• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sindrom ataksia telangiektasia atau sindrom Louis-Bar merupakan kelainan neurodegeneratif, autosomal resesif dengan adanya defek pada gen ataxia

telangiectasia mutated (ATM) pada kromosom 11.1–3 Sindom ataksia telangiektasia jarang dijumpai, dengan insidensi 1:100.000 kelahiran. Pada sindrom ini terdapat ataksia progresif, telangiektasia okulokutaneus, defisiensi imunitas4, infeksi saluran pernapasan dan kelainan kulit.3,5–8 Sindrom ataksia telangiektasia dapat terjadi pada semua ras.5,6 Mortalitas dan morbiditas penderita sindrom ataksia telangiektasia sangat dipengaruhi oleh infeksi saluran pernapasan, 83% kasus mengalami infeksi pernapasan berulang dan 52% mengalami bronkitis dengan atau tanpa bronkiektasis.6

Bronkiektasis menggambarkan suatu proses akhir dari berbagai jenis gangguan paru yang bersifat irreversiblel 9–13 dan kompleks, yang dapat dicetus oleh berbagai faktor mulai dari kelainan kongenital, infeksi, sampai dengan immunodefisiensi.14–17 Pada anak dengan gejala klinis bronkiektasis dan pemeriksaan high-resolution computed tomography (HRCT) menunjukan gambaran bronkiektasis, harus segera dikonsultasikan ke spesialis terkait untuk penanganan lebih lanjut.18 Hal ini berkaitan dengan prognosis anak, dengan penegakan diagnosis dan tatalaksana dini dapat mencegah dan atau menghentikan proses inflamasi, infeksi dan destruksi dinding bronkial yang dapat terjadi.15,18

Prognosis anak dengan bronkiektasis pada umumnya cukup baik. Pada pengamatan Clark et al., terhadap 116 anak usia 5-14 tahun 81% anak mengalami perbaikan kualitas hidup dengan tatalaksana yang baik.19,20 Pada analisis Kaplan-Meier, angka harapan hidup 20 tahun anak dengan sindrom ataksia telangiektasia 53,4%, prognosis ini tidak berubah sejak tahun 1954.6,16,21 Anak dengan ataksia telangiektasia biasanya meninggal akibat kegagalan respiratori pada usia remaja

(2)

atau awal usia dua puluhan. Namun beberapa anak dengan sindrom ataksia telangiektasia dapat bertahan hingga usia 40 tahun, meskipun jarang sekali terjadi.6

B. Deskripsi Kasus Singkat

Seorang anak perempuan usia 7 tahun 7 bulan dari Kebumen, datang untuk kontrol di poliklinik respirologi anak setelah rawat inap selama 14 hari (Oktober 2013). Anak telah terdiagnosis bronkiektasis sejak 19 Juni 2013 berdasarkan gejala dan tanda klinis serta hasil pemeriksaan multiple slice computer

tomography (MSCT) rongga dada.

Sejak 4 tahun yang lalu (usia 3 tahun) anak mulai mengeluh sering batuk berdahak, hilang timbul, sesak napas, dengan atau tanpa mengi terutama jika malam hari. Saat usia 3 tahun anak didiagnosis tuberkulosis (TB) paru dan diterapi dengan obat antituberkulosis (OAT) selama 6 bulan di Rumah sakit umum (RSU) Kebumen. Ibu mengatakan bahwa anak minum OAT secara teratur, namun keluhan batuk dan sesak belum membaik.

Saat usia 5 tahun, anak dirujuk ke balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4) dilakukan tes tuberkulin, hasil negatif, didiagnosis asma dan diterapi dengan nebulisasi dan obat asma, batuk berdahak menetap, namun keluhan sesak berkurang. Saat usia 6 tahun dirujuk dari BP4 ke RSU Kebumen, dari foto Rontgen, didapatkan gambaran TB paru. Anak diberi terapi OAT, namun keluhan batuk berdahak menetap. Satu bulan kemudian timbul keluhan sesak, anak dibawa ke RSU Kebumen, dilakukan Rontgen thoraks dengan hasil pneumonia dan curiga kelainan jantung. Anak dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Sardjito, dilakukan

echocardiography, dengan hasil gambaran hipertensi pulmonal. Pemeriksaan

sputum bakteri tahan asam (BTA) sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) dengan hasil negatif, tes tuberkulin dengan hasil negatif. Pada pemeriksaan kultur sputum, didapatkan bakteri Streptococcus pneumoniae. Bulan berikutnya pada pemeriksaan kultur sputum (18-06-13) didapatkan Pseudomonas aeruginosa dan

(3)

Streptococcus viridans. Pemeriksaan sputum BTA SPS ulang, dinyatakan negatif.

Pada kultur sputum mikobakterum spesifik dan non spesifik, mikobakterium tidak tumbuh. Gambaran foto thoraks menunjukkan adanya bronkopneumonia. Pemeriksaan MSCT rongga dada menunjukkan gambaran bronkiektasis terinfeksi di lobus inferior pulmo sinistra, limfadenopati subkranial, diagnosis bronkiektasis ditegakkan.

Setelah penatalaksanaan bronkiektasis selama 3 bulan, dengan pemberian antibiotik Eritromisin dengan pola selang seling (dua minggu diberikan, dua minggu tidak diberikan) salbutamol, salmeterol flutikason sehari dua kali 50 µcg dengan spacer, batuk berdahak kesan menetap, masih didapatkan eksaserbasi infeksi dengan pemberian Eritromisin dengan pola 2 minggu dengan antibiotik dan 2 minggu tanpa antibiotik. Analisis gas darah (25/09/13) didapatkan gambaran hipoksemia. Hasil foto thoraks dengan kesan menetap. Hasil kultur sputum (25/09/13), Pseudomonas aeroginosa.

Sejak usia 5 tahun anak mulai mengalami kelemahan pada keempat ekstremitas, anak mulai kesulitan untuk berjalan (sebelumnya anak telah dapat berlari) yang disertai dengan timbulnya gerakan tidak terkoordinasi, sehingga dilakukan pemeriksaan Elektroneuromyografi (ENMG) (27/09/13) untuk memastikan kondisi otot anak, didapatkan kesimpulan kecepatan hantar saraf dalam batas normal, dengan gambaran neurogenic lower motor neuron diseases. Pemeriksaan dilanjutkan dengan MSCT kepala tampilan aksial, koronal dan sagital dengan dan tanpa kontras, didapatkan kesan suspek iskemia diagnosis banding dengan infark cerebri, suspek atrofi cerebri dan cerebellum, tampak pelebaran foramina magandi dan cisterna magna.

Pemeriksaan fisik, anak tampak kurus, tidak sesak. Berat badan 13,5 kg, tinggi badan 101 cm, BMI 13.23 kg/m2. Denyut nadi 98 kali per menit, frekuensi nafas 36 kali per menit, suhu aksila 36,6 oC. Status gizi (setelah tatalaksana gizi buruk tipe marasmik selama 5 bulan), gizi baik menurut tabel pertumbuhan anak dengan

(4)

Lingkar kepala 48 cm (mikrosefali), telangiektasia kedua mata dan telinga, tidak tampak sekret telinga dan hidung, faring dan tonsil tidak menunjukkan tanda peradangan. Pada leher terdapat pembesaran kelenjar getah bening multipel (0,5-1 cm). Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat bising. Suara napas vesikuler, terdapat krepitasi terutama dilapang paru kiri bawah, ronkhi dan tidak terdapat

wheezing.

Pemeriksaan perut tidak ada pembesaran hati maupun lien. Anggota gerak, terdapat jari tabu dan onikomikosis pada kelima jari kaki kiri tampak membaik. Pemeriksaan saraf didapatkan kekuatan otot yang lebih rendah dari normal yaitu nilai 5- untuk keempat ekstremitas, pergerakan yang bebas tidak terkoordinasi dengan baik, tidak diditemukan adanya klonus maupun refleks patologis, kesan ataksia.

Saat ini anak didiagnosis sebagai bronkiektasis, pada anak dengan sindrom ataksia telangiektasia, Gizi kurang. Penatalaksanaan yang diberikan berupa Ciproflokasin, erdostein, tiamin, niasinamid, mekobalamin, melanjutkan tatalaksana gizi.

C. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian kasus diatas dapat dirumuskan masalah dalam kasus panjang ini adalah sebagai berikut:

- Bagaimana manifestasi klinis bronkiektasis pada anak dengan sindrom ataksia telangiektasi dalam 18 bulan?

- Apakah dalam 18 bulan akan terjadi progresivitas atau komplikasi dari ataksia dan telangiektasia pada anak?

- Bagaimana pola tumbuh kembang anak dengan sindrom ataksia telangiektasia dan bronkiektasis?

- Bagaimana kualitas hidup anak dan keluarga pada anak dengan sindrom ataksia telangiektasia dan bronkiektasis?

(5)

D. Tujuan

Untuk mengetahui dan mempelajari progresivitas dan tatalaksana bronkiektasis, pada anak dengan sindrom ataksia telangiektasia, termasuk luaran, komplikasi penyakit, kualitas hidup, pertumbuhan dan perkembangan, pengobatan (ketaatan, efek terapi dan efek samping) dalam 18 bulan pengamatan.

E. Manfaat Pasien

Kondisi Bronkiektasis pada anak dengan sindrom ataksia telangiektasia berdampak terhadap penurunan kualitas hidup, peningkatan mortalitas dan morbiditas, dengan pemantauan dan intervensi yang baik diharapkan anak dapat memiliki kualitas hidup dan prognosis yang lebih baik. Tatalaksana yang menyeluruh dan berkesinambungan, akan memberikan kualitas hidup yang lebih baik.

Keluarga dan Lingkungan

Keluarga mengetahui dan memahami kondisi penyakit anak, yaitu kondisi gangguan saluran pernapasan pada sindrom ataksia telangiektasia, komplikasi, prognosis dan tatalaksana yang diterapkan sehingga dapat bekerja sama dengan dokter dan tenaga kesehatan dalam upaya penanganan penyakit anak. Keluarga mengetahui dan memahami kebutuhan dasar anak dengan bronkiektasi dan sindrom ataksia telangiektasia, sehingga dapat memahami batas optimal yang dapat diraih anak dan dapat memberikan semua hak anak sepenuhnya.

Peserta PPDS

Peserta PPDS memperoleh pengetahuan tentang penyakit bronkiektasis pada anak dengan sindrom ataksia telangiektasia mulai dari penegakan diagnosis sampai dengan penanganan secara komprehensif. Peserta PPDS memahami prognosis dan komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi pada anak, sehingga dapat merencanakan dan memberikan penanganan yang berkesinambungan dan

(6)

menyeluruh. Peserta PPDS dapat memberikan edukasi mengenai penyakit sindrom Louis Bar dari segi klinis dan epidemiologis.

Rumah Sakit

Penatalaksanaan bronkiektasis pada anak dengan sindrom ataksia telangiektasia yang menyeluruh dan berkesinambungan dan melibatkan bagian-bagian yang terkait, akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit.

Sebagai dasar pembuatan pedoman pelayanan klinis dan clinical pathway

F. INFORMED CONSENT

Sebelum pemantauan jangka panjang dilakukan terhadap pasien, peneliti memberikan penjelasan dan meminta persetujuan lisan dari orang tua pasien (proxy consent lisan) pada bulan Juli 2013 dan selanjutnya persetujuan tertulis dari orang tua pasien (proxy consent tertulis) pada bulan Maret 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian ekstrak jahe merah Zingiber officinale Rosc dapat mempengaruhi kualitas sperma pada tikus Rattus norvegicus yang terpapar Allethrin dengan meningkatkan konsentrasi,

Peningkatan motivasi siswa pada pembelajaaran permainan bola siklus I dan Siklus II dalam penelitian ini, dapat lebih jelas terlihat Perbandingan tingkat

Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari vagina yang terjadi pada usia kehamilan lebih atau sama dengan 20 minggu dan terjadi sebelum bayi lahir.. SOLUTIO PLASENTA =

Sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan, maka dalam penelitian ini analisis data statistik inferensial diukur dengan menggunakan software Smart PLS (Partial

Kecepatan pengadukan dalam proses ekstraksi akan menyebabkan distribusi solut dari fasa air ke fasa organik semakin besar pula, tetapi kecepatan pengadukan yang terlalu cepat

Sedangkan untuk hasil esterifikasi asam oleat dan 2-etilheksanol dengan menggunakan katalis asam para toluene sulfonat (apts) hanya ada satu puncak yang dominan yaitu puncak

Objek penelitian merupakan permasalahan yang diteliti. Objek dari penelitian ini adalah dampak layanan Go-Food terhadap penjualan Rumah Makan di Kota Bandung. Penelitian

f. Fokus utama dari penelitian kualitatif terletak pada makna. Keikutsertaan peneliti dalam suatu proses atau interaksi dengan tatanan yang menjadi objek riset