• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA DAN ESTIMASI KURVA PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA BAGIAN TIMUR KPSBU LEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA DAN ESTIMASI KURVA PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA BAGIAN TIMUR KPSBU LEMBANG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

POLA DAN ESTIMASI KURVA PERTUMBUHAN SAPI

FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA

BAGIAN TIMUR KPSBU LEMBANG

(Pattern and Estimation of Growth Curve for Friesian Holstein Cattle in

Eastern Area of KPSBU Lembang)

RIVA TAZKIA1danA.ANGGRAENI2

1Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakutas Petertanakan Institut Pertanian Bogor 2Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

The objectives of this research were to observe growth pattern and growth curve of Holstein-Friesian (HF) in east region of KPSBU Lembang. The research was conducted from July to August 2007 by measuring a total number of 324 females, consisting of 62 calves, 33 heifers and 229 cows. Parameters measured were heart girth, chest deep, chest width, shoulder height and body length; whereas body weight was estimated from chest girth. Growth curve was estimated by non-linier models of Gompertz, Y=Aexp(-Be -kt) and Von Bertalanffy, Y=A(1-Be-kt)3 through marquardt procedures. The growths of body sizes and body

weights of HF females were generally formed a sigmoid curve by the changing ages from birth to mature. The growths reached a rapid phase at the ages of 20-30 months, still progressed up to the age of 50 month. Estimated growth curves by Gompertz model resulted in the coefficients of mature body sizes (A) lower than Von Bertalanffy, but the estimated growth rates (k) were faster for the former. The results based on the statistical analysis of iteration number, negative correlation and standard error proved that Von Bertalanffy model is easier to be applied in estimating growth curves of HF females.

Key Words: Friesian-Holstein Cows, Growth, Gompertz Model, Von Bertalanffy Model ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui pola pertumbuhan dan mengestimasi kurva pertumbuhan sapi Friesian-Holstein (FH) betina di wilayah timur KPSBU Lembang. Penelitian berlangsung selama bulan Juli dan Agustus 2007 menggunakan sapi FH betina dengan jumlah total 324 ekor, terdiri dari 62 ekor pedet, 33 ekor dara dan 229 ekor sapi dewasa. Parameter yang diamati adalah lingkar dada, dalam dada, lebar dada, tinggi pundak, panjang badan dan bobot badan. Estimasi kurva pertumbuhan menggunakan persamaan non-linier dari model Gompertz, Y = A exp(-Be-kt) dan Von Bertalanffy, Y = A ( 1-Be-kt)3 menerapkan prosedur

marquardt. Kurva pertumbuhan yang diindikasikan dari perubahan ukuran tubuh dan bobot badan mulai dari lahir sampai dewasa sapi FH pengamatan secara umum berbentuk sigmoid. Pertumbuhan mencapai fase lebih cepat pada umur 20 – 30 bulan, dan pertumbuhan terus berlangsung sampai sekitar umur 50 bulan. Estimasi kurva pertumbuhan dari model Gompertz menghasilkan koefisien ukuran tubuh saat dewasa (A) lebih rendah dibandingkan Von Bertalanffy, tetapi nilai estimasi laju pertumbuhan (k) model pertama lebih cepat. Hasil analisis statistik berdasarkan jumlah iterasi, korelasi negatif dan standar error membuktikan bahwa model Von Bertalanffy lebih mudah digunakan untuk mengestimasi kurva pertumbuhan sapi FH betina pengamatan. Kata Kunci: Sapi FH Betina, Pertumbuhan, Model Gompertz, Model Von Bertalanffy

PENDAHULUAN

Sapi perah mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia,

dikarenakan kebutuhan susu domestik yang terus meningkat. Hal ini bisa dilihat dari tingkat konsumsi susu masyarakat. Pada dasarnya terjadi kesenjangan yang cukup besar antara

(2)

persediaan dan permintaan susu di Indonesia, dimana permintaan jauh lebih besar daripada ketersediaan susu yang ada. Kebutuhan susu olahan sebesar 5 kg/kapita/tahun, tetapi baru terpenuhi dari dalam negeri sekitar 32%, sisanya 68% harus di impor dari luar negeri (DITJEN PETERNAKAN, 2007). Berdasarkan

kondisi tersebut, peranan usaha sapi perah untuk menghasilkan susu segar sangat prospektif. Oleh karena itu, usaha peternakan sapi perah sebagai penghasil susu perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Kebutuhan susu di dalam negeri akan terpenuhi apabila jumlah populasi sapi perah yang diperlukan mencukupi dan perlu dilengkapi dengan kemampuan produktivitas yang baik. Produktivitas yang baik salah satunya ditentukan oleh pertumbuhan yang baik, karena pertumbuhan dapat dijadikan sebagai parameter pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan. Selain itu, pertumbuhan juga dipergunakan untuk mengetahui kesesuaian umur dengan bobot badan, seperti untuk mengetahui dewasa kelamin dan dewasa tubuh yang akan berpengaruh terhadap produksi susu dan lamanya sapi berproduksi. Dengan demikian, pertumbuhan berkaitan dengan usaha untuk meningkatkan keuntungan dan keefisienan beternak, karena pertumbuhan mempunyai arti ekonomi dalam penampilan produksi sapi perah.

Pertumbuhan ternak adalah hasil dari proses yang berkesinambungan dalam seluruh hidup ternak tersebut, dimana setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda. Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai perubahan bentuk dan komposisi tubuh hewan sebagai akibat adanya kecepatan pertumbuhan relatif yang berbeda antara berbagai ukuran tubuh. Fenomena pertumbuhan ini dapat dilihat dari tulang yang merupakan komponen tubuh yang mengalami pertumbuhan paling dini. Pada hewan hidup, pertumbuhan tulang dapat dilihat dari perubahan ukuran-ukuran tubuh. Pertumbuhan juga merupakan pertambahan massa tubuh persatuan waktu yang dapat diukur dengan bobot badan dan pertambahan bobot badan. Dengan demikian pertumbuhan ternak dapat

diduga dengan memperhatikan penampilan fisik dan bobot hidupnya. Pengukuran bobot badan dan pertambahan bobot badan sangat umum dilakukan untuk kegiatan penelitian, tetapi kurang praktis dilakukan dilapangan, karena pertimbangan teknis kesulitan dalam penimbangan. Dengan demikian, pola pertumbuhan ternak dapat diduga atas dasar pengukuran ukuran-ukuran tubuh yang erat kaitannya dengan pertumbuhan kerangka tubuh ternak (NATASASMITA, 1990). Kurva

pertumbuhan merupakan pencerminan kemampuan suatu individu untuk menampilkan potensi genetik dan sekaligus sebagai ukuran akan berkembangnya bagian-bagian tubuh sampai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan yang ada.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhsn dan mengestimasi kurva pertumbuhan atas dasar pengamatan ukuran-ukuran tubuh sejumlah sapi Friesian-Holstein peternak di wilayah kerja bagian timur KPSBU Lembang. Hasil penelitian diharap akan bermanfaat untuk menjadi bahan pertimbangan atau bahan rekomendasi untuk menentukan sapi-sapi betina yang dapat digunakan sebagai ternak pengganti (replacement stock) bagi peternak dan pemerintah dalam memajukan peternakan sapi FH di KPSBU Lembang.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, mulai bulan Juli sampai Agustus 2007 pada peternak sapi perah binaan KPSBU Lembang berlokasi di wilayah kerja bagian timur.

Ternak

Ternak yang digunakan adalah sapi Friesian-Holstein betina sebanyak 343 ekor, terdiri dari 68 ekor pedet, 36 ekor dara dan 239 ekor sapi dewasa.

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah alat tulis dan alat ukur, berupa tongkat ukur dan pita ukur yang mempunyai satuan terkecil 0,1 cm.

(3)

Prosedur pengambilan data

KPSBU Lembang Bagian Timur terdiri dari 5 desa (TPK) dan 136 TPS, meliputi Cikawari 22 TPS, Gunung Putri 25 TPS, Cilumber 30 TPS, Cibedug 40 TPS dan Cibogo 19 TPS. Data dikumpulkan dari semua desa dan 10% dari total TPS untuk setiap desa, dari satu TPS sapi yang diukur sebanyak 20 sampai 25 ekor.

Peubah yang diukur

1. Tinggi Pundak (TP), diukur dari titik tertinggi pundak (Os vertebrae thoracalis) secara tegak hingga permukaan tanah dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 2. Panjang badan (PB), diukur dari tepi tulang

humerus sampai tulang duduk (tuber ischii) dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 3. Lingkar dada (LD), diukur dengan

melingkarkan sekeliling rongga dada di belakang sendi bahu (Os scapula), menggunakan pita ukur (cm).

4. Lebar dada (LeD), diukur dari jarak antara sendi bahu kiri dan kanan dengan menggunakan tongkat ukur (cm).

5. Dalam dada (DD), diukur dari titik tertinggi pundak (os vertebrae thoracalis) sampai tulang dada (os sternum) bagian bawah belakang kaki depan dengan menggunakan tongkat ukur (cm).

Analisis data

Deskripsi data

Data ukuran-ukuran tubuh sapi Friesian-Holstein pada setiap tingkat umur dianalisis menjadi rataan (X) dan koefisien keragaman (KK).

Kurva pertumbuhan

Model persamaan non-linier yang digunakan dalam analisis data adalah model Gompertz dan Von Bertalanffy.

Persamaan dari masing-masing kurva adalah:

a. Kurva Von Bertalanffy Y = A ( 1-Be-kt)3 b. Kurva Gompertz Y = A exp(-Be-kt)

dimana:

A : nilai ukuran-ukuran tubuh (asimtot), yaitu pada nilai t mendekati tak hingga B : parameter skala (nilai konstanta

integral)

Exp : logaritma dasar (2,30259)

K : rataan laju pertumbuhan hingga ternak mencapai dewasa tubuh.

Y : ukuran ukuran tubuh ternak pada waktu t t : umur ternak dalam hari

HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran tubuh dan bobot badan

Deskripsi nilai rataan, simpangan baku, koefisien keragaman, nilai maksimum dan nilai minimum ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi FH betina di KPSBU Lembang Bagian Timur pada berbagai kelompok umur tertera pada Tabel 1. Umur 1 – 8 bulan sapi masih digolongkan sebagai pedet. Pada fase ini pertumbuhan memasuki fase percepatan, yakni anak akan bertumbuh maksimal apabila diberi pakan berkualitas sesuai kebutuhan dan didukung manajemen dan iklim pemeliharaan sesuai. Sapi pedet pengamatan memperlihatkan pertambahan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan yang cukup tinggi untuk setiap kenaikan umur bersesuaian. Dinyatakan SUDONO et al.

(2003) diperlukan penanganan yang baik dan benar selama pemeliharaan pedet, karena pada fase ini ternak sangat rentan terhadap penyakit dan kematian terutama pedet yang baru lahir.

Pada umur 9 – 24 bulan sapi sudah memasuki umur dara. Pada kisaran umur ini sapi umumnya sudah pubertas. Melewai umur pubertas sapi akan mulai memperlihatkan laju pertumbuhan melambat. Pada umur 9 – 24 bulan, sapi bisanya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda dewasa tubuh, sehingga sapi sudah bisa dikawinkan. SUDONO (1999) menjelaskan

bahwa sapi-sapi dara dapat dikawinkan untuk pertama kali setelah sapi tersebut berumur 15 bulan dan ukuran tubuhnya cukup besar dengan berat badan sekitar 275 kg, supaya sapi-sapi dara dapat beranak pada umur 2 tahun. Sapi FH umur 11 – 12 bulan memiliki kisaran berat badan antara 190 – 282 kg (Tabel 1). Jumlah sapi FH umur 11 – 12 bulan dengan bobot badan 275 kg sebanyak 50%, artinya separuh

(4)

Tabel 1. Bobot hidup dan ukuran-ukuran tubuh Umur Jumlah (ekor) statistik Nilai pundak Tinggi

(cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Lebar dada (cm) Panjang badan (cm) Bobot badan (kg) Pedet 0 – 2 18  76,78 31,222 84,5 20,333 71,83 54,29 KK (%) 6,99 9,86 8,58 12,28 11,62 24,26 Min-Max 69 – 88 27 – 39 74 – 100 16 – 25 60 – 86 39 – 85 > 2 – 4 21  88,190 36,810 101,29 22,095 82,81 89,19 KK (%) 4,78 7,06 6,59 12,47 7,17 19,65 Min-Max 82 – 95 33 – 41 91 – 118 16 – 27 74 – 94 65 – 137 > 4 – 6 12  93,75 40,833 110,92 24,417 93,08 115,92 KK (%) 8,00 8,41 7,83 9,48 7,38 23,06 Min-Max 84 – 107 35 – 46 97 – 128 21 – 29 86 – 109 78 – 172 > 6 – 8 13  101,54 45,17 124 25 97,54 159,85 KK (%) 7,20 8,48 6,77 12,88 10,87 19,47 Min Max 89 – 115 40 – 53 112 – 141 20 – 31 84 – 123 117 – 225 Dara > 8 – 16 25  111,20 52,320 137,72 30,875 113,04 215,50 KK (%) 6,25 8,52 9,89 12,09 9,20 26,17 Min-Max 100 – 126 42 – 60 102 – 162 26 – 37 97 – 137 90 – 330 > 16- 24 11  125,09 61,64 162,18 35,91 131,60 331,70 KK (%) 6,13 5,68 6,87 11,72 6,84 18,39 Min-Max 110 – 135 56 – 68 146 – 186 28-42 110-144 248-469 Dewasa > 24 – 40 64  129,33 65,672 174,66 40,429 143,06 401,22 KK (%) 4,12 6,72 5,60 8,14 7,28 14,15 Min-Max 107 – 138 53 – 76 138 – 196 31 – 48 109 – 161 212 – 538 > 40 – 60 99  131,30 67,838 181,39 42,918 149,78 444,37 KK (%) 3,45 4,27 3,88 8,19 5,19 10,13 Min-Max 114 – 143 59 – 74 165 – 199 34 – 50 124 – 171 346 – 557 > 60 – 80 53  131,87 68,491 183,58 43,462 151,72 455,21 KK (%) 3,31 4,78 4,63 7,60 4,82 11,88 Min-Max 123 – 144 58 – 76 154 – 207 36 – 53 126 – 171 286 – 615 > 80 16  132,31 68,813 182,94 42,813 152,13 451,80 KK (%) 3,03 4,93 5,14 7,04 5,59 13,24 Min-Max 123 – 138 62 – 74 165 – 198 36 – 48 135 – 166 346 – 551  = rataan; Sb = simpangan baku; KK = koefisien keragaman; Min = nilai minimum; Mak = nilai maksimum

sapi FH pengamatan sudah dapat di kawinkan pada umur 12 bulan. Rataan bobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15 – 16 tahun sebanyak 100%. YAMADA (1992) menjelaskan

bahwa standar umur kawin pertama di Jepang adalah 15 – 16 bulan dengan bobot badan 350 – 400 kg. Hasil penelitian menunjukkan sapi dara berbobot badan sekitar 350 kg dicapai

(5)

sekitar umur 17 – 18 bulan. SUDONO et al.

(2003) menjelaskan bahwa target bobot badan

sapi dara umur 8 – 14 bulan adalah 200 – 300 kg. Bobot badan sapi FH dara pengamatan pada kisaran umur yang sama adalah 143 – 311

kg. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sapi-sapi FH dari pedet sampai dara di KPSBU Lembang cukup baik.

Umur 25 sampai 104 bulan sapi sudah memasuki umur dewasa, pada umur ini sapi biasanya sudah mencapai dewasa tubuh. Dewasa tubuh pada sapi menunjukkan fase dimana sapi sudah mulai memperlihatkan laju pertumbuhan yang mulai konstan. MOORE et

al. (1991) menjelaskan bahwa bobot badan rata-rata sapi dara ketika pertama kali beranak sekitar 504 kg dan berumur 28,2 bulan. Berdasarkan USDA (1993), umur beranak pertama pada Holstein adalah umur 24 bulan dengan bobot badan 545 kg dan lingkar dada 135 cm. Rata-rata umur beranak pertama dari berbagai populasi pada beberapa penelitian adalah 26,8 (NILFOROOSHAN dan EDRISS,

2004), 25,9 di Amerika (HEINRICHS et al., 1994), 26 bulan di Italia (PIRLO, 1997) dan

28,6 bulan di Spanyol (PEREZ et al., 1999).

Pada umur 25 – 30 bulan sapi FH dara pengamatan memiliki kisaran bobot badan 212 – 538 kg, dengan sapi FH dara yang memilik bobot badan diatas 504 kg sebanyak 11,11%. Hal ini menunjukkan bahwa umur beranak pertama sapi-sapi FH di KPSBU Lembang masih berada dalam kisaran bobot badan sapi FH di sejumlah negara iklim sedang.

Diperoleh variasi ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan pada berbagai kelompok umur, yang kemungkinan disebabkan oleh kondisi

lingkungan yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat WILLIAMS (1982) yang

menyatakan bahwa diantara individu dalam suatu bangsa terdapat perbedaan didalam merespon lingkungannya, misalnya dalam merespon pakan dan kondisi fisik lingkungan. Pakan yang digunakan oleh peternak adalah pakan konsentrat yang dibeli dari KPSBU Lembang, dengan komposisi bervariasi. Faktor pakan mungkin cukup berpengaruh, baik bersumber dari jumlah pemberian atau konsumsi pakan tambahan, konsentrat dan hijauan yang diberikan. Faktor keturunan tentunya juga berpengaruh terhadap potensi dan kecepatan pertumbuhan ternak. Faktor iklim secara umum tidak begitu bervariasi, bila dilihat dari lokasi pengambilan data yang sama yaitu KPSBU Lembang Bagian Timur yang secara makro suhu dan kelembaban hampir sama.

Kurva pertumbuhan

Hasil penelitian berupa nilai dugaan parameter A, B dan k dari model matematik Gompertz dan Von Bertalanffy untuk ukuran-ukuran tubuh sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur tertera pada Tabel 2. Konstanta A adalah nilai yang mencerminkan titik asimtot yang ditujukan dari nilai dugaan terhadap bobot dewasa tubuh, nilai konstanta B adalah nilai integral dan konstanta k adalah nilai rataan untuk mencapai kedewasaan.

Tabel 2. Nilai dugaan parameter A, B dan k dari Model Gompertz dan Von Bertalanffy

Gompertz Von Bertalanffy

Parameter tubuh A B k A B k Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Bobot badan Tinggi pundak Panjang badan 183,5 43,6 68,4 454,1 131,9 152,0 0,8274 0,8698 0,8665 2,2665 0,5974 0,8051 0,00301 0,00250 0,00324 0,00311 0,00357 0,00271 183,8 43,7 68,5 457,5 132,0 152,3 0,2448 0,2555 0,2548 0,5647 0,1824 0,2389 0,00281 0,00232 0,00301 0,00269 0,00339 0,00254 A: ukuran tubuh dewasa (asimtot); B: parameter skala (nilai konstanta integral); k: rataan laju pertumbuhan hingga ternak mencapa i dewasa tubuh

(6)

Titik asimtot (A) yang menunjukkan kondisi ukuran-ukuran tubuh saat dewasa tubuh tercapai dari kedua model matematik. Berdasarkan pendugaan model Gompertz dan Von Bertalanffy (Tabel 2), kemudian dibandingkan dengan pola prtumbuhan sapi FH betina (Tabel 1), diperoleh titik asimtot (A) berurutan untuk lingkar dada 183,5 – 183,8 cm, lebar dada 43,6 – 43,8 cm, dalam dada 68,4 – 68,5 cm, tinggi pundak 131,9 – 132 cm, panjang badan 152 – 152,3 serta bobot badan 454,1 – 457,5 kg (Tabel 2), yang dicapai masing-masing sekitar umur 55 – 60 bulan, 60 – 65 bulan, 60 – 65 bulan, 50 – 55 bulan, 60 – 65 bulan dan 55 – 60 bualn (Tabel 1).Berdasarkan nilai k sebagai konstanta yang mencerminkan besarnya tingkat laju pertumbuhan dari kedua model matematik (Tabel 2), menunjukkan variasi pertumbuhan dari ukuran-ukuran tubuh. Variasi terjadi karena bagian tubuh merupakan perpaduan antar bagian tubuh yang lebih kompleks dan mempunyai fungsi yang berbeda. ANGGORODI

(1979) menjelaskan semua bagian dari tubuh

hewan tumbuh secara teratur, meskipun demikian tubuh tidak tumbuh secara kesatuan, karena berbagai jaringan tubuh tumbuh dengan laju yang berbeda dari lahir sampai dewasa. Model Gompertz menduga laju pertumbuhan (k) ukuran-ukuran tubuh sapi FH betina pengamatan sedikit lebih cepat dibandingkan model Von Bertalanffy. Hal ini memberikan gambaran bahwa pendugaan model Gompertz mempunyai kecenderungan memprediksi ternak dalam mencapai ukuran maupun umur dewasa tubuh relatif lebih cepat dibandingkan model Von Bertalanffy. Namun, model Gompertz menduga nilai ukuran-ukuran tubuh sapi FH pada saat dewasa tubuh (A) sedikit lebih rendah dibandingkan model Von Bertalanffy, meskipun demikian nilai A yang diperoleh dari keduanya hampir sama.

Model persamaan matematik hasil analisis statistik untuk setiap model dapat dijelaskan kedalam bentuk persamaan pada Tabel 3. Kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan untuk setiap model matematik dapat dilihat pada Gambar 1, 2, 3 dan 4.

Tabel 3. Model persamaan matematik sapi Friesian-Holstein

Ukuran tubuh Gompertz Von Bertalanffy

Bobot badan Dalam dada Lebar dada Tinggi pundak Lingkar dada Panjang badan Y= 454,10exp(-2,2665e(-0,00311)t) Y= 68,42exp(-0,8665e(-0,00324)t) Y= 43,64exp(-0,8698e(-0,00250)t) Y= 131,90exp(-0,5974e(-0,00357)t) Y= 183,50exp(-0,8274e(-0,00301)t) Y= 152,00exp(-0,8051e(-0,00271)t) Y= 457,50(1-(0,5647)e(-0,00269))3 Y= 68,54(1-(0,2548)e(-0,00301)t)3 Y= 43,61(1-(0,2555)e(-0,00232)t)3 Y= 132,00(1-(0,1824)e(-0,00339)t)3 Y= 183,80(1-(0,2448)e(-0,00281)t)3 Y= 152,30(1-(0,2389)e(-0,00254)t)3

Gambar 1. Kurva pertumbuhan bobot badan sapi Friesian-Holstein model Gompertz 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 0 1000 2000 3000 4000 Umur (hari) Bobot bad an (kg )

(7)

Gambar 2. Kurva pertumbuhan ukuran- ukuran tubuh sapi

Friesian-Holstein model Gompertz

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 1000 2000 3000 4000 Umur (hari) Ukur an tubuh ( cm )

Tinggi pundak Lebar dada Lingkar dada Panjang badan Dalam dada

Gambar 3. Kurva pertumbuhan bobot badan sapi Friesian-Holstein

model Von Bertalanffy

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 0 1000 2000 3000 4000 Umur (hari) Bobot Badan ( kg)

Gambar 4. Kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh sapi Friesian- Holstein model Von Bertalanffy

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 1000 2000 3000 4000 Umur (hari) Ukur an tubuh ( cm )

Panjang badan Lebar dada Lingkar dada Tinggi pundak Dalam dada

(8)

Kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan secara umum berpola sigmoid (Gambar 1,2,3 dan 4), yang mencerminkan pertumbuhan ternak dari awal dilahirkan, kemudian fase percepatan sampai mencapai titik infleksi, selanjutnya ternak mencapai dewasa tubuh dan pada fase ini sudah mulai terjadi fase perlambatan sampai pertumbuhannya relatif konstan. Kurva pertumbuhan diatas memperlihatkan dua titik penting, yaitu titik balik pada saat ternak mencapai umur pubertas atau titik infleksi dan titik pada saat ternak mencapai dewasa tubuh, tetapi pada kurva pertumbuhan diatas cukup sulit untuk melihatnya, oleh karena itu untuk mempermudah melihat titik asimtot (umur dewasa tubuh) dapat dijelaskan lebih lanjut

dengan menggunakan kurva pertumbuhan turunan pertama dan untuk mempermudah melihat titik infleksi (umur pubertas) dapat dijelaskan lebih lanjut dengan menggunakan kurva pertumbuhan turunan kedua. Turunan pertama kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan model Gompertz dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Kurva turunan pertama tersebut memperlihatkan titik asimtot atau umur maksimum dari sapi FH betina di KPSBU Lembang Bagian Timur menggunakan model Gompertz. Berdasarkan kurva turunan pertama model Gompertz, umur maksimum untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak pada sapi FH betina pengamatan berurutan adalah 60, 45, 42, 53, 48, dan 33 bulan.

Gambar 5. Turunan pertama kurva pertumbuhan bobot badan sapi

Friesian-Holstein model Gompert z 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) Bobot badan ( kg)

Gambar 6. Turunan pertama kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh sapi

Friesian-Holstein model Gompertz 0 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari)

Dalam dada Lebar dada Tinggi pundak Lingkar dada Panjang badan

Ukur

an tubuh (

cm

(9)

Kurva turunan pertama Gambar 7 dan 8 memperlihatkan titik asimtot atau umur maksimum dari sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dengan menggunakan model Von Bertalanffy. Berdasarkan kurva turunan pertama model Von Bertalanffy, umur maksimum untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak pada sapi FH betina pengamatan berurutan adalah 67, 47, 42, 57, 48 dan 33 bulan. Dapat dilihat bahwa kurva turunan

pertama model Gompertz dan Von Bertalanffy dalam menduga umur maksimum sapi FH pengamatan berbeda. Dalam hal ini model Von Bertalanffy menduga umur maksimum sapi FH sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan model Gompertz, yang berarti umur maksimum sapi FH yang diperoleh dengan menggunakan turunan pertama model Von Bertalanffy akan dicapai pada umur yang lebih tua. Umur maksimum dari ternak bernilai ekonomis, dapat dilihat dari waktu bobot asimtot akan

Gambar 7. Turunan pertama kurva pertumbuhan bobot badan sapi Fresian-Holstein model

Von Bertalanffy 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) Bobot badan (k g)

Gambar 8. Turunan pertama kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh sapi Friesian-Holstein

model Von Bertalanffy 0 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) Ukuran tubuh (cm)

(10)

dicapai oleh ternak, sehingga pola pemberian pakan untuk induk yang telah mencapai bobot asimtot tidak perlu dipacu karena hanya akan mendapat pertumbuhan kompensasi saja. Turunan kedua kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan model Gompertz dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Kurva turunan kedua tersebut (Gambar 9 dan 10) memperlihatkan titik infleksi atau umur pubertas dari sapi FH betina pengamatan

menggunakan model Gompertz. Berdasarkan kurva turunan kedua model Gompertz, umur pubertas untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur secara berurutan adalah 8, 8, 8, 12, 10 dan 5 bulan. Turunan kedua kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan model Von Bertalanffy dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.

Gambar 9. Turunan kedua kurva pertumbuhan bobot badan sapi Friesian-Holstein

model Gompertz -0,001 -0,0005 0 0,0005 0,001 0,0015 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) Bobot badan ( kg)

Gambar 10. Turunan kedua kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh sapi

Friesian-Holstei model Gompe rtz

-0,0003 -0,00025 -0,0002 -0,00015 -0,0001 -0,00005 0 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) Ukur an tubuh ( cm )

(11)

Kurva turunan kedua (Gambar 11 dan 12) memperlihatkan titik infleksi atau umur pubertas dari sapi FH betina di KPSBU Lembang Bagian Timur menggunakan model Von Bertalanffy. Berdasarkan kurva turunan kedua model Gompertz, umur pubertas untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak pada sapi FH pengamatan berurutan 10, 10, 10, 12, 12 dan 7 bulan.

Dapat dilihat bahwa kurva turunan kedua model Gompertz dan Von Bertalanffy dalam menduga umur pubertas sapi FH berbeda. Dalam hal ini model Von Bertalanffy menduga umur pubertas sapi FH sedikit lebih tinggi

dibandingkan model Gompertz, yang berarti umur pubertas sapi FH yang diperoleh dengan menggunakan turunan kedua model Von Bertalanffy akan dicapai pada umur yang lebih tua. Titik infleksi memiliki nilai yang strategis dan ekonomis, nilai strategis ditunjukan dari waktu ternak akan mulai memperlihatkan laju pertumbuhannya yang mulai melambat setelah pubertas. Bernilai ekonomis dapat dilihat dari waktu ternak mencapai kondisi pubertas untuk secepatnya dipisahkan antara anak jantan dan betina mengingat bobot kawin belum cukup, pertumbuhan maksimal dari ternak dan titik terendah dalam mortalitas.

Gambar 11. Turunan kedua kurva pertumbuhan bobot badan sapi Friesian-Holstein

Model Von Bertalanffy

-0,002 0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,010 0,012 0,014 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) Bobot badan ( kg)

Gambar 12. Turunan kedua kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh sapi Friesian-Holstein

model Von Bertalanffy

-0,0003 -0,0002 -0,0001 0 0,0001 0,0002 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) Ukur an tubuh ( cm )

(12)

AGUSTINA (2001) telah melakukan evaluasi

reproduksi pada sapi perah betina di tiga lokasi penelitian yang berbeda yaitu Kebon Pedes, Tajur Halang dan Cibeureum di Cisarua kabupaten Bogor. Hasil menunjukkan bahwa rataan umur pubertas untuk setiap lokasi berbeda yaitu 15 bulan untuk wilayah Kebon Pedes, 17 bulan untuk wilayah Tajur Halang dan 14 bulan untuk wilayah Cibeureum. Apabila dibandingkan dengan sapi FH dari hasil penelitian ini untuk rataan umur pubertas adalah sekitar 8 – 10 bulan, sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur akan pubertas pada umur yang lebih muda dibandingkan wilayah kabupaten Bogor yaitu Kebon pedes, Tajur Halang dan Cibeureum. LAWRENCE (2002)

menjelaskan bahwa umur pubertas sapi FH sekitar 8 – 9 bulan. SALISBURY dan VANDENMARK (1985) menjelaskan bahwa

rata-rata umur pubertas pada sapi dalam kondisi pakan normal adalah 9 bulan tetapi dapat berkisarantara 5 – 15 bulan. Hal ini membuktikan bahwa umur pubertas pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur mendekati umur pubertas sapi FH pada umumnya.

Pembandingan model matematik dari tingkat kemudahan

Pembandingan antara kedua model matematik kurva pertumbuhan sapi FH berdasarkan tingkat kemudahan dapat dilakukan berdasarkan jumlah proses iterasi, nilai korelasi dan standard error pendugaan parameter yang dilakukan oleh program komputer. Hasil penelitian berupa jumlah iterasi untuk setiap model matematik dari ukuran-ukuran tubuh sapi FH betina pengamatan tertera pada Tabel 4.

Proses iterasi yang dilakukan dalam penelitian ini maksimum 100 kali, dengan menggunakan nilai awal parameter (starting value) yang sama yaitu nilai yang mempunyai selang dengan ketepatan yang sama untuk setiap model, dengan demikian perbandingan jumlah iterasi dari setiap model dapat dilakukan dengan tidak bias. Proses tersebut dilakukan menggunakan program komputer untuk mengurangi faktor kesalahan manusia. Semakin banyak proses iterasi yang dilakukan menggambarkan semakin sulit model tersebut

mencapai konvergen, artinya model tersebut lebih sulit dalam proses perhitungan.

Tabel 4. Jumlah iterasi ukuran-ukuran tubuh dari setiap model matematik

Rataan jumlah iterasi Ukuran tubuh

Gompertz Von Bertalanffy Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Bobot badan Tinggi pundak Panjang badan 13 3 6 21 14 13 13 5 7 13 14 13 Total 70 65

Tabel 4 menunjukan jumlah iterasi parameter tubuh untuk setiap model. Dapat dilihat bahwa model Gompertz memerlukan proses iterasi yang lebih banyak yaitu 70 kali untuk mencapai konvergen dibandingkan dengan model Von Bertalanffy yaitu sebanyak 65 kali. Hasil proses iterasi dalam penelitian ini menunjukan bahwa model Gompertz merupakan model yang sedikit lebih sulit dalam mencapai kriteria konvergen dibandingkan model Von Bertalanffy. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan LOPEZ DE TORRE et al. (1992) pada

sapi Retinta yang melaporkan bahwa model Von Bertalanffy memerlukan proses iterasi yang sedikit. Berbeda dengan hasil penelitian lain yang dilakukan SUPARYANTO (1999) dan

MAULUDIN (2005) pada domba Sumatera dan

Persilangannya yang melaporkan bahwa model Gompertz memerlukan proses iterasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan model Von Bertalanffy. Perbedaan tersebut mungkin dipengaruhi oleh perbedaan spesies dan jumlah peubah yang digunakan.

Tingkat kemudahan dalam pendugaan nilai parameter kurva pertumbuhan dipengaruhi oleh nilai korelasi negatif yang besar antar parameter kurva pertumbuhan dalam proses perhitungan (FITZHUGH, 1976). Nilai korelasi dalam proses

perhitungan merupakan nilai yang lebih bermakna matematis dibandingkan biologis apalagi bila menggunakan data populasi atau rataan. Untuk lebih memberi makna biologis harus dilihat dari nilai kurva pertumbuhan individu. Nilai korelasi antar parameter pertumbuhan untuk setiap model matematik

(13)

dari ukuran-ukuran tubuh sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur tertera pada Tabel 5.

Model Gompertz memiliki nilai korelasi negatif yang sedikit lebih besar, yaitu antar parameter A*k sebesar -3,646 dan A*B sebesar -0,740 dibandingkan dengan nilai korelasi negatif model Von Bertalanffy yaitu antar parameter A*k sebesar -3,841 dan A*B sebesar -0,848. Penyebab proses iterasi yang lebih banyak pada model Gompertz kemungkinan disebabkan oleh nilai korelasi negatif yang lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa model Gompertz memiliki tingkat kesulitan sedikit lebih tinggi dalam memprediksi parameter pertumbuhan (A, B dan k). Jumlah iterasi dan korelasi negatif memperlihatkan bahwa model Gompertz memiliki nilai yang sedikit lebih

tinggi dibandingkan model Von Bertalanffy. Hal ini membuktikan bahwa model Von Bertalanffy dibandingkan model Gompertz sedikit lebih mudah digunakan dalam menduga kurva pertumbuhan pada sapi FH betina pengamatan.

Tingkat kemudahan model untuk mengestimasi parameter kurva pertumbuhan mempengaruhi standar error dari parameter kurva pertumbuhan non linier. Semakin sulit model tersebut mencapai kriteria konvergen maka nilai standar error dari parameter tersebut semakin besar. Hasil penelitian berupa standar error antar parameter pertumbuhan untuk setiap model matematik dari ukuran-ukuran tubuh sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Nilai korelasi antar parameter pertumbuhan dari setiap model matematik

Gompertz Von Bertalanffy

Ukuran tubuh

A*B A*k B*k A*B A*k B*k Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Tinggi pundak Panjang badan Bobot badan -0,106 -0,107 -0,105 -0,047 -0,106 -0,269 -0,602 -0,697 -0,565 -0,507 -0,656 -0,619 0,625 0,558 0,647 0,645 0,586 0,748 -0,121 -0,121 -0,121 -0,057 -0,119 -0,309 -0,631 -0,726 -0,596 -0,529 -0,683 -0,676 0,610 0,541 0,631 0,633 0,571 0,728 Total -0,740 -3,646 3,809 -0,848 -3,841 3,714

A*B: korelasi antara parameter A dengan B; B*k : korelasi antara parameter B dengan k; A*k: korelasi antara parameter A dengan k

Tabel 6. Standard error antar parameter pertumbuhan untuk setiap model matematik

Gompertz Von bertalanffy

Ukuran tubuh SE A SE B SE k SE A SE B SE k Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Bobot badan Tinggi pundak Panjang badan 0,7182 0,3314 0,2801 4,2210 0,3821 0,7434 0,0191 0,0297 0,0233 0,1136 0,0146 0,0206 0,000122 0,000160 0,000141 0,000165 0,000155 0,000130 0,7384 0,3461 0,2883 4,5226 0,3882 0,7678 0,00503 0,00775 0,00583 0,02220 0,00410 0,00547 0,000115 0,000152 0,000132 0,000144 0,000148 0,000123 Total 6,6762 0,2209 0,000873 7,0514 0,03040 0,000814

(14)

Standard error parameter A dan B model Von Bertalanffy memiliki nilai paling tinggi yaitu sebesar 7,0514 dan 0,03040 dibandingkan dengan standard error parameter A dan B model Gompertz yaitu sebesar 6,6762 dan 0,2209, tetapi sebaliknya standard error nilai k pada model Gompertz nilainya lebih tinggi yaitu sebesar 0,000873 dibandingkan model Von Bertalanffy yaitu sebesar 0,000814.

Jumlah iterasi dan korelasi negatif memperlihatkan bahwa model Gompertz memiliki nilai yang sedikit lebih tinggi dibandingkan model Von Bertalanffy. Hal ini didukung oleh nilai standar error dugaan parameter k model Gompertz yang nilainya sedikit lebih tinggi dibandingkan model Von Bertalanffy, dari ketiga hasil analisis statistik membuktikan bahwa model Von Bertalanffy lebih mudah digunakan pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur.

KESIMPULAN

Pertumbuhan populasi ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur secara umum berbentuk kurva sigmoid, mencerminkan pertumbuhan sapi FH dari awal dilahirkan, terjadi fase percepatan sampai mencapai pubertas, selanjutnya dewasa tubuh dan sudah mulai terjadi fase perlambatan sampai pertumbuhannya relatif konstan.

Model Gompertz dan model Von Bertalanffy memiliki kemampuan yang baik dalam menduga pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi FH betina, dapat dilihat dari nilai dugaan asimtot (A) yaitu bobot dewasa tubuh dan nilai dugaan (k) yaitu rataan laju pertumbuhan hingga ternak mencapai dewasa tubuh yang hampir sama dari kedua model matematik. Berdasarkan pertimbangan aspek biologis, model Von Bertalanffy lebih baik dalam menduga umur pubertas sapi FH betina dibandingkan model Gompertz. Sebaliknya dari aspek teknis, model Von Bertalanffy lebih mudah digunakan untuk menduga kurva pertumbuhan sapi FH betina di KPSBU Lembang. Hal ini dicerminkan dari banyaknya jumlah iterasi untuk mencapai kriteria konvergen, nilai korelasi negatif dan

nilai standard error parameter yang memperlihatkan nilai yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan model Gompertz.

Dengan diperolehnya karakteristik pertumbuhan sigmoid dan data rataan ukuran-ukuran tubuh serta bobot badan sapi FH betina untuk setiap umur, dapat dijadikan sebagai informasi untuk memperoleh sapi FH betina yang memiliki pertumbuhan yang baik khususnya di wilayah kerja bagian timur KPSBU Lembang.

DAFTAR PUSTAKA

AGUSTINA,D. 2001. Performa reproduksi sapi perah pada tiga zona klimatik di Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

ANGGORODI, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

DITJEN PETERNAKAN. 2007. Buku Statistik Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. FITZHUGH JR,H.A. 1976. Analysis of growth curves

and strategies for altering their shape. J. Anim. Sci. 42(4): 1036 – 1051.

HEINRICHS,A.J.,S.J.WELLS,H.S.HURD,G.W.HILL dan D.A.DARGATZ. 1994. The national dairy heifers evaluation project: A Profile of heifer management practices in United States. J. Dairy Sci. 77: 1548 – 1555. http://www. journalofdairyscience.com. (8 April 2008). LAWRENCE,T.L.J.dan V.R.FOWLER. 2002. Growth

of Farm Animals. Second Edtion CABI Publishing, New York.

LOPEZ DE TORRE, G.CANDOTTI, A.REVERTER, M. BELLIDO, P. VASCO, L.J. GARCIA dan J. S. BRINKS. 1992. Effects of growth curve parameters on cow efficiency. J. Anim. Sci. 70: 2668 – 2672.

MAULUDIN, D. 2005. Analisis kurva pertumbuhan domba Priangan dan persilangannya dengan St. Croix dan Mouton Charollais. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

MOORE,R.K.,B.W.KENNEDY,L.R.SCHAEFFER dan J.E.MOXLEY. 1991. Relationship between age and body weight at calving and production in first lactatio Ayrshires and Holstein. J. Dairy Sci. 74: 269. http://www.journalofdairy science.com. (8 April 2008).

(15)

NATASASMITA, A. 1990. Tumbuh kembang pada ternak. Bull. Penelitian. Universitas Djuanda, Bogor.

NILFROOSHAN,M.A. dan M.A.EDRISS. 2004. Effect of age at firs calving on some productive and longevity traits in Iranian Holsteins of the Isfahan province. J. Dairy Sci. 87: 2130 – 2135. http://www.journalofdairyscience.com. (8 April 2008).

PEREZ, M.A., D. HERNANDEZ, R. ALENDA, M.J. CARABANO dan N. CHARFEDDINE. 1999. Genetic analysis of true profit for Spanish

dairy cattle. Adress: www.interbull.slu.se/bulletins/bulletin23/pere

z.pdf. (8 April 2008).

PIRLO,G. 1997. Rearing cost of replacement heifer and optimal age at firs calving. Suppl.L Informatore Agrario. 37: 9 – 12. http://www. journal ofdairyscience.com. (8 April 2008). SALISBURY, G.W. dan N.L. VANDEMARK. 1985.

Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Diterjemahkan oleh: DJANUAR, R. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SUDONO, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah.

Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SUDONO, A.,R. F.ROSDIANA dan B.S.SETIAWAN.

2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Depok.

SUPARYANTO,A.1999. Analisis kurva pertumbuhan von bertalanffy, logistik dan gompertz pada domba St. Croix, Sumatera, St. Croix x Sumatera, Barbados Blackbelly Sumatera dan Komposit. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

SUTARDI, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Pakannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

SUTARDI, T. 1983. Pengaruh kelamin dan kondisi tubuh terhadap hubungan bobot badan dengan lingkar dada pada sapi perah. Media Peternakan. Institut Pertanian Bogor. 8(3): 15 – 21.

UNITED STATES DEPARTEMENT OF AGRICULTURE; APHI; VS; NAHMS. 1993. Growth of dairy heifers in the United States. Pages 1-2 in Natl. Dairy Heifer Eval. Project Rep. N126.1293. USDA, Fort Collins, CO. http://www.journal ofdairyscience.com. (8 April 2008).

WILLIAM, I.H. 1982. Growth and Energy. In: A Course Manual in Nutrionand Growth. DAVIES, H.L. (Ed.). Australian Vice-Chancellors, Committee. AUIDP, Hedges dan Bell Pty Ltd, Melbourn. pp. 1 – 23.

YAMADA. 1992. Feeding and Management of Dairy Cattle. Association of Livestock Technology, Japan.

Gambar

Tabel 1. Bobot hidup dan ukuran-ukuran tubuh  Umur  Jumlah  (ekor)  Nilai  statistik  Tinggi  pundak  (cm)  Dalam dada (cm)  Lingkar  dada (cm)  Lebar dada (cm)  Panjang badan (cm)  Bobot  badan (kg)  Pedet  0 – 2  18    76,78 31,222 84,5 20,333 71,83 54,
Tabel 2. Nilai dugaan parameter A, B dan k dari Model Gompertz dan Von Bertalanffy
Tabel 3. Model persamaan matematik sapi Friesian-Holstein
Gambar 2. Kurva pertumbuhan ukuran- ukuran tubuh sapi  Friesian-Holstein model Gompertz
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran tubuh sapi dengan menggunakan kedua metode tersebut tidak berbeda nyata dan metode pengukuran secara digital memiliki koefisien

Ketiga model terakhir adalah model yang memiliki tiga parameter (A = bobot dewasa, b/M = konstanta integral, dan k = laju pertumbuhan menuju dewasa tubuh) yang

Rendahnya bobot badan dan ukuran tubuh sapi Bali di Kabupaten TTU (Tabel 7) dan di Timor Barat umumnya pada jenis kelamin dan umur yang sama dibanding di daerah lain yaitu diduga

Pola Pertumbuhan dan Ukuran antara Ukuran-ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Kambing Kacang Betina di Kabupaten Wonogiri dan penelitian yang terkait dengan karya

Segala puji hanya milik Allah SWT, Rabb yang tidak pernah lengah terhadap doa hamba-Nya, Rabb yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

Rendahnya bobot badan dan ukuran tubuh sapi Bali di Kabupaten TTU (Tabel 7) dan di Timor Barat umumnya pada jenis kelamin dan umur yang sama dibanding di daerah lain yaitu diduga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan regresi terbaik diperoleh dari dimensi ukuran tubuh lingkar dada dengan bobot badan dengan nilai koefisien determinasi (R 2 (Adj)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sejumlah kinerja reproduksi sapi perah Friesian-Holstein (FH) betina pada kedua kondisi manajemen yang berbeda yaitu