• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA

psychologicalspot ♦ February 22, 2012 ♦ Leave a comment

22 Februari 2012

Oleh: Lufita Tria Harisa, S.Psi.

Kajian mengenai tingkah laku manusia merupakan fokus utama dan bentuk objektif dalam masalah kekerasan terhadap anak. Oleh karena itu, untuk memahami masalah

kekerasan pada anak, kita harus memahami terlebih dahulu esensi tingkah laku yang muncul pada seseorang.

Dalam Al-Quran disebutkan bahwa manusia secara fisik diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok bahasa. Kelompok pertama adalah kata al-basyar, kelompok kedua adalah kata al-ins, al-insȃn, al-nȃs dan al-unȃs sedangkan kelompok ketiga adalah kata banîȃdam. Al-basyar menekankan pada sisi fisik manusia dan umumnya dimiliki oleh seluruh manusia. Kata al-ins, al-insȃn, al-nȃs dan al-unȃs berasal dari tiga kata, yaituisti’zȃn (meminta izin),

nasiya (lupa) dan al-nȗs (jinak). Oleh karena itu, makna dari kata kelompok kedua ini menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat yang spesifik, yaitu jinak, tampak jelas kulitnya, memiliki potensi untuk menuruti atau melanggar aturan sehingga ia dapat menjadi makhluk yang harmonis bahkan kacau. Sedangkan kelompok kata terakhir yaitubanîȃdam berarti anak-anak adam. Makna besarnya, banî adam berarti manusia memiliki kesitimewaan yang terdiri dari fitrah keagamaan, peradaban dan kemampuan memanfaatkan alam. Selain itu manusia merupakan makhluk yang berelasi dengan Tuhan (hablum min Allȃh), dengan manusia (hamblum min al- nȃs) dan dengan alam (hablum min al-‘alȃm) (Baharudin, 2007: 68-69, 90).

Pada dasarnya manusia dibangun atas dua stratifikasi, yaitu fisik dan psikis. Fisik terdiri dari jasad manusia itu sendiri, sedangkan psikis terdiri dari al-nafs(jiwa), al-‘aql (akal) dan

al-qalb (hati). Tingkah laku sendiri muncul sebagai manisfestasi psikis manusia dengan lingkungannya. Dengan kata lain, tingkah laku merupakan suatu ekspresi dan responsi. Ekspresi berarti bahwa tingkah laku menjadi media untuk memperlihatkan kondisi psikis, sedangkan responsi berarti bahwa tingkah laku merupakan respon seseorang terhadap kondisi lingkungan yang mempungaruhinya (Burhanudin, 2007: 417).

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa tingkah laku manusia merupakan fokus utama dalam masalah kekerasan pada anak. Pelaku utamanya melahirkan suatu tingkah laku tertentu sebagai ekspresi keadaan jiwa dan responnya terhadap lingkungan. Ini berarti pula bahwa masalah kekerasan pada anak melibatkan relasi dengan orang lain (hamblum min al- nȃs). Kekerasan ini sangat mungkin terjadi karena manusia memiliki sifat-sifat yang spesifik. Ia dapat menjadi orang yang baik, jahat, taat atau bahkan dapat melanggar peraturan.

(2)

anak-anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Pendidikan tersebut meliputi pendidikan akademik, kesehatan, sosial, moral, agama dan sebagainya. Selain itu, anak dan remaja juga masih membutuhkan bimbingan dari orang tuanya. Mereka belum memiliki identitas sosial, sehingga pada umunya anak tersebut akan meniru cara orang tuanya bertingkah laku atau beradaptasi dengan lingkungannya. Karena masa ini adalah masa yang sangat rentan, maka jika anak mengalami kekerasan, ia akan mengalami gangguan perkembangan dan tingkah laku.

Ketertarikan ini semakin mengental ketika munculnya banyak fenomena kekerasan terhadap anak di setiap belahan dunia.Pada tahun 2000 saja, Unicef (United Nations Children Fund) mencatat bahwa lebih dari 20% anak dan wanita menjadi korban kekerasan di lebih dari 23 negara (Unicef, 2000: 5).

Pada tahun 2008, di Indonesia terdapat sekitar 21.872 anak menjadi korban kekerasan fisik dan psikis serta 12.726 anak mengalami kekerasan seksual. Sementara 70.000–95.000 anak menjadi korban perdagangan anak untuk dipekerjakan sebagai PSK. Sedangkan selama Januari hingga April 2008, terdapat 95 kasus kekerasan terhadap anak yang berusia 0-18 tahun.Dari jumlah tersebut, persentase tertinggi, yaitu 39,6 % diantaranya dilakukan oleh guru (Alfarisi, 2008).

Pada taun 2010, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mencatat bahwa dalam 5 bulan, kasus kekerasan anak di Indonesia meningkat menjadi 1.826 kasus. Menurut ketua KPAI, Aris Merdeka Sirait, pada tahun 2010 ini, sebesar 68% diantaranya adalah kekerasan seksual. Munurutnya, kekerasan ini

lebih banyak terjadi pada anak-anak terlantar (Judarwanto, 2010).

Kasus kekerasan anak yang cukup tinggi terjadi di Aceh, NTT, NTB dan Kalimantan selatan. Hingga tahun 2009, di Aceh terjadi peningkatan kasus kekerasan anak dari 20 kasus menjadi 151 kasus. Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial mencatat pada tahun 2010, hampir 12 juta anak di bawah usia 18 tahun terlantar. Dari data tersebut, anak yang

berhadapan dengan hukum mencapai 189, anak-anak yang bekerja mencapai 5 juta anak. Dari angka 5 juta pekerja anak, ada 2 juta anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga anak. Sedangkan anak-anak jalanan mencapai 232 ribu (Firdaus, 2010).

Bentuk kekerasan yang seringkali dilakukan adalah kekerasan fisik psikologis, seksual dan kekerasan di sekolah. Kebanyakan pelakunya berdalih untuk menyadarkan atau mendidik anak, padahal tidak jarang pula banyak kasus membuktikan bahwa kekerasan dilakukan karena pelaku tidak dapat menahan amarahnya.

Kekerasan lebih banyak terjadi di rumah. Orang tua dengan bebas melakukan kekerasan pada anaknya. Hal ini disebabkan karena orang tua memiliki otoritas tertinggi dalam rumah tangga. Anak hanya sebagai orang yang harus menurut dan menaati orang tua. Orang tua yang tidak menyukai kegiatan atau tingkah laku tertentu yang dilakukan anak biasanya memukul pantat atau bagian-bagian tubuh lainnya, menjewer, mencubit, mendorong,

(3)

menunjukan sikap seperti itu, sehingga anak yang tidak mengerti, memiliki potensi untuk meniru perilakunya. Orang tua dengan gaya asuh seperti ini biasa menerapkan kondisi rumah seperti lingkungan militer, di mana ada atasan, bawahan, aturan dan hukuman yang ketat.

Menurut Santrock (2007: 257), gaya pengasuhan orang tua yang dominan, sering

memberikan hukuman dan menanamkan kedisiplinan dengan keras dapat menyebabkan anak bersikap sangat hati-hati, tidak dapat bekerjasama, impulsif, tidak dapat mengambil

keputusan, nakal, memunculkan sikap permusuhan dan agresif. Di samping itu, kekerasan fisik dapat menyebabkan anak luka, sakit bahkan mengalami kecacatan seumur hidup.

Selain itu, terdapat juga orang tua yang terlampau sibuk di luar rumah dan menyenangi rutinitasnya sehingga mereka mengabaikan, menampilkan sikap dingin, tidak peduli, tidak menampilkan kehangatan, acuh tak acuh terhadap kegiatan atau perasaan anak, jarang

berkomunikasi atau bercanda dengan anak, tidak ada kontak fisik dan bahkan menjauhi anak. Bahkan pada orang tua yang sangat ambisius atau kaku, mereka biasa menertawakan,

menjauhkan anak dari teman-teman atau lingkungannya, merendahkan, mengintimidasi dan menipu anak.

Santrock (2007: 258) menjelaskan bahwa orang tua yang memiliki gaya pengasuhan dengan kontrol dan afek yang rendah (permissive) serta mengabaikan anak (neghlectful) dapat menyebabkan anak menjadi tidak patuh, tidak bertanggung jawab, agresif, lalai, otoriter, terlalu percaya diri,penuntut dan tidak sabaran.

Berkaitan dengan praktek prostitusi yang makin meningkat, banyak pula anak remaja mengalami pelecehan seksual. Mereka dijual oleh orang tuanya untuk dijadikan wanita penghibur, dipaksa untuk menikah dini atau dijadikan model pornografi. Tidak sedikit anak perempuan yang mengalami kekerasan ini.

Pada dasarnya semua kekerasan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya adalah karena persepsi mereka yang salah terhadap peran orang tua dan anak. Selain itu, isu gender juga semakin menguatkan fenomena ini. Oleh karena itu, sebagian besar pelaku kekerasan adalah laki-laki (Unicef, 2000). Dapat dibayangkan jika kekerasan ini dilakukan pada anak-anak yang sedang mengembangkan kognitif, afeksi dan psikomotor, maka perkembangannya akan terganggu bahkan sangat mungkin menyebabknan kerusakan mental. Persepsi orang tua yang salah, lalu diajarkan pada anak, maka anak pun akan memiliki persepsi yang salah, begitu seterusnya.

Tidak diketahui jelas kapan persisnya kekerasan pada anak ini terjadi di Indonesia dan di negara lain. Namun semakin tahun, kasus kekerasan anak semakin meningkat. Banyak pula pihak yang menggolongkan bahwa kekerasan terhadap anak merupakan tindakan kriminal yang merugikan orang lain. Sehingga pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang tentang pengahapusan kekerasan dalam rumah tangga nomor 23. Undang-undang ini dibuat untuk menghormati hak asasi manusia, kesetaraan gender danmelindungi korbankekerasan rumah tangga (Presiden RI, 2004).

Selain itu, Kementrian Sosial Indonesia juga aktif mengadakan berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah kekerasan anak ini. Diantaranya adalah dengan mengaktifkan lembaga-lembaga rehabilitasi sosial. Menurut Giwo Rubiyanto Wiyogo (mantan ketua KPAI), masalah kekerasan ini banyak diakibatkan karena kondisi ekonomi. Hal ini memicu semakin

(4)

kompleks yang harus melibatkan berbagai pihak untuk mengatasinya. Meskipun hukum kekerasan dalam rumah tangga telah ada, namun masalah ini belum tertuntaskan. Hal ini diakibatkan karena sosialiasi mengenai undang-undang kekerasan belum sepenuhnya diketahui dan dipahami oleh masyarakat, sehingga memerlukan solusi lain yang daat

mendukung penuntasan kekerasan rumah tangga khususnya anak) di Indonesia (Johan, 2010).

Berdasarkan fenomena tersebut dan minimnya solusi mengenai kekerasan anak, maka penulis tertarik untuk mengadakan studi literatur mengenai solusi mengurangi tindak kekerasan pada anak. Keberhasilan untuk menangani kekerasan terhadap anak dapat meningkatkan persaingan bangsa berbasis keunggulan lokal.

Referensi:

Alfarisi, Ikhwan Kunto. 27 Agustus 2008. Tingginya Angka Kekerasan pada Anak. Online. Tersedia:http://blog.cybergl.co.id/2008/08/27/tingginya-angka- kekerasan-pada-anak/ [8 Agustus 2010].

Baharudin. 2007. Paradigma Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Firdaus, Iman. 8 Agustus 2010. KPAI: Angka Kekerasan Anak Terbanyak di NTT. Online. Tersedia: http://jurnalparlemen.com/2010/08/08/angka-kekerasan-anak-terbanyak-di-NTT/ [8 Agustus 2010].

Johan. 23 Juni 2010. Menyelami Kekerasan pada Anak.Online.

Tersedia:http://kementriansosialindonesia.co.id/2010/06/23/menyelami-kekerasan-pada-anak/ [8 Agustus 2010].

Judarwanto. 22 Juli 2010. 1.826 Kasus Kekerasan Terhadap Anak Hanya Dalam 5 Bulan. Online. Tersedia: http://saveindonesianchildren.wordpress.com/ [8 Agustus 2010].

Presiden RI. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Republik Indonesia.

Santrock. 2007. Life-Span Development. London.

Referensi

Dokumen terkait

GSO merupakan suatu orbit lingkaran yang terletak sejajar dengan bidang khatulistiwa bumi dengan ketinggian ± 35.786 km dari permukaan wilayah khatulistiwa bumi, berupa

Sesuai dengan data hasil belajar serta keaktifan siswa yang meningkat dari kondisi awal ke siklus I kemudian ke siklus II maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran materi

Proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik di Polres Kota Batu terutama di bagian Unit PPA yang menangani masalah tindak pidana perdagangan orang telah sesuai

Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian dengan analisis sensori metode uji pembedaan serta uji hedonik didapatkan bahwa camilan nori artifisial berbahan baku bayam

Sedangkan faktor-faktor eksternal meliputi: cahaya UV (200-300 nm) dari radiasi matahari (Cahaya UV- A, UV-B), radiasi frekuensi lainnya, termasuk foto sinar-x dan sinar

 Berdasarkan analisis lingkungan pengendapan dan sikuenstratigrafi, didapatkan bahwa Formasi Telisa memiliki porositas yang lebih tinggi dari Formasi Bekasap apabila

Metode separasi fitosterol dengan teknik rekristalisasi pelarut suhu rendah, dengan tahapan sebagai berikut: melarutkan fraksi tidak tersabunkan menggunakan heksana dengan nisbah

Ini merupakan langkah penting, yang mendorong penggunaan prior knowledge dan memori serta memungkinkan mahasiswa untuk menguji atau menggambarkan pemahaman lain; link