RESUME MATERI INSTRUMEN PENELITIAN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu: Dr. Heri Retnowati, S.Pd., M.Pd.
Oleh:
Nur Azizah (NIM. 16709251017)
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016
INSTRUMEN PENELITIAN A. Pengertian Instrumen Penelitian
Kata instrumen berarti alat atau alat bantu. Dalam konteks penelitian, instrumen penelitian dapat diartikan sebagai alat bantu dalam pengumpulan data penelitian, yaitu alat yang dapat mengukur atau mengungkap suatu keadaan variabel penelitian yang telah ditetapkan peneliti sebelumnya. Melalui instrumen penelitian pengumpulan data tersebut, peneliti dapat merancang semua data yang diperlukan dalam penelitian dan kemudian dituangkannya dalam instrumen penelitian, yaitu melalui butir-butir instrumen yang dibuatnya. Dengan demikian semua data yang diraih dalam penelitian dapat diraih secara tepat dan tidak ada yang terlewatkan (Masyud, 2012:202).
B. Jenis-Jenis Instrumen Penelitian
Banyak ragam instrumen pengumpulan data penelitian, namun secara garis besar instrumen pengumpulan data tersebut dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu: (1) instrumen tes (2) instrumen non tes. Instrumen tes dan non tes dibedakan dari segi materi instrumen dan dari segi cara pengerjaan serta penskoran, di samping itu dilihat dari tujuan pengukuran nilai variabel yang akan dilakukan dalam penelitian.
1. Instrumen Tes
Tes difokuskan untuk mengungkap potensi yang dimiliki responden, misalnya berkaitan dengan hasil belajar, intelegensi, bakat, minat, kepribadian dan potensi lainnya. Berdasarkan bentuk pelaksanaannya, menurut Wagiran (2013) tes dibedakan menjadi:
a. Tes Lisan
Tes ini berbentuk sejumlah pertanyaan yang disampaikan secara lisan tentang aspek-aspek psikologis sebagai data yang berhubungan dengan masalah penelitian yang harus dijawab secara lisan pula.
b. Tes Tulisan
Tes ini terdiri dari sejumlah pertanyaan tertulis untuk mengungkapkan keadaan atau tingkat perkembangan aspek psikologis yang harus dijawab secara tertulis pula. Berbagai macam tes tertulistersebut antara lain:
1) Tes essay
Tes ini disebut pula tes subjektif terdiri dari sejumlah pertanyaan dalam bentuk uraian, yang harus dijawab dalam bentuk uraian tertulis atau berupa kalimat beba yang disusun oleh peserta tes. Ciri khas dari tes uraian adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyusun soal, tetapi harus disusun oleh peserta tes. Jumlah sola untuk tes ini biasanya tidak banyak, berkisar 5-10 pertanyaan dalam waktu 90-120 menit.
2) Tes objektif.
Tes objektif merupakan tes yang mengandung kemungkinan jawaban yang harus dipilih oleh peserta tes. Bentuk tes ini tidak banyak berbeda dengan angket terstruktur, khususnya angket dengan pertanyaan tertutup. Perbedaan fungsinya terletak pada alternatif jawaban yang disediakan. Pada angket, semua alternatif jawaban adalah benar sesuai dengan kenyataan kondisi sesuatu yang ditanyakan dalam setiap pertanyaan. Sedangkan dalam tes objektif, diantara semua alternatif jawaban yang disediakan hanya terdapat satu alternatif jawaban paling benar. Beberapa macam tes objektif antara lain:
a) Tes betul salah adalah tes yang butir soalnya terdiri dari pernyataan yang disertai alternatif jawaban benar dan salah. b) Tes pilihan ganda adalah tes yang berbentuk satu
pertanyaan atau pernyataan (disebut juga stem) yang diikuti oleh sejumlah alternatif jawaban (disebut juga option). c) Tes menjodohkan adalah salah satu tes yang terdiri dari
dalam dua jalur, yaitu lajur pertanyaan dan jalur jawaban. Tugas peserta tes adalah mencari dan menjodohkan jawaban-jawaban, sehingga cocok dengan pertanyaan/pernyataan.
c. Tes Perbuatan
Tes perbuatan merupakan tes yang memberikan perintah kepada peserta tes untuk melakukan suatu gerakan/perilaku tertentu yang berhubungan dengan masalah atau tujuan penelitian. Gerakan atau reaksi peserta tes dibandingkan dengan standar tertentu sebagai tolak ukur berupa kriteria terbaik dalam melakukan suatu gerakan atau interaksi tertentu.
Selain penggolongan tes berdasarkan bentuk pelaksanaannya, berdasarkan tujuannya test dalam Arikunto (2013) tes dibedakan menjadi:
a. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar (achievement test) yaitu test yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Berbeda dengan tes-tes yang lain, tes prestasi diberikan sesudah orang yang dimaksud mempelajari hal-hal sesuai dengan yang di tes kan (Arikunto 1996:139). Tes hasil belajar disusun untuk mengukur tingkat ketercapaian individu setelah mempelajari suatu materi tertentu. Tes hasil belajar ini biasanya untuk mengukur pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap. Dalam penyusunan tes hasil belajar ini, materi tes harus berkaitan dengan materi yang diajarkan. Materi tes tidak boleh diambil dari materi yang belum diajarkan. Biasanya tes hasil belajar ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif dampak penerapan metode tertentu atau penerapan model tertentu dalam kegiatan pembelajaran.
b. Tes Intelegensi (tes IQ)
Tes intelegensi merupakan tes untuk mengungkap potensi dasar yang dimiliki individu. Potensi dasar tersebut berkaitan dengan potensi bahasa, aritmatika, logika (baik ,logika bahasa, matematika, maupun logika gambar). Tes intelegensi ini tidak sekedar mengetes benar tidaknya jawaban individu, melainkan juga mengetes kecepatan dalam menjawab pertanyaaan. Tidak semua peneliti diberikan kewenanagan untuk menyusun dan melakasanakan tes IQ ini. Akan tetapi tes ini menjadi kewenangan seorang yang telah memiliki profesi sebagai Psikolog. Dengan demikian jika seseorang membutuhkan data yang berkaitan dengan Variabel IQ dalam penelitiannya, maka ia harus menggunakan jasa Psikolog untuk melakukan tes IQ tersebut dan peneliti hanya menerima data hasil tes IQ tersebut dari psikolog yang memiliki kewenangan melakukan tes IQ.
c. Tes Kepribadian
Tes kepribadian merupakan salah satu jenis tes dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana kepribadian yang dimiliki individu. Tes kepribadian tersebut dapat mengungkapkan kecondongan kepribadian individu apakah bergerak kearah positif atau negatif. Yang termasuk dalam kategori kepribadian disini adalah keseriusan bekerja atau ketekunan, konsentrasi, kreativitas, kerajinan, keuletan, kesabaran, serta potensi emosional yang dimiliki individu. Sama dengan tes IQ, penyususnan instrumen tes kepribadian ini menjadi kewenangan psikolog, sehingga tidak semua peneliti memiliki kewenangan menyusun dan melaksanakan tes ini.
d. Tes Bakat
Tes ini dimaksudkan untuk mengungkap atau mengetahui kecenderungan bakat individu, apakah mengarah pada bakat tertentu, misalnya bakat bahasa, matetematika, IPA atau bakat lainnya.
Dengan diketahui bakat individu tersebut dapat disalurkan kearahkan ke pendidikan atau ke pekerjaan yang lebih baik. Peneliti tentu biasanya mengaitkan antara bakat yang dimiliki seseorang dengan keberhasilan dalam pendidikan atau pekerjaan tertentu. e. Tes Sikap
Tes sikap, merupakan tes yang digunakan untuk mengadakan pengukuran terhadap berbagai sikap seseorang (Arikunto 1996:139). Tujuan penggunaan tes ini adalah untuk mengetahui kecenderungan sikap individu dalam menghadapi suatu permasalahan. Kadangkala seorang peneliti membutuhkan data tentang sikap individu dikaitkan dengan variabel lainnya, misal: hasil belajar, kedisiplinan, atau kebiasaan belajar.
2. Instrumen Nontes
Instrumen non tes digunakan untuk mengungkap pendapat, pandangan, kebiasaan, perilaku yang dapat diamati, dan fakta-fakta lain di luar pengungkapan potensi individu. Adapun instrumen nontes meliputi: a. Kuesioner atau angket
Kuesioner adalah sebuah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang ia ketahui. Kuesioner dipakai untuk menyebut metode maupun instrumen. Jadi dalam menggunakan metode angket atau kuesioner instrumen yang dipakai adalah angket atau kuesioner (Faisal, 1982:176). Dilihat dari segi menjawab maka kuesioner dibedakan menjadi 2 yaitu kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup.
1) Kuesioner terbuka, merupakan tes yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. Kuesioner terbuka memiliki kelebihan yaitu bersumber dari kebebasan responden dalam mengungkapkan jawaban. Karena responden dibebaskan dalam mengungkapkan
jawaban maka peneliti dapat memperoleh data yang lengkap dan bahkan kadangkala peneliti akan memperoleh informasi yang sebelumnya tidak diduga dapat digunakan sebagai pengembangan hasil penelitian. Namun kelemahannya adalah peneliti akan mengalami kesulitan penskoran, verifikasi dan analisis data. Di samping itu penskorannya membutuhkan waktu yang relatif lama (Masyud, 2012:206).
2) Kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang disajikan dalam bentuk sedemikian lupa sehingga responden diminta untuk memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan karateristik dirinya dengan memberi tanda silang (X), melingkari atau memberi tanda check (√) pada jawaban yang disediakan. Dalam angket tertutup ini semua alternatif jawaban sudah disediakan dan responden tidak dibenarkan mengembangkan jawaban menurut versinya sendiri. Tugas responden hanya memilih jawaban dari alternatif yang telah disediakan yang menurut responden paling sesuai. Kelebihan dari angket tertutup ini adalah dilihat dari segi kepraktisan pengeloalaan hasilnya (penskoran, tabulasi dan analisi data mudah dilakukan). Disamping itu arah penelitian tidak mengembang kemana-mana. Namun kelemahan utamamnya adalah angket tertutup ini tidak dapat menjaring informasi terkini yang ketika angket disusun belum terjadi (Masyud 2012:206-207).
Dilihat dari jawaban yang diberikan kuesioner dibedakan menjadi 2 yaitu: kuesioner langsung dan kuesioner tak langsung.
1) Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya. 2) Kuesioner tak langsung, yaitu jika responden menjawab tentang
Dipandang dari bentuknya maka kuesioner dibedakan menjadi 4 yaitu: Kuesioner pilihan ganda, Kuesioner isian, Check list, Rating scale.
1) Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuesioner tertutup.
2) Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka. 3) Check list, adalah sebuah daftar dimana responden tinggal
membubuhkan tanda check pada kolom yang sesuai.
4) Rating scale, yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke tingkat tidak setuju (Arikunto 1996:140).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun angket antara lain adalah berkaitan dengan:
1) Isi dan Tujuan Pertanyaan
Isi dan tujuan pertanyaan harus sesuai dengan tujuan dilakukan penelitian yang tercermin dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian. Jika isi dan tujuan pertanyaan menyimpang dari rumusan masalah dan tujuan penelitian maka angket tersebut tidak akan dapat digunakan untuk menjaring data yang dibutuhkan. Untuk dapat mencapai hal itu maka sebelumnya dilakukan penyusunan angket perlu dibuat tabel spesifikasi yang berupa kisi-kisi angket.
2) Bahasa Yang Digunakan
Bahasa yang digunakan dalam angket disesuaikan dengan kondisi responden. Gunakan bahasa yang simpel, mudah dimengerti dan tidak ambigu. Jika bahasa yang digunakan terlau sulit bisa menimbulkan salah tafsir yang pada akhirnya berdampak pada ketidaktepatan informasi yang diberikan responden.
3) Tipe dan bentuk pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam angket harus dirancang secara tepat sesuai dengan jenis data yang kita temukan. Pertanyaan bisa berupa pertanyaan mengenai fakta, pendapat, sikap, penilaian dan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian yang dilakukan. Sedangkan mengenai bentuk pertanyaan peneliti dapat memilih bentuk terbuka atau tertutup.
4) Pertanyaan tidak mendua
Dalam menyusun pertanyaan dalam angket perlu diperhatikan hendaknya pertanyaan tidak ganda atau mendua arti (ambigu). Contoh pertanyaan yang ambigu adalah: Apa dan bagaimana dampak dari penerapan metode CTL terhadap hasil belajar siswa? (untuk pertanyaan terbuka). Sedangkan untuk pertanyaan tertutup misalnya: apabila ada permasalahan disekolah guru-guru diajak kepala sekolah untuk merumuskan indikator permasalahan atau mencari solusi yang paling tepat.
5) Tidak Menyakan hal yang telah dilupakan
Peneliti hendaknya tidak memaksa untuk menanyakan pada responden mengenai hal yang sudah terlalu lama dan responden sudah lupa kejadiannya. Hal itu bisa menyebabkan responden asal menjawab. Jika memang informasi itu sangat dibutuhkan sebaiknya peneliti memberi alternatif jawaban tidak tau atau sudah lupa. Alternatif tersebut akan menghindarkan diperolehnya jawaban yang asal-asalan atau tidak berguna dalam penelitian
6) Menggiring
Pertanyaan yang dituangkan dalam angket hendaknya tidak menggiring pada kecenderungan jawaban tertentu, terutama dalam angket tertutup. Misalnya pertanyaan sebagai berikut: Saudara setuju kan jika system pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw diterapkan pada semua sekolah menengah pertama di
DIY (misalnya jawabannya: setuju, tidak setuju, tidak tau). Dalam kasus pertanyaan tersebut responden digiring kearah jawaban setuju.
7) Panjang Pertanyaan
Pertanyaan jangan terlau panjang dan jangan terlau pendek. Jika pertanyaan terlalu panjang akan membingungkan responden dan responden akan menjawab asal-asalan. Sebaliknya pertanyaan yang terlalu pendek akan menyebabkan tidak jelas maksudnya. 8) Urutan pertanyaan
Pertanyaan hendaknya disusun secara sistematis. Pertanyaan diurutkan menurut konsep yang paling sederhana menuju hal yang lebih kompleks. Demikian juga harus diperhatikan jika ada pertanyaan yang bersambung hendaknya jangan dipisahkan dengan pertanyaan lain yang tidak ada kaitannya dengan konteks pertanyaan yang diajukan diatas dan dibawahnya. Hal itu dimaksudkan agar pola pikir responden tidak terputus.
9) Prinsip pengukuran
Penyusunan pertanyaan dalam angket juga harus memperhatikan prinsip- prinsip pengukuran agar hasil jawaban responden mudah untuk ditindak lanjuti (diskor, ditabulasi, dan dianalisis). Di sini penunjangan jawaban juga perlu diperhatikan dan sekaligus dirancang penskroannya berdasarkan prinsip-prinsip penskoran yang benar jangan sampai setelah hasil angket terkumpul peneliti mengalami kebingungan untuk melakukan penskoran.
10) Petunjuk angket
Petunjuk atau perintah untuk mnegerjakan angket harus jelas agar responden tidak mengalami kebingungan dalam mengerjakan angket yang diberikan peneliti. Petunjuk atau perintah ini menjadi bagian yang penting dalam angket, sebab jika petunjuknya atau perintahnya tidak jelas, maka akan terjadi
kesalahan dalam mengerjakan angket jika hal itu terjadi maka akan dapat berpengaruh terhadap validitas yang dikumpulkan. 11) Penampilan fisik angket
Setelah penyusunan angket selesai dilakukan secara keseluran, maka langkah berikutnya yang perlu diperhatikan oleh peneliti sebelum dilakukan pengumpulan data adalah lay out angket sebelum dicetak. Lay out angket harus dilakukan dengan baik, yang menarik sehingga penampilan angket yang akan digunakan juga menarik. Penampilan angket juga mempengaruhi perasaan responden. Jika penampilan angket menarik, maka responden penelitian akan merasa respek dan akan menjawab dengan serius. Namun sebaliknya jika performansi angket kurang menarik, maka akan dapat mempengaruhi perasaan negative responden, responden bisa menjawab malas dan asal-asalan (Masyud, 2012:207-209).
Kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan kuesioner adalah sebagai berikut:
1) Tidak memerlukan hadirnya peneliti
2) Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden 3) Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya
masing-masing dan menurut waktu senggang responden
4) Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab
5) Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-benar sama.
Adapun kelemahan kuesioner adalah sebagai berikut:
1) Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati, padahal kuesioner hanya diberikan satu kali dan tidak akan diberikan lagi.
2) Seringkali sukar dicari validitasnya
3) Walaupun dibuat anonim, responden kadang-kadang dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur. 4) Waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan
kadang-kadang ada. b. Panduan Wawancara
Panduan wawancara berisi poin-poin yang akan ditanyakan pada responden pada wawancara. Penyusunan panduan wawancara juga harus dirancang secara tepat sehingga dapat menjamin perolehan data penelitian yang valid. Ada kemiripan antara panduan wawancara dan angket. Bedanya jika angket pertanyaannya harus jelas dan bersifat mandiri serta memerlukan bimbingan dalam menjawabnya namun panduan wawancara hanya berupa pertanyaan garis besar saja. Dalam rinciannya akan dikembangkan pewawancaraan dalam proses wawancara. Jika ada yang kurang jelas dalam wawancara, pewawancara dapat menjelaskan permasalahannya. Prinsip dasar yang harus dipegang dalam penyusunan panduan wawancara adalah sebagai berikut:
1) Responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya. Berdasarkan hal itu, maka dalam penyusunan panduan wawancara hendaknya peneliti tidak terlalu mengintervensi tentang masalah-masalah pribadi responden. Perlu diingat bahwa responden perlu memiliki hak untuk menjawab atau tidak pertanyaan peneliti. Utamanya jika hal itu sudah menyangkut privacy responden.
2) Responden dapat dipercaya. Artinya dalam menyiapkan panduan wawancara , peneliti harus berpegang bahwa jawaban responden dapat dipercaya. Peneliti tidak boleh menyiapkan pertanyaan yang sifatnya meragukan atau tidak mempercayai responden.
3) Responden dan peneliti memiliki interpretasi yang sama. Dalam menyiapkan pertanyaan untuk wawancara diupayakan agar terdapat persamaan persepsi antar responden dengan peneliti. Untuk menghindari agar tidak terjadi perbedaan persepsi yang tajam antar responden dengan peneliti, maka butir-butir pertanyaan yang dituangkan dalam panduan wawancara harus diuji cobakan sebelum dijadikan sebagai pertanyaan yang baku. Dari hasil uji coba inilah akan dapat diketahui sejauh mana pertanyaan telah dipahami oleh responden.
Terdapat dua jenis pertanyaan dalam panduan wawancara, yaitu: 1) Pertanyaan tersruktur. Pertanyaan terstruktur merupakan
instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam wawancara terstruktur yaitu wawancara yang menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersusun secara sistematis dan telah disiapkan sebelumnya secara lengkap. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama. 2) Pertanyaan tidak terstruktur. Pertanyaan tidak terstruktur
merupakan instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam wawancara yang tidak terstruktur. Yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Panduan wawancaranya hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Dengan demikian pertanyaan bisa dikembangkan dengan kondisi waktu wawancara. Berdasarkan hal itu, maka setiap responden dapat
saja diberi pertanyaan yang berbeda anatara yang satu dengan yang lainnya tetapi dalam fokus yang sama.
c. Panduan Observasi
Observasi sering kali diartikan sebagai aktivitas yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Dalam Pengertian psikologi, observasi disebut pula pengamatan yang meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. Mortis (1973) mendefinisikankan observasi sebagai “aktivitas mencatat suatu gejala dengan bantuan instrumen-instrumen dan merekamnya demi tujuan-tujuan ilmiah dan tujuan lain”. observasi tidak hanya mengumpulkan data visual saja, namun seluruh indra dapat sepenuhnya dikajin (bau, pendengaran, sentuhan, dan cita-rasa). dengan demikian, observasi terdiri atas kumpulan kesan tentang dunia sekitar berdasarkan semua kemampuan daya serap pancaindra manusia. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1) Observasi non sistematis, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan. 2) Observasi sistematis, yaitu observasi yang dilakukan dengan
menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.
Pedoman observasi berisi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang memungkinkan timbul dan akan diamati. Dalam proses observasi, pengamat tinggal memberikan tanda pada kolom tempat peristiwa muncul. Itulah sebabnya maka cara kerja seperti ini disebut sistem tanda. Sistem tanda digunakan sebagai instrumen pengamatan situasi pengajaran sebagai suatu potret sesuai dengan pengajaran. Instrumen tersebut berisi sederetan sub variabel misalnya: guru menerangkan, guru menulis di papan tulis, guru bertanya kepada kelompok, guru
bertanya kepada seorang anak, guru menjawab, murid berteriak, murid bertanya, dsbnya. Setelah pengamatan dalam satu periode tertentu, misalkan 10 menit, semua kegiatan yang telah muncul dicek. Kejadian yang muncul lebih dari satu kali dalam satu periode pengamatan hanya dicek satu kali. Dengan demikian akan diperoleh gambar tentang apa kejadian yang muncul dalam situasi pengajaran. d. Panduan Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen biasanya berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Teknik dokumentasi ini akan melengkapi dari teknik-teknik sebelumnya. Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih dipercaya dengan didukung oleh foto-foto, karya tulis ataupun dokumen yang berkaitan. Namun ada juga yang menggunakan panduan dokumentasi untuk membantu peneliti dalam menjaring data yang bersumber dari dokumentasi. Agar penggalian data yang bersumber dari dokumentasi terarah dan dapat mencapai sasaran yang tepat, maka sebelum dilakukan pengumpulan data perlu dilakukan penyusunan instrumen pengumpulan data secara cermat terlebih dahulu. Instrumen inilah yang biasanya dikenal instrumen panduan dokumentasi. Panduan dokumentasi berisi hal-hal apa yang dibutuhkan dari sebuah dokumen. Disamping itu juga berupa skla nilai yang akan diberikan setiap poin dari dokumen yang diukur. Cara pemberian nilai dalam panduan dokumentasi tersebut secara garis besar ada dua macam, yaitu skala yang kasar yang hanya memberi nilai ada dan tidak ada. Sedangkan cara pemberian nilai yang kedua adalah penelitian yang sudah menunjukkan gradasinya. Misalnya penilaian sebagai berikut: Nilai 0, jika unsur yang dicari tidak ada. Nilai 1, jika unsur yang dicari ada tapi kurang relevan. Nilai 2, jika unsur yang dicari ada dan relevan Nilai 3, jika unsur yang dicari ada dan sangat relevan.
C. Pemilihan Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data penelitian banyak ragam dan jenisnya. Pemilihan jenis-jenis instrumen manakah yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian, didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: 1. Jenis data yang dikumpulkan
Jenis data yang akan dikumpulkan sangat berpengaruh terhadap jenis instrumen pengumpulan data yang akan digunakan. Misalnya seorang peneliti ingin mengumpulkan data tentang hasil belajar siswa, maka digunakan tes hasil belajar. Akan tetapi jika ingin megumpulkan data tentang pandangan pendapat.
2. Kondisi responden penelitian
Kondisi responden penelitian adalah kondisi riil latar belakang responden yang akan dijadikan sebagai sumber data. Misalnya jika sebagian besar responden tidak dapat membaca dan menulis, maka jangan menggunakan angket. Dalam hal ini yang harus digunakan adalah instrumen panduan wawancara atau panduan pengamatan atau observasi. Kondisi responden ini juga termasuk pertimbangan banyak dan sedikitnya responden penelitian. Jika responden penelitian cukup banyak dan kondisi pendidikan responden sudah memungkinkan serta bisa baca dan tulis maka akan lebih efektif bila menggunakan angket.
3. Kondisi peneliti
Kondisi peneliti adalah keadaaan peneliti terutama yang berkaitan dengan kemampuan, kesempatan, ketersediaan data. Kondisi peneliti juga menjadi salah satu pertimbangan dalam pemilihan instrumen penelitian. Misalnya jika kondisi kurang lancar dalam berbicara, jangan menggunakan instrumen panduan wawancara, karena akan memicu timbulnya permasalahan dalam wawancara.
4. Kondisi Lokasi Penelitian
Jika kondisi lokasi penelitian terpencar jauh antara lokasi yang satu dengan yang lain disarankan menggunakan instrumen angket. Sebab dengan
angket pelaksanaan penelitian bisa efisien. Di lokasi yang terpencar tersebut dapat dilakukan pengumpulan data secara serentak.
D. Persyaratan Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data hendaknya disusun dengan memperhatikan syarat minimal instrumen yang baik. Menurut Suharsimi Arikunto syarat instrumen yang baik terletak pada validitas dan reliabilitas instrumennya. Sedangkan menurut Sulthon Masyud syarat instrumen yang baik itu adalah : (1) validitas, (2) reliabilitas, (3) kepraktisan (Masyud, 2012:219-221).
1. Validitas Instrumen. Instrumen dikatakan memenuhi syarat valid jika instrumen tersebut bisa mengukur semua yang seharusnya diukur, sehingga instrumen tersebut benar- benar cocok untuk mengukur apa yang hendak diukur. Misalnya untuk mengukur kepemimpinan hendaknya instrumen angket yang berisi tentang perilaku pemimpin.
2. Reliabilitas instrumen. Instrumen dikatakan memenuhi syarat reliablitas, jika instrumen tersebut mampu menghasilkan hasil yang benar-benar dapat dipercaya. Salah satu indikator dalam instrumen yang reliabel adalah jika instrumen tersebut digunakan berkali-kali dengan objek yang sama maka hasilnya akan tetap reatif sama.
3. Kepraktisan. Disamping validitas dan reliabiltas instrumen hendaknya memiliki kepraktisan dalam artian proses persiapan, pelaksaaan, dan pemeriksaan hasil instrumen serta interpretasi hasil instrumen dapt dilakukan secara hemat dan mudah. Hemat dalam arti instrumen dapat digunakan berberapa kali pengadministrasiannya dapat dilakukan dengan cepat. Mudah artinya instrumen memiliki petunjuk yang jelas dan lengkap sehingga tidak perlu lagi penjelasan lain dari peneliti.
E. Teknik Penyusunan Intrumen
Penyusunan instrumen pengumpulan data harus dilakukan secara tepat, artinya sesuai dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan. Untuk itu peneliti harus meneliti secara jeli mengidentifikasi berbagai variabel yang ada
dalam penelitian. Peneliti juga tidak boleh mengabaikan difinisi operasional variabel penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Instrumen harus sejalan dengan definisi opresional variabel yang telah dibuat sebelumnya. Poin-poin indikator yang ada dalam definisi operasional kemudian dikembangkan dalam penyususan instrumen pengumpulan data. Agar penyusunan instrumen pengumpulan data yang dilakukan bisa cermat dan memperolah hasil yang valid, peneliti hendaknya mengikuti beberapa langkah tertentu. Langkah-langkah penyusunan instrumen pengumpulan data mencakup beberapa tahapan sebagi berikut:
1. Melakukan identifikasi terhadap semua variabel yang ada dalam judul atau masalah penelitian yang telah dibuat sebelumnya.
2. Menjabarkan setiap variabel penelitian menjadi sub-sub variabel penelitian.
3. Menjabarkan setiap sub variabel penelitian tersebut menjadi indikator-indikator. Yang harus diingat adalah penjabaran sub-sub variabel harus sesuai dengan poin-poin indikator yang ada dalam definisi operasional variabel.
4. Membuat deskripsi dari semua indikator yang telah dibuat.
5. Merumuskan deskripsi tersebut kedalam butir-butir instrumen penelitian . 6. Melengkapi instrumen yang dibuat tersebut dengan petunjuk atau