Untuk kritik, saran, pertanyaan dan pe-masangan iklan :
Silahkan e-mail saya di rinaldoaldo92@ gmail.com, dengan subjek : Kritik/Saran/ Pertanyaan/Pemasangan Iklan (spasi) maksud.
Untuk submit artikel :
Saya membuka kesempatan bagi para pembaca untuk mensubmit artikel opininya dalam newsletter ini, dalam 2 bagian, “Opininya Mana?” dan “Senti-lan Fualing Greget”, namun harus ber-hubungan dengan televisi. Silahkan sub-mit dengan 2 cara berikut :
1. Kunjungi blog saya disini. Temukan menu “Submit Artikel dan Opini”, klik dan isi form yang tersedia sesuai petun-juk yang ada.
2. Atau, silahkan kirim lewat e-mail di inikritikgue@gmail.com, baik lewat tu-lisan (format word, .doc atau .docx, jika ada gambar, lampirkan dalam dokumen tersebut) maupun lewat gambar atau meme (format png, khusus “Sentilan Fualing Greget”).
Semua artikel yang dibuat akan diedit tanpa mengubah substansial isi. Ingat! : tidak berbau SARA, bullying (utamanya anak dibawah umur) memfitnah atau menyinggung orang lain.
Jangan lupa juga, untuk berikan sa-ran atas tampilan newsletter ini di s.id/ newsletter.
1
Persona Televisi Agustus 2015 Edisi 4, Tahun 1Agustus 2015
@rinaldoaldo92 personatelevisi.id
s.id/inikritikgue
Managed by “IniKritikGue” Blog. rinaldoaldo92@gmail.com
Persona
Televisi
Logo Baru, Cerita Baru
P
er akhir Juni 2015 lalu, blog prib-adi saya yang menaungi kehad-iran newsletter ini meluncur-kan sebuah branding baru yang mencitrakan maksud dan tujuan adan-ya blog tersebut.Disaat yang sama, newsletter blog ini ter-us berbenah diri. Mungkin, dalam beberapa bulan nantinya, anda akan melihat tampi-lan newsletter ini dalam berbagai macam versi. Ini sifatnya belum ix dan masih terus akan berubah sampai ditemukan tampilan yang pas. Makanya, suara anda penting da-lam survei yang saya laksanakan. Silahkan lihat box disamping.
Visi keduanya tetap sama, sama-sama in-gin menyebarkan literasi media, utamanya pertelevisian kepada masyarakat Indonesia, dengan cara yang enak, populer, dan perlu dibaca.
Banyak bahasan menarik dalam edisi ini, salah satunya soal rating dan share. Pe-nasaran? Baca halaman selanjutnya.
Jakarta, Juli 2015
Rinaldo Aldo
Secuplik, Jon
Quote by @rinaldoaldo92
"Kreativitas tanpa etika,
nggak keren bro.."
"Sampah itu ketika program
TV kita sudah kehilangan
in-formasi yang bermanfaat.."
Sambutan
Logo Baru, Cerita Baru 1
Redaksi 1
Daftar Isi 2
Secuplik, Jon 2
Ulasan Utama
Survei KPI : Baru Nyadar Sekarang? 3
Hot Topic 5
Tahu Televisi
Rating dan Share, “Raja dan Ratu” Televisi 7
Sentilan Fualing Greget
Warisan dan FTV 8 Opininya Mana?
Program Impor, Variasi atau Kurang Kreatif? 9
Bonus 11
Daftar Isi
NB : Pada gambar, saya buat menjadi hitam putih (desaturate) untuk mengh-indari kengerian terhadap darah. Teri-ma kasih atas pengertiannya.
Pada salah satu acara jelang buka puasa di stasiun TV swasta, (22/6), ada “kecelakaan” yang terjadi pada salah satu talent pengi-si acara, yaitu Ayu Dewi, dimana mic yang diisi angin yang kencang tiba-tiba membuat matanya luka, karena jarak antara mic den-gan matanya yang cukup dekat. Anehnya, tidak ada yang tanggap saat itu.
Setelah kejadian itu, selama beberapa hari ia memakai kacamata untuk menutupi lukan-ya. Hmm..
2
Persona Televisi Agustus 2015
Diterbitkan oleh :
Survei KPI : "Baru Sadar
Sekarang?"
B
aru-baru ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengumum-kan hasil survei yang mereka lakukan tentang kualitas pro-gram televisi di Indonesia. Hasilnya?Jika mengikuti standar rata-rata KPI di angka 4, maka hanya program religi dan program wisata sajalah yang berhasil melewati standar. Sisanya masih berada dibawah angka 4. Hasilnya dirangkum dalam tabel disamping.
Dilihat dari hasilnya, jujur saya tak begitu kaget. Toh ini juga yang selama ini ban-yak dikritisi oleh masyarakat, baik di dun-ia nyata maupun di dundun-ia maya. Maka, saya sebetulnya tidak terlalu mement-ingkan survei ini. Namun, ada beberapa poin yang enak dan perlu dibahas.
Pertama, soal teknis. Jika diperhatikan baik-baik, 7 dari 9 kota pengumpulan data adalah kota yang juga jadi objek mbah Nielsen, yaitu Jakarta, Medan, Banjarma-sin, Yogyakarta, Denpasar, Semarang. Si-sanya di Makassar dan Ambon.
Jenis Program Nilai
Religi 4,1
Wisata/Budaya 4,09
Talkshow 3,78
Berita 3,58
Komedi 3,13
Anak-Anak 3,03
Variety Show 2,68
Sinetron 2,51
Infotainment 2,34
Ini menarik, karena bisa jadi ada salah persep-si soal penilaian yang terlalu “kota-sentris”. Selain itu, jumlah responden ahli juga be-rimbang tiap kotanya : 90 orang. Ini jelas berbeda dengan jumlah responden Nielsen yang kebanyakan dari Jakarta, sehingga ada istilah “Jakarta-sentris”, yang membuat pro-gram TV kita
kebanyakan diisi selera Jakarta.
Kedua soal nonteknis. Survei ini mem-perhitungkan 15 stasiun TV berjaringan nasional di Indonesia, termasuk TVRI. Sayangnya, ada 3 stasiun TV berjaringan yang jaringannya belum mencover kes-eluruhan 9 kota tersebut, sehingga pe-nilaian pun terasa agak jomplang, meski-pun dijelaskan dalam hasil survei, pihak KPI sudah menyediakan sampel program TV dalam bentuk Compact Disk (CD).
Selanjutnya, ada protes yang dilayang-kan masyarakat, karena sinetron Gan-teng-Ganteng Serigala (GGS) tidak ter-masuk dalam sampel survei KPI kategori sinetron. Padahal, jika dibandingkan dengan 3 sampel program yang disurvei KPI, yaitu 7 Manusia Harimau, Emak Ijah Pengen Naik Haji dan Sinema Pencari Taubat, keburukannya (dikatakan) sama. Sementara, dari sisi stasiun TV, RCTI memprotes masuknya sinetron mere-ka yang tidak diperbandingmere-kan dengan sinetron yang bergenre sama, mungkin
maksudnya sejenis GGS kali ya.. Ketawa?
Meskipun begitu, ada program-program berkualitas yang juga dihadirkan dalam survei ini. Hasilnya? Sama-sama tidak mengejutkan. Nama program-program ini sudah sering digaungkan sebagai pro-gram yang dikenal karena tidak aneh-aneh, kritis, mendidik dan inspiratif, se-misal Kick Andy, Laptop Si Unyil, Hitam Putih, Indonesia Lawyers Club, dan lain sebagainya.
Ah, dibalik segala pertentangan dan per-setujuan, selalu ada hikmahnya. Survei ini sebetulnya tidak terlalu penting, jika dibandingkan perubahan konten pro-gram TV kita yang harus benar-benar mewujudkan “tontonan yang juga se-bagai tuntunan..”, yang tidak membuat hati dan otak jadi kesal karenanya.
Silahkan download hasil survei KPI selengkapnya disini atau disini.
4
Persona TelevisiBERITA
PALING
GREGET
#beritapalinggrege t
MNC Group Bantah Keterlibatan Politik Praktis dengan Perindo (?)
MNC Group membantah keterlibatan mereka dalam mendukung (secara pemberitaan) calon kepala daerah yang didukung partai Perindo, yang didirikan oleh pemi-lik MNC Group, Hary Tanoesoedibijo. Hal ini ditegas-kan Arya Sinulingga, direktur pemberitaan MNC Group (16/6). Sebagai korporasi, katanya, mereka tidak ber-hubungan langsung dengan kegiatan politik Hary Tanoe.
Eits, pada lupa dengan calon
pres-iden-wapres gagal ya? Itu, WINHT = Wiranto-Hary Tanoe? (Tempo.co) KPI : Pernikahan anak Jokowi Mengangkat Unsur Budaya
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akhirnya mengklariika-si alasan mengapa mereka menegur program 7 bulanan anak Rai Ahmad dan Nag-ita Slavina. Sementara, dalam waktu yang hampir bersamaan, ada pernikah-an pernikah-anak presiden RI, Joko Widodo ypernikah-ang ditaypernikah-angkpernikah-an LIVE oleh beberapa stasiun TV.
Ketua KPI, Judhariksawan mengatakan, dalam acara pernikahan anak presiden RI, mereka fokus mengangkat unsur budaya. Sementara dalam program 7 bulanan anak Rai dan Nagita diang-gap mengangkat hal-hal tak penting. Bisa diterima? (tabloidbintang.com)
HT : Kalau Saya Presiden, Saya Ganti Menpora (Pasti Hubungannya dengan Hak Siar Sepakbola)
Pengusaha dan pemilik MNC Group, Hary Tanoesoedibijo (HT) menyesalkan tindakan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi yang tidak kunjung mencabut surat pembekuan PSSI, yang berujung kepada sanksi FIFA terhadap Indonesia.
“Kalau saya jadi presiden, maka saya akan ganti Menpora-nya! Cara menyelesaikan masalah tidak seperti ini. Ibaratnya bila mencari jarum di kolam, maka jangan diobok-obok kolamnya, sebab selain tidak akan menemukan jarumnya, ikan-ikan yang ada di kolam juga akan ikut mati..”
Dor, nggak ada hubungannya dengan hak siar sepakbola kan? MNC Group cukup agresif soal ini. Ini soal rating, bos.. (Okezone.com)
5
Persona TelevisiAgustus 2015
Pendapatan Iklan Stasiun TV Semester I-2015 : MNC Berjaya, Trans Terpuruk
Berdasarkan data dari Adstensity, belanja iklan pada semester I-2015 (13 stasiun TV) ini menca-pai Rp32,919 Triliun, berbalik dengan data BPS yang menyatakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal-I yang berada di posisi 4,71%. Ini pada pertengahan tahun, jika dihitung setahun, maka pendapatannya hanya setengah dari pendapatan iklan 2014 lalu, Rp 150 Triliun.
Dari sisi grup, MNC Group memegang 35% pendapatan iklan, Emtek 25%, dan Trans 8%, “tapi turunnya Trans grup dari sisi pendapatan mengejutkan. Disni perlunya talent-talent dalam men-gendalikan industri kreatif,” kata Sapto Anggoro, direktur PT Sigi
Kaca Pariwara, periset Adstensity.
Kesal dianggap cari sensasi, Deddy Corbuzi-er “menyemprot” presentCorbuzi-er TVOne
Mentalist dan presenter Deddy Corbuzier kes-al ketika presenter Apa Kabar Indonesia Mkes-alam TVOne (9/6), Andromeda Mercury mempertanya-kan “Apakah langkah anda membuat video itu (berkaitan dengan kasus pembunuhan Engeline) untuk mencari sensasi untuk lebih populer?”.
Balasannya, cukup greget : “ ... Sama kayak TVOne, ini langkah anda nyari rating. Apa bedanya? TVOne menyiarkan ini berarti langkah TVOne cari rating..” Jawabannya, “No comment”.
Ah, seperti Desi Ratnasari aja.. (Merdeka.com)
Soal Kampanye Nikah Mut’ah, CTPI (Dilayar Kaca MNCTV) Minta Maaf
Dalam klariikasi yang dapat diakses di websiten-ya, CTPI (dilayar kaca MNCTV) meminta maaf atas penayangan FTV “Dia Tetap Ibuku” (17/6) yang menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengam-panyekan nikah Mut’ah (nikah kontrak).
“Adapun isi dari sinetron tersebut sesungguhn-ya tidak membenarkan kawin kontrak atau nikah Mut’ah sebagai sesuatu yang wajar dan benar. Jika ada kalimat dari salah satu tokoh yang seo-lah-olah membenarkan kawin kontrak itu tidak menggambarkan inti dari cerita sinetron terse-but”. (MNCTV.com)
Pemerintah diminta kaji penggabungan An-tara, RRI dan TVRI
Hal ini disampaikan oleh ketua Komisi I DPR, Mah-fudz Siddiq, dalam rapat dengan Kemenkomin-fo dan direksi kantor berita Antara, (10/6) : “Kita mencermati, tren yang terus berkembang adalah konvergensi atau pengintegrasian media. Mun-gkin tidak, fungsi Antara yang ada di-merger den-gan RRI dan TVRI?..”
Menurut direktur keuangan Antara, Endang Sri Wahyuni, “Kami menyerahkan keputusan kepa-da pemerintah kepa-dan DPR, apakah Antara akan di-gabungkan dengan TVRI dan RRI. Sejauh ini, kita sudah membangun kerjasama “B to B” (kerjasama antar perusahaan) dengan TVRI dan RRI”, sambil menjelaskan beberapa keberhasilan mereka, sep-erti penurunan utang pajak pada 2014. (Suara. com)
6
Persona TelevisiP
asti ada yang bertanya, kenapa pro-gram TV A bisa dipertahankan san-gat panjang, sementara program TV B bisa dicut, padahal baru tayang 1-2 minggu. Hal ini bisa saja terjadi, karena adanya rating dan share. Apa itu?Bagi programming TV (divisi yang mengatur jadwal dan membeli program TV), rating dan share adalah “makanan” mereka sehari-hari. Iya, rating dan share menunjukkan ranking (urutan) dan jumlah penonton pada suatu program TV. Rating dan share jadi salah satu pertimbangan yang sangat penting dalam ke-berlanjutan dan pengembangan suatu pro-gram TV, yang nantinya akan berpengaruh juga kepada pendapatan stasiun TV itu nan-tinya.
Sayangnya, kebanyakan stasiun TV kita salah mengartikannya. Rating dan share malah di-jadikan bahan pencitraan, dan akhirnya malah berujung buruk pada konten-konten yang mereka hasilkan.
Maka, ini penjelasan singkatnya.
Rating menunjukkan ranking suatu program
TV diantara program TV lainnya. Pastinya, jumlah program TV tidak mungkin hanya 10 saja kan? Nah, fungsinya miriplah dengan ranking di sekolah. Sementara Share menun-jukkan jumlah pemirsa pada suatu program TV diantara banyak televisi yang dinyalakan.
Rumusnya?
1. Rating
Misalnya, casenya seperti ini :
Program “Tukang Cendol Naik Cendol” punya jumlah pemirsa 1000, sementara program “7 Manusia Siluman” punya jumlah pemirsa 1750, dan jumlah pemilik TV sekitar 3000. Maka, hasilnya adalah..
Jadi, nantinya akan seperti ini, kalau dalam urutan rating..
1. “7 Manusia Siluman” (58,3/28%) 2. bla bla bla
3. bla bla bla
4. “Tukang Cendol Naik Cendol” (33,3/14%)
(bersambung)
TAHU
TELE
VISI
Bagian ini berisi pengetahuan umum seputar pertelevisian Indonesia, baik teknis atau non teknis. Yang punya ide, pertanyaan dan sumbang informasi apapun seputar pertelevisian, silah-kan kirim e-mail ke inikritikgue@gmail.com.
#JanganNontonTipiTanpaLogika
Rating dan Share, “Raja dan Ratu” Televisi (Bagian 1)
Diskusi di Twitter atau Facebook dengan #RajaRatuTelevisi
7
Persona TelevisiSentilan Fualing Greget
Punya sentilan yang lebih greget? Kirimkan dalam 2 versi :
1. Word (.doc atau .docx, jika ada gambar lampirkan dalam dokumen tersebut), atau
2. Meme atau komik (.jpg atau .png)
kirimkan ke inikritikgue@gmail.com atau lewat menu “Submit Artikel dan blog” di blog saya.
8
Persona TelevisiOpininya
Mana?
Program Impor, Variasi atau Kurang
Kreatif?
Editorial by : Rinaldo Aldo | @rinaldoaldo92 | rinaldo.92.aldo.169405
Sejak televisi swasta hadir di Indonesia pada tahun 1989 (adanya RCTI), program impor semakin marak. Berbeda dengan ketika televisi hanya dikuasai TVRI. Hal ini terus terjadi sampai saat ini. Bedanya, program impor kini menjadi komoditas bagi beberapa stasiun TV.
K
omoditas disini artinya jadi andalan. Beberapa stasiun TV bangga mem-bawa program impor, utamanya film dan drama sebagai andalan. Trans TV dan Global TV misalnya.Kedua stasiun TV itu mengandalkan ker-jasama mereka dengan beberapa distributor ilm asing, yang membuat mereka bisa lelu-asa memutarkan berbagai ilm-ilm terkenal, semacam Spiderman, James Bond, dan lain sebagainya. Meskipun memang kebanyakan ilmnya diulang-ulang, karena ada kaitannya dengan hak siar.
Bukan hanya ilm barat (Amerika), ilm dari India dan daratan Asia lainnya, seperti Tiongkok (China), Korea dan lain sebagain-ya juga bansebagain-yak diandalkan stasiun TV. Dari dulu, kita mengenal CTPI (MNCTV dilayar kaca) sebagai stasiun TV penayang ilm In-dia, dan hal ini terus terjadi sampai seka-rang. Sayangnya mereka kurang sukses ke-tika menayangkan serial India.
Indosiar, dulu sebelum diakuisisi oleh Em-tek (grup SCTV) mengandalkan serial Ko-rea, yang menjadi andalan mereka tiap sore hari. Sekarang, serial Korea hanya di-tayangkan saat dini hari (diatas pukul 24:00). Jauh sebelumnya, mereka dikenal sebagai penayang ilm dan drama dari Tiongkok, seperti The Return of The Condor Heroes, yang soundtracknya dinyanyikan oleh Yuni Shara. Ini terkait dengan konsep awal sta-siun TV ini yang mengambil ide dari TVB Hongkong, sampai ke logonya.
ANTV, sudah mengalami banyak pergo-lakan dengan program impor. Bukan hanya
ilm dan drama, juga program non drama. ANTV sempat “bermain” dengan segmen anak muda, dengan menggandeng MTV. Kini, mereka mengandalkan program ilm dan drama dari Turki dan India, yang me-menuhi sekitar 70-80% persen dari kes-eluruhan program. Bahkan, pengaruhnya sampai masuk ke program in-housenya (buatan stasiun TV itu sendiri) ANTV.
Pertanyaannya sekarang, ini
va-riasi, kurang kreatif atau tidak
ada rasa nasionalisme?
Sempat saya lihat ada perdebatan, ketika Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur ANTV karena terlalu banyak menyajikan pro-gram impor. Perdebatan ini terjadi karena 2 alasan : ada stasiun TV lain yang menayang-kan program impor yang kurang lebih sama banyaknya, seperti Global TV, namun tidak dikenakan hal serupa, atau KPI yang dianggap terlalu banyak mengurusi hal-hal tak pent-ing (termasuk ini), jika dibandpent-ingkan dengan konten sinetron yang buruk secara kualitas, misalnya.
Kalau diperhatikan secara seksama, sebetulnya ada aturan dari KPI yang menjelaskan berapa porsi program impor yang semestinya.
Durasi relai siaran untuk acara tetap yang ber-asal dari luar negeri dibatasi paling banyak 5% (lima per seratus) untuk jasa penyiaran radio dan paling banyak 10% (sepuluh per seratus) untuk jasa penyiaran televisi dari seluruh wak-tu siaran per hari, kecuali siaran pertandingan olahraga yang mendunia yang memerlukan perpanjangan waktu.
(Pasal 45 ayat 2 P3 KPI)
Menurut penelitian Remotivi, sebuah lem-baga swadaya masyarakat yang mengamati persoalan media, utamanya televisi, Glob-al TV dan ANTV pGlob-aling besar melanggar ketentuan KPI tersebut. Jika dihitung durasi siarannya, maka kedua stasiun TV tersebut berada di angka 50-70%. (Remotivi, peneli-tian pada 27, 29, 31 Mei 2015, dapat dilihat pada halaman selanjutnya).
Sebetulnya, tak ada masalah jika stasiun TV menayangkan program impor. Kalau menurut saya pribadi, ini justru menambah variasi program yang disajikan. Tapi, per-soalannya adalah bukan hanya soal durasi, banyaknya, ataupun seberapa populern-ya program atau artis dari program impor tersebut. Ini soal konten, karena adakalanya program impor menyajikan konten yang ti-dak sesuai dengan budaya Indonesia. Perlu perhatian ekstra dari semua pihak, utaman-ya KPI sebagai regulator, stasiun TV dan masyarakat.
Lagipula, program lokal (buatan Indonesia) sendiri juga saat ini masih terlalu jauh dari kata ideal. Jangan jadikan program impor sebagai penutup kelemahan program lokal, kemudian diperbesar sebanyak mungkin. Ini bukan cara cerdas untuk memperbaikinya. Harus ada niat dari stasiun TV untuk memi-lah-milah program TV yang tepat dan ideal, utamanya program lokal.
10
Persona Televisi
Agustus 2015
Mau seperti dia?
Caranya mudah.
Cukup tulis opini anda, dalam format word (.docx atau .doc), lalu kirimkan ke inikritikgue@gmail.com, atau klik “Submit Artikel dan Opini” di menu navigasi blog saya. Isi form yang ter-sedia.
Semua artikel yang anda masukkan akan dimoderasi dan akan diedit, tanpa mengubah substansi isinya.