• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92 Darmawan, Dyah Estikoma dan Rosmalina Sari Dewi D

Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

Untuk mendapatkan gambaran antibodi hasil vaksinasi Rabivet Supra 92, dilakukan penelitian di Pusat Veterinaria Fama, Surabaya, penelitian menggunakan 10 ekor anjing umur 3 bulan, yang disuntik dengan vaksin Rabivet Supra 92 produksi Pusat Veterinaria Farma.

Sebelum penelitian dimulai, anjing diambil darahnya untuk pemeriksaan antibodi. Selanjutnya pengambilan darah dilakukan pada 2 minggu dan 4 minggu pasca vaksinasi. Vaksinasi ulang dilakukan pada 1 bulan pasca vaksinasi pertama dan pengambilan darah dilakukan pada 1 minggu, kemudian dilakukan setiap bulan pasca vaksinasi kedua. Pemeriksaan antibodi dilakukan dengan metode Elisa, kadar anti bodi dinyatakan dengan Optical Density (OD) dan protective value adalah 0,5 EU dengan nilai OD 2,143.

Hasil pemeriksaan antibodi menunjukkan bahwa pada 2 minggu pasca vaksinasi pertama antibodi mencapai puncaknya, kemudian menurun pada 1 bulan pasca vaksinasi pertama. Pada 1 minggu pasca vaksinasi kedua, antibodi dengan cepat mengalami kenaikan. Sampai 11 bulan pasca vaksinasi kedua, antibodi menunjukkan kenaikan dan penurunan tetapi tidak sampai berada di bawah nilai protective value 0,5 EU. Beberapa ekor anjing menunjukkan antibodi dengan OD di bawah nilai OD protective value yaitu 1 ekor pada 1 bulan, 2 ekor pada 3 bulan, 1 ekor pada 9 bulan, 1 ekor pada 10 bulan dan 1 ekor pada 11 bulan pasca vaksinasi kedua , tetapi pada bulan berikutnya antibodi tersebut mengalami kenaikan.

(2)

PENDAHULUAN

Sampai saat ini, rabies merupakan penyakit hewan yang sangat penting karena dampak yang ditimbulkan berupa kematian pada hewan dan manusia, menimbulkan keresahan di masyarakat, menyebabkan kerugian sosial ekonomi, dan bila kasus gigitan meluas akan mengakibatkan kerugian pada dunia pariwisata di Indonesia. Usaha untuk memberantas dan mengendalikan penyakit rabies yaitu depopulasi anjing liar, karantina yang ketat dan pengebalan terhadap hewan yang peka. Melalui berbagai percobaan yang panjang pada tahun 1992, Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) berhasil memproduksi vaksin rabies dengan nama paten, Rabivet Supra 92 dengan menggunakan stabilizer berupa saccharose dan glycine serta ajuvan berupa alhydrogel.

Virus rabies termasuk dalam keluarga Rhabdoviridae, genus Lyssa virus bentuknya seperti peluru dengan ukuran panjang 180 nm dan garis tengahnya 75 nm. Semua hewan berdarah panas termasuk manusia dapat terinfeksi virus rabies. Kerentanan bervariasi di antara spesies mamalia, mulai dari yang sangat tinggi seperti serigala, anjing, rubah sampai yang rendah seperti tupai. Hewan yang mempunyai kerentanan sedang antara lain musang dan kelelawar.

Virus tersebar luas dalam tubuh hewan yang terinfeksi terutama susunan syaraf pusat, air liur, urine, getah bening, susu dan darah (Jawet et al, 2003). Sumber penularan rabies yang utama ke manusia adalah anjing. Kucing dan kera dapat tertular rabies dari anjing namun mata rantai siklus pada hewan tersebut umumnya putus (Soeharsono, 2006). Sebagian besar penularan rabies terjadi lewat gigitan hewan penderita rabies. Sekitar 70% anjing tertular rabies mengandung virus rabies dari salivanya. Di Indonesia anjing liarlah yang terutama menyebarkan penyakit ini. Kucing dan kera demikian pula sapi dan manusia umumnya ditulari oleh anjing. Kasus spontan rabies (tanpa kontak dan gigitan anjing) pada kucing, kera dan manusia belum belum pernah dilaporkan di Indonesia (Ressang, 1988). Masa inkubasi sangat bervariasi antara kurang dari 1 minggu sampai lebih dari 1 tahun. Umumnya masa inkubasi

(3)

sekitar 1 bulan. Masa

inkubasi dipengaruhi oleh kedalamam gigitan, jumlah virus yang masuk tubuh dan jarak gigitan dengan susunan syaraf pusat.

Rabies di Indonesia sulit dikendalikan bahkan cenderung makin luas meskipun sudah diberantas dan dikendalikan melalui program vaksinasi dan eliminasi anjing liar. Umumnya vaksin inaktif pada anjing mempunyai masa kekebalan 1 tahun. Tepsumethanon et al. (1991) melakukan vaksinasi pada anjing di Thailand menyatakan bahwa antibodi terbentuk 14 hari setelah vaksinasi, kemudian menurun dengan cepat pada 60 hari pasca vaksinasi. Data ini menunjukkan satu dosis vaksin tissue culture tidak dapat memelihara antibodi yang protektif selama satu tahun.

Penelitian ini diadakan dengan maksud untuk mendapatkan gambaran terbentuknya antibodi sampai terjadinya penurunan antibodi sesudah vaksinasi dengan Rabivet Supra 92. juga untuk mengetahui masa kekebalan vaksin Rabivet Supra 92 sehingga dapat diketahui waktu vaksinasi ulang harus dilakukan untuk mendapatkan kekebalan yang protektif terhadap virus rabies

MATERI DAN METODE  BAHAN

a.Vaksin

Vaksin menggunakan virus rabies strain Pasteur yang dibiakkan pada biakan sel BHK 21, kemudian diinaktif menggunakan Beta Propiolactone. Vaksi diformulasi dengan stabilizer saccharose dan glycine serta adjuvan Alhydrogel.

b. Hewan percobaan

Digunakan 10 ekor anjing strain lokal umur lebih dari 3 bulan dipelihara dalam kandang kerangkeng individu.

(4)

c. Makanan hewan percobaan

Berupa makanan terdiri atas campuran nasi, makanan anjing bentuk butiran (pellet) dan dicampur dengan kaldu daging.

 METODE

a.Vaksinasi

Anjing divaksin menggunakan vaksin Rabivet Supra 92, 1 ml/ekor sub kutan dan dilakukan vaksinasi ulang pada 1 bulan pasca vaksinasi .

b. Pemeriksaan antibodi

Sebelum percobaan dimulai, semua anjing diambil darahnya untuk pemeriksaan antibodi. Pengambilan darah selanjutnya dilakukan pada 2 minggu dan 1 bulan pasca vaksinasi. Vaksinasi ulang dilakukan pada 1 bulan pasca vaksinasi. Satu minggu dan setiap bulan pasca vaksinasi kedua, anjing diambil darahnya. Pemeriksaan antibodi dilakukan dengan metode Elisa menggunakan Kit Elisa produksi Pusat Veterinaria Farma, dibaca dengan Elisa Reader pada panjang gelombang 405 nm. Kadar antibodi dinyatakan dengan Optical Density (OD) dan angka protective value adalah 0,5 EU dengan nilai OD 2,143.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(5)

Pada hari ke 15 setelah vaksinasi, anjing nomor 7 mengalami kematian akibat pneumonia sehingga dikeluarkan dari observasi penelitian. Hasil pemeriksaan antibodi menunjukkan bahwa pada 2 minggu pasca vaksinasi, antibodi mengalami kenaikan kemudian mengalami penurunan pada 1 bulan pasca vaksinasi. Setelah dilakukan vaksinasi ulang, antibodi mengalami kenaikan , mulai tampak pada 1 minggu pasca vaksinasi . Sampai 11 bulan pasca vaksinasi kedua, antibodi menunjukkan kenaikan dan penurunan secara berulang. Hal ini disebabkan karena pada waktu antigen dalam vaksin diabsorbsi oleh tubuh, akan memacu sitem imun untuk membentuk antibodi sehingga terjadi kenaikan kadar antibodi. Penurunan antibodi disebabkan antibodi yang disintesa oleh tubuh lebih kecil dari pada antibodi yang mengikat antigen dalam vaksin membentuk kompleks antigen-antibodi. Pemaparan kedua terhadap antigen yang sama pada vaksinasi ulang setelah satu bulan kemudian , akan terjadi satu penambahan respon yang dikarakterisasi dengan pembentukan antibodi yang dipercepat . Jika dosis vaksinasi kedua sangat kecil, penambahan respon imun tidak terjadi. Grafik dan Nilai Opical Density yang menggambarkan terbentuknya antibodi sampai 11 bulan pasca vaksinasi kedua seperti berikut ini:

Kadar antibodi pada masing-masing anjing sangat bervariasi, hal itu karena susunan gen tiap individu anjing tidak sama sehingga respon imunnya juga berbeda. Beberapa ekor anjing menunjukkan antibodi dengan OD dibawah nilai OD protective (2,143) pada pasca vaksinasi kedua yaitu anjing nomor 4 pada 1 bulan , anjing nomor 1 dan 3 pada 3 bulan, anjing nomor 10 pada 9 bulan, anjing nomor 4 pada 10 bulan dan anjing nomor 10 pada 11 bulan. Pada bulan berikutnya anjing tesebut mengalami kenaikan kadar antibodinya menjadi di atas nilai OD protective.

(6)

KESIMPULAN

Dari uraian yang tersebut di atas dapat diambil kesimpulan:

 Respon imun tiap individu anjing sangat bevariasi sehingga antibodi yang dihasilkan berbeda kadarnya.

 Sampai 11 bulan pasca vaksinasi kedua Rabivet Supra 92 mampu memacu timbulnya antibodi yang protektif.

 Diperlukan vaksinasi ulang pada 1 bulan pasca vaksinasi pertama untuk menaikkan kadar antibodi dan memperpanjang masa kekebalan.

KEPUSTAKAAN

 Jawetz, Melnuk, Adelbergs, 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Bahasa Indonesia. Penterjemah Nani Widorini. Edisi I. Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Hal 257.

 Ressang A. A., 1988. Penyakit Viral pada Hewan. Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 227.

 Soeharsono, 2006. Zoonosis. Penyakit Hewan Menular dari Hewan ke Manusia.Volume 1.

cetakan ke 5. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal 115.

(7)

1991 Sep:

9 (9) 627-630.

GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN

RABIVET SUPRA 92

Oleh :

Darmawan Dyah Estikoma Rosmalina Sari Dewi Daulay

(8)

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

PUSAT VETERINARIA FARMA

SURABAYA

2012

Referensi

Dokumen terkait

Mengacu pada hal tersebut, maka diharapkan Desa Tresnomaju menggunakan Sistem informasi berbasis Web dengan tujuan agar dapat mempublikasikan ke masyarakat luas serta

Tingkat kecemasan yang paling banyak dialami pada mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura dalam menghadapi ujian skripsi adalah kecemasan ringan.. Peneliti

Analisis Hasil Tes Diagnostik Wawancara peserta didik terindikasi miskonsepsi Penyusunan laporan Instrumen siap digunakan Validasi oleh validator ahli Penyusunan instrumen

48 ARIYAH YUDANTI SMP NEGERI 1 GIRIMULYO MATEMATIKA SMP NEGERI 5 WATES 49 ENI NURHAYATI SMP MUHAMMADIYAH 2 KALIBAWANG MATEMATIKA SMP NEGERI 5 WATES 50 AGUSTINUS SUDIYONO SMP

Dalam memberikan kredit, Terdakwa Sang Ayu Raiyoni bersama- sama dengan Ni Nyoman Nilawati dan juga Ni Made Sutria tidak berpedoman pada Sistem dan Prosedur Perkreditan

Identifikasi menunjukkan terdapat beberapa tumbuhan Ficus, antara lain Ficus botryocarpa Miq., Ficus exasperata Vahl., Ficus microcarpa L.f., Ficus racemosa L., dan, Ficus

Proses pendidikan memiliki sejumlah tujuan yang ingin dicapai. berdasarkan tujuan–tujuan inilah, semua kegiatan dirancang untuk memfasilitasi siswa dalam memperoleh

Keadaan kegemukan pada seseorang yang terjadi tanpa sebab penyakit secara jelas, tetapi semata-mata disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan Paling sering