Panduan Praktis
Rehabilitasi Pantai
“Sebuah Pengalaman
Merehabilitasi Kawasan Pesisir”
“Sebuah Pengalaman
Panduan Praktis
Rehabilitasi Pantai
“Sebuah Pengalaman
Merehabilitasi Kawasan Pesisir”
Iwan Tri Cahyo Wibisono
Eko Budi Priyanto
I Nyoman N. Suryadiputra
Bogor, September 2006
Indonesia ProgrammePanduan Praktis
Rehabilitasi Pantai
“Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir”
© Wetlands International - Indonesia Programme, 2006
Penulis : Iwan Tri Cahyo Wibisono
Eko Budi Priyanto I Nyoman N. Suryadiputra Desain dan Tata Letak : Triana
Foto Sampul Depan : Eko Budi Priyanto dan Iwan Tri Cahyo Wibisono
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Wibisono, I.T.C., Eko Budi Priyanto, dan I N.N. Suryadiputra
Panduan Praktis Rehabilitasi Pantai:
Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Bogor. Wetlands International - IP, 2006
x + 81 hlm; ilus; 15 x 21 cm ISBN: 979-99373-8-8
Saran Kutipan:
Wibisono, I.T.C., Eko Budi Priyanto, dan I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Praktis Rehabilitasi Pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Wetlands International - Indonesia Programme. Bogor. x + 81.
“The opinions indicated in this publication should not necessarily be considered as reflecting the views or carrying the endorsement of the United Nations Environment Programme.”
“This publication is supported by the National Parks Autonomous Body of the Ministry of Environment of Spain (OAPN).”
Kata Pengantar
Sebagai suatu Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kawasan pesisir sangat luas yang ditumbuhi oleh berbagai jenis mangrove dan tanaman pantai. Vegetasi yang tumbuh di kawasan ini tidak saja berfungsi sebagai habitat pendukung keanekaragaman hayati dan menambah keindahan pantai, tapi ia juga berfungsi untuk mencegah erosi pantai dan sebagai pelindung daratan sehingga pemukiman dan sarana-prasarana umum yang terdapat di belakangnya terhindar dari bencana badai dan gelombang pasang air laut. Namun sejak pertengahan tahun 1980-an, hampir sebagain besar kawasan pesisir di Indonesia mengalami kerusakan yang cukup parah akibat dialihfungsikan menjadi lahan pertambakan dan bentuk-bentuk peruntukan lainnya. Luas hutan bakau yang sebelumnya diduga lebih dari 5 juta ha, kini tinggal sekitar 3,4 juta ha. Akibat yang ditimbulkan dari kondisi demikian adalah misalnya; di pantai Utara Jawa dan Timur Pulau Sumatera terjadi abrasi pantai sampai dengan puluhan meter ke darat hingga banyak lahan pertambakan yang hilang di telan laut, hilangnya habitat satwa liar, gersangnya kawasan pesisir dan intrusi air laut yang semakin jauh ke darat.
Di Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam, jauh sebelum bencana tsunami menimpa kawasan ini (pada bulan Desember 2004), hutan bakaunya juga telah banyak dialihfungsikan menjadi lahan pertambakan. Akibatnya, dampak yang ditimbulkan oleh gelombang tsunami pada pesisir pantai NAD (terutama di pesisir Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe) menjadi lebih parah. Dari hasil pengamatan di beberapa desa-desa pesisir Aceh Utara dan Lhokseumawe, yang sebagian besar hutan bakaunya telah ditebang dan dijadikan lahan pertambakan, memperlihatkan kerusakan tambak dan pemukiman yang lebih parah akibat tsunami dibandingkan desa tetangga lainnya yang hutan bakaunya relatif masih utuh.
Dari berbagai kondisi di atas, kini disadari bahwa kerusakan hutan pantai tidak saja telah merugikan para pelaku bisnis di bidang pertambakan dan hancurnya ekosistem pesisir, namun kerusakannya juga telah menyebabkan dampak tsunami yang meluas ke darat hingga merenggut ratusan ribu jiwa masyarakat pesisir di NAD. Sehigga untuk mengembalikan fungsi/manfaat/jasa-jasa lingkungan yang diberikan oleh keberadaan hutan pantai dan mangrove kepada kita, maka upaya-upaya rehabilitasi yang tepat dan benar perlu segera dilakukan.
Untuk mendukung upaya-upaya penyelenggarakan rehabilitasi pesisir yang tepat dan benar, mulai dari cara mempersiapkan bibitnya, memilih lokasi rehabibiltasi dan cara merawat tananan, maka Wetlands International -Indonesia Programme (WI-IP) membuat buku panduan agar dapat dijadikan pegangan praktis bagi para pelaku rehabilitasi di lapangan.
Buku panduan ini ditulis dari pengalaman lapangan yang diperoleh para penulisnya selama melaksanakan kegiatan rehabilitasi di berbagai lokasi pesisir di Indonesia (termasuk Aceh). Penulisan buku ini di danai oleh UNEP (United Nations Environment Programme) yang bekerjasama dengan WI-IP dalam Proyek MangroveRestoration in Tsunami-affected Areas. Penulis menyadari bahwa isi buku ini masih jauh dari sempurna, namun demikian mudah-mudahan ia dapat menjadi pelengkap bagi buku-buku panduan tentang rehabilitasi pesisir yang juga telah diterbitkan pihak-pihak lain.
Bogor, September 2006 Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar ... iii
1. Mengapa Panduan Ini Dibuat? ... 1
1.1. Apa latar belakang pembuatan panduan ini? ... 1
1.2. Apa tujuan penulisan panduan ini? ... 2
1.3. Siapa saja pengguna panduan ini? ... 2
2. Bagaimana Cara Menyiapkan Bibit? ... 3
2.1. Bagaimana cara membangun persemaian? ... 3
2.1.1. Penentuan lokasi persemaian ... 3
2.1.2. Pembuatan bedengan ... 5
2.2. Bagaimana cara memperoleh benih? ... 7
2.3. Bagaimana cara menanam benih? ... 9
2.4. Bagaimana cara memelihara bibit di persemaian? ... 12
2.4.1. Pemeliharaan Bibit ... 12
2.4.2 Pengendalian hama dan penyakit ... 13
3. Bagaimana Cara Menanam Bibit di Lapangan? ... 15
3.1. Persiapan apa saja yang dilakukan? ... 15
3.1.1. Penentuan lokasi penanaman ... 15
3.1.2 Persiapan tenaga kerja dan pembagian tugas ... 17
3.1.4. Penentuan jenis tanaman ... 18
3.1.5. Penataan lokasi penanaman ... 19
3.2. Bagaimana cara mengangkut bibit ... 21
3.3. Kapan dan bagaimana cara menanam bibit di lapangan? ... 21
4. Bagaimana Cara Memelihara Bibit Setelah Ditanam di Lapangan? ... 24
5. Teknik Silvikultur Jenis ... 27
5.1. Tanaman Mangrove ... 27 5.1.1. Bakau ... 27 5.1.2. Tengal ... 35 5.1.3. Tanjang ... 38 5.1.4. Pedada ... 41 5.1.5. Nyiri ... 44 5.1.6. Api-api ... 47 5.2. Tanaman Pantai ... 50 5.2.1. Nyamplung ... 50 5.2.2. Cemara Laut ... 54 5.2.3. Ketapang ... 62 5.2.4. Waru Laut ... 65 5.2.5. Putat Laut ... 69 5.2.6. Bintaro ... 72
5.3. Penanaman Tanaman Serba Guna ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Persyaratan persemaian jenis mangrove dan
tanaman pantai ... 4
Tabel 2. Ciri-ciri buah/benih yang masak ... 8
Tabel 3. Teknik penyimpanan benih mangrove ... 9
Tabel 4. Cara menanam benih beberapa jenis tanaman ... 10
Tabel 5. Penyebab kerusakan bibit dan cara penanggulangannya ... 13
Tabel 6. Kriteria lokasi penanaman yang sesuai untuk tanaman mangrove dan tanaman pantai ... 17
Tabel 7. Kesesuaian jenis tanaman terhadap lokasi penanaman ... 19
Tabel 8. Penyebab kerusakan tanaman dan cara penanganannya ... 25
Tabel 9. Ciri-ciri buah bakau yang telah matang ... 29
Tabel 10. Ringkasan teknik budidaya beberapa jenis tanaman MPTS ... 78
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bedeng tabur dan Bak kecambah ... 5
Gambar 2. Bedeng sapih untuk bakau yang dinaungi sirap, dan bedeng untuk tanaman pantai yang dinaungi paranet ... 7
Gambar 4. Bibit yang masih dinaungi dan bibit yang telah
dibuka naungannya ... 12 Gambar 5. Lokasi yang sesuai untuk tanaman mangrove, hewan
indikator : Ikan glodok, bebas tritip ... 16 Gambar 6. Lokasi yang sesuai untuk tanaman pantai,
tumbuhan indikator : katang – katang atau galaran ... 16 Gambar 7. Persiapan kegiatan rehabilitasi melalui diskusi
kelompok ... 18 Gambar 8. Penandaan jarak tanam dengan menggunakan ajir ... 20 Gambar 9. Beberapa cara mengangkut bibit ... 21 Gambar 10. Penanaman bibit tanaman pantai; pembuatan lubang
tanam, pembuangan polibag, penananam bibit ... 22 Gambar 11. Penanaman bakau; pembuatan lubang tanam
dengan alat tugal, pembuangan polibag, penananam bibit ... 23 Gambar 12. Melindungi tanaman dengan pagar, bambu dan
tanaman pandan ... 26 Gambar 13. Bakau merah dan bakau minyak ... 27 Gambar 14. Bagian –bagian buah Bakau ... 28 Gambar 15. Ciri benih yang telah matang; terdapat tanda
semacam cincin berwarna kekuningan ... 29 Gambar 16. Perendaman propagul dengan air payau ... 30 Gambar 17. Pengikatan propagul R. mucronata agar tidak roboh ... 30 Gambar 18. Posisi menanam benih ; R. apiculata,
R. mucronata ... 31
Gambar 19. Penanaman bakau di pematang tambak ... 33 Gambar 20. Bentuk buah dan susunan daun Tengal ... 35
Gambar 21. Bagian-bagian buah Tengal ... 36
Gambar 22. Susunan daun, kelopak buah dan buah Tanjang ... 38
Gambar 23. Bagian-bagian buah Tanjang ... 38
Gambar 24. Posisi penyemaian benih Tanjang ... 39
Gambar 25. Buah dan susunan daun Pedada ... 41
Gambar 26. Bentuk dan ukuran biji Pedada ... 42
Gambar 27. Posisi penyemaian benih Pedada ... 42
Gambar 28. Buah dan susunan daun Nyiri ... 44
Gambar 29. Biji Nyiri yang sedang direndam dan bagian-bagian pada benih ... 45
Gambar 30. Posisi penyemaian benih Nyiri ... 45
Gambar 31. Bentuk buah dan susunan daun Api-api ... 47
Gambar 32. Bagian-bagian buah Api-api ... 47
Gambar 33. Posisi penyemaian benih Api-api ... 48
Gambar 34. Susunan daun, bunga dan buah Nyamplung ... 50
Gambar 35. Biji Nyamplung ... 51
Gambar 36. Biji Nyamplung yang telah berkecambah ... 51
Gambar 37. Susunan daun dan buah Cemara laut ... 54
Gambar 38. Buah Cemara laut dari muda hingga buah telah pecah ... 55
Gambar 39. Biji Cemara laut yang telah dikeluarkan dari buah ... 55
Gambar 40. Bibit Cemara laut yang telah siap tanam ... 58
Gambar 42. Bibit Cemara laut yang hanya diikat pada bagian bawah saja, bibit tegak berdiri karena diikat pada
2 titik ... 61
Gambar 43. Pemagaran bibit Cemara laut dengan kawat bronjong ... 61
Gambar 44. Susunan daun dan bentuk buah Ketapang ... 62
Gambar 45. Bibit Ketapang yang telah siap tanam ... 63
Gambar 46. Daun dan bunga Waru laut ... 65
Gambar 47. Cabang Waru laut untuk stek ... 66
Gambar 48. Pemberian hormon pertumbuhan dan penanaman stek Waru laut ke dalam media polibag ... 66
Gambar 49. Bibit Waru laut hasil stek yang telah siap tanam ... 67
Gambar 50. Buah, bunga dan daun Putat laut ... 69
Gambar 51. Potensi anakan alam Putat laut, penanaman anakan secara langsung di lapangan ... 71
Gambar 52. Bunga serta susunan daun dan bunga Bintaro ... 72
Gambar 53. Buah Bintaro yang terdampar di pantai ... 73
Gambar 54. Kecambah yang baru keluar dari buah Bintaro ... 74
Gambar 55. Bibit Bintaro yang telah siap tanam ... 75
Gambar 56. Potensi anakan alam Bintaro yang siap untuk dipindahkan ke lokasi penanaman ... 76
Gambar 57. Pohon Bintaro hasil penanaman melalui stek batang ... 76
Gambar 58. Kecambah Pandan, buah Jarak pagar, pohon Kuda-kuda, daun Juwet dan pohon Gamal ... 77
1. Mengapa Panduan Ini Dibuat?
1.1. APA LATAR BELAKANG PEMBUATAN PANDUAN INI?
Sebagian besar kawasan hutan pesisir di Indonesia telah mengalami kerusakan. Konversi/alih fungsi lahan (pada umumnya dijadikan lahan pertambakan), penebangan kayu (eksploitasi), dan kesalahan manajemen merupakan beberapa faktor utama penyebab kerusakan kawasan pesisir akibat ulah manusia. Sedangkan erosi pantai dan adanya badai, sebagai peristiwa alam, dapat pula menyebabkan tercabutnya vegetasi hutan pesisir.
Gempa bumi dan gelombang Tsunami di penghujung tahun 2004 telah menambah kawasan hutan pesisir yang rusak terutama di lokasi yang terkena dampak bencana seperti di pesisir utara, timur dan barat Aceh, P. Simeulue, P. Banyak dan P. Nias. Selain merusak ekosistem pantai, bencana ini juga menelan ratusan ribu korban jiwa serta merusak mata pencaharian dengan kerugian yang tidak ternilai harganya. Dalam sekejap, bencana ini telah melumpuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat di Propinsi NAD dan Nias.
Di daerah pantai yang miskin tutupan vegetasinya, terjangan gelombang tsunami mampu mencapai belasan kilometer ke daratan. Sedangkan pantai yang masih memiliki sabuk hijau (green belt), tingkat kerusakannya relatif lebih ringan. Hal ini menunjukan bahwa tutupan vegetasi di kawasan pesisir mampu mengurangi kerusakan karena terjangan gelombang Tsunami.
Pada lokasi yang rusak ringan, kondisi pantainya masih memiliki kemampuan untuk pulih secara alami. Namun sayang, hampir sebagian besar lokasi yang terkena tsunami mengalami rusak berat sehingga sangat sulit untuk pulih secara alami. Karena itulah, campur tangan manusia melalui kegiatan rehabilitasi pantai sangatlah diperlukan.
Sejauh ini, kegiatan rehabilitasi pantai masih sering berakhir dengan kegagalan. Beberapa faktor penyebab yang umum dijumpai antara lain: rendahnya kualitas bibit, tidak sesuainya lokasi penanaman, kesalahan memilih jenis tanaman, serta pelaksana yang kurang berpengalaman. Hal-hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai rehabilitasi pantai. Disamping itu, minimnya pengalaman, terutama bagi para perencana dan pelaksana kegiatan di lapangan, juga diyakini berdampak terhadap rendahnya keberhasilan rehabilitasi pantai. Melalui panduan ini, pembaca diharapkan dapat memahami konsep-konsep dasar dalam rehabilitasi pantai, mengetahui perbedaan antara jenis tanaman mangrove dan tanaman pantai, memahami teknik mempersiapkan bibit tanaman pantai yang berkualitas, serta mampu melaksanakan kegiatan rehabilitasi pantai secara benar dan utuh.
1.2. APA TUJUAN PENULISAN PANDUAN INI?
Tujuan penulisan panduan ini adalah sebagai berikut:
Memberikan informasi dan petunjuk praktis dalam mempersiapkan bibit, baik tanaman bakau maupun beberapa jenis tanaman pantai.
Menyediakan informasi yang memadai mengenai tata cara melakukan kegiatan rehabilitasi pantai, termasuk didalamnya pemilihan lokasi penanaman dan cara merawat tanaman.
Memberikan informasi mengenai teknik silvikultur beberapa jenis tanaman bakau dan tanaman pantai lainnya.
1.3. SIAPA SAJA PENGGUNA PANDUAN INI?
Penulis berharap buku ini dapat dijadikan acuan oleh kelompok masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerintah, Lembaga pendidikan, serta pihak lain yang terkait dalam kegiatan rehabilitasi pantai.
2. Bagaimana Cara Menyiapkan Bibit?
Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Apabila bibit yang digunakan berkualitas tinggi dan siap tanam, maka peluang keberhasilan tumbuh di lapangan akan tinggi. Sebaliknya, penggunaan bibit berkualitas rendah hanya akan menyebabkan kegagalan kegiatan rehabilitasi. Uraian dibawah ini adalah penjelasan mengenai tahapan umum dalam mempersiapkan bibit di persemaian.
2.1. BAGAIMANA CARA MEMBANGUN PERSEMAIAN?
Persemaian merupakan suatu unit yang dilengkapi sarana dan prasarana seperti bedeng tabur, bedeng sapih, gudang dll untuk mendukung kegiatan penyiapan bibit. Secara garis besar tahapan pembangunan fasilitas persemaian meliputi: penentuan lokasi dan pembuatan bedengan.
2.1.1. Penentuan lokasi persemaian
Cara membibitkan tanaman mangrove (misalnya bakau, api-api, pedada, tengal, dll) sangat berbeda dengan tanaman pantai lainnya (misalnya waru, ketapang, nyamplung, cemara, dll). Kedua jenis tanaman tersebut membutuhkan lingkungan dan persyaratan lokasi yang sangat berbeda. Persemaian mangrove membutuhkan lokasi basah yang terpengaruh pasang surut. Karenanya, persemaian mangrove dapat juga disebut sebagai persemaian pasang surut. Sedangkan untuk jenis tanaman pantai, lokasi yang sesuai adalah lokasi kering, tidak mengalami genangan. Oleh karena itu, persemaian ini juga dikenal sebagai persemaian darat (terrestrial
nursery). Tabel berikut ini menjelaskan persyaratan-persyaratan yang
Tabel 1. Persyaratan persemaian jenis mangrove dan tanaman pantai
* Air laut umumnya memiliki salinitas sekitar 35 ‰ atau 35 ppt.
Namun demikian, sarana dan prasarana yang melengkapi kedua jenis persemaian relatif sama (misalnya bedengan, naungan,gudang, dll).
Catatan:
Khusus untuk jenis api-api dan nyiri, lokasi persemaian diusahakan di areal yang pasang tertingginya tidak lebih dari tinggi polibag karena benihnya sangat mudah hanyut.
Kriteria (persemaian pasang-surut) Persemaian mangrove Persemaian tanaman pantai (persemaian darat) • Tempat yang rendah
• Topografi datar
• Bebas dari angin kencang • Dekat dengan lokasi penanaman • Lokasi mudah dijangkau • Dekat dengan tenaga kerja • Dekat dengan sumber media Pemilihan Lokasi
dan kondisi Persemaian
• Terkena pasang surut air laut
• Bebas dari gelombang secara langsung
• Tidak terkena pasang surut air laut
• Tapak relatif keras • Bebas dari banjir Sumber air • Air pasang surut
• Salinitas kurang dari 30 ‰ *
• Air tawar
• Berasal dari sungai atau sumur
Media yang dipakai • Lumpur, lumpur berpasir,
2.1.2 Pembuatan bedengan
Di suatu persemaian, umumnya terdapat dua jenis bedengan yaitu bedeng tabur dan bedeng sapih. Bedeng tabur berfungsi untuk mengecambahkan benih (terutama benih yang berukuran kecil), sedangkan bedeng sapih biasanya dipergunakan untuk menampung bibit sapihan dan bibit dipelihara hingga siap tanam.
a. Bedeng tabur
Bedeng tabur adalah suatu bedeng bersekat dengan ukuran tertentu, berisi media semai, diberi naungan dan digunakan untuk mengecambahkan benih terutama benih yang kecil seperti api-api dan nyiri. Posisi naungan diusahakan miring (tinggi 120-170 cm menghadap ke Timur dan tinggi 50-100 cm ke Barat). Untuk yang ukurannya sangat kecil (misalnya cemara), benih sebaiknya dikecambahkan pada bak kecambah.
Media yang digunakan untuk bedeng tabur dan bak kecambah umumnya berupa pasir atau tanah halus. Dengan media ini, semai akan mudah dicabut tanpa mengalami kerusakan akar pada saat penyapihan.
Keterangan:
Bedeng tabur pada umumnya berisi banyak semai. Oleh karena itu, setiap semai harus disapih (dipindahkan) ke dalam polibag yang berisi media pertumbuhan. Dengan demikian setiap semai akan mendapatkan media atau unsur hara yang cukup untuk mendukung pertumbuhannya. Semai yang siap disapih biasanya telah memiliki 3-5 lembar daun.
Gambar 1. Bedeng tabur (atas)
b. Bedeng Sapih
Bedeng sapih adalah bedeng bersekat, berukuran tertentu, yang difungsikan untuk menampung polibag yang berisi semai. Semai ini bisa berasal dari semai yang disapih dari bedeng tabur atau semai dari biji atau stek yang langsung ditanam dalam polibag. Di bedeng sapih inilah semai dipelihara dari kecil hingga siap tanam.
Idealnya, bedeng sapih dilengkapi dengan naungan dengan intensitas tertentu. Di pasaran, naungan ini sudah umum dijumpai dengan nama perdagangan paranet atau sarlon. Namun demikian, naungan dapat dibuat secara sederhana dengan memasang jalinan daun rumbia atau daun kelapa.
Secara umum bedeng sapih dibuat dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Berukuran 1m x 5 m memuat bibit sebanyak 1.200 bibit dengan ukuran polibag 10 x 15 cm. Bedeng dengan ukuran 1 m x 10 m akan dapat memuat 2.250 bibit (ukuran polibag 14 x 22 cm). Secara sederhana, pembatas (sekat) bedeng dapat menggunakan bambu atau tiang yang panjangnya disesuaikan dengan ukuran bedeng.
2. Menghadap ke arah timur (membujur ke arah selatan-utara) dengan maksud agar seluruh bibit di dalam bedeng mendapatkan sinar matahari pagi yang merata dan optimal. 3. Antar bedengan diberi jarak setengah hingga satu meter untuk
jalan inspeksi dan memudahkan penyiraman. 4. Pemberian naungan.
Khusus bagi semai yang baru disapih, naungan yang diberikan harus lebih berat karena sangat rentan terhadap sengatan sinar matahari. Apabila naungan yang ada di bedeng sapih adalah paranet, maka sebaiknya di beri naungan tambahan berupa atap rumbia, tepat diatas semai yang baru disapih. Setelah beberapa minggu, naungan rumbia ini diambil hingga tinggal paranetnya.
Gambar 2. Bedeng sapih untuk bakau yang dinaungi sirap (kiri), dan
bedeng untuk tanaman pantai yang dinaungi paranet (kanan).
Catatan:
Khusus untuk lokasi yang rawan terhadap gangguan ternak, persemaian sebaiknya dilengkapi dengan pagar. Dalam rangka memudahkan kegiatan di persemaian, pagar tersebut sebaiknya dilengkapi dengan pintu.
2.2 BAGAIMANA CARA MEMPEROLEH BENIH?
Benih sebaiknya dipanen dari pohon induk yang cukup umur dan sehat. Pohon induk yang sehat dicirikan oleh batang yang lurus, bentuk tajuk simetris, serta bebas dari hama/penyakit. Jenis tanaman pantai dan mangrove mempunyai musim berbuah yang berlainan. Jenis mangrove mempunyai musim berbuah yang serentak yaitu pada pertengahan sampai akhir tahun. Sedangkan untuk jenis tanaman pantai musim berbuahnya tidak serentak. Untuk mendapatkan benih yang baik, pengadaan benih sebaiknya dilakukan pada waktu puncak musim benih.
Ciri-ciri buah yang masak
Buah yang masak untuk setiap jenis tanaman memiliki ciri-ciri yang berlainan satu sama lain (lihat tabel 2 berikut ini).
Tabel 2. Ciri-ciri buah/benih yang masak
Cara pengunduhan
Pengunduhan buah dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain memanjat, mengumpulkan buah/benih dibawah pohon induk, atau dengan merontokkan buah dengan menggunakan galah.
No Jenis Ciri-ciri buah masak Musim berbuah Tanaman Mangrove
1 Bakau
(Rhizophora spp.) • Bakau merah R. mucronata: kotiledon berwarna kuning, panjang minimal hipokotil : 50 cm
• Bakau minyak R. apiculata : kotiledon berwarna merah kekuningan, panjang minimal hipokotil: 20 cm
September-Desember Desember - Maret
2 Tengal
(Ceriops tagal) Kotiledon telah tumbuh sepanjang 1-1,5 cm, panjang minimal hipokotil: 20 cm
Agustus 3 Tanjang
(Bruguiera
gymnorrhiza)
Kotiledon berwarna coklat kemerahan, panjang minimal hipokotil: 20 cm
Juli-Agustus 4 Pedada/Bogem
(Sonneratia alba) Diamater minimal buah : 40 mm, terapung di air September-Desember 5 Api-api
(Avicennia marina) Warna buah hijau kekuningan, berat 1,5 gr Januari Tanaman pantai
1 Nyamplung Warna buah kuning kecoklatan.
Diameter 2,5-4 cm. ----
2 Ketapang Berwarna hijau kekuningan ---
3 Cemara Berwarna hijau kekuningan dan
Cara penyimpanan benih
Untuk beberapa jenis mangrove (Rhizophora mucronata, R. apiculata,
Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhiza), penyimpanan propagul selama
5-10 hari sangat disarankan. Selain dapat mempercepat proses perkecambahan dan meningkatkan prosentase hidup tanaman, buah akan terhindar dari serangan hama ketam atau kepiting. Berdasarkan penelitian, penyimpanan buah bakau tidak boleh lebih dari 30 hari karena akan mengurangi daya tumbuhnya.
Tabel 3. Teknik penyimpanan benih mangrove
Berbeda dengan mangrove, benih tanaman pantai relatif lebih lama kehilangan daya kecambahnya. Dengan demikian, penyimpanan benih tanaman pantai dapat dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
2.3. BAGAIMANA CARA MENANAM BENIH?
Penyemaian pada bedeng/bak tabur
Benih yang berukuran kecil sebaiknya disemaikan di bedeng tabur baru kemudian disapih ke polibag. Bahkan untuk ukuran biji yang lebih kecil lagi (misalnya cemara), pengecambahan sebaiknya dilakukan di bak tabur.
No Jenis Teknik penyimpanan buah
1 Bakau Direndam dalam air payau dan disimpan ditempat teduh selama 5-10 hari
2 Tengal Direndam dalam air payau dan disimpan ditempat teduh selama 10 hari 3 Tanjang Direndam dalam air payau dan disimpan ditempat teduh selama 5 hari 4 Pedada/Bogem Direndam dalam air payau selama 5 hari dan ditempatkan ditempat yang
teduh
5 Api-api Direndam dalam air payau selama 5 hari dan ditempatkan ditempat yang teduh
Penyiraman harus dilakukan dengan hati-hati dengan menggunakan embrat/ gembor yang berlubang halus. Dengan demikian, siraman air yang keluar jauh lebih halus tanpa mengganggu posisi benih yang sedang dikecambahkan di dalam media.
Setelah tumbuh, kecambah dipindahkan kedalam polibag yang telah diisi media. Dalam penyapihan ini, pemindahan kecambah harus dilakukan secara hati-hari agar akar kecambah tidak rusak.
Penananaman ke polibag
Untuk benih yang berukuran sedang hingga besar (misalnya bakau, tancang, putat laut, ketapang, dan nyamplung), penanaman sebaiknya dilakukan secara langsung dalam polibag. Penanaman langsung ini dinilai lebih efektif dan efisien karena tidak memerlukan penyemaian pada bedeng tabur dan penyapihan.
Cara menanam benih pada media
Tabel dibawah ini adalah rangkuman teknik menanam beberapa jenis tanaman dari ukuran benih kecil hingga besar.
Tabel 4. Cara menanam benih beberapa jenis tanaman
No Jenis Cara menanam
Tanaman Mangrove
1 Bakau • R. mucronata: ditancapkan sedalam 7 cm • R. apiculata : ditancapkan sedalam 5 cm
Langsung ditanam di media polibag dan diletakkan di bedeng sapih 2 Tengal Ditancapkan sedalam 5 cm, langsung ditanam di media polibag dan
diletakkan di bedeng sapih
3 Tanjang Ditancapkan sedalam5 cm, angsung ditanam di media polibag dan diletakkan di bedeng sapih
4 Pedada/Bogem Ditancapkan hingga 1/3 bagian benih, dikecambahkan pada bedeng tabur.
Bisa juga secara langsung di tanam dalam media polibag yang diletakkan di bedeng sapih.
5 Api-api ½ bagian biji ditancapkan dalam media polibag. Bagian yang ditancapkan adalah bagian biji yang tumpul.
Media tanam
Untuk tanaman mangrove, media tanam yang dipergunakan adalah lumpur atau lumpur berpasir, diutamakan yang berasal dari sekitar pohon induk. Sedangkan untuk tanaman pantai, media tanam yang dipakai sebaiknya berupa campuran tanah dan pasir dengan perbandingan (3 : 1). Untuk menambah kesuburan media, penambahan pupuk kandang sangat disarankan (apabila tersedia).
Gambar 3. Kegiatan pengisian media.
Tabel 4 (lanjutan)
Tanaman pantai
1 Cemara Di letakkan secara mendatar pada media tabur, kemudian ditaburi serbuk gergaji atau tanah halus di atasnya.
2 Nyamplung ½ bagian biji ditancapkan dalam media polibag.
3 Putat laut ½ bagian buah dibenamkankan pada media polibag. Bagian buah yang dibenamkan adalah bagian yang tumpul.
Mengingat ukuran buah besar maka polibag yang dipakai harus berukuran lebih besar.
4 Ketapang 2/3 bagian buah dibenamkan dengan posisi mendatar dalam media polibag.
2.4. BAGAIMANA CARA MEMELIHARA BIBIT DI PERSEMAIAN? 2.4.1 Pemeliharaan Bibit
Bibit tanaman pantai
Selama di persemaian, bibit disiram secara teratur pada pagi dan sore hari. Penyiraman pada siang hari sebaiknya dihindarkan karena dapat menyebabkan bibit merana/stres, dimana salah satu gejalanya adalah daunnya menjadi keriting. Setelah beberapa bulan (3-4 bulan), penyiraman dan pemberian naungan sebaiknya dikurangi secara bertahap. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan bibit agar mampu tumbuh dan beradaptasi dengan kondisi sebenarnya di lokasi penanaman. Proses penyiapan bibit ini dikenal dengan istilah pengerasan (hardening off). Apabila akar bibit telah menembus tanah, maka pemotongan akar sebaiknya dilakukan.
Bibit mangrove
Persemaian bibit mangrove (khususnya Rhizophora spp., Ceriops spp., dan
Bruguiera spp.) biasanya terletak di lokasi yang terkena pasang surut. Dalam
kondisi demikian maka penyiraman tidak perlu dilakukan.
Walaupun tidak disiram, namun pemberian naungan tetap harus dilakukan, terutama dalam waktu 2 bulan pertama. Setelah itu, intensitas naungan sebaiknya dikurangi. Pengurangan intensitas naungan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan hingga bibit memiliki ketahanan untuk hidup di lokasi terbuka, sebagaimana kondisi sebenarnya di lapangan.
Gambar 4. Bibit yang masih dinaungi (sebelah kiri)
2.4.2 Pengendalian hama dan penyakit
Selain penyiraman dan pemberian naungan, pengendalian hama dan penyakit juga harus dilakukan. Tabel dibawah ini adalah beberapa jenis kerusakan tanaman yang umum dijumpai di persemaian serta cara pencegahan atau penanganannya.
Tabel 5. Penyebab kerusakan bibit dan cara penanggulangannya
Penyebab Kerusakan
Kerusakan yang
ditimbulkan Pencegahan dan Penanggulangan
Persemaian Mangrove
Kepiting/ketam Memakan buah bakau (propagul) terutama yang masih muda secara melingkar hingga putus.
Pencegahan:
Menyimpan buah selama 5 – 7 hari agar buah mengkerut dan aroma buah hilang. Dengan demikian, ketam/kepiting tidak akan tertarik dan tidak akan kuat menggigit benih. Menutup sekeliling bedeng dengan jaring plastik agar ketam tidak bisa masuk
Tritip/Limpet Menempel kuat sekali pada batang. Apabila serangan tritip hebat, bisa
menyebabkan kematian pada bibit.
Penanggulangan:
Lakukan pemberantasan secara manual. Tritip dikerik dari batang bakau, tampung di ember lalu buang yang jauh dari lokasi penanaman/persemaian.
Ulat Memakan daun. Bila serangan hebat, dapat menyebabkan kematian
Penanggulangan:
• Lakukan penyiraman pada daun dengan menggunakan air payau. • Pindahkan pada bedeng pasang surut. Dengan demikian, ulat akan terkena air saat air pasang.
Persemaian darat (untuk tanaman pantai)
Ternak (Kambing, sapi)
Memakan daun namun tidak sampai menyebabkan kematian
Membuat pagar disekeliling persemaian
Semut Memakan biji di bedeng atau bak tabur, terutama yang berukuran kecil (misalnya cemara)
Membuat genangan air di sekeliling persemaian agar semut tidak dapat masuk mencapai biji
Ulat Memakan daun/tunas
sehingga daun berlubang
Membunuh ulat secara manual, menyeprot dengan insektisida dengan jenis dan dosis yang tepat .
3. Bagaimana Cara Menanam Bibit di
Lapangan?
3.1 PERSIAPAN APA SAJA YANG DILAKUKAN?
Untuk mempermudah pelaksanaan penanaman di lapangan, perlu dilakukan suatu persiapan yang matang. Persiapan ini meliputi beberapa kegiatan antara lain penentuan dan penataan lokasi penanaman, penentuan jenis tanaman, persiapan tenaga kerja, pembagian tugas, serta persiapan alat dan bahan.
Rencana kerja dibuat dan diputuskan bersama oleh para pelaku rehabilitasi. Rencana kerja dapat ditampilkan dalam bentuk tabel yang mudah dimengerti dan memuat macam/jenis-jenis kegiatan, kapan dilaksanakan, oleh siapa dan dimana. Contoh tabel rencana kerja adalah sbb:
3.1.1 Penentuan lokasi penanaman
Lokasi penananaman yang sesuai adalah yang terletak dipinggir laut atau tepi sungai yang digunakan sebagai jalur hijau (green belt).
No Jenis Kegiatan Penanggung jawab Pelaksana/ pelaksanaan Tanggal Lokasi kegiatan 1 Penentuan lokasi tanam Seluruh/wakil
anggota kelompok 15 Juli 2006 Pantai Desa A 2 Persiapan tenaga kerja
dan pembagian tugas Seluruh/wakil anggota kelompok 20-22 Juli 2006 Sekteratriat kelompok 3 Penataan lokasi
penanaman Seluruh/wakil anggota kelompok 1-4 Agustus 2006 Pantai Desa A 4 Persiapan alat
pengangkutan bibit Seluruh/wakil anggota kelompok 8 Agustus 2006 Pantai Desa A 5 Pengangkutan bibit Seluruh anggota
kelompok 10-12 Agustus 2006 Persemaian-lokasi penanaman (Pantai Desa A)
6 Penanaman Seluruh anggota
kelompok 10-15 Agustus 2006 Lokasi penanaman di Pantai Desa A 7 Pemeliharaan pertama Seluruh anggota
kelompok 1-3 September 2006 Lokasi penanaman di Pantai Desa A 8 Pemeliharaan kedua Seluruh anggota
Untuk jenis tanaman mangrove, lokasi penanaman yang sesuai adalah areal yang berlumpur dan terkena pengaruh pasang surut air laut. Salah satu indikator biologis bahwa suatu lokasi sesuai untuk ditanami jenis mangrove adalah ditemukannya ikan glodok atau tembakul.
Gambar 5. Lokasi yang sesuai untuk tanaman mangrove (kiri),
hewan indikator: Ikan glodok (tengah), bebas tritip (kanan).
Sedangkan lokasi yang sesuai untuk jenis tanaman pantai adalah areal yang berada di sekitar pantai berpasir, terutama yang telah ditumbuhi oleh beberapa jenis tumbuhan menjalar, terutama galaran atau katang-katang
Ipomea pes-caprae.
Gambar 6. Lokasi yang sesuai untuk tanaman pantai (kiri), tumbuhan
Tabel 6. Kriteria lokasi penanaman yang sesuai untuk tanaman mangrove dan tanaman pantai
Sebelum penanaman dilakukan, koordinasi dengan pemerintah desa sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui status kepemilikan lahan dan rencana pembangunan ke depan di kawasan ini, sehingga tidak ada konflik di kemudian hari.
3.1.2 Persiapan tenaga kerja dan pembagian tugas
Pembagian tugas sebaiknya dilakukan oleh kelompok sesuai kesepakatan bersama. Untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan di lapangan, anggota-anggota yang terlibat dibagi menjadi beberapa kelompok misalnya kelompok pengangkutan bibit, pembuatan lubang, pembuatan dan pemasangan ajir. Selanjutnya, masing-masing anggota kelompok melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugasnya masing-masing (pengelompokannya).
Kriteria Lokasi yang sesuai untuk Mangrove Lokasi yang sesuai untuk tanaman Pantai
Kondisi tanah • Tanah berlumpur • Tanah berpasir Letak • Lokasi di dekat pantai yang
terkena pengaruh pasang surut • Di pesisir yang bebas dari pasang surut (Bebas dari air asin)
Salinitas • 7-15 ppt • Kering
Sumber air • Air payau • Air tawar - payau Indikator • Ditemukannya ikan
glodok/tembakul • Tidak ada hama moluska
(terutama tritip) di sekitar lokasi
• Ditumbuhi oleh galaran/katang-katang (bibit ditanam disela-sela katang-katang)
Lain-lain • Dekat dengan keberadaan para pekerja • Bebas dari hewan ternak dan hama lain
• Lahan berpasir ”terbuka” tidak layak ditanami, karena panas matahari yang disimpan oleh pasir akan membuat layu/mati bibit tanaman
Gambar 7. Persiapan kegiatan rehabilitasi melalui diskusi kelompok.
3.1.3 Persiapan alat dan bahan
Beberapa peralatan yang perlu dipersiapkan dalam kegiatan penanaman adalah sebagai berikut:
a. Gerobak sorong, pemikul, karung beras, atau alat lain yang dapat digunakan untuk mengangkut bibit ke lokasi tanam.
b. Cangkul atau tugal, keduanya digunakan untuk membuat lubang tanam.
c. Kompas digunakan untuk menentukan titik penanaman agar lurus. d. Tali tambang yang sudah diberi tanda untuk mengukur jarak tanam. e. Tali rafia digunakan untuk mengikat bibit pada ajir.
f. Parang digunakan untuk membersihkan sekitar lubang tanam.
3.1.4 Penentuan Jenis tanaman
Jenis tanaman harus disesuaikan dengan lokasi penanaman. Apabila lokasi penanaman adalah pantai berlumpur, maka jenis mangrove adalah pilihan yang tepat. Namun bila lokasi penanaman adalah pantai berpasir, maka yang harus dipilih adalah jenis tanaman pantai. Tabel 7 di bawah ini adalah rekomendasi kesesuaian beberapa jenis tanaman terhadap lokasi penanamannya.
Tabel 7. Kesesuaian jenis tanaman terhadap lokasi penanaman
3.1.5 Penataan lokasi penanaman
Setelah lokasi penanaman ditentukan, langkah selanjutnya adalah penataan batas, pengukuran dan penentuan jarak tanam. Bagi tanaman mangrove,
Jenis Kondisi tanah Lokasi penanaman Suplai air Salinitas
Tanaman Mangrove
Bakau Berlumpur sedang hingga dalam
Kanan kiri pematang tambak, pinggir sungai, Pantai berlumpur
Pasang surut nyata
Sedang
Tengal Berlumpur sedang
hingga tipis Pantai berlumpur
Pasang surut
nyata Sedang
Tanjang Berlumpur sedang, tanah berlumpur tipis
Dekat dengan sungai Pasang surut nyata, namun suplai air tawar lebih
dipentingkan
Rendah
Pedada/
Bogem Pasir berlumpur, tanah berlumpur tipis
Tepi laut, di sepanjang sungai yang dekat dengan muara
Pasang surut
nyata Sedang
Api-api Pasir berlumpur Tepi laut Selalu terendam air asin Tinggi
Tanaman pantai
Cemara Tanah berpasir Pantai berpasir yang telah ditumbuhi galaran/katang-katang
Tanah Kering -
Nyamplung Tanah berpasir Di belakang pantai
berpasir Tanah Kering - Putat laut Tanah berpasir Di belakang pantai
berpasir Tanah Kering - Ketapang Tanah berpasir Di belakang pantai
berpasir Tanah Kering - Putat Tanah berpasir Di belakang pantai
berpasir
Tanah kering - Waru laut Tanah berpasir Pantai berpasir hingga
jarak tanam yang ideal untuk keperluan rehabilitasi adalah 1 m x 1 m atau 1 m x 2 m. Sedangkan untuk keperluan produksi, jarak tanam yang dianjurkan adalah 2 m x 2 m atau 3 m x 3 m.
Bagi tanaman pantai yang bertajuk lebar (seperti putat laut, nyamplung dan ketapang), jarak tanam yang dianjurkan adalah 5 m x 5 m. Sedangkan untuk jenis tanaman yang bertajuk kecil, jarak tanamnya 3 m x 3 m atau 4 m x 4 m.
Untuk memudahkan pelaksanaan penanaman, maka setiap titik tanam sebaiknya diberi ajir. Selain sebagai penanda lubang tanam, ajir ini akan digunakan untuk mengikat bibit agar berdiri kokoh sehingga tahan terhadap terpaan angin atau arus air. Umumnya, panjang ajir adalah 100-150 cm, dibuat dari bambu yang dibelah, dan bagian ujungnya dicat sebagai tanda.
3.2 BAGAIMANA CARA MENGANGKUT BIBIT?
Dari persemaian, bibit dipindahkan ke lokasi penanaman dengan menggunakan alat angkut misalnya mobil bak, gerobak sorong, perahu atau alat angkut lainnya. Pemilihan alat angkut sangat tergantung pada tingkat kemudahan menjangkau lokasi penanaman dengan mempertimbangkan jarak antara lokasi penanaman dengan persemaian. Untuk menghindarkan guncangan yang berlebihan selama pengangkutan, bibit sebaiknya di atur terlebih dahulu sehingga tahan terhadap guncangan.
Gambar 9. Beberapa cara mengangkut bibit.
Setelah sampai di lokasi penanaman, bibit sebaiknya tidak langsung ditanam. Bibit tersebut sebaiknya diberi naungan dengan terpal dan disiram seperlunya agar pulih dari stres karena proses pengangkutan. Apabila kondisi bibit telah pulih, maka bibit tersebut dapat ditanam dilapangan.
3.3 KAPAN DAN BAGAIMANA CARA MENANAM BIBIT DI
LAPANGAN?
Tanaman Pantai
Untuk jenis tanaman pantai, penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan, terutama pada pagi atau sore hari. Secara umum, tahapan dalam pelaksanaan penanamannya adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan lubang tanam dengan ukuran lebar mata cangkul. b. Merobek polibag secara hati-hati agar media tidak hancur dan akar
tidak rusak. Apabila media lumpur kompak, polibag dapat dengan mudah dilepaskan tanpa merobek, melainkan menariknya secara pelan-pelan. [catatan: semua polibag dikumpulkan lalu dibuang di tempat sampah].
c. Bibit dimasukkan dalam lubang dan ditimbun tanah bekas galian. d. Kemudian bibit diikat ajir menggunakan tali rafia. Apabila angin yang
bertiup di sekitar lokasi penanaman keras, pengikatan sebaiknya dilakukan di dua titik.
Gambar 10. Penanaman bibit tanaman pantai; Pembuatan lubang tanam
(kiri), melepaskan polibag (tengah), penananam bibit (kanan).
Tanaman mangrove
Sedangkan untuk tanaman mangrove, pelaksanaan penanaman tidak tergantung dengan musim. Namun demikian, penanaman sebaiknya dilakukan pada saat air laut surut agar bibit mudah sampai ke lokasi tanam. Teknik penanaman jenis mangrove jauh lebih sederhana yaitu:
b. Membuka polibag
Karena medianya tanah berlumpur yang selalu basah, maka polibag akan mudah di tarik tanpa merusak media dan bibit. [catatan: sampah polibag dikumpulkan lalu dibuang ke tempat sampah]
c. Meletakkan bibit pada lubang tanam yang telah dibuat dan menutupnya kembali dengan lumpur.
d. Mengikat bibit pada ajir.
Gambar 11. Penanaman bakau; pembuatan lubang tanam dengan alat
tugal (kiri atas), melepaskan polibag (kanan atas), penananam bibit (bawah).
4. Bagaimana Cara Memelihara Bibit
Setelah Ditanam di Lapangan?
Pemeliharaan bertujuan untuk merawat tanaman setelah ditanam agar keberhasilan tumbuh di lapangannya tinggi. Umumnya, kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, penyulaman, pengendalian/ pemberantasan hama dan penyakit serta mempertahankan tegaknya tanaman.
1. Penyiraman
Untuk tanaman pantai, penyiraman sangat diperlukan, terutama bagi bibit yang baru ditanam. Setelah tanaman pulih dan stabil, penyiraman tidak perlu lagi dilakukan.
Untuk tanaman mangrove, penyiraman tidak perlu dilakukan mengingat lokasi penanaman yang selalu tergenang secara berkala. 2. Penyulaman
Penyulaman adalah kegiatan mengganti tanaman yang mati dengan bibit baru yang sehat dan diusahakan seumur. Dengan penyulaman ini maka prosentase tumbuh di lapangan akan meningkat.
3. Pembersihan gulma dan sampah
Setelah ditanam di lapangan, tanaman seringkali terganggu oleh ilalang atau tanaman liar lain yang tumbuh di sekitar tanaman. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu maka perlu dilakukan pembersihan gulma secara teratur. Kegiatan ini tidak perlu lagi dilakukan apabila tanaman lebih tinggi dari ilalang. Kegiatan ini dilakukan dengan cara membabat tanaman liar di sekitar tanaman utama.
Tanaman mangrove seringkali terlilit oleh sampah, baik plastik maupun bahan organik yang kemudian menghambat pertumbuhannya. Apabila hal ini terjadi maka pembersihan sampah tersebut harus segera dilakukan.
4. Pengendalian hama dan penyakit
Tritip, jamur, dan kepiting adalah hama yang seringkali menyerang tanaman mangrove. Sementara bagi tanaman pantai, ternak merupakan ancaman yang serius yang perlu dikendalikan. Berikut ini adalah identifikasi kerusakan serta pengendalian hama dan penyakit.
Tabel 8. Penyebab kerusakan tanaman dan cara penanganannya
Penyebab
Kerusakan Identifikasi Kerusakan Cara Pencegahan dan Penanggulangan
Tanaman pantai
Ternak (kerbau, kambing, sapi)
Dalam jumlah besar, ternak akan merusak tanaman bila melewati lokasi penanaman. Selain memakan daun, ternak juga sering mencabut tanaman.
• Memagari tanaman dengan kawat bronjong. Selain kawat, bambu dan pandan dapat digunakan untuk melindungi bibit dari serangan ternak. • Mengandangkan ternak sehingga tidak
berkeliaran di lokasi penanaman. kerbau dikandangkan.
• Memindahkan lokasi penanaman di lokasi yang bebas dari gangguan kerbau.
Angin kencang Tanaman rebah/patah/
tercerabut dari substrat • Beri tiang penyangga yang kuat dan/atau ikat batang tanaman pada tiang penyangga.
Tanaman mangrove
Kutu loncat Menyerang daun Menyiram daun secara teratur dengan air payau
Tritip Melekat dan menyerang
batang/akar dan merusak kulit, terutama untuk jenis Rhizophora
spp.
Membersihkan tritip dari batang secara manual
Mengamati pertumbuhan tritip di sekitar tanaman yang sudah ada, kalau ada serangan banyak maka penanaman ditunda sementara untuk melihat musim kurangnya populasi tritip
Gambar 12. Melindungi tanaman dengan pagar kawat, bambu dan
tanaman pandan.
5. Mempertahankan tegakan tanaman
Arus pasang yang kuat di lokasi penanaman dapat menyebabkan tanaman bakau menjadi miring atau bahkan roboh. Untuk mengantisipasinya, bibit sebaiknya diikat pada ajir agar tahan terhadap arus air.
Pengikatan pada ajir juga sangat disarankan untuk tanaman pantai (seperti Cemara laut) mengingat angin yang bertiup di pantai biasanya kencang. Apabila tidak diikat, maka tanaman dikuatirkan akan roboh/ patah atau bahkan tercerabut dari substratnya karena tiupan angin kencang. Untuk jenis tanaman yang batangnya lentur (misalnya cemara), pengikatan disarankan dilakukan pada dua titik yaitu pada bagian tengah dan atas tanaman dan diberi tonggak penyangga yang kuat.
5. Teknik Silvikultur Jenis
Setiap jenis tanaman memerlukan penanganan yang berlainan, baik dalam mempersiapkan bibit, penanaman dan pemeliharaannya. Uraian berikut ini menggambarkan secara singkat dan praktis mengenai teknik silvikultur beberapa jenis tanaman mangrove dan tanaman pantai.
5.1 TANAMAN MANGGROVE
5.1.1 Bakau
Gambar 13. Bakau merah dan bakau minyak.
(Sumber ilustrasi: Rusila Noor, Y. dkk. 1999. Panduan Pengenalan
Bakau Merah
(Rhizophora mucronata) A. Habitus
B. Daun dan bunga C. Buah (berukuran besar)
Bakau Minyak
(Rhizophora apiculata) A. Habitus
B. Daun dan bunga
1. Pengadaan Bibit
Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit bakau sebaiknya menggunakan benih yang berasal dari buah yang telah masak. Secara umum, teknik pembibitan semua jenis bakau (Rhizophora spp.) relatif sama. Perbedaannya hanya terletak pada tingkat kematangan buah masing-masing jenis serta lamanya penyimpanan benih.
Sebelum melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus dilakukan terlebih dahulu (lihat gambar).
Gambar 14. Bagian–bagian buah Bakau.
Berikut ini adalah uraian mengenai tahapan kegiatan pembibitan Rhizophora
apiculata dan R.mucronata.
a. Pengadaan benih
Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang dan diambil dari pohon induk yang telah berumur 10 tahun atau lebih. Pemanenan buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan tongkat galah berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambil buah yang telah jatuh dengan sendirinya di bawah pohon induk. Buah yang dipilih sebaiknya sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun.
Terdapat perbedaan dalam hal ciri kematangan benih antara Rhizophora
Tabel 9. Ciri-ciri buah bakau yang telah matang
Gambar 15. Ciri benih yang telah matang; terdapat tanda
seperti cincin berwarna kekuningan.
Untuk mendapatkan benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan pencucian. Mengingat bagian yang akan ditanam hanyalah hipokotilnya saja, buah harus dilepaskan dari hipokotil/propagul.
b. Penyimpanan benih
Benih yang terkumpul diikat dengan tali (per ikat : 70-100 buah), diletakkan pada ember yang berisi air payau dan diletakkan di tempat yang teduh dengan posisi horisontal. Lama penyimpanan sebaiknya
Ciri-ciri R. mucronata R. apiculata
Panjang hipokotil + 50 cm + 20 cm, dengan diameter + 15 mm
Kotiledon Berwarna kuning, berbentuk
seperti cincin melingkar 2 cm Berwarna hijau kekuningan berbentuk seperti cincin melingkar
kurang dari 10 hari untuk R. Mucronata dan 5 hari untuk R. Apiculata. Penyimpanan dimaksudkan untuk menghilangkan aroma segar dan membuat benih berkerut. Dengan kondisi demikian maka kepiting/ketam tidak mau memakannya.
Gambar 16. Perendaman propagul
dengan air payau.
c. Penyemaian
R. mucronata
Media tanam yang baik adalah tanah berlumpur, terutama yang berasal di sekitar tegakan bakau. Propagul ditancapkan ke dalam media sedalam 7 cm, dimana bagian radikula-nya (cakar ayam) yang menancap ke media. Mengingat ukurannya yang panjang maka setiap 4-6 buah diikat menjadi satu agar tidak roboh.
Gambar 17. Pengikatan propagul
R. mucronata agar tidak roboh.
R. apiculata
Media yang digunakan dalam penyemaian berasal dari tanah berlumpur yang diambilkan dari sekitar pohon induk. Benih disemaikan masing-masing satu buah dalam satu polibag. Teknik pananamannya sama dengan R. mucronata, namum benih R. apiculata hanya ditancapkan sedalam 5 cm pada media.
Gambar 18. Posisi menanam benih; R. apiculata (kiri), R. mucronata (kanan). Catatan: Benih yang ditanam tersebut hanya bagian hipokotilnya saja,
buahnya dilepas.
d. Pemeliharaan bibit
Penyiraman
Apabila air pasang mencapai persemaian maka penyiraman tidak perlu dilakukan karena bibit akan tergenangi secara alami. Namun jika air pasang tidak mencapai persemaian maka penyiraman sebaiknya dilakukan dengan menggunakan air payau dari sumber terdekat pada pagi dan sore hari.
Pemberian naungan
Bedeng persemaian sebaiknya diberi naungan dengan intensitas sebesar 50% dengan lama pemberian naungan sekitar 3–4 bulan. Kemudian naungan dibuka dan dibiarkan selama 1 bulan untuk adaptasi bibit sebelum ditanam.
Sebaiknya akar tidak sampai keluar dari polibag dan menembus ke dalam tanah. Apabila hal ini terjadi maka akar bibit akan terputus/ rusak pada saat bibit dibongkar. Hal ini akan mempengaruhi
pertumbuhan bibit di lapangan. Untuk mengantisipasi hal ini biasanya dipasang plastik di dasar bedengan.
Setiap hari, persemaian harus diawasi. Apabila dijumpai kepiting yang masuk bedeng, maka harus segera dibuang agar tidak menggangu bibit.
e. Kriteria Bibit Siap Tanam
R. mucronata
Bibit yang telah siap tanam harus memenuhi kriteria tertentu yaitu tinggi minimal bibit 55 cm dengan jumlah daun 4-6 helai.
R. apiculata
Bibit yang telah siap tanam harus memenuhi kriteria tertentu yaitu tinggi minimal bibit 30 cm dengan jumlah daun 4 helai.
Untuk memperoleh bibit bakau yang siap tanam, diperlukan waktu 4-5 bulan.
2. Pengangkutan
Umumnya, pengangkutan dilakukan dua kali yaitu 1) dari persemaian ke penampungan sementara dan 2) dari tempat penampungan sementara ke lokasi penanaman.
Pengangkutan dari persemaian ke penampungan sementara biasanya dilakukan dengan menggunakan gerobak sorong atau mobil bak. Apabila lokasi penanaman terletak jauh di lokasi yang berair, pengangkutan bibit dapat menggunakan perahu. Tempat penampungan sementara harus berada di dekat lokasi penanaman.
Untuk membawa bibit dari tempat penampungan sementara ke lokasi penanaman biasanya dilakukan dengan menggunakan bak tarik (berupa ember atau bak plastik/kayu yang didesain khusus) atau dengan cara dipikul. Cara ini sangat memungkinkan dilakukan mengingat lokasi penanaman yang biasanya di daerah berlumpur.
3. Penanaman
Selain dengan cara disemaikan terlebih dahulu di bedeng persemaian, benih bakau yang telah disimpan 5-10 hari juga dapat ditanam secara langsung di lapangan. Dalam satu titik, benih dapat ditanam rangkap 2. Penanaman langsung ini disarankan apabila waktu penanaman bersamaan dengan musim berbuah puncak.
Namun bila waktu penanaman tidak bersamaan dengan musim berbuah, maka penanaman bakau sebaiknya menggunakan bibit yang ada dipersemaian.
Lokasi yang tepat untuk ditanami bakau adalah daerah berlumpur yang terletak di pinggir pantai, hamparan atau sepanjang tepi sungai. Selain itu, lokasi penanaman sebaiknya terkena pengaruh pasang surut air laut. Penanaman bakau juga disarankan dilakukan di sepanjang pematang tambak dan sebagian di dalam tambak dengan menggunakan pola ”silvofishery”. Penanaman bakau di pematang tambak, selain menciptakan suasana teduh, akar bakau juga dapat memegang tanggul/pematang tambak sehingga tidak mudah runtuh/longsor.
Gambar 19. Penanaman
bakau di pematang tambak.
Jarak tanam yang sesuai untuk rehabilitasi lahan adalah 1 m x 1 m atau 2 m x 1 m. Apabila ditanam di pinggir tambak, jarak tanamnya sebaiknya lebih rapat yaitu 50 cm. Untuk keperluan produksi, jarak tanam yang dipakai berkisar 2 m x 2 m atau 3 m x 3 m. Setelah ditanam, benih atau bibit bakau sebaiknya diikat pada ajir. [Ilustrasi di belakang halaman ini yang berjudul “Bangunlah Tambak Ramah Lingkungan” menjelaskan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan mempertahankan kondisi hijau (melalui penanaman bakau) di dalam dan di atas pematang tambak, demikian pula di tepi pantai dekat tambak.]
5.1.2 Tengal
Nama Ilmiah: Ceriops tagal
Gambar 20. Bentuk buah dan susunan daun Tengal.
1. Pengadaan Bibit
a. Pengadaan benih
Benih yang dipanen sebaiknya yang sudah matang, berasal dari pohon induk yang berumur 5 tahun atau lebih. Benih yang telah matang berwarna hijau kecoklatan dengan panjang hipokotil 20 cm dan berdiameter 8–12 mm. Kotiledon berwarna coklat kekuningan dengan panjang 1 cm dan hipokotil berwarna hijau kecoklatan. Teknik pemanenan benih relatif sama dengan pemanenan benih bakau (Rhizophora spp.). Tidak seluruh bagian buah Tengal ditanam ke dalam media, melainkan hanya bagian hipokotilnya. Oleh karena itu, buah harus dilepaskan dari hipokotil pada saat pencucian.
Gambar 21. Bagian-bagian buah
Tengal.
Musim panen benih Tengal biasanya berlangsung pada bulan Agustus sampai September.
b. Penyimpanan benih
Benih sebaiknya disimpan selama kurang dari 10 hari dengan maksud agar aroma segar benih hilang dan hipokotilnya menjadi mengkerut. Dengan demikian maka kepiting atau ketam tidak akan tertarik lagi memakannya.
c. Penyemaian
Media yang dipakai untuk membibitkan Tengal sebaiknya tanah berlumpur, terutama yang diambil di sekitar pohon induk. Benih disemaikan masing-masing satu buah dalam setiap polibag. Cara penanaman benih Tengal sangat sederhana yaitu dengan cara menancapkan hipokotil sedalam 5 cm ke dalam media (bagian radikula menancap pada media).
d. Pemeliharaan
Penyiraman
Apabila persemaian terpengaruh pasang surut, maka penyiraman tidak perlu dilakukan. Namun jika persemaian tidak terkena pasang maka penyiraman dilakukan menggunakan air payau sehari dua kali (pagi dan sore hari).
Pemberian naungan
Bibit sebaiknya diletakkan dalam persemaian yang memiliki naungan dengan intensitas 50 % selama 3-4 bulan. Setelah itu, naungan dibuka dan dibiarkan selama kurang lebih bulan untuk proses aklimatisasi sebelum ditanam.
Setiap hari, persemaian harus diawasi. Apabila dijumpai kepiting yang masuk bedeng, maka harus segera dibuang agar tidak menggangu bibit.
e. Kriteria Bibit Siap Tanam
Bibit tanaman yang siap tanam mempunyai kriteria tinggi bibit minimal 20 cm dengan jumlah daun 4 helai. Sebaiknya akar bibit tidak sampai menembus polibag. Biasanya, bibit Tengal akan siap tanam setelah dipelihara di persemaian selama 6-7 bulan di persemaian.
2. Pengangkutan
Teknik pengangkutannya tidak jauh berbeda dengan teknik pengangkutan sebelumnya (Rhizophora spp).
3. Penanaman
Lokasi penanaman yang ideal adalah areal yang berlumpur sedang hingga tipis yang terkena pengaruh pasang-surut air laut secara langsung. Untuk keperluan rehabilitasi dan perlindungan pantai, jarak tanam yang disarankan adalah 1 m x 1 m. Penanaman tengal juga disarankan untuk memperkaya tegakan mangrove yang telah ada. Untuk keperluan ini, penanamannya
5.1.3 Tanjang
Nama Ilmiah: Bruguiera gymnorhiza
Gambar 22. Susuan daun, kelopak buah (kiri) dan buah Tanjang (kanan).
1. Pengadaan Bibit
a. Pengadaan benih
Benih yang matang berwarna merah kecoklatan dengan panjang hipokotil sekitar 12–20 cm dan berdiameter 1,5–2 cm. Buah sebaiknya dikumpukan secara langsung dengan cara memanjat pohon. Jika menggunakan galah dikhawatirkan buah/benih akan rusak. Khusus untuk jenis ini, kelopak buah jangan sampai dilepas dengan paksa karena akan merusak tunas.
Gambar 23. Bagian-bagian buah Tanjang.
b. Penyimpanan benih sementara
Penyimpanan sementara dilakukan dengan cara merendam benih selama kurang dari 7 hari di dalam ember yang berisi air payau. Sama dengan pada Rhizophora spp., perendaman ini dimaksudkan untuk menghindari serangan hama kepiting dan ketam.
Khusus untuk jenis ini, kelopak buah tidak perlu dilepaskan karena akan lepas sendiri selama masa perendaman.
c. Penyemaian benih
Media yang digunakan sama dengan media yang dipakai jenis sebelumnya (Rhizophora spp dan Ceriops spp.). Benih ditancapkan dalam polibag sedalam 5 cm dengan posisi radikula menancap pada media.
Catatan:
Di beberapa daerah, benih tanjang langsung di tanam di lokasi penanaman. Dalam hal ini, benih harus ditanam beserta dengan kelopaknya.
d. Pemeliharaan
Penyiraman
Relatif sama dengan teknik penyiraman jenis sebelumnya.
Pemberian naungan
Bedeng persemaian diberi naungan sehingga intensitas sebesar 50% dengan lama pemberian naungan sekitar 2–3 bulan. Kemudian naungan dibuka dan dibiarkan selama 1 bulan untuk aklimatisasi sebelum ditanam.
Pencegahan terhadap serangan hama ketam atau kepiting harus dilakukan secara terus menerus.
e. Kriteria Bibit Siap Tanam
Bibit tanaman yang sudah siap tanam mempunyai kriteria tinggi bibit 30 cm dengan jumlah daun 4-6 helai. Waktu yang dibutuhkan untuk membibitkan tanjang hingga siap tanam adalah 4-5 bulan.
2. Pengangkutan
Relatif sama dengan teknik pengangkutan jenis sebelumnya.
3. Penanaman
Lokasi penanaman yang sesuai adalah pada areal berlumpur tipis yang terletak di dekat sungai. Hal ini sangat penting, mengingat jenis ini sangat memerlukan suplai air sungai secara kontinyu. Untuk keperluan rehabilitasi dan perlindungan pantai, jarak tanam sebaiknya dibuat rapat yaitu 1 m x 1 m.
5.1.4 Pedada
Nama Ilmiah: Sonneratia alba
Gambar 25. Buah dan susunan daun Pedada.
1. Pengadaan Bibit
a. Pengadaan benih
Pengadaan buah
Buah yang matang umumnya berdiameter 35-40 mm. Buah yang telah matang tersebut akan terlepas dari kelopaknya dan jatuh ke tanah dengan sendirinya. Setelah terkumpul, buah diletakkan dalam wadah, dibersihkan, dan diseleksi.
Untuk jenis Pedada, musim berbuah umumnya berlangsung pada bulan April-Juni dan September-Desember.
Penanganan benih
Buah yang sudah diseleksi selanjutnya direndam dalam air bersih dan aduk hingga bijinya terlepas dari daging buah. Selanjutnya, biji
diambil dan dibilas dengan air agar biji benar-benar bersih. Pengambilan biji ini lebih mudah dilakukan dengan menggunakan saringan teh. Setelah diambil, biji kemudian diletakkan diatas koran atau kain agar kering.
Gambar 26. Bentuk dan ukuran biji Pedada.
Untuk merangsang perkecambahan, biji direndam lagi dalam air payau dan diletakkan dalam tempat yang teduh. Biasanya, biji akan mulai mengembang di hari kedua dan akar mulai terlihat pada hari kelima. Saat itulah, benih siap untuk disapih ke polibag.
b. Penyapihan
Media yang digunakan sebaiknya berupa tanah berlumpur. Apabila tersedia, pemberian pupuk kandang sangat disarankan. Selanjutnya, benih dimasukkan dalam lubang dengan posisi radikula terbenam pada media sedalam + 5 mm. Setiap polibag sebaiknya ditanam 2 biji.
Gambar 27. Posisi penyemaian benih
Pedada.
Benih Pedada berukuran kecil dan sangat mudah untuk hanyut. Oleh karena itu, bedeng sapih sebaiknya terletak pada lokasi yang genangannya ringan (tinggi air pasang tidak lebih dari tinggi polibag). Apabila persemaian tergenang berat, sebaiknya perlu dibuat bedeng sapih di lokasi lain yang lebih sesuai.
c. Pemeliharaan
Penyiraman
Apabila kondisi genangan sesuai dengan yang dikehendaki, penyiraman tidak mutlak dilakukan kecuali kondisi media kering. Namun bila bedeng sapih di buat di daerah yang kering maka penyiraman dua kali sehari harus dilakukan.
Pemberian naungan
Bedeng sapih sebaiknya diberi naungan dengan intensitas 50% dengan lama pemberian naungan sekitar 3-4 bulan. Setelah itu naungan dibuka secara bertahap selama 1-2 bulan untuk proses aklimatisasi.
Catatan:
Kecambah pedada sangat disenangi oleh kepiting dan ketam. Untuk mengantisipasi hal ini, pemasangan kawat bronjong di sekeliling bedeng sapih sebaiknya dilakukan.
d. Kriteria bibit siap tanam
Bibit tanaman yang siap tanam mempunyai kriteria tinggi minimal 15 cm dengan jumlah daun minimal 6 helai. Untuk mempersiapkan bibit dari biji hingga siap tanam diperlukan waktu antara 5-6 bulan.
2. Pengangkutan
Relatif sama dengan teknik pengangkutan jenis mangrove sebelumnya.
3. Penanaman
Lokasi penanaman yang sesuai adalah disekitar muara sungai dengan jenis tanah yang berlumpur. Untuk jenis ini, jarak tanam yang dianjurkan adalah 1 m x 1 m atau 2 m x 2 m.
5.1.5 Nyiri
Nama Ilmiah: Xylocarpus granatum
Gambar 28. Buah dan susunan daun Nyiri.
1. Pengadaan Bibit
a. Pengadaan buah
Musim berbuah Nyiri biasanya berlangsung pada pada bulan September–Desember. Buah yang telah matang berwarna hijau kecoklatan dan kulitnya mulai terlihat retak. Buah dapat diambil secara langsung di atas pohon atau dapat pula mengambil yang telah jatuh di tanah. Berat buah Nyiri dapat mencapai 1 kg. Setelah diambil, buah Nyiri selanjutnya direndam dalam air sampai biji-bijinya terlepas dari daging buahnya.
Biji-biji yang terlepas ini kemudian direndam kembali dalam ember berisi air payau selama 7 hari untuk mendapatkan biji-biji yang siap disemai (keluar calon akar).
Gambar 29. Biji Nyiri yang sedang direndam (kiri) dan
bagian-bagian pada benih (kanan).
b. Penyemaian
Penyemaian dilakukan dengan cara meletakkan biji pada media secara mendatar, dimana bagian radikula dibenamkan sedikit pada media. Radikula dengan mudah dapat dikenali saat perendaman karena hampir selalu menghadap ke bawah.
Gambar 30. Posisi penyemaian
benih Nyiri.
Media yang sesuai untuk Nyiri ini adalah tanah berlumpur dimana porsi tanahnya lebih besar daripada lumpurnya.
c. Pemeliharaan
Nyiri merupakan jenis mangrove yang secara alami hidup di zona belakang dengan substrat tanah berlumpur tipis dengan pola genangan ringan. Oleh karena itu, proses pembibitan harus disesuaikan dengan kondisi tersebut.
Pada masa-masa awal (1-2 bulan), pengecambahan dan pemeliharaan sebaiknya dilakukan di bedeng darat. Pada periode ini, penyiraman harus dilakukan rutin dua kali sehari. Pada bulan ke-3, bibit sebaiknya dipindahkan pada bedeng pasang-surut untuk penyesuaian genangan. Saat itu, penyiraman tidak perlu dilakukan. Selama dipelihara dikedua jenis bedeng, pemberian naungan dengan intensitas 50-70% harus dilakukan.
Proses aklimatiasi dengan cara membuka naungan secara bertahap dapat dilakukan pada bulan ke-4, hingga bibit tahan terhadap kondisi terbuka.
e. Kriteria Bibit Siap Tanam
Bibit tanaman yang sudah siap tanam harus memenuhi kriteria tertentu yaitu tinggi minimal bibit 40 cm dengan jumlah daun minimal 4 helai. Untuk mempersiapkan bibit Nyiri hingga siap tanam diperlukan waktu 5-6 bulan.
2. Pengangkutan
Relatif sama dengan teknik pengangkutan pada jenis mangrove sebelumnya.
3. Penanaman
Lokasi penanaman yang sesuai untuk Nyiri adalah di lokasi zona belakang formasi mangrove yang menjauhi arah laut (cenderung ke arah darat). Tanah berlumpur tipis dengan genangan ringan adalah kondisi yang paling sesuai untuk jenis ini.
Berbeda dengan jenis mangrove lainnya, ukuran batang dan tajuk Nyiri lebih besar. Oleh karena itu, jarak tanam yang disarankan adalah 3 m x 3 m atau 5 m x 5 m.
5.1.6 Api-api
Nama Ilmiah: Avicennia marina
Gambar 31. Bentuk buah dan susunan daun Api-api.
1. Pengadaan Bibit
a. Pengadaan benih
Buah yang diambil sebaiknya yang telah matang. Buah yang telah matang dapat dikenali dengan warna agak kekuning-kuningan dan kulit buahnya sedikit merekah. Selain itu, buah yang telah matang (dengan berat minimal 1,5 gr) sangat mudah dilepas dari kelopaknya. Musim berbuah Api-api umumnya berlangsung pada bulan Desember hingga Februari. Buah dapat diambil langsung sewaktu masih di pohon atau yang setelah jatuh dengan sendirinya ke tanah.
b. Penyemaian
Setelah diambil, buah dilepaskan dari kelopaknya dan kemudian direndam di ember yang berisikan air payau selama satu hari hingga terkelupas kulitnya. Apabila terdapat buah yang kulitnya masih belum terkelupas dengan sendirinya, pengupasan secara manual dapat dilakukan.
Selanjutnya, seleksi benih dilakukan dengan membuang buah yang rusak atau afkir. Buah-buah yang terpilih selanjutnya direndam kembali dengan air payau untuk mempercepat proses perkecambahan. Berdasarkan pengalaman, perendaman ini tidak boleh dilakukan lebih dari 6 hari.
Setelah direndam beberapa hari, benih disemaikan pada media di dalam polibag dengan cara menancapkan bagian yang tumpul sedalam 1/3 bagian.
Gambar 33. Posisi penyemaian benih
Api-api.
Untuk jenis Api-api, media yang dipakai sebaiknya tanah berlumpur.
c. Pemeliharaan bibit
Pada dua hingga tiga bulan pertama, pengecambahan dan pemeliharaan sebaiknya dilakukan di bedeng darat. Pada periode ini, penyiraman harus dilakukan rutin dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Setelah itu, bibit dipindahkan ke bedeng pasang-surut untuk penyesuaian genangan. Karena terpengaruh oleh pasang maka
penyiraman tidak perlu dilakukan lagi. Baik di bedeng darat maupun pasang surut, keduanya harus dinaungi dengan intensitas 50%. Pada saat yang sama, proses aklimatisasi dilakukan dengan cara membuka naungan secara bertahap hingga bibit tahan terhadap kondisi terbuka.
Mengingat benih Api-api sangat digemari oleh kepiting, maka setiap hari harus dilakukan pengamatan terhadap kemungkinan serangan hama tersebut. Bila perlu, bedeng sapih diberi pagar kawat bronjong.
d. Kriteria bibit siap tanam
Bibit yang siap tanam harus memiliki tinggi minimal 30 cm dan jumlah daun lebih dari 6 helai. Untuk mempersipkan bibit Api-api yang siap tanam, dibutuhkan waktu antara 5-6 bulan.
2. Pengangkutan
Teknik pengangkutannya relatif sama dengan jenis mangrove sebelumnya.
3. Penanaman
Mengingat jenis Api-api ini sangat tahan terhadap salinitas tinggi, maka lokasi penanaman yang sesuai untuk jenis ini adalah di lokasi yang berhadapan langsung dengan laut dan memiliki substrat pasir berlumpur tebal.
Jenis ini sangat potensial untuk dijadkan sebagai sabuk hijau. Oleh karenanya, jarak tanam yang sering digunakan relatif rapat yaitu 1 m x m atau 1 m x 2 m.
Untuk menghindari resiko kegagalan karena hempasan ombak, penanaman sebaiknya dilakukan dari arah belakang menuju ke depan (dari arah daratan ke lautan). Selain itu, pengikatan bibit pada ajir mutlak harus dilakukan.
5.2 TANAMAN PANTAI 5.2.1 Nyamplung
Nama Ilmiah : Calophyllum inophyllum
(di Semelue, Aceh, dikenal dengan sebutan Punago)
Gambar 34. Susunan daun, bunga dan dan buah Nyamplung.
1. Pengadaan bibit
Bibit Nyamplung sebaiknya disiapkan melalui biji. Selain pelaksanaan penyemaiannya relatif mudah, bijinya sangat mudah diperoleh disekitar pohon induk.
a. Pengunduhan buah
Buah Nyamplung berbentuk bulat seperti bola pingpong namun ukurannya jauh lebih kecil (berdiameter 2,5 - 4 cm). Buah yang diambil sebaiknya yang telah matang yaitu telah berwarna coklat kekuningan.
Untuk mendapatkan benih yang baik, buah yang diambil adalah buah yang jatuh dari pohon. Berdasarkan pengalaman, buah yang telah terkelupas daging buahnya lebih cepat berkecambah dibandingkan dengan buah yang masih utuh.
Pengumpulan benih menggunakan karung dan selanjutnya buah disimpan sebelum disemaikan.
b. Penyemaian
Buah Nyamplung memiliki kulit yang keras sehingga perlu diberi perlakuan tambahan untuk mempercepat perkecambahannya. Sebelum dikecambahkan, buah direndam dalam air selama 2 hari dan diangin-anginkan. Setelah kering, buah dipukul secara perlahan sampai kulit buahnya retak (jangan sampai biji di dalamnya rusak).
Gambar 35. Biji Nyamplung..
Biji selanjutnya dapat di tanam pada polibag dengan media campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 3. Biji ditanam dengan posisi horisontal dan dibenamkan hingga ½ bagian bijinya. Bila perlu, diatasnya ditaburi dengan pasir sehingga biji tidak terlihat. Selanjutnya, polbag ditempatkan di bedeng sapih yang diberi naungan berat.
Gambar 36. Biji Nyamplung