia dengan perilaku seksual dalam berpacaran menunjukkan adanya hubungan yang signifikan 40%.

Demikian juga dengan hubungan perilaku seksual dengan persepsi remaja tentang keperawanan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan 60%.

B. Perumusan Masalah

Perilaku seks bebas pada remaja adalah segala tingkah laku remaja yang didorong oleh hasrat baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya hubungan resmi sebagai suami istri. Perilaku seks bebas merupakan persoalan multidimensional, dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri maupun dari luar diri remaja. Salah satu faktor yang mendorong perilaku seksual adalah rendahnya persepsi keperawanan pada remaja. Adapun yang dimaksud dengan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-

(9)

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Remaja yang mempersepsikan secara positif perilaku seks bebas akan dapat dengan mudah terjebak dalam perilaku seks pranikah karena remaja menganggap bahwa seks bebas atau seks pranikah adalah sebagai hal yang wajar di kalangan remaja. Sebaliknya, apabila remaja mempersepsikan secara negatif terhadap perilaku seks bebas atau seks pranikah, maka remaja akan menganggap bahwa seks pranikah adalah hal yang bertentangan dengan norma, sehingga sebisa mungkin akan dihindari.

Perilaku seks bebas remaja saat ini kian memprihatinkan. Fenomena perilaku seks bebas remaja yang berstatus pelajar pada kondisi

yang mengkhawatirkan. Remaja menganggap bahwa hubungan seks bebas atau seks pranikah bukan lagi sesuatu yang haram, dan menjaga keperawanan tidak lagi menjadi sesuatu yang mulia dan berpahala. Sedangkan menurut teori nilai keperawanan teramat agung, keperawanan dijadikan tolok ukur untuk perempuan menilai dirinya, karena keperawanan adalah sebuah konsep yang berkonotasi positif dan secara umum berarti suci, sehingga seorang perempuan yang dapat menjaga keperawanan dengan tidak melakukan seks bebas atau seks pranikah dianggap sebagai perempuan yang suci.

Adapun yang dimaksud dengan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.Remaja yang mempersepsikan secara positif perilaku seks bebas akan dapat dengan

(10)

mudah terjebak dalam perilaku seks pranikah karena remaja menganggap bahwa seks pranikah adalah sebagai hal yang wajar di kalangan remaja. Sebaliknya, apabila remaja mempersepsikan secara negatif terhadap perilaku seks bebas (seks pranikah), maka remaja akan menganggap bahwa seks bebas (seks pranikah) adalah hal yang bertentangan dengan norma, sehingga sebisa mungkin akan dihindari.

Ditunjang dari hasil wawancara awal yang diambil oleh peneliti tentang persepsi keperawanan terhadap lima orang siswi SMA X Semarang menunjukkan adanya remaja yang mengatakan bahwa kehilangan keperawanan belum tentu merusak masa depan, sebagian

remaja lain menganggap keperawanan menyusahkan saat berhubungan seks pertama kali, ada juga pendapat remaja yang mengatakan bahwa tingkat kerohanian seseorang dapat berdampak (negatif maupun positif) akan pandangan atau pendapat tentang arti keperawanan, dan sebagian remaja lainnya ingin tetap menjaga keperawanan hingga menikah. Sedangkan penelitian tentang peirlaku seks bebas yang dilakukan dari wawancara awal ke lima orang siswi SMA X Semarang juga menunjukkan perilaku seks bebas remaja saat ini masih sangat tinggi. Bentuk perilaku seks bebas remaja antara lain, bergandengan tangan, berpelukan, berciuman, eksplorasi daerah genital, dan berhubungan badan.

Hal inilah yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian sehingga permasalahannya yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara persepsi keperawanan dengan perilaku seks bebas pada kalangan remaja?

(11)

C. Tujuan penelitian

Tujuan dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui secara empiris hubungan antara persepsi keperawanan dengan perilaku seks bebas pada remaja.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk memperluas wawasan ilmiah dalam bidang psikologi khususnya Psikologi Perkembangan, Psikologi Pendidikan, Psikologi Klinis, dan Psikologi Sosial yang berkaitan dengan perilaku seks bebas dengan persepsi keperawanan pada kalangan remaja.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai informasi bagi para remaja, orang tua dan pihak sekolah dalam memahami perilaku seks bebas sekarang ini kaitannya dengan persepsi masyarakat tentang keperawanan pada kalangan remaja.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 4.37 dapat dilihat pada hasil pengujian kuat tekan beton dengan sampel pasir Cepu tanpa cuci admixture 50% pada umur 28 hari dengan kuat tekan benda uji secara

Wawancara dilakukan dengan hakim Pengadilan Agama Bogor yang memutuskan perkara nomor 583/Pdt.G/2012/PA.Bgr terkait pertimbangan hukum hakim mengenai batalnya

Menurut Budiningrum, Kepala Stasiun RRI Cirebon, Quick Count Pilpres 2014 dilakukan sesuai Instruksi Direktur Utama RRI yang dimotori oleh Puslitbangdiklat RRI ,

Tanda perubahan (alterasi) adalah istilah yang dipakai untuk perubahan kromatis (nada yang berjarak ½) salah satu nada dalam suatu Accord.. Tanda perubahan (alterasi) dibagi menjadi

Liabilitas keuangan dihentikan pengakuannya jika liabilitas keuangan tersebut berakhir, dibatalkan atau telah kadaluarsa. Jika liabilitas keuangan tertentu digantikan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan keaktifan lansia dalam mengikuti kegitan posyandu.Desain penelitian ini menggunakan desain

Pilihan akat atau diksi bukan hanya memilih kata-katayang cocok dan tepat untuk digunakan dalam mengungkapkan gagasan atau ide, tetapi juga menyangkut persoalan fraseologi (cara

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara burnout dengan