• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan Ruhani. Penanya:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bimbingan Ruhani. Penanya:"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Penanya:

Bagaimana pandangan Jemaat Ahmadiyah terhadap Sufisme?

Hazrat Mirza Tahir Ahmad:

Sufisme sebenarnya baik, namun tergantung pada ketulusan niatnya. Pertama, kita harus memahami dulu apa yang dimaksud dengan Sufisme. Jika Sufisme berarti pemahaman yang lebih mendalam akan kehendak Tuhan sebagaimana dinyatakan dalam Kitab-kitab-Nya maka saya percaya kepada Sufisme seperti halnya semua nabi-nabi

Tuhan juga. Yesus Kristus meya-as kini Sufisme dengan pengertian bahwa beliau memahami makna tersembunyi dari pesan atau risalah yang tidak dimengerti orang-orang lainnya. Nabi suci Muhammadsaw juga memahami pesan tersembunyi yang terkandung dalam Al-Quran dan beliau menjelaskan maknanya kepada kita. Suatu hal yang patut diperhatikan ialah ketika Nabi Muhammadsaw mempraktekkan Islam, adapun shalat beliau meru-pakan satu-satunya bentuk yang bisa dilihat oleh yang lainnya, sedangkan apa yang terlintas di hati

B i m b i n g a n

Ruhani

H azrat M irza Tah ir Ah m ad, Kh alifah ke em pat dari Jem aat Isla m A h m a d iya h sela lu m em berikan kesem patan dari waktu ke waktu kepada sem ua oran g dari segala bangsa, aga m a dan keyakinan untuk bertanya tentang segala hal yang m enarik bagi m ereka. D i bawah in i adalah notulen tan ya jawa b pada suatu sesi di Lon don pada tan gga l 19 A p ril 1998, di W est Ferry, Australia, pada tanggal 30 Septem ber 1983 dan di London pada tanggal 18 April 1999.

(2)

beliau tidak diketahui orang lain. Bukannya tidak bisa dilihat tetapi lebih kepada tidak dimengerti karena semua itu bergantung pada perasaan dan kedalaman batin sese-orang dalam mengindera sesuatu. Karena itu ketika beliau tegak ber-diri menjalankan shalat, bentuk pemahaman beliau tentang fitrat Ilahi serta perwujudan kasih beliau dalam terminologi yang mungkin tidak kita pahami. Bagaimana cara beliau menyembah Tuhan, cara beliau mengasihi Tuhan, bagaimana beliau tenggelam dalam Wujud-Nya semua itu merupakan aspek yang tersembunyi dari mata dunia dan inilah yang dimaksud dengan Sufisme hakiki. Jika yang namanya Sufisme bukan demikian maka saya pun tidak percaya kepada Sufisme. Pada dasarnya Sufisme adalah suatu gerakan yang menentang apa yang disebut sebagai ‘mukminin’ yaitu para ulama yang kaku terpaku pada formalitas Islam. Pernah dalam sejarah Islam suatu masa ketika ada orang yang menganggap penafsiran kaku dari Islam yang ditekankan kepada mereka adalah suatu bentuk tanpa makna, tanpa ruh. Akibatnya, bandulan bergerak ke arah sebaliknya sehingga muncul penekanan berlebihan pada ‘ruhani’ sebagai relatif terhadap bentuk sedangkan ‘sarana’ yang

mengan-dung ruhani diabaikan. Ibadah formal (yaitu shalat) lalu diting-galkan karena orang mulai mem-pertanyakan kegunaan dari ibadah tersebut. Mereka bertanya, apakah tujuannya untuk ‘mencintai dan mengenali Tuhan?’ Jawab mereka ‘kami mencintai dan mengenali Tuhan’ sehingga shalat lalu diang-gap sebagai suatu hal yang tidak diperlukan lagi. Begitu itulah salah satu bentuk argumentasi mereka. Tetapi nyatanya dalam proses itu mereka melupakan satu hal penting. Mereka melupakan bahwa Nabi Muhammadsaw sebagai pendiri Islam sungguh mencintai Islam lebih daripada mereka. Beliau mencintai Allah lebih lagi dariswt mereka, tetapi beliau tidak pernah mengabaikan formalitasnya. Hanya seorang anak tolol yang bisa menyukai minumannya tetapi membenci wadah yang berisi minuman itu.

Penanya:

Mengapa bantuan para Nabi dianggap esensial bagi umat manusia dan mengapa para Nabi itu memiliki nama dan deno-minasi tertentu yang melekat pada dirinya?

(3)

Hazrat Mirza Tahir Ahmad:

Pertanyaan itu menimbulkan masalah lain yaitu jika ada seorang Nabi yang terlahir di antara umat Muslim, mengapa umat Kristiani harus mengubah agama mereka guna mengimani risalah yang baru itu? Hal yang sama juga berlaku bagi penganut agama Hindu, Konghucu, Zoroaster dan berbagai agama lainnya. Mengapa manusia harus menghadapi cobaan seperti itu, tidak saja merubah pola hidup tetapi juga merubah nama agama dalam mana ia dilahirkan. Faktanya hal inilah yang menjadi rintangan utama dalam menerima seorang Nabi lain atau yang baru. Hanya saja masalah itu secara otomatis akan terpecahkan bila cara kitab suci Al-Quran menjelaskan jabatan kenabian dipahami dengan baik. Menurut konsep Al-Quran, yang dimaksud dengan teori kenabian ialah Tuhan senantiasa akan selalu memanifestasikan Wujud-Nya lewat perantara melalui siapa Dia akan berbicara. Untuk itu Dia akan memilih siapa orangnya yang mengemban rencana-Nya. Sebagai contoh, dalam sebuah masyarakat dimana sebagian besar bersifat tidak jujur, baik secara langsung atau pun dengan mengkhayal dan melebih-lebihkan sesuatu, jika

Tuhan lalu memilih jenis orang yang juga sama suka melakukan keburukan itu, lalu bagaimana akibatnya? Bukankah dengan cara itu Tuhan jadinya akan disalah-artikan perwujudan-Nya kepada umat manusia? Bila Dia memilih seseorang yang lemah hatinya dan tidak mampu mengatasi hambatan perlawanan, tidakkah orang yang dipilih itu akan gagal setengah jalan? Karena itu Tuhan akan bersifat selektif. Dia harus memilih sebagai Nabi seseorang yang benar-benar mampu, baik secara mental mau pun fitrat hatinya. Begitu itulah menurut filsafat Islam, cara Tuhan memilih para Rasul-Nya. Bagian kedua tentang nama apa pun yang diberikan oleh-Nya, sebe-narnya merupakan suatu hal yang bersifat transient atau sementara saja. Yang penting bagi manusia ialah apakah memang ada atau tidak ada seseorang yang telah diutus oleh sang Pencipta. Itu saja-lah yang sepatutnya difikirkan manusia. Jika ia hanya merisaukan nama, maka sama saja ia mencoba mendikte Tuhan-nya. Ia menetap-kan suatu persyaratan bagi Tuhan-nya dengan meTuhan-nyatakan bahwa siapa pun yang diutus haruslah mengenakan nama atau etiket ini atau itu. Ia misalnya tidak akan mau menerima kedatangan Kristus

(4)

jika menggunakan etiket lainnya. Dengan demikian secara alamiah umat Muslim juga tidak akan mengimani Nabi dari antara umat Kristiani. Mereka akan mengatakan bahwa agama yang benar hanyalah Islam karena itu mereka hanya akan menerima rasul-rasul Tuhan hanya jika Dia mengutus mereka dengan etiket pilihan mereka saja. Berarti manusia telah berusaha mendikte Tuhan. Padahal Tuhan hanya ber-kehendak melihat adanya kesetiaan kepada Wujud-Nya semata tanpa ada pemecahan perhatian kepada yang lainnya. Hanya itulah cobaan yang dikenakannya kepada umat manusia setiap kali Dia mengutus seorang Rasul. Sebagian dari mereka akan berpegang terus pada agama dalam apa mereka terlahir. Mereka mengatakan, bagaimana kami bisa menerima orang itu yang datang dari negeri yang berbeda, dari suku bangsa dan agama yang berlainan, padahal kami sedang menunggu seseorang dari antara agama kami sendiri. Semua itu menjadi rintangan bagi manusia dalam menerima kebenaran. Karena itu juga maka mereka yang menerima risalah adalah mereka yang kesetiaannya hanya kepada sang Pencipta semata dan bukan pada suatu nama atau denominasi suatu agama. Karena itu adalah

juga menjadi kewajiban kita untuk mencari dan menemukan seorang Nabi kapan saja yang bersangkutan muncul. Tetapi mengapa hal itu harus demikian?

Alasan mengapa kita membutuhkan para Nabi ialah karena Nabi hanya datang di satu masa ketika keadaan sudah menjadi amat terdistorsi. Mereka muncul pada saat manusia secara keseluruhan, dengan beberapa kekecualian, telah tersesat jauh yaitu ketika manusia sudah memunggungi Tuhan-nya dan merasa bangga dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Ketika manusia merasa tidak tergantung pada apa pun di luar dirinya dan merasa dirinya sudah sepenuhnya matang serta tidak lagi memerlukan bantuan dari luar atau pun perantaraan supra-natural. Pada waktu demikian itulah Tuhan akan mengutus Nabi untuk meng-giring manusia kembali kepada-Nya dengan risalah apakah mereka mau kembali dan tunduk kepada Tuhan mereka atau memilih dihancurkan sebagai suatu tamadun, seperti juga yang telah terjadi di masa lalu. Ada suatu falasi yang diderita manusia masa kini. Kita meng-anggap diri sebagai bangsa yang paling maju di dunia, sedangkan manusia di masa lalu dianggap

(5)

sebagai terbelakang. Karena orang zaman dahulu itu dianggap belum dewasa maka mereka dianggap belum bisa melihat segala sesuatu sebijak seperti kita dan tidak bisa mengambil keputusan karena masih terbelakang sekali. Falasi ini sama sekali tidak benar kalau saja mau melihat pada gerakan kemanusiaan secara keseluruhan serta meneliti bagian-bagian di setiap tahapan sejarah manusia. Jika kita perhatikan irisan lintang, akan terlihat bahwa manusia di masa bersangkutan nyatanya sudah amat maju. Mereka juga mengalami kompleks psikologis superioritas diri sehingga juga tidak bisa melihat kita misalnya. Bagi manusia di masa lalu, jejak alur yang nyata hanyalah orang yang ada di masa lalu atau di belakang mereka. Begitulah situasinya selalu, baik di masa 4.000 atau pun 6.000 tahun yang lalu. Manusia di masa itu pun merasa dirinya sangat agung seper-tinya sudah di puncak penciptaan. Ia merasa dirinya termasuk peringkat manusia yang sudah mencapai kematangan dalam berfikir dan merasa dirinya bebas. Menurut Al-Quran, masalah yang sama juga dikemukakan oleh Firaun sekitar 3.000 tahun yang lalu. Buat apa perlunya ada Tuhan dan Musa? Apakah kami ini tidak

cukup dewasa? Kami tahu apa yang benar dan apa yang salah. Kita ini sendiri adalah tuhan-tuhan dan kita tidak memerlukan tuhan lain. Masalah yang sama juga diungkap oleh orang-orang sebelum Firaun, seperti bangsanya Nabi Nuh dan orang-orang sebelumnya lagi. Karena itu masalah ini selalu muncul di setiap masa. Namun jika kita mengakui bahwa kita memang membutuhkan adanya sosok peran-tara dalam bentuk Rasul Tuhan yang akan memberikan bimbingan, maka kita membutuhkannya seka-rang seperti juga kita memerlu-kannya di masa lalu.

Aspek kedua yang perlu perhatian mengenai pertanyaan filosofis ini ialah tidak peduli betapa pun majunya keadaan manusia, terkait dengan sang Pencipta-nya, ia tetap saja berada dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Seperti pernah diung-kapkan Einstein secara cantik, kita tidak bisa lebih mendekat kepada Tuhan karena Dia itu kekuasaan dan fitrat-Nya tidak terhingga. Karena itu ratio matematika dari pengetahuan yang dimiliki manusia dibanding sang Pencipta, menurut Einstein adalah sama dengan nol dibanding tidak terbatas. Sifat hubungan itu akan tetap demikian adanya. Tidak peduli betapa pun besarnya kemajuan yang dicapai di

(6)

zaman ini tetapi dibanding dengan sang Pencitpa dengan kebijakan-Nya, manusia tetap saja kosong dan membutuhkan bimbingan dari wujud yang lebih arif. Hubungan seperti itu tidak akan berubah selamanya.

Penanya:

Demikian banyaknya bentuk kejahatan yang dibiarkan marak yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan sila kema-nusiaan. Apakah akan ada masanya nanti bahwa kekuatan jahat akan dihentikan atau pupus sama sekali?

Hazrat Mirza Tahir Ahmad:

Hal itu adalah tidak mungkin. Pertempuran di antara kekuatan baik dan kekuatan jahat akan berlangsung selama-lamanya. Suatu ketika kekuatan kebaikan yang lebih dominan dibanding kekuatan jahat, sedangkan pada saat lainnya adalah kekuatan jahat yang dominan. Menyedihkan sekali bahwa masa kita kini adalah saat ketika kejahatan sedang dominan di seluruh muka bumi. Namun saya yakin sepenuhnya bahwa dalam jangka waktu panjang, insha Allah, kekuatan jahat akan dikalahkan sama sekali, sekurang-kurangnya satu kali. Ketika hal ini nanti

tercapai dan kemudian manusia secara gradual kembali lagi kepada kejahatan, maka Tuhan tidak lagi mau mengurus mereka. Sesuai kitab suci Al-Quran akan datang masanya ketika kejahatan kembali mendominasi dunia. Pada saat itu umat manusia akan dipupus dari muka bumi dan akan muncul bentuk eksistensi baru yang akan menggantikan umat manusia kini. Pandangan ini didasarkan pada banyak ayat dalam Al-Quran. Sekarang ini tidak cukup waktu untuk menjelaskan semua referensi dari Al-Quran, namun pada prinsipnya hal itu sama seperti yang terjadi pada umat Nabi Nuh. Apa yang terjadi di masa Nabi Nuh adalah ketika kejahatan telah mendominasi dunia dan hanya tinggal segelintir hamba-hamba Ilahi yang ada di muka bumi. Demi kebenaran maka Tuhan telah menghancurkan sebagian besar dari umat itu, meski berapa jumlahnya tidaklah penting. Manusia hampir secara keseluruhan dimusnahkan dan Allah tidak memperdulikanswt nasib mereka karena Dia tidak ada menciptakan manu sia demi kejahatan. Bila Tuhan pernah melakukan hal ini di masa lalu, Dia pasti akan melakukannya lagi jika kejahatan sedang unggul. Bila manusia secara keseluruhan patut

(7)

untuk ditolak karena telah kembali kepada kejahatan maka Allahswt akan menghapus mereka dari muka bumi dan memunculkan ciptaan baru yang akan berperilaku lebih baik dari ciptaan yang sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Hingga ketika telah tiba waktunya dan Allah q berkehendak untuk mengutus mereka kepada manusia, maka (pemimpin) mereka berkata, “Kembalilah, kalian akan (kembali)

Aisyah berkata: Hai keponakanku, ayat itu berbicara tentang seorang anak perempuan yatim yang berada dalam asuhan walinya, di mana harta anak perempuan itu telah bercampur dengan

Disampaikan kepada seluruh keluarga besar Jemaat Pancoran Rahmat bahwa dalam masa Pandemi ini, maka Hari berkunjung/datang ke Kantor Jemaat (untuk

Saat ini dapat dibeli PLC berikut timer, counter, dan input analog dalam satu kemasan CPU (Central Processing Unit). d) Jumlah kontak yang banyak. PLC memiliki jumlah kontak yang

Orang-orang dengan perhatian serius menghindari memberi nama secara publik, dan keputusan bersama adalah kompromi yang disiram air yang mencerminkan apa yang dapat dimiliki

Dengan menggunakan analisis SWOT, data mengenai potensi ekonomi internal dan peluang ekonomi eksternal serta kelemahan internal di bidang ekonomi dan ancaman bagi ekonomi Kota

In terms of modern literature, danmei is parallel to the (online) genre yanqing ‘romance’ that is frequently characterised by ‘Mary Sue’ and