• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

1.1 Balai Pengawas Obat dan Makanan

1.1.1 Kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan balai POM Republik Indonesia

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, dengan perubahan terakhir yaitu Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013, Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan tugasnya BPOM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan yang dimaksud.

Balai Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat BPOM adalah sebuah lembaga di

Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. Fungsi

dan tugas badan ini menyerupai fungsi dan tugas Food and Drug

Administration (FDA) diAmerika Serikat.1 Pengawasan Obat dan Makanan merupakan bagian

integral dari upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Misi Balai POM dalam melindungi masyarakat dari produk Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan dituangkan dalam

1

Wikipedia, Badan Pengawas Obat dan Mak anan, https://id.wikipedia.org/wiki/ Balai_Pengawas_Obat_dan_Makanan, diakses pada 07 Januari 2016

(2)

sistem pengawasan full spectrum mulai dari pre-market hingga post-market control yang disertai dengan upaya penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat (community empowerment).2

Menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No. 02001/SK/BPOM tahun 2001, Balai POM RI merupakan lembaga pemerintah non departemen yang dibentuk untuk melaksanakan tugas kepemerintahan tertentu dari Presiden. Balai POM RI dikepalai oleh pejabat setingkat menteri.Tugas Balai POM RI adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya Balai POM RI melakukan fungsinya yang meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut :

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan.

2. Pelaksanaaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. 3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.

4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.

5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Dalam menyelenggarakan fungsinya, Balai POM RI memiliki kewenangan sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan.

2

Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pelak sanaan Program dan Kegiatan Reformasi Birok rasi Badan

(3)

2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendukung pengobatan secara makro.

3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan.

4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan makanan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengemasan peredaran obat dan makanan.

5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi. 6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi dan pengembangan tanaman obat.

1.1.2 Struktur organisasi Balai POM Republik Indonesia

Dalam rangka tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik, Balai POM diwajibkan melaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) secara menyeluruh yang dilaksanakan bertahap 5 (lima) tahunan sampai tahun 2025. Berbagai peraturan sebagai landasan legal dan operasional untuk mempercepat pelaksanaan RB periode 2010–2014 telah dikeluarkan oleh Pemerintah yaitu:

1) Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB) yang berisi rancangan induk kebijakan reformasi birokrasi secara nasional untuk kurun waktu 2010-2025;

2) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB) berisi rancangan rinci program reformasi birokrasi berdasarkan dalam kurun waktu lima tahun 2010-2014; dan

3) Sembilan (9) Peraturan Menteri PAN dan RB sebagai pedoman operasional penyusunan dan penerapan program RB di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. eraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 menegaskan bahwa pada tahun 2011 seluruh

(4)

Kementerian dan Lembaga telah mewujudkan komitmen melaksanakan proses Reformasi Birokrasi secara bertahap untuk mewujudkan Visi RB 2025.

Visi Reformasi Birokrasi adalah “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”, yaitu pemerintahan

yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis. Visi Reformasi Birokrasi tersebut adalah keputusan strategis untuk memaksimalkan peran aparatur birokrasi guna mewujudkan visi pembangunan nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, yaitu: “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”.

Keputusan Kepala Badan POM RI No. 02001/SK/BPOM mengatur struktur organisasi Balai POM RI. Bagan struktur organisasi Badan POM dapat dilihat pada Lampiran 1 yaitu sebagai berikut:

(1) Kepala Balai POM RI Organisasi Balai POM RI dipimpin oleh seorang Kepala yang bertugas :

1. Memimpin Balai POM RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 2. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas Balai

POM RI.

3. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Balai POM RI yang menjadi tanggung jawabnya.

4. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan instansi dan organisasi yang lain. (2) Sekretariat Utama Balai POM RI

(5)

Sekretariat Utama yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Utama bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya lingkungan Balai POM RI. Sekretariat utama terdiri atas :

1. Biro Perencanaan dan Keuangan. 2. Biro Kerjasama Luar Negeri.

3. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat. 4. Biro Umum.

5. Kelompok Jabatan Fungsional.

Sekretaris Utama Balai POM RI secara administrasi membina pelaksanaan tugas sehari-hari dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan, dan Pusat Informasi Obat dan Makanan. (3) Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat

Adiktif

Dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif terdiri dari lima Direktorat, yaitu :

1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi.

2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).

3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT. 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT. (4) Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).

(6)

Dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia, selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan inspeksi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB), Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Cara Produksi Kosmetik yang Baik (CPKB), sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justisia, didukung antara lain oleh Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik. Deputi Bidang Pengawasan Obat tradisional, Kosmetika dan Produk komplemen terdiri dari empat Direktorat, yaitu :

1. Direktorat Penilaian Obat Ttradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. 2. Direktorat Standarisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen. 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk

Komplemen.

4. Direktorat Obat Asli Indonesia.

(5) Deputi Bidang Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

Dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum beredar di Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi maupun komiditinya, termasuk penandaan dan periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Di samping itu, deputi ini melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina untuk menerapkan sistem jaminan mutu, terutama penerapan Cara Pembuatan Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total Quality Management (TQM). Di samping itu

(7)

diselenggarakan Surveilance, penyuluhan informasi keamanan pangan serta pengawasan produk dan bahan berbahaya, yang didukung antara lain oleh Tim Penilai Keamanan Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdiri dari lima Direktorat, yaitu :

1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. 2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan. 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.

4. Direktorat Surveillance dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. (6) Inspektorat Balai POM RI

Inspektorat yang dikepalai oleh seorang Inspektur mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Balai POM RI. Inspektorat terdiri dari :

1. Kelompok Jabatan Fungsional. 2. Sub-bagian Tata Usaha.

(7) Pusat Pengujian Obat dan Makanan

Dikepalai oleh seorang Kepala mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan.

(8) Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang Kepala mempunyai tugas melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika,

(8)

psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisonal, kosmetik, produk komplemen dan makanan, serta produk jenis lainnya.

(9) Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang Kepala mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan, dan produk terapetik serta mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan. 2. Pelaksanaan riset obat dan makanan. 3. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan. (10) Pusat Informasi Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai

tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keracunan dan teknologi informasi.

(11) Unit Pelaksana Teknis Balai POM RI Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI merupakan unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan keputusan Kepala Balai POM RI, setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Fungsi pengawasan obat dan makanan di daerah dilaksanakan oleh Balai Besar dan Balai POM yang merupakan perpanjangan tangan dari Badan POM. (12) Kelompok Jabatan Fungsional Badan POM RI Kelompok Jabatan Fungsional

mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku : 1. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari berbagai jabatan fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan jabatan fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya. 2. Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekertaris Utama. 3. Jumlah tenaga

(9)

fungsional sebagaimana dimaksud, ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. 4. Jenis dan jenjang jabatan fungsional, diatur berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.

1.1.3 Kebijakan dan strategi badan POM Republik Indonesia

Mengenai kebijakan dan strategi Badan POM RI periode 2015-2019 yaitu sebagai berikut:

Arah Kebijakan yang akan dilaksanakan:

1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat

2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat dan Makanan

3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat dan Makanan

4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan Obat dan Makanan melalui penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.3

Selain arah kebijakan, terdapat juga strategi yang akan dilaksanakan oleh BPOM mencakup eksternal dan internal sebagai berikut:

Eksternal:

3

Badan POM Banda Aceh, Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015 -2019, http://www.pom.go.id/ppid/2015/rbalai/aceh.pdf, h. 48, diakses pada 10 Januari 2016

(10)

1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan Makanan;

2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan;

Internal :

3) Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;

4) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja individu/pegawai; 5) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk

mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;

6) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BADANPOM secara lebih proporsional dan akuntabel;

7) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan.4

Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarakat sipil). Mengingat begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan strategis baik internal maupun eskternal seperti yang diuraikan pada Bab I tersebut di atas, maka dengan sendirinya menuntut penyesuaian-penyesuaian dalam mekanisme internal organisasi dan kelembagaan BPOM sendiri. Untuk konteks kerjasama misalnya, secara kelembagaan selama ini di BPOM belum ada satu Deputi/Biro/Bagian khusus yang menangani terkait dengan kerjasama ini. Bahwa ada Biro Kerjasama Luar Negeri, tetapi fokus tugas dan fungsi Biro ini tidak terkait dengan model kerjasama yang akan dikembangkan oleh BPOM ke depan. Oleh sebab itu, perlu segera melakukan pembenahan di level organisasi dan kelembagaan dengan membentuk satu

4

(11)

Deputi/Biro/Bagian khusus yang bertanggungjawab atas program kerjasama dan kemitraan ini. Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal organisasi dan kelembagaan serta sumber daya pegawai BADAN POM sendiri. Poin penting yang harus diperhatikan di sini adalah soal SDM pegawai, karena kunci keberhasilan sebuah lembaga sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya. Sistem pengawasan, manajemen kinerja, pengelolaan anggaran yang efisien, efektif dan akuntabel, peningkatan kualitas.5

1.2 Perlindungan Konsumen

1.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Perlindungan terhadap konsumen telah mulai diberlakukan sejak sebelum Indonesia merdeka. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang hukum yang bercorak Universal. Sebagian besar perangkatnya diwarnai hukum asing, namun kalau dilihat dari hukum positif yang sudah ada di Indonesia ternyata dasar-dasar yang menopang sudah ada sejak dulu termasuk hukum adat.6

Menurut pendapat Az. Nasution sebagaimana dikutip oleh Shidarta bahwa hukum perlindungan konsumen adalah hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.7

5

ibid

6

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Huk um Tentang Perlindungan Konsumen , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 11-12

7

(12)

Undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan konsumen sekaligus sebagai dasar hokum dari perlindungan konsumen di Indonesia termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mulai berlaku sejak tanggal 20 April 2000. Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini, walaupun judulnya mengenai perlindungan konsumen tetepi materinya lebih banyak membahas mengenai pelaku usaha dengan tujuan melindungi konsumen. Hal ini disebabkan pada umumnya kerugian yang diderita oleh konsumen merupakan akibat perilaku dari pelaku usaha, sehingga perlu diatur agar tidak merugikan konsumen.

Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Konsumen menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen adalah : “setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Az Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Sedangkan hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asasasas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak atau satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa di dalam pergaulan hidup.8

1.2.2 Asas-Asas Perlindungan Konsumen

8

Az. Nasution, 2000, Konsumen dan Huk um: Tinjauan Sosial Ek onomi dan Huk um Pada Perlindungan

(13)

Asas merupakan landasan paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya dikembalikan kepada asas-asas hukum tersebut, kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari suatu peraturan hukum. Dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, karena asas itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan etismerupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya.9 Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah berdasarkan lima asasAsas-asas dari perlindungan konsumen tercantum dalam ketentuan Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen yang terdiri dari:

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/jasa yang dikonsumsi dan digunakan.

9

(14)

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

1.2.3 Tujuan perlindungan konsumen

Memberikan perlindungan bagi konsumen merupakan tujuan dari usaha yang akan dicapai atau keadaan yang akan diwujudkan. Oleh karena itu, tujuan perlindungan konsumen perlu dirancang dan dibangun secara berencana dan dipersiapkan sejak dini. Tujuan perlindungan konsumen mencakup aktivitas-aktivitas penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen.Tujuan dari perlindungan konsumen tercantum dalam ketentuan Pasal 3 UU Perlindungan Konsumen yaitu :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian dan/atau jasa.

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

(15)

6. Meningkatkan kualitas barang dan/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Tujuan perlindungan konsumen disusun secara bertahap, mulai dari penyadaran hingga pemberdayaan. Pencapaian tujuan perlindungan konsumen tidak harus melalui tahapan berdasarkan susunan tersebut, tetapi dengan melihat urgensinya. Misal, tujuan meningkatkan kualiatas barang, pencapaiannya tidak harus menunggu tujuan pertama tercapai adalah meningkatkan kesadaran konsumen. Idealnya, pencapaian tujuan perlindungan konsumen dilakukan secara serempak.10

1.2.4 Hak dan Kewajiban Konsumen Serta Pelaku Usaha

Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).11 Suatu hubungan hukum akan memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sehingga apabila dilanggar akan mengakibatkan pihak pelanggar dapat dituntut di pengadilan.12

Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi ketegangan dan konflik maka tampil hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum. Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu,

10

Wahyu Sangsoko, 2007, Ketentuan-Ketentuan Pokok Huk um Perlindungan Konsumen , Universitas Lampung, Bandar Lampung, h. 40-41

11

R. Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Huk um, Sinar Grafika, Jakarta, h. 49

12

(16)

perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan hukum itu bukan sekedar fisik melainkan termasuk juga hak-haknya bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen.13

Menurut Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi antara lain :

1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut;

6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Berdasarkan sembilan butir hak konsumen yang disebutkan di atas terlihat bahwa masalah keamanan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen.

Selain hak, konsumen juga memiliki kewajiban yang harus ditaati. Kewajiban dari konsumen tercantum dalam ketentuan Pasal 5 UU Perlindungan Konsumen yaitu :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang demi keamanan dan keselamatan.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

13

(17)

Untuk memberikan kepastian hukum dan kejelasan akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak, Undang-undang Perlindungan Konsumen telah memberikan batasan mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen (tentang hak pelaku usaha) dan Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen (mengenai kewajiban pelaku usaha) adalah sebagai berikut:

Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen: Hak Pelaku Usaha

a. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; c. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa

konsumen;

d. Rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen:

Kewajiban Pelaku Usaha

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunanaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang dperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak seseuai dengan perjanjian.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor permintaan berkaitan dengan permintaan akan barang dan jasa oleh konsumen yang berada dalam suatu negara, dimana permintaan tersebut dipengaruhi oleh komposisi

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persayaratan bakal calon Anggota DPRD Kabupaten sebagaimana

KUSTA adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat..

Jika dibanding dengan hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan bakteri yang sama tetapi tidak dikombinasikan, konsentrasi BOT pada penelitian ini jauh lebih rendah (Muliani

Kami Pengurus Yayasan dan Organisasi Program BOP PAUD KOBER BUNGA MELATI sangat mengharapkan dukungan baik materil maupun non materil dari Dinas Pendidikan Propinsi

Fachrudin (2015) memiliki teori lain, baginya film adalah jenis drama televisi yang berbentuk skenario cerita yang kemudian ditampilkan dalam film, sinetron, atau novela.

Varietas tanaman yang dapat diberikan perlindungan hukum adalah varietas tanaman yang memenuhi syarat-syarat secara kumulatif sebagai berikut. Maksudnya, baru apabila

Unit Kerja : Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya Tim Penjaminan Mutu (Quality Assurance), terdiri atas:.. Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan