• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cakrawala Pedagogik Volume 3 Nomor 2 Oktober 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cakrawala Pedagogik Volume 3 Nomor 2 Oktober 2019"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Yayan dan Yeni 132

NILAI PENDIDIKAN PADA CERITA RAKYAT LEGENDA TANJUNG LESUNG SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

DI SEKOLAH DASAR

EDUCATION VALUE IN THE PEJUNG LESUNG LEGEND STORY AS A LEARNING MATERIAL FOR LITERATURE APPRECIATION LEARNING IN

ELEMENTARY SCHOOLS

1. Yayan Miftahul Iman 2. Yeni Sulaeman

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Syekh Manshur Pandeglang Banten

Surel: yayanmiftahul@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai didik yang terdapat pada cerita rakyat

Legenda Tanjung Lesung yang akan dijadikan sebagai bahan pembelajaran

Apresiasi Sastra pada siswa sekolah dasar. Metode yang digunakan adalah metode deskirptif kualitatif. Analisis cerita menggunkan teknik analisis isi (content analysis) dan langkah kerja analisis menggunakan teori Philip Mayaring. Data penelitian ini dikumpulkan melalui dokumen dan teknik validasi yang digunakan adalah triangulasi data dan sumber, metode dan teori dan berdasarkan hasil analisi nilai pendidikan menjunkan bahwa dalam cerita tersebut terdapat beberapa nilai pendidikan diantaranya, nilai moral, berupa sikap kebaikan dan ketidakbaikan yang muncul dari perilaku Raden Budug, nilai adat yang tercermin dari kebiasaan masyarakat sekitar salah satunya yakni memeainkan permaian tradisional ngagondang, nilai sejarah yakni terjadinya peristiwa sebuah wilayah bernama tanjung lesung yang berasal dari nama tanjung dan lesung.

Kata kunci: Nilai Didik, cerita rakyat

Abstrct

This study aims to determine the value of students contained in the folklore of the Legend of Tanjung Lesung which will be used as learning materials for Literary Appreciation in elementary school students. The method used is a qualitative descriptive method. Story analysis uses content analysis techniques and the working steps of the analysis use the theory of Philip Mayaring. The data of this study were collected through documents and validation techniques used were triangulation of data and sources, methods and theories and based on the results of the analysis of educational values showed that in the story there were several educational values including, moral values, in the form of kindness and unkindness that emerged from Raden's behavior Budug, a customary value reflected in the habits of the surrounding community, one of which is playing with the traditional game of Ngagondang, the historical value of the occurrence of an area called Tanjung Lesung which is derived from the name Tanjung and Lesung.

(2)

Yayan dan Yeni 133 PENDAHULUAN

Kegiatan mengapresiasi sebuah karya sastra lisan saat ini kurang banyak diminati oleh setiap orang, hal ini terbukti dengan ketidak tahuan masyarakat terhadap karya sastra lisan berupa cerita rakyat yang berkembang di daerahnya masing-masing, padahal di daerah-daerah khususnya di Kabupaten Pandeglang banyak sekali sastra lisan yang berkembang. Keberadaaan sasatra lisan seolah hanya menjadi mitos, dan dianggap sebuah cerita masa lalu yang tidak mengandung makna. Padahal disadari atau tidak dalam sebuah sastra lisan banyak sekali nilai-nilai yang terkandung di dalamnnya. Salah satu cerita rakyat yang sangat melegenda di Kabupaten Pandeglang yakni cerita rakyat legenda Tanjung Lesung. Cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung merupakan sebuah cerita yang berkembang dari mulut ke mulut, atau disebut juga sebagai tradisi lisan. Cerita rakyat ini termasuk pada genre cerita rakyat legenda. Cerita rakyat secara umum selalu menyimpan nilai-nilai kearifan yang terpendam di dalamnya sehingga perlu pemahaman bagi para pembaca karya sastra, dengan demikian makna yang terkandung di dalamnya

dapat dicerna dan ditangkap kebenarannya. Nilai-nilai yang tertuang berupa nilai pendidikan dan ajaran-ajaran moral mengenai kehidupan berupa etika, sopan santun yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup. Cerita rakyat merupakan salah satu tradisi lisan yang memiliki nilai-nilai budaya yang sudah dilupakan oleh masyarakat pada saat ini. Cerita rakyat saat ini hampir tidak dikenal lagi oleh anak-anak di Kabupaten Pandeglang. Sumber cerita yang berasal dari orang tua terdahulu yang sebagaian besar telah meninggal, belum tentu sempat diwariskan kepada anak cucunya. Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa ada penyampaian cerita dengan versi yang berbeda-beda dalam satu desa. Ini menandakan bahwa kegiatan mengapresiasi sebuah karya sastra khususnya sastra lisan semakin menurun. Maka melalui analisis nilai didik pada cerita rakyat Legenda

Tanjung Lesung dan pengenalan

kembali lewat penelitian ini diharapkan akan berdampak pada meningkatnya apresiasi masyarakat khsusunya siswa-siswai yang masih duduk di sekolah dasar untuk terus giat mencari tahu tentang budaya yang berekmabang di

(3)

Yayan dan Yeni 134 sekalilingnya khususnya cerita-cerita

rakyat yang berkembang di daerahnya Berdasarkan latar belakang di atas maka, rumusan dalam penelitian ini adalah, a) bagaimanakah nilai pendidikan yang terdapat pada cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung? b) bagaimanakah kebermanfaatan cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra yang baik pada siswa sekolah dasar?

KAJIAN TEORETIK

Cerita rakyat merupakan sebuah budaya yang diwariskan oleh nenek moyang pada keturunannya. Cerita rakyat umumnya menceritakan tentang berbagai sesuatu, misalnya terjadinya penamaan tempat, kejadian alam dan berbagai peristiwa penting di masa lalu yang sumber ceritanya dari mulut ke mulut. Cerita rakyat pada perkembangannya disebut juga dengan floklor. Menurut Dundes (dalam Danandjaja, 2007:1-2) menyatakan folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Sedangkan lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaan, yang diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat

pembantu pengingat. Ciri-ciri pengenal itu, antara lain, dapat berwujud warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata yang sama, bahasa yang sama, bentuk rambut yang sama, dll.

Sedangkan menurut Sugono (2008:169), kata folklor berasal dari kata

folk an lore. Folk diartikan rakyat

bangsa atau orang yang memiliki ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan. Sementara, lore adalah adat dan khazanah pengetahuan yang diwariskan turun temurun lewat tutur kata, melalui contoh, atau perbuatan. Untuk menjelaskan kata lain, secara umum folklore dapat diberi makna bagian kebudayaan yang tersebar turun temurun dengan cara lisan atau dalam bentuk perbuatan.

Dengan demikian, secara singkat folklor dapat dipahami sebagai bagian kebudayaan yang memiliki ciri-ciri dan jenis-jenis tertentu, dimiliki secara kolektif untuk diwariskan turun-temurun dalam kelompok masyarakat pemiliknya, baik secara lisan maupun perbuatan. Perkembangan folklor dalam kehidupan masyarakat pada zaman tertentu diwujudkan melalui usaha dan cara-cara dalam memahami dan menjelaskan realitas lingkungannya.

Sedangkan nilai-nilai pendidikan dalam sebuah karya sastra terbagai menjadi beberapa jenis diantaranya.

(4)

Yayan dan Yeni 135 Nilai moral adalah ajaran tentang baik

buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap, berkewajiban dan sebagainya. Moral dapat pula disebut dengan akhlak budi pekerti dan susila (Depdiknas, 2003:75). Moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Sementara itu Bertens (2007:7), berpendapat bahwa moral berarti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi sesorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku.

Nilai kedua adalah adat. Menurut Koentjaraningrat (1984: 10-11) Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan . Secara lengkap, wujud itu disebut adat tata kelakuan. Adat ini berfungsi sebagai pengatur kelakuan. Suatu contoh dari adat yang memiliki sosial budaya adalah gotong royong. Konsepsi bahwa hal itu bernilai tinggi ialah apabila manusia itu suka bekerja sama dengan sesamanya berdasarkan rasa solidaritas yang besar.

Nilai ketiga adalah nilai religi dan kepercayaan mengandung segala keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud dari alam gaib (supernatural); serta segala nilai, norma dan ajaran dari religi yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1984:145).

Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan.. Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal.

Nilai selanjutnya adalah nilai sejarah. Cerita rakyat merupakan tradisi lisan yang mengisahkan cerita-cerita masa silam. Hal itu karena pada dasarnya karya sastra merefleksikan kehidupan masyarakat. Sebagaiman yang dijelaskan oleh Sugono (2003:127), bahwa cerita rakyat dapat berperan sebagai penghubung kebudayaan masa silam dengan kebudayaan yang akan datang. Selain itu, karya sastra juga merupakan dokumen sosial (Herman J. Waluyo, 2002: 20). Jadi, naskah dan tradisi lisan

(5)

Yayan dan Yeni 136 warisan budaya leluhur bermanfaat

untuk mengenali perjalanan sejarah masyarakat lokal dan bangsa.

Terakhir adalah nilai kepahlawanan merupakan salah satu pesan pendidikan yang terdapat dalam sebuah cerita rakyat. Wujud kepahlawanan berupa mental atau sikap berani untuk mengorbankan harta benda dan jiwa raganya demi membela tanah kelahirannya atau negaranya, orang yang dihargai dan terkenal karena jasa-jasanya yang baik dan pengabdiannya dapat disebut sebagai

Pahlawan. Dari kata pahlawan

terbentuklah kata kepahlawanan yang berarti perihal sifat pahlawan, sifat-sifat yang berhubungan dengan keberanian seseorang. Seseorang disebut pahlawan manakala ia memiliki sikap-sikap seperti tersebut di atas. Dapat dikatakan bahwa seluruh hidupnya diabdikan untuk membela kebenaran dan demi nusa dan bangsa. METODOLOGI

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode. Metode ini digunakan karena bahan yang akan diteliti berupa cerita rakyat. Lebih lanjut Fraenkel dan Wallen (2007:430), menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mengharuskan peneliti mengkaji fenomena yang terjadi secara alamiah

dengan segala kompleksitasnya. Penelitian ini berusaha menggambarkan unsur-unsur atau bagian-bagian tertentu untuk memperoleh kesimpulan dengan kata-kata atau kalimat yang dibedakan menurut unsur-unsur atau bagian-bagian tertentu untuk memperoleh kesimpulan. Kemudian prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan instrument yang digunakan adalah peneliti sendiri bertindak sebagai instrumen penelitian. Adapun teknik analisi menggunakan conten analisi analisis isi teks langsung dengan menggunakan metode triangulasi. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dianalisis maka diperoleh beberapa nilai pendidikan yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di Sekolah Dasar. Nilai-nilai tersebut diantaranya adalah:

1. Nilai moral

Nilai moral berisi ajaran tentang kebaikan dan keburuakan Nurgiyantoro (2013: 321) menyatakan bahwa moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu sarana yang

(6)

Yayan dan Yeni 137 berhubungan dengan ajaran moral

tertentu yang bersifat praktis, yang dapat ditafsirkan dan diambil lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Dalam cerita rakyat Legenda

Tanjung Lesung terdapat nilai moral

yang berisi tentang sifat Raden Budug yang sangat angkuh dan sombong, hal ini tercermin manakala dia tidak mau menerima saran orang disekelilingnya yang menyatakan bahawa tidak boleh bermain ngagondang di hari Jumat. Tetapi Raden Budug tidak menghiraukan amanat tersebut dan pada akhirnya raden Budug terkena akibatnya. Seluruh badannya berubah menjadi seekor Lutung.

Anak-anak desa

berdatangan ke tempat Raden Budug bermain ngagondang..

Dalam pandangan mereka,

bukan Raden Budug yang

tengah bermain lesung

/ngagondang, melainkan seekor lutung. Raden Budug tidak menyadari jika dirinya telah berubah menjadi seekor lutung terus memainkan antan pada lesung. Kian bersemangat ia

bermain karena menyangka

anak-anak itu terpesona pada permainannya.

Nilai moral merupakan semua perilaku kebaikan dan keburukan. Nilai moral muncul dalam sebuah cerita biasanya digambarkan oleh tiap tokoh dalam cerita. Karakter yang dimunculkan oleh tiap tokoh adalah berupa sikap dan watak tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Perilaku baik dan sombong tergambar pada beberapa tokoh di atas. Perilaku angkuh dan sombong muncul dari sikap Raden Budug sedangkan perilaku baik muncul pada diri warsimah seorang gadis cantik yang dicintai oleh Raden Budug. Utami dkk, (2016:63) bahwa nilai moral berkaitan dengan ajaran tentang baik buruk (kesusilaan) manusia yang dapat dilihat dari pengetahuan, sikap (perasaan), perbuatan (tingkah laku) dalam memenuhi hak dan kewajibannya sebagai manusia. Semua sikap tersebut tercermin pada beberapa watak tokoh dalam cerita tersebut, perilaku baik dan buruk terlihat dari rangkaian peristiwa yang digambarkan oleh tiap tokoh, tahap awal cerita, pra konflik, konflik dan

(7)

Yayan dan Yeni 138 tahap penyelesaian semuanya

menggambarkan beberapa perilaku yang dimiliki oleh tiap tokoh.

2. Nilai adat

Nilai yang kedua yang muncul dalam cerita tersebut adalah nilai adat atau kebiasaan. Kebiasaan yang muncul dalam cerita tersebut adalah berupa kegiatan permainan Ngagondang, permainan ini biasa dilakukan oleh penduduk setempat.

“Ketika Raden Budug tiba

di sebuah desa kebetulan

permainan ngagondang tengah

dilakukan oleh orang-orang

sekitar. Raden Budug sangat tertarik ketika mendengarnya.”

Raden Budug sangat

menggemari permainan

ngagondang hingga ia serasa tidak mengenal waktu ketika

memainkannya bersama

warsimah. Setiap saat ia asyik ngagondang. Ia tetap nekat bermain meski ia di larang oleh wanita yang ia cintainya yaitu warsimah.

Menurut Koentjaraningrat (1984: 10-11) Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Secara lengkap, wujud itu disebut adat tata kelakuan. Adat ini berfungsi sebagai pengatur kelakuan.

Suatu contoh dari adat yang memiliki sosial budaya adalah gotong royong. Konsepsi bahwa hal itu bernilai tinggi ialah apabila manusia itu suka bekerja sama dengan sesamanya berdasarkan rasa solidaritas yang besar.

Adat merupakan sebuah kebiasaan yang sudah melakat pada masyarakat, dan sebagai contoh dari wujud adat adalah adanya sebuah kebiasaan gotong royong yang biasa dilakukakan oleh masyarakat. Salah satu contoh adat atau tradisi yang sampai saat ini masih bertahan di masyarakat adalah gotong royong. Tradisi ini dilatarbelakangi bahwa setiap manusia memerlukan kerja sama. Manusia memerlukan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

Dalam cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung terdapat beberapa nilai adat yang dapat diambil sebagai sebuah nilai didik. Adat tersebut berupa kebiasaan masyarakat pada saat itu

(8)

Yayan dan Yeni 139 salah satu contohnya adalah dalam

cerita tersebut disebutkan tentang kebiasaan melakukan kegiatan permainan ngagondang. Permainan ini biasa dilakukan oleh semua warga yang berada di daerah setempat.

3. Nilai Sejara (Historis)

Cerita rakyat merupakan tradisi lisan yang mengisahkan cerita-cerita masa silam. Hal itu karena pada dasarnya karya sastra merefleksikan kehidupan masyarakat. Sebagaiman yang dijelaskan oleh Sugono (2003:127), bahwa cerita rakyat dapat berperan sebagai penghubung kebudayaan masa silam dengan kebudayaan yang akan datang.

Naskah dan tradisi lisan merupakan warisan dan budaya leluhur yang bermanfaat untuk mengenali perjalanan sejarah masyarakat lokal dan bangsa. Melalui tradisi lisan atau naskah (sastra lisan yang sudah dibukukan) dapat ditelusuri kembali kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa masa lampau.

Nilai sejarah (historis) yang terdapat pada cerita rakyat Legenda

Tanjung Lesung yaitu berupa bukti

sejarah berupa penamaam daerah tanjung lesung yang kin menjadi lokasi tempat wisata yakni Pantai Tanjung Lesung. Adapun bukti kutipan tentang kejadian tersebut adalah sebagai berikut.

Di Desa ini terjadinya peristiwa

yang sangat mengherankan dan

mengejutkan kemudian disebut Desa Tanjung Lesung. Mengingat letaknya berada di sebuah tanjung, desa itu pun akhirnya disebut Tanjung, dan nama lesung adalah kegiatan yang menjadi penyebab awal kejadian tersebut.

Dari kutipan cerita di atas dapat diketahui bahwa penamaan daerah tanjung lesung merupakan ikhwal dari peristiwa Raden Budog dan warsimah. Sepasang suami istri yang saling mencintai. Warsimah merupakan perempuan yang berasal dari daerah setempat sedangkan Raden budog merupakan pemuda pendatang dari wilayah lain. Siring berjalannya waktu keduanya menikah dan hidup bersama, akan tetapi pada proses perjalanannya

(9)

Yayan dan Yeni 140 Raden Budog melanggar pantangan

atau larangan yang ada di daerah tersebut sehingga pada akhirnya Raden Budog terkena kutukan yakni seluruh tubuhnya berubah menjadi Lutung.

Dengan demikian dari uraian di atas diketahui bahwa pada cerita rakyat

Legenda Tanjung Lesung terdapat nilai

moral berupa sikap kebaikan dan ketidakbaikan. Nilai adat berupa kebiasaan memainkan permainan tradisional yakni permainan Ngagondang dan yang terakhir adalah nilai sejarah berupa ikhwal penamaan daerah Tanjung Lesung yang kini dikenal dengan Pantai Tanjung Lesung. Pembelajaran apresiasi sastra khususnya tentang analisis cerita rakyat adalah pembelajaran yang banyak diminati oleh para siswa, namun terkadang siswa hanya mengetahui cerita-cerita yang sudah ada dan diketahui sebelumnya, misalnya cerita Malin Kundang, Legenda Danau Toba, Sangkuriang. Cerita-cerita tersebut sudah tidak asing lagi di telinga siswa,

akibatnya ada sebuah kejenuhan dalam pembelajaran mengapresiasi sastra tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut penulis berhap memlaui hasil kajian nilai pendidikan cerita rakyat Legenda Tanjung Lesungdi harapkan ada sebuah

warna baru dalam pembelajaran sastra khususnya di tingkat sekolah dasar.

Dengan demikian berdasarkan hasil analisi penulis bahwa cerita rakyat

Legenda Tanjung Lesung sangat

relevan untuk dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra. Hal itu karena pesan-pesan yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut masih relevan dengan kehidupan masa kini. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil kajian struktur dan nilai didik pada cerita rakyat

Legenda Tanjung Lesung sebagai

Bahan Pembelajaran Apresiasi Sastra di sekolah dapat disimpulkan bahwa. 1. Nilai didik yang terdapat dalam cerita

rakyat Legenda Tanjung Lesung adalah, nilai moral, nilai adat, dan

(10)

Yayan dan Yeni 141 nilai sejara. Nilai moral, berupa sikap

dan prilaku yang diunjukan oleh tokoh bernama Raden Budug. Nilai tersebut berupa prilaku kebaikan dan ketidakbaikan. Nilai adat berupa sebuah kebiasaan yang biasa dilakukan oleh penduduk setempat yakni melakukan permainan ngagondang. Dan nilai sejarah merupakan sebuah nilai yang muncul dari rangkaian peristiwa yang terjadi dalam cerita tersebut yakni certa tersbut terjadi di sebuah tanjung dan lesung merupak alat yang biasa digunakan untuk melakukan permainan ngagondang, sehingga muncul penaamaan Tanjung Lesung yang dikenal sekarang dengan Pantai Tanjung Lesung.

2. Hasil kajian nilai didik pada cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung dan diperkuat dengan hasil wawancara dengan guru bahasa Indonesia bahwa cerita rakyat tersebut dapat dijadikan sebagai bahan

pembelajaran apresiasi sasatra di sekolah, karena dalam cerita tersebut mengandung banyak sekali nilai-nilai didik yang dapat dijadikan sebagai sebuah pelajaran.

B. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas, yang menyatakan bahwa cerita rakyat Legnda Tanjung

Lesung dapat dijadikan sebagai bahan

pembelajaran apresisasi sastra di sekolah, maka penulis memberikan saran. Materi cerita rakyat yang dijadikan sebagai bahan pembelajaran mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia jangan hanya terpaku pada buku teks yang ada, tetapi dapat mengambil sumber yang lain berupa cerita rakyat yang berasal dari daerah setempat. Hal itu, selain untuk mengenalkan cerita-cerita tersebut kepada siswa juga sebagai bentuk pelestarian agar cerita tersebut tidak hilang atau punah.

DAFTAR PUSTAKA

(11)

Yayan dan Yeni 142

Atma Jaya: 15. Jakarta: PT

Gramedia

Pustaka UtamaBuku

Pelajaran, Buku Bacaan dan Sumber. Jakart:

Adi Cita.

Danandjaja, James. 2007. Folklor

Indonesia. Jakarta: Putaka

Utama Grafiti

Koentjaraningrat. 2011. Pengantar

Antropologi. Jakart: Rineka Cipta

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori

Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:

Gadjah Mada

Sugono, Dedy. 2008. Ensiklopedia

Sastra Indonesia Modern.

Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Sri Utami, Chusseary dan Ediwarman. 2016. Struktur dan Nilai Moral

Legenda Danau Tasikardi di Serang Banten sebagai Bahan Pembelajaran Apresiasi Sastra.

Gramatika Jurnal Bahasa Vol I. Pascasarjan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Wellek, Rene & Austin Warren. 2014.

Teori Kesusastraan. Jakarta:

Gramedia

Waluyo, Herman J. 2001. Drama

Teori dan Pengajarannya.

Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya

Referensi

Dokumen terkait

Konsep dari perancangan sebuah film yang akan penulis buat adalah film yang dimana pada salah satu adegan penulis ingin Memunculkan visual efek dalam sebuah adegan di film,

Hubungan persepsi siswa terhadap penerapan model kooperatif dengan hasil belajar diperoleh sebagai berikut: terdapat korelasi positif yang signifikan antara persepsi

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dibuat sebagai bentuk komitmen untuk mematuhi peraturan dan persyaratan lingkungan serta keselamatan dan kesehatan kerja

Kondisi pasar modal dengan kemampuan mengurai informasi yang terkait perusahaan seperti laba bersih, dividen, dan hutang berpengaruh terhadap respon investor dalam bentuk

Perbandingan gaya – gaya yang bekerja pada struktur dengan menggunakan yielding damper dengan struktur biasa (konvensional) ataupun struktur dengan menggunakan bracing yaitu

Kepelbagaian aliran pemikiran dan agenda dalam Tamadun China yang saling bergabung jalin dengan nilai-nilai dan etika menghasilkan suatu masyarakat yang dinamik dan progresif

Semua kabupaten yang berpartisipasi dalam pelaksanaan PnPM Mandiri Perdesaan menyediakan dana bersama pelaksanaan program dari anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (aPBD)

Tujuan : Untuk mengetahui bagaimana manfaat sinar infra merah dan terapi latihan terhadap pengurangan nyeri, peningkatan kekuatan otot dan peningkatan lingkup