• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN FASILITAS JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DALAM BIDANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK JAWA BARAT TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN FASILITAS JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DALAM BIDANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK JAWA BARAT TAHUN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN FASILITAS JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

DALAM BIDANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI

PUSKESMAS KECAMATAN CIMANGGIS KOTA

DEPOK JAWA BARAT TAHUN 2012

Bey Johan Arifin, Warsono Soemadi, Febriana Setiawati

Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi

Abstrak

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah salah satu pelayanan yang biayanya ditanggung program Jamkesmas. Penelitian ini bertujuan mengetahui pemanfaatan fasilitas Jamkesmas serta hubungannya dengan faktor gender, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan perilaku. Penelitian ini berupa penelitian kuantitatif menggunakan rancangan studi Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat peserta Jamkesmas yang memanfaatkan pelayanan Puskesmas Kecamatan Cimanggis Kota Depok periode bulan Januari sampai bulan November tahun 2012. Responden dalan penelitian ini berjumlah 48 orang yang dipilih secara acak. Data diperoleh menggunakan kuesioner serta pemeriksaan status localis responden, selanjutnya data diolah dengan analisis chi-square. Hasil analisis menunjukkan 25% responden memanfaatkan Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Secara statistik perilaku kesehatan berhubungan signifikan dengan pemanfaatan Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut, sedangkan gender, usia, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap pemanfaatan fasilitas Jamkesmas.

Kata kunci: Jamkesmas, pemanfaatan, sosiodemografi, kesehatan gigi dan mulut Abstract

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) is a social program of health care for poor people organized by the central government. Oral health services is one of the services whose costs are covered by Jamkesmas program. The purpose of this study was to determine the relationship of the factors of gender, age, education level, employment status, and oral health behaviors with utilization of Jamkesmas facility in oral health at the health center Cimanggis Depok period from January 2012 until november 2012. This research is a quantitative study using cross sectional study design. The population in this study is the Jamkesmas program participants who have made visits to the health center Cimanggis in the period January 2012 to november 2012. The number of respondents in this study amounted to 48 people are selected trought random sampling. Data obtained using a questionnaire and a visual inspection localis status, then the data is processed by the chi-square analysis. The results showed 25% of respondents utilize health card in the field of oral health. Statistically, dental and oral health behaviour had significant relation on the utilization of Jamkesmas for dental and oral health care, whereas gender, age, education level, and employment status has no significant relation on the utilization of Jamkesmas for dental and oral health care.

(2)

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan hak dasar setiap individu. Tidak terkecuali bagi setiap rakyat Indonesia. Seperti disebutkan pada Undang Undang Dasar 1945 pasal 28H dan Undang Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia, dan negara bertanggung jawab mengatur agar hak tersebut terpenuhi.

Di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah, antara lain adalah masalah kesehatan gigi dan mulut. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering ditemukan di Indonesia ditinjau dari segi penyakitnya adalah penyakit jaringan keras yaitu penyakit karies gigi dan penyakit jaringan lunak yaitu gingivitis. Disebutkan pada Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004, prevalensi penyakit karies gigi di masyarakat Indonesia mencapai 90,05%.1 Sedangkan pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi penyakit karies gigi masyarakat Indonesia mencapai 72,1%.2 Walaupun mengalami penurunan yang cukup signifikan, tetapi prevalensi penyakit karies gigi aktif pada masyarakat Indonesia masih tergolong tinggi, yakni mencapai 46,5%.2 Sedangkan untuk penyakit periodontal, prevalensinya untuk semua kelompok umur di masyarakat Indonesia mencapai 96,58%.3 Tingginya prevalensi penyakit karies gigi dan penyakit periodontal di masyarakat Indonesia tidak diikuti dengan kesadaran masyarakat Indonesia akan pengetahuan penyakitnya. Menurut hasil Riskesdas tahun 2007, hanya 23,4% yang merasa bermasalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya.2

Ditinjau dari segi sosial ekonomi, Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut, tidak diiringi dengan meningkatnya kemampuan sosial ekonomi masyarakat Indonesia secara merata. Menurut data Badan Pusat Statistik, tahun 2011 jumlah rakyat miskin di Indonesia masih mencapai 29,89 juta jiwa atau sekitar 12,36% dari total penduduk Indonesia sebanyak sekitar 241 juta jiwa. Sedangkan untuk Propinsi Jawa Barat, jumlah warga miskin pada bulan september 2011 mencapai 4,6 juta jiwa, atau sekitar 10,65% dari total penduduk Propinsi Jawa Barat sebanyak sekitar 43 juta jiwa.4 Masalah pembiayaan ini tentu saja menjadi masalah serius yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah, masalah ini jelas terbukti dimana menurut hasil Riskesdas tahun 2007, hanya sekitar 29.6% warga Indonesia yang mendapatkan perawatan dari tenaga kesehatan gigi. Sedangkan untuk di Propinsi Jawa Barat sendiri hanya mencapai 33% warga yang mendapatkan perawatan gigi dan mulut dari tenaga medis gigi.2 Mengingat bahwa di Jawa Barat terdapat sangat banyak puskesmas, rumah sakit, serta universitas yang memiliki fakultas kedokteran gigi.

(3)

Berdasarkan UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pemerintah mengembangkan, membina, dan mendorong jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat, jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan pembiayaan yang dikelola secara terpadu dalam tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Di Indonesia terdapat beberapa jaminan pemeliharaan kesehatan, antara lain yang dikelola oleh pemerintah adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Kesehatan (Askes). Jaminan kesehatan tersebut secara garis besar dikelompokan berdasarkan kelompok penerima dan sumber dana yang digunakan.5

Dalam upaya memenuhi tanggung jawabnya memelihara dan menjaga kesehatan rakyat miskin di Indonesia, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas, pemerintah menjamin terpenuhinya pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu dalam program Jamkesmas yang pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah pusat.6

Jamkesmas adalah bantuan sosial berupa pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu yang iurannya ditanggung oleh pemerintah. Program Jamkesmas diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan sejak tahun 2008 dan merupakan perubahan dari program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM) atau lebih dikenal dengan program Askeskin yang diselenggarakan sejak tahun 2005-2007.7

Pada tahun 2010, persentase masyarakat Indonesia yang telah memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan mencapai 59%. Dengan rincian, peserta program Jamkesmas sebanyak 76,4 juta jiwa atau sekitar 32% dari total penduduk Indonesia, peserta program Jamkesda sebanyak 31,5 juta jiwa atau sekitar 13% dari total penduduk Indonesia, peserta program Askes PNS dan TNI POLRI mencapai 17 juta jiwa atau sekitar 7% dari total penduduk Indonesia, peserta program Jamsostek sebanyak 4,9 juta jiwa atau sekitar 2% dari total penduduk Indonesia, dan peserta program Asuransi Swasta dan jaminan kesehatan oleh perusahaan sebanyak 9 juta jiwa atau sekitar 4% dari total penduduk Indonesia. Sedangkan sekitar 96 juta masyarakat Indonesia atau sekitar 41% dari total penduduk Indonesia masih belum terlindungi oleh program jaminan pemeliharaan kesehatan apapun.8

(4)

Jamkesmas memberikan berbagai macam pelayanan kesehatan. Antara lain adalah pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang berupa pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, konsultasi kesehatan gigi, perawatan gigi, pencabutan gigi, dan penumpatan gigi.6 Dengan program ini diharapkan masyarakat miskin dan tidak mampu di Indonesia dapat lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulut dan dengan demikian akan meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Barat.

Waluyanti (2009) menyatakan, kepemilikan jaminan kesehatan terbukti memiliki dampak yang positif dalam kepatuhan melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan. Contohnya antara lain adalah lebih tingginya tingkat kepatuhan melakukan imunisasi bagi masyarakat yang memiliki jaminan kesehatan dibandingkan dengan masyarakat yang tidak memiliki jaminan kesehatan.9

Menurut data Kementrian Kesehatan, di Indonesia terdapat 852 rumah sakit yang menerima rujukan pasien Jamkesmas.10 Sedangkan untuk wiliyah Depok terdapat 32 puskesmas,11 serta 12 rumah sakit yang menerima rujukan pasien Jamkesmas. 12

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan. Andersen (1975) mengelompokan faktor-faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan menjadi 3 kategori, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor kebutuhan.13

TINJAUAN TEORITIS

Jamkesmas adalah bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu yang iurannya ditanggung oleh pemerintah. Diselenggarakan oleh kementrian kesehatan sejak tahun 2008 dan merupakan perubahan dari jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin (JPKMM) atau lebih dikenal dengan program Askeskin yang diselenggarakan sejak tahun 2005-2007.7

Terdapat berbagai pelayanan kesehatan yang biayanya ditanggung. Secara garis besar berdasarkan sistem pembebanan biaya yang diberikan pelayanan kesehatan yang diberikan program jamkesmas dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pelayanan kesehatan yang dijamin, pelayanan kesehatan yang dijamin dengan pembatasan, dan pelayanan kesehatan yang tidak dijamin. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dijamin oleh program Jamkesmas antara lain adalah pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, penumpatan gigi, dan pencabutan gigi.

(5)

Menurut Andersen (1975), terdapat berbagai faktor yang memengaruhi pemanfaatan fasilitas kesehatan. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dibagi menjadi 3 kelompok yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor kebutuhan. Faktor predisposisi adalah kecenderungan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan yang di tentukan oleh serangkaian variabel seperti keadaan demografi (gender, usia, status pernikahan), keadaan sosial (pendidikan, ras, jumlah keluarga, agama, etnik, kepadatan penduduk, pekerjaan), dan sikap atau kepercayaan yang muncul (terhadap pelayanan kesehatan, terhadap tenaga kerja, dan persepsi sehat sakit masing-masing individu). Faktor pendukung adalah faktor yang menunjukkan kemampuan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan, ditunjukkan oleh variabel sumber pendapatan keluarga (pendapatan dan tabungan keluarga, asuransi atau sumber pendapatan lain, jenis pelayanan kesehatan yang tersedia serta keterjangkauan pelayanan kesehatan baik segi jarak maupun harga pelayanan), sumber daya yang ada di masyarakat yang tercermin dari ketersediaan kesehatan termasuk jenis dan rasio masing-masing pelayanan dan tenaga kesehatannya dengan jumlah penduduk, kemudian harga pelayanan kesehatan yang memadai dan sesuai dengan kemampuan mereka. Sedangkan faktor kebutuhan adalah faktor yang menunjukkan kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan karena alasan yang kuat seperti pendekatan terhadap penyakit yang dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara mencari pelayanan kesehatan. 13

Perilaku merupakan bidang yang sangat luas kompleks. Untuk membatasi dan menyederhanakannya, Benjamin Bloom (1908) mengajukan pembagian perilaku menjadi tiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, untuk keperluan pendidikan, para ahli pendidikan berusaha mengukur domain ini. Kognitif diukur dengan pengetahuan responden, afektif diukur dengan menilai sikap responden, dan psikomotor diukur dengan melihat praktik responden.14

Bloom mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil dari proses pengindraan yang selanjutnya membuat seseorang memiliki memori akan hal tersebut. Pengetahuan adalah domain yang sangat penting dalam proses pembentukan perilaku, karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan telah terbukti lebih bertahan lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.14

Sedangkan bloom mendefinisikan sikap sebagai respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu.Sikap adalah sesuatu yang abstrak dan ada di dalam pikiran orang yang

(6)

melakukannya. Walaupun sikap seseorang tidak dapat terlihat secara langsung, namun dapat dilakukan tafsiran terhadap perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb menjelaskan sikap sebagai suatu kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan motivasinya. Allport (1954) menguraikan bahwa sikap dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepercayaan terhadap ide dan konsep terhadap objek, kehidupan emosional, dan kecenderungan untuk bertindak.14

Domain terakhir adalah praktik atau respon nyata yang diperlihatkan oleh orang yang bersangkutan. Praktik tidak terjadi secara refleks jika sikap telah terbentuk. Praktik merupakan tindakan yang dilakukan secara nyata, sehingga kondisi juga harus turut mendukung dalam terjadinya tindakan tersebut.14,15 Contohnya adalah saat seseorang ingin memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya. Dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut telah memiliki pengetahuan dan sikap yang positif, namun jika kondisi tidak mendukung seperti ketidakmampuan membayar biaya kesehatan atau tidak terjangkaunya pusat pelayanan kesehatan, maka praktik tersebut tidak akan terwujud.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan rangcangan studi Cross sectional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara gender, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan perilaku dengan pemanfaatan Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di puskesmas Kecamatan Cimanggis Kota Depok Jawa Barat periode bulan Januari sampai bulan November tahun 2012.

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cimanggis Kota Depok Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pemanfaatan pelayanan puskesmas tersebut, dengan pertimbangan jarak puskesmas yang dekat dengan Universitas Indonesia yang terdapat beberapa fakultas ilmu kesehatan dimana seharusnya informasi mengenai kesehatan mudah didapatkan. Populasi target dalam penelitian ini adalah masyarakat peserta Jamkesmas yang pernah melakukan kunjungan di puskesmas Kecamatan Cimanggis Kota Depok, dalam rentang waktu bulan Januari sampai bulan November tahun 2012. Sedangkan populasi studi adalah beberapa masyarakat peserta program Jamkesmas yang pernah melakukan kunjungan ke Puskesmas Kecamatan Cimanggis Kota Depok dan ditentukan secara random sampling.

(7)

Penelitian ini dilaksanakan dimulai pada bulan September tahun 2012 dan berakhir pada bulan Desember tahun 2012

HASIL PENELITIAN

Survei dilakukan pada 48 individu. Seluruh responden merupakan peserta program Jamkesmas. Data pemanfaatan fasilitas Jamkesmas, gender, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan didapatkan melalui kuesioner yang ditanyakan langsung oleh peneliti, sedangkan data perilaku didapatkan menggunakan kuesioner dan sacara visual untuk melihat status lokalis pasien. Seluruh data dapat diolah, sehingga data yang dapat diolah berjumlah 48 data.

Tabel Distribusi Responden

No Variabel Frekuensi %

1 Pemanfaatan Tidak memanfaatkan 36 75

Memanfaatkan 12 25 2 Gender Laki-laki 21 43,75 Perempuan 27 56,25 3 Usia Muda 4 8,3 Dewasa 30 62,5 Tua 14 29,2 4 Tingkat pendidikan Rendah 21 43,75 Sedang 6 12,5 Tinggi 21 43,75

5 Status pekerjaan Tidak memiliki pekerjaan tetap 41 85,4

Memiliki pekerjaan tetap 7 14,6

6 Perilaku Kesehatan Buruk 23 47,9

Baik 25 52,1

Berdasarkan hasil pengumpulan data, ditinjau dari pemanfaatan fasilitas Jamkesmas responden yang memanfaatkan berjumlah 12 orang (25%), sedangkan responden yang tidak memanfaatkan berjumlah 36 orang (75%), ditinjau dari aspek segi gender responden laki-laki berjumlah 21 orang (43,75%), dan responden peremuan berjumlah 27 orang (56,25%), ditinjau dari segi usia, responden dengan kelompok usia muda (0-14 tahun) berjumlah 4 orang (8,3%), kelompok usia dewasa (15-50 tahun) berjumlah 30 orang (63,5%), dan kelompok usia tua (>50 tahun) berjumlah 14 orang (29,5%)., ditinjau dari aspek tingkat

(8)

pendidikan responden berpendidikan rendah (tidak lulus SMP) berjumlah 21 orang (43,75%), responden berpendidikan sedang (lulus SMP) berjumlah 6 orang (12,5%), dan responden berpendidikan tinggi (lulus SMA) berjumlah 21 orang (43,75%)., ditinjau dari aspek status pekerjaan responden yang memiliki pekerjaan tetap berjumlah 7 orang (14,6%), sedangkan responden yang tidak memiliki pekerjaan tetap berjumlah 41 orang (85,4%).dan ditinjau dari aspek perilaku kesehatan responden yang memiliki perilaku baik berjumlah 25 orang (52,1%), sedangkan responden yang memiliki perilaku kesehatan buruk berjumlah 23 orang (47,9%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel distribusi responden

Tabel Analisis Bivariat

Variabel Pemanfaatan Fasilitas Jamkesmas Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan f % f % Gender Laki-laki 6 28,6 15 71,4 p = 0,614 Perempuan 6 22,2 21 77,8 Usia Muda 1 25 3 75 p = 0,533 Dewasa 6 20 24 80 Tua 5 35,7 9 64,3 Tingkat pendidikan Rendah 8 38,1 13 61,9 p = 0,115 Sedang 0 0 6 100 Tinggi 4 19 17 81 Status pekerjaan

Tidak memiliki pekerjaan tetap 1 14,3 6 85,7

p = 0,479 Memiliki pekerjaan tetap 11 26,8 30 73,2

Perilaku Kesehatan

Buruk 10 40 15 60

p = 0,012

Baik 2 8,7 21 91,3

Berdasarkan analisis hubungan variabel bebas yaitu gender, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan perilaku kesehatan responden terhadap variabel terikat yaitu pemanfaatan fasilitas Jamkesmas, didapatkan bahwa hanya perilaku kesehatan resonden saja yang berhubungan secara signifikan terhadap pemanfaatan fasilitas Jamkesmas. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel analisis bivariat.

(9)

PEMBAHASAN

Berdasarkan model pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, gender memberikan pengaruh pada pemanfaatan pelayanan kesehatan. Wibisana (2007) memaparkan bahwa berberapa penyakit yang berbasis jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa sebagian responden laki-laki atau sebanyak 71,4% tidak memanfaatkan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Begitu pula dengan responden perempuan sebanyak 77,8% tidak memanfaatkan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai significance p=0,614>0,05, hal ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gender reponden dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kecamatan Cimanggis periode bulan Januari sampai bulan November tahun 2012.

Hasil ini tidak selaras dengan model pemanfaatan fasilitas kesehatan Andersen yang menyatakan bahwa gender memengaruhi seorang individu dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, Hasil ini berbeda pula dengan hasil penelitian Wahono (2011) yang mendapatkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antar jenis kelamin responden dengan utilisasi pelayanan Jamkesda.

Namun hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Sitanggang (2002), dalam penelitiannya ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan pemanfaatan kartu Askes. Perbedaan ini sangat mungkin terjadi karena karakteristik responden dari masing-masing penelitian yang berbeda. Dapat dilihat bahwa distribusi gender dalam penelitian ini kurang merata, yaitu terdapat 43,75% responden laki-laki, dan 56,25% responden perempuan. Jika dikaitkan dengan distribusi status pekerjaan dimana, hanya terdapat 14,6% responden yang memiliki pekerjaan tetap, sedangkan 85,4% responden memiliki pekerjaan tidak tetap, dimana pada umumnya laki-laki yang bekerja dan secara tidak langsung akan memengaruhi pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak adanya hubungan antara gender dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kecamatan Cimanggis.

(10)

Berdasarkan teori, usia merupakan faktor predisposisi yang berperan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan (Andersen & Newman, 1973). Dapat dikatakan, semakin tua seseorang maka akan semakin banyak penyakit yang diderita atau yang mengancam, oleh karena itu usia dianggap memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh individu.

Ilyas (2011), memaparkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan lebih tinggi pada usia dibawah 5 tahun dan diatas 50 tahun. NCHS (2000), menemukan pula bahwa individu paling sering memiliki kontak dengan fasilitas kesehatan adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dan individu yang telah berusia diatas 50 tahun.

Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian besar reponden usia muda (75%), dewasa (80%), dan tua (64,3%) tidak memanfaatkan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai significance p=0,533>0,05, hal ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia reponden dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kecamatan Cimanggis periode bulan Januari sampai bulan November tahun 2012.

Hasil penelitian ini berlawanan dengan model pemanfaatan fasilitas kesehatan menurut Andersen, dimana usia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi individu dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Sitanggang (2002), dalam penelitiannya tentang pemanfaatan kartu Askes dalam mendapatkan pengobatan rawat jalan menemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan pemanfaatan Askes di Keacamatan Jambi Selatan. Perbedaan ini sangat mungkin terjadi karena karakteristik responden yang berbeda, dimana karakteristik responden penelitian ini adalah masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan dan memiliki pendidikan yang rendah, sedangkan masyarakat pemegang Askes merupakan masyarakat yang memiliki pekerjaan tetap atau berpenghasilan tetap serta mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi.

Namun, hasil serupa ditemukan dalam penelitian Wahono (2011) dimana tidak ditemukan hubungan antara usia dengan pemanfaatan Jamkesda. Savitri (2011), dalam penelitiannya, mengenai utilisasi Puskesmas oleh peserta Jamkesmas juga menemukan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan pemanfaatan Puskesmas. Kesamaan hasil penelitian ini sangat mungkin terjadi karena persamaan karakteristik responden.

Secara teori, usia tidak dapat dipisahkan dengan tingkat pendidikan, dimana diasumsikan semakin tua seseorang maka tingkat pendidikan akan semakin tinggi. Namun bila melihat

(11)

distribusi pendidikan dimana 43,75 % responden memiliki penddidikan rendah, 12,5% berpendidikan sedang, dan 43,75% berpendidikan tinggi, tidak selaras dengan distribusi usia, yaitu responden berusia muda 8,3%, berusia dewasa 62,5%, dan responden berusia tua 29,2%. Hal tersebut merupakan salah satu alasan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok usia muda, dewasa, dan tua dalam hal memanfaatkan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kecamatan Cimanggis Depok

Berdasarkan teori Andersen dan Newman (1974), pendidikan merupakan salah satu variabel struktur sosial yang memengaruhi gaya hidup masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Ilyas (2011) memaparkan bahwa faktor pendidikan kesehatan modern menentukan tuntutan terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan. Thabrany (2005), menyatakan pendidikan memengaruhi konsumsi pelayanan kesehatan secara signifikan. Dapat dikatakan, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula pengetahuan individu tersebut, sehingga akan memiliki sikap yang semakin positif dalam hal pemanfaatan fasilitas kesehatan.

Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian besar reponden berpendidikan rendah (61,9%), sedang (100%), dan tinggi (81%) tidak memanfaatkan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai significance p=0,115>0,05, hal ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan reponden dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kecamatan Cimanggis periode bulan Januari sampai bulan November tahun 2012. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Savitri (2011) dalam penelitiannya mengenai utilisasi Puskesmas oleh peserta Jamkesmas yang mendapatkan hasil tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan individu dengan utilisasi jaminan kesehatan.

Hasil penelitian ini tidak selaras dengan model pemanfaatan Andersen yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pemanfaatan fasilitas kesehatan.

Temuan dalam penelitian ini menggambarkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut dikarenakan tidak meratanya distribusi tingkat pendidikan responden. Dari

(12)

data didapatkan 43,75% responden memiliki pendidikan rendah, 12,5% berpendidikan sedang, dan 43,75% berpendidikan tinggi.

Berdasarkan teori Andersen dan Newman (1974), Pekerjaan merupakan salah satu variabel struktur sosial yang memengaruhi gaya hidup masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pekerjaan berperan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan karena perolehan jaminan kesehatan, pengahasilan yang didapatkan dari pekerjaan tersebut, serta resiko yang ditimbulkan dari pekerjaan tersebut (Wibisana, 2007).

Dari hasil penelitian ini, responden yang memiliki pekerjaan tetap sebagian besar atau sebanyak 6 reponden (85,7%) tidak memanfaatkan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kecamatan Cimanggis dalam rentang waktu bulan Januari sampai bulan November tahun 2012. Hal ini juga ditemukan pada responden yang tidak memiliki pekerjaan tetap, yaitu sebanyak 30 (73,2%) responden tidak memanfaatkan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai significance p=0,479>0,05, hal ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan reponden dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kecamatan Cimanggis periode bulan Januari sampai bulan November tahun 2012.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wahono (2011) di Puskesmas Tumbang Talaken, Kabupaten Gunung Mas pada tahun 2011, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan utilisasi jaminan kesehatan. Hasil ini berbeda dengan model Andersen yang menyatakan bahwa pekerjaan merupakan faktor yang memengaruhi individu dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hasil tersebut juga berbeda dengan penelitian Sitanggang (2002), yang menemukan bahwa adanya hubungan bermakna antara pekerjaan individu dengan pemanfaatan fasilitas kartu askes.

Temuan dalam penelitian ini menggambarkan rendahnya tingkat pemanfaatan oleh responden yang memiliki pekerjaan tetap disebabkan karena waktu yang tidak memungkinkan para responden untuk melakukan kunjungan ke poligigi di puskesmas Kecamatan Cimanggis yang waktu beroperasinya terbatas pada pukul delapan pagi dan tutup pukul 12 siang. Sedangkan secara garis besar, responden yang tidak memiliki pekerjaan tetap dapat diasumsikan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sehingga rendahnya tingkat pemanfaatan oleh responden yang tidak memiliki pekerjaan tetap.

(13)

Menurut teori, sikap, pengetahuan, dan praktik yang berhubungan dengan kesehatan merupakan variabel yang memengaruhi individu dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan (Andersen & Newman, 1974). Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu (Newcomb dalam Notoadmodjo: 2007). Sedangkan, Bloom mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil dari proses pengindraan yang selanjutnya membuat seseorang memiliki memori akan hal tersebut. Dan praktik merupakan tindakan yang dilakukan secara nyata, sehingga kondisi juga harus turut mendukung dalam terjadinya tindakan tersebut. Ketiga hal tersebut merupakan domain dari perilaku. Sehingga secara garis besar, semakin baik perilaku kesehatan seseorang, maka motivasi untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan akan semakin tinggi.

Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian besar reponden berperilaku baik (60%) dan sebagian besar responden berperilaku buruk (91,3%) tidak memanfaatkan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Namun hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai significance p=0,012<0,05, hal ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku kesehatan reponden dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kecamatan Cimanggis periode Januari sampai November 2012.

Berbeda dengan hasil penelitian Savitri (2011), dimana ditemukan tidak adanya hubungan signifikan antara pengetahuan responden dengan pemanfaatan Jamkesmas.

Hasil penelitian ini sesuai dengan model pemanfaatan Andersen, yang menyatakan bahwa perilaku merupakan salah satu faktor yang memengaruhi individu dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hasil ini juga serupa dengan hasil Wahono (2011) yang menemukan adanya hubungan antara sikap dan pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan Jamkesda. Begitu pula dengan penelitian Hermanto (2009) yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan tingkat pemanfaatan kartu Jamkesmas di Poliklinik Umum dan Spedialis Penyakit Dalam. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perilaku memiliki hubungan dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Dengan kata lain, semakin baik perilaku seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan jaminan kesehatannya.

(14)

KESIMPULAN

Berdasarkan data kunjungan Puskesmas Kecamatan Cimanggis, hanya 30 kali atau sebanyak 0,05% dari total jumlah kunjungan Puskesmas yang merupakan kunjungan peserta Jamkesmas ke poligigi dan hanya terdapat 30 kali atau sebanyak 1,7% dari total jumlah kunjungan peserta Jamkesmas ke Puskesmas Kecamatan Cimanggis yang merupakan kunjungan peserta Jamkesmas ke poligigi.

Berdasarkan hasil analisis, hanya variabel perilaku kesehatan yang memiliki hubungan signifikan dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas, sedangkan variabel lain yaitu gender, usia, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan tidak memiliki hubungan yang signifikan.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka disampaikan beberapa saran sebagai berikut:

 Perlu adanya tindak lanjut untuk meningkatkan perilaku kesehatan masyarakat melalui berbagai upaya, misalnya saja penyuluhan, dimana diharapkan dengan meningkatnya perilaku kesehatan masyarakat, maka meningkat pula pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Hal ini merupakan tanggung jawab Kementrian Kesehatan sebagai pembuat kebijakan, Puskesmas sebagai unit pelaksana lapangan, mahasiswa khususnya mahasiswa yang memiliki kekhususan dalam bidang kesehatan sebagai agen kemajuan bangsa, dan tentunya tanggung jawab masyarakat itu sendiri.

 Dinas Kesehatan Kota Depok perlu meningkatkan sosialisasi Jamkesmas kepada mayarakat sehingga masyarakat dapat lebih mengetahui prosedur penggunaan fasilitas Jamkesmas terutama dalam bidang kesehatan gigi dan mulut.

 Puskesmas Kecamatan Cimanggis diharapkan menggunakan pendataan pasien secara komputerisasi sehingga meminimalisir kehilangan kartu status pasien. Selain itu Puskesmas Kecamatan Cimanggis perlu meningkatkan promosi tentang kesehatan gigi dan mulut secara terus menerus melalui media-media, posyandu, serta melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat.

 Peserta Jamkesmas diharapkan memanfaatkan fasilitas Jamkesmas terutama dalam bidnag kesehatan gigi dan mulut sehingga dapat memperoleh kesehatan gigi dan mulut yang optimal dan meningkatkan derajat kesehatan individu dan keluarga.

 Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang memiliki hubungan signifikan dengan pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang

(15)

kesehatan gigi dan mulut, seperti faktor penyedia pelayanan kesehatan dan pengetahuan masyarakat terhadap prosedur pemanfaatan fasilitas Jamkesmas dalam bidang kesehatan gigi dan mulut

REFERENSI

1

Badan Litbang Depkes, Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2004

2

Badan Litbang Depkes, Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2007

3

Tampubolon NS, Dampak Penyakit karies Gigi dan Penyakit Periodontal Terhadap Kualitas Hidup. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010

4 Kependudukan. 2011, “http://www.bps.go.id”. Accessed September 17th 2012.

5 Jamkesda Berbeda Dengan Jamkesmas. 2012, “http://www.sapos.co.id”, Accessed September 25th 2012 .

6

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1097. Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2011

7 Regulasi Jamkesmas. 2012, “http://www.jamsosIndonesia.com”. Accessed September 17th 2012.

8 Statistik Jaminan Sosial. 2010, “http://www.jamsosIndonesia.com”. Accessed September 17th 2012.

9

Waluyanti F T. Analisis Faktor Kepatuhan Imunisasi di Kota Depok. Depok: Universitas Indonesia; 2009

10 Sudah 517 RS Menerima Uang Muka Jamkesmas. 2008, “http://www.ppjk.depkes.go.id”. Accessed September 17th 2012. 01.31

11 Database Kesehatan per Kabupaten. 2012, “http://www.bankdata.depkes.go.id”. Accessed September 17th 2012.

12 Rumah Sakit. 2012, “http://www.depok.go.id”. Accessed October 3rd 2012. 13

Andersen, Ronald et al. Equity in Health: Empirical Analysis in Social Policy, London: Cambridge Mall Bailinger; 1975

14

Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2007 15

Furqon M A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Imunisasi Dasar di Jakarta Timur. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012

Gambar

Tabel Distribusi Responden
Tabel Analisis Bivariat

Referensi

Dokumen terkait

karsinoma lidah dengan gambaran histopatologi yang berisiko tinggi (setidaknya terdapat dua limfonodi leher positif metastasis, ECS, dan atau margin pembedahan positif)

penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengajaran mata kuliah kewirausahaan terhadap motivasi berwirausaha mahasiswa sehingga dapat

Seperti Patung Malaikat yang terdapat pada area Jaba tengah, pada Pura biasa mengunakan patung-patung seperti Arca Kala dengan menggunkan pakaian adat Bali dan

Hepatitis D ( agen atau virus delta ) terdapat pada beberapa kasus hepatitis B karena virus ini memerlukan antigen permukaan hepatitia B untuk replikasinya maka

Etnobotani tumbuhan berkhasiat obat oleh suku Dayak Ngaju di wilayah Kecamatan Katingan Hulu Kabupaten Katingan terdapat 26 jenis tumbuhan obat.Hampir semua

Surat keterangan dari kepala sekolah dan disetujui oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi/ kabupaten/kota terkait tugas mengampu mata pelajaran yang akan disertifikasi.

Perancangan alat pengangkat dan pemindah drum ini adalah untuk memudahkan pekerjaan dalam memindahkan drum yang biasa digunakan dalam proses pemindahan drum pada suatu

Hasil pemeriksaan 35 sampel ayam yang dikoleksi di Kabupaten Bogor ditemukan 10 sampel positif ILT dengan perubahan yang patognomonik berupa ditemukannya intranuclear inclusion