• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMENUHAN HAK IDENTITAS ANAK MARGINAL St

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMENUHAN HAK IDENTITAS ANAK MARGINAL St"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PEMENUHAN HAK IDENTITAS ANAK MARGINAL

(

Status Keperdataan dan Akses Terhadap Bantuan Sosial)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan

Pengantar Hukum Indonesia

Dosen

Tofik Yanuar Chandra, SH., MH.

Disusun Oleh :

Walter W. Simbolon 2017330050080

ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JAYABAYA

(2)

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD45) pada pasal 28 bagian B ayat (2) disebutkan “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”. Amanat dari Undang-Undang Dasar ini sejalan dengan Konvensi Hak

Anak PBB yang sudah diratifikasi Indonesia melalui KEPPRES 36 tahun 1990.

Rumusan konvensi tersebut sudah dituangkan dalam bentuk undang-undang yaitu

Undang-Undang (selanjutnya disebut UU) Perlindungan Anak No 23 tahun 2002

yang sudah direvisi menjadi UU Nomor 35 tahun 2014.

Dalam pasal yang ke - 7 Konvensi Hak Anak tersebut menyebutkan bahwa

setiap anak berhak atas identitas dan status kebangsaan.1 Pasal ini di implementasikan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak pasal 27 mengenai identitas berupa akta kelahiran.

Berdasarkan amanat undang-undang dan konvensi Hak Anak tersebut diatas

bahwa setiap anak harus mendapat identitas yang dituangkan dalam akta kelahiran.

Tetapi dalam kenyataanya masih banyak anak yang belum memiliki akta kelahiran.

Data dari kementerian dalam negeri pada tahun 2016 bahwa 70 % warga Indonesia

belum punya akta kelahiran, dan sebagian besarnya adalah anak-anak.2 Khusus anak jalanan, Menteri Sosial Ibu Khofifah Indar Parawansah mengatakan ada sekitar

33.400 anak jalanan diseluruh Indonesia dan di Jakarta ada sebanyak 7.600.3 Mayoritas anak jalanan tidak memiliki akta kelahiran.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2015 bekerjasama

dengan Kementerian Pemberrdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah

anak berdasarkan sensus penduduk nasional penduduk Indonesia diperkirakan

1 UNICEF, Pengertian Konvensi Hak Anak.(Jakarta: Harapan Prima, 2003), hal.4

2

https://news.detik.com/berita/3194289/mendagri-70-persen-warga-indonesia-belum-punya-akta-kelahiran

3

(3)

3 mencapai 252,2 juta jiwa, dan sekitar 82,85 juta jiwa (32,9 persen) diantaranya

adalah anak-anak usia 0-17 tahun.4 Berdasarkan data tersebut, 70% dari 82,85 juta anak Indonesia tidak memiliki identitas, yaitu sekitar 57,99 juta anak.

Hal ini menjadi suatu permasalahan karena masalah identitas adalah masalah

kebangsaan yang seharusnya melekat pada diri anak tersebut begitu seorang anak

dilahirkan menjadi hak keperdataan dia. Pencatatan secara administratif dalam data

kependudukan bahwa anak tersebut secara resmi menjadi warga Negara.

Berdasarkan data pencatatan sipil tersebutlah Negara bisa lebih optimal hadir dalam

menunjukkan perannya untuk memelihara dan mensejahterakan rakyatnya sesuai

dengan yang diamanatkan UUD 1945 pasal 34 ayat (1): Fakir miskin dan anak-anak

terlantar dipelihara oleh Negara.

Semua bantuan sosial yang disediakan oleh Negara untuk marginal, warga

miskin dan terlantar diberikan berdasarkan identitas. Artinya identitas adalah

satu-satunya akses untuk bisa mendapat bantuan sosial. Misalnya di DKI Jakarta

disediakan bantuan pendidikan berupa KJP (Kartu Jakarta Pintar) untuk untuk anak

sekolah. Tetapi untuk masuk sekolah, anak harus punya akta kelahiran dan

mendaftar secara online dengan menggunakan NIK (Nomor Induk Kependudukan).

Artinya, anak yang tidak memiliki akta kelahiran dan tidak terdaftar dalam data

kependudukan tidak akan bisa sekolah dan tidak berhak mendapatkan bantuan

pendidikan berupa KJP tersebut. Begitu juga dengan bantuan sosial lainnya seperti

KJS (Kartu Jakarta Sehat) atau BPJS, untuk memperolehnya harus berdasrkan

identitas Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) di Puskesmas.

Hal ini menjadi masalah bagi keluarga anak-anak marginal yang tidak

memiliki identitas. Khususnya yang tinggal sebagai warga urban di kota-kota besar

seperti Jakarta. Berdomisili di kolong jembatan, di pinggir rel kereta api dan di

rumah-rumah kumuh padat penduduk, tetapi tidak terdaftar secara administratif di

wilayah tersebut.

Untuk mengurus identitas tersebut juga tidak mudah karena harus menelusuri

riwayat kependudukan orang tua anak tersebut. Semakin tidak mudah lagi apabila

keluarga tersebut sudah turun-temurun tinggal diwilyah tersebut, atau sudah lama

4

(4)

4 meninggalkan kampong halamannya. Data kependudukan yang lama biasanya sudah

dicabut atau dihapus. Berbagai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk

mengurus identitas kependudkan sangat susah dipenuhi. Kelakuan oknum-oknum

petugas yang terkadang mempersulit dan tidak memberikan solusi, sangat

memberatkan bagi masyarakat marginal untuk mengurus identitas kependuduknnya.

Yang paling sering menjadi kendala dalam pengurusan akte kelahiran

seorang anak marginal adalah status perkawinan orang tua yang tidak jelas, atau

tidak tercatat secara resmi di KUA atau di Kantor Kependudukan Catatan Sipil.

Pernikahan ini tidak diakui oleh Negara, yang berimbas kepada status keperdataan

anak yang dilahirkan dari pernikahan ini. Banyak anak yang lahir diluar pernikahan.

Perceraian orang tua juga menjadi hal yang biasa. Tentu hal ini akan lebih susah lagi

menentukan status keperdataan anak tersebut

Permasalahan mengenai identitas kependudukan ini sangat berpengaruh

kepada kehidupan sosial dan tumbuh kembang seoarng anak. Karena hal itu menjadi

status keperdataan dia. Dan sangat dibutuhkan dalam mengurus segala bentuk

bantuan sosial bagi anak tersebut yang diharapakn bisa mengubah status social dia

deikemudian hari.

B. Rumusan Masalah

Pembahasan mengenai pemenuhan hak identitas berupa akta kelahiran bagi

anak marginal sebagai upaya menanamkan wawasan kebangsaan, berdasarkan

permasalahan diatas makalah ini akan membahas hal-hal berikut:

1. Depenisi dan faktor munculnya anak marginal khususnya anak jalanan

2. Hak Keperdataan anak sesuai dengan undang-undang

3. Kegunaan hak identitas berupa akta kelahiran sebagai hak keperdataan seorang

anak marginal dalam megurus hak-hak anak lainnya

4. Dampak dari terpenuhinya hak identitas terhadap masadepan anak.

C. Tujuan Penulisan

Bertolak dari latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka penulisan

(5)

5 1. Mengetahui pentingnya identitas bagi setiap orang sebagai hak keperdataan

khususnya bagi anak-anak marginal.

2. Mengetahui kegunaan dan manfaat akte kelahiran dan bagaimana

mengurusnya.

3. Mengetahui permasalahan yang dialami keluarga anak marginal dalam

memenuhi hak identitas.

4. Menyadarkan akan pentingnya kehadiran Negara yang seperti petugas

pencatatan sipil dalam mempermudah pengurusan hak identias anak.

D. Batasan Makalah

Penulis menyadari bahwa cakupan dari kelompok marginal tersebut sangatlah

luas. Untuk itu penulis membatasi makalah ini hanya yang menyangkut anak jalanan

(6)

6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anak Marginal

1. Pengertian Anak Marginal

Kata Marginal berasal dari bahasa inggris marginal yang berarti jumlah atau

efek yang sangat kecil. Dalam kamus bahasa Indonesia kata marginal diartikan;

berhubungan dengan batas (tepi); tidak terlalu menguntungkan dan tidak

diperhitungkan; berada dipinggir.5 Sosiolog Paul Graham juga mengartikan marjinal tersebut adalah suatu kelompok yang jumlahnya kecil atau bisa juga

diartikan sebagai kelompok pra-sejahtera, identik dengan masyarakat kecil atau

kaum yang terpinggirkan, masyarakat kelas bawah yang terpinggirkan dari

kehidupan masyarakat 6

Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan bahwa anak marginal tersebut

adalah anak yang lahir dari kelompok keluarga pra-sejahtra, anak dari kaum yang

terpinggirkan, anak dari masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki akses untuk

mendapat perhatian dari kehidupan masyarakat pada umumnya.

2. Kriteria atau Indikator Kelompok Marginal

Secara umum berdasarkan subjeknya dalam konteks yang lebih luas Siti Kurnia

Widiastuti membagi kelompok marginal tersebut dapat dibagi menjadi beberapa

kriteria:7

a. Secara Sosiologis:

Yang termasuk kelompok marginal adalah buruh anak,

seorang/kelompok-masyarakat yang mendapatkan perlakuan tidak adil atau diskriminatif karena

persoalan gender, seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalami

peminggiran sosial, dan masyarakat atau kelompok masyarakat yang hak

asasinya terlanggar.

5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama, hlm. 879

6 Paul Graham, The Power Of Marginal , (Clifornia: Prantice Hal, 2006) 7

(7)

7 b. Secara Infastruktur:

Individu atau kelompok masyarakat dari kultur manapun, ketika keberadaan

mereka dalam kehidupan secara geografis mengalami kesulitan pada akses

untuk mendapatkan air bersih, jarak transportasi yang tak terjangkau, ataupun

akses pada Bank dan komunikasi yang sulit, maka kelompok masyarakat ini

bisa dikatakan marginal.

c. Secara Kesehatan:

Kelompok masyarakat yang harapan hidupnya rendah, tingkat kematian bayinya

tinggi, masyarakat yang mengalami gizi buruk dan kekurangan gizi, semua ini

bisa dikategorikan dalam kelompok marginal.

d. Secara Pendidikan:

Sebuah kelompok masyarakat yang di dalamnya tingkat buta hurufnya tinggi,

banyak yang tidak sekolah, maka kelompok masyarakat semacam ini dapat

didefinisikan dalam golongan kelompok marginal.

f. Secara Politik:

Individu atau kelompok masyarakat yang terhambat atau tidak diberi ruang

untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu, maka ia tergolong marginal (secara

politik). Begitupun kelompok masyarakat yang tidak bisa mendapatkan

kenyamanan dan selalu terancam baik dalam m asalah keamanan maupun dari

kekerasan ia juga masuk dalam kategori marginal.

g. Secara Ekonomi:

Sebuah kelompok masyarakat maupun individu yang pendapatan perkapitanya

rendah sehingga ia masuk kategori miskin, maka ia masuk dalam kelompok

marginal. Batas bawah pendapatan perkapita dalam hal ini berbeda-beda antara

yang biasanya ditetapkan pemerintah maupun lembaga-lembaga international.

Begitupun kelompok masyarakat yang menganggur dan tidak memiliki

pekerjaan, ia juga masuk dalam kategori marginal.

h. Secara Ekologis:

Kelompok masyarakat yang sumber daya alamnya rusak, terksploitasi sehingga

mereka tidak dapat memanfaatkannya lagi untuk kehidupan juga bisa

dikategorikan marginal, seperti: polusi lingkungan, kondisi sumber daya alam

yang hancur sehingga tidak bisa berlanjut.

(8)

8 Sebuah kelompok masyarakat yang indeks pembangunannya rendah, yang

meliputi pertumbuhan ekonominya rendah, pemerataan ekonomi juga timpang

dan tidak merata, harapan hidup rendah, tingkat melek huruf rendah, tidak

adanya kesetaraan gender dalam ruang publik, maka kelompok masyarakat

semacam ini juga masuk dalam klasifikasi kelompok marginal. Yang juga

masuk dalam kelompok marginal adalah kelompok m asyarakat miskin, yang

ditunjukkan oleh rendanya pendapatan perkapita.

Tapi dalam konteks yang lebih khusus kelompok marginal tersebut biasanya

dialamatkan kepada anak-anak jalanan dan anak terlantar. Bisa terlihat dari

pengkategorian tersebut diatas, anak jalanan dan terlantar berada dalam semua

kategori tersebut. Seperti yang disebutkan dalam batasan makalah ini, penulis akan

lebih memfokuskan pembahasan kepada kelompok anak jalanan tersebut.

3. Anak Jalanan Sebagai Anak Marginal

Departeman Sosial RI pernah mendefenisikan, “anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran

di jalanan atau tempat-tempat lainnya”.8 Aep Rusmana dalam bukunya mengutip batasan tentang anak jalanan yang diberikan UNICEF, yaitu :

Street child are those who have abandoned their homes, school and

immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted

into a nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur

dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan

lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang

berpindah-pindah di jalan raya).9

Defenisi tersebut diatas dirumuskan puluhan tahun yang lalu, tentunya

mengalami perubahan dangan kondisi anak jalanan saat ini. Banyak program dan

kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah. Bekerjasama dengan lembaga-lembaga

swadaya masyarakat yang memberikan perhatian kepada anak jalanan tersebut.

Anak jalanan yang tadinya berpindah-pindah, sekarang kebanyakan menetap dalam

satu area urban di sekitar Jakarta. Kebanyakan merupakan turunan dari orang tua.

8 Makmur Sanusi, Pedoman Penanganan Anak jalanan Perempuan , (Jakarta: Depertemen

Sosial, 2004), hlm. 7

(9)

9 Mereka bertempat tinggal di kolong Jembatan, pinggir rel kereta api dan area-area

kumuh padat penduduk disekitar Jakarta. Tetapi kebanyakan tidak terdaftar secara

administratif di pemerintahan setempat, yang juga tidak memiliki dokumen

kependudukan dan data pernikahan orangtua yang sah..

Anak jalanan tersebut tidak bisa disamakan satu sama lain. Latar belakang

dan karaktaristiknya masing-masing anak berbeda-beda. Oleh karena itu UNICEF

juga membedakannya ke dalam tiga kategori kelompok yaitu:10

1. Kelompok high risk to be street children yaitu anak jalan yang masih

tinggal dengan orang tua, beberapa jam di jalanan kemudian kembali ke

rumah.

2. Kelompok children on the street yaitu mereka melakukan aktivitas

ekonomi di jalanan dari pagi hingga sore hari. Dorongan ke jalan

disebabkan oleh keharusan membantu orang tua atau untuk pemenuhan

kebutuhan sendiri.

3. Kelompok children of the street yaitu mereka telah terputus dengan

keluarga bahkan tidak lagi mengetahui keberadaan keluarganya. Hidup

di jalanan selama 24 jam, menggunakan fasilitas mobilitas yang ada di

jalanan secara gratis.

Pengelompokan anak jalanan di atas menitikberatkan pada hubungan anak

jalanan dengan keluarganya, dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu anak

yang masih tinggal dengan orang tua, anak jalanan yang menjadi urban ke kota dan

jarang pulang dan anak jalanan yang sudah terputus dengan keluarganya.

Dari ketiga kelompok anak jalanan tersebut diatas, berdasarkan penelitian

penulis, kebanyakan bermasalah dengan identitas. Terutama mereka yang masuk

dalam kategori children on the street dan children of the street. Untuk itu dibutuhkan

penanganan khusus dalam mengurus hak identitas mereka.

(10)

10

B. Hak Keperdataan Anak

Defenisi Anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun

2002, dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 1: “1. Anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, keberadaan anak sangat

penting sebagai generasi penerus yang dipersiapkan untuk menerima tongkat estafet

kepemimpinan pada masa yang akan datang. Untuk mendapatkan generasi yang

berkualitas, maka setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.1

Sehubungan dengan itu, orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab

untuk menjaga dan memelihara hak asasi anak tersebut sesuai dengan hak dan

kewajiban yang melekat pada niliai-nilai kemanusiaannya. Demikian pula dalam

rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung

jawab menyediakan aksestabilitas bagi anak, terutama dalam menjamin

pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah. Dengan demikian

anak sebagai generasi penerus memiliki potensi yang tangguh, nasionalisme baik,

dan berakhlak mulia.

Seperti yang penulis sudah singgung dalam bab permasalahan sebelumnya

bahwa dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

dalam Pasal 7 ayat (1) menentukan bahwa setiap anak berhak untuk mengetahui

orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri; Pasal 27 ayat (1)

dan (2) menentukan bahwa identitas diri setiap anak harus diberikan sejak

kelahirannya yang dituangkan dalam akta kelahiran; serta dalam Pasal 4

menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,

dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Upaya normatif

untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak tersebut sejalan dengan

Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang dilahirkan PBB

yang telah diratifikasi Pemerintah Republik Indonesia dengan Keppres No. 36

Tahun 1990 yang menyebutkan bahwa prinsip-prinsip dasar perlindungan anak,

antara lain adalah non diskriminasi dan kepentingan terbaik bagi anak (the best

(11)

11 Namun, tidak semua anak mendapatkan perlindungan untuk penghargaan atas

hak asasinya karena masih ada anak yang tidak terpenuhi hak-haknya, terabaikan

oleh orang tuanya, dan tidak mendapat penanganan yang serius dari pemerintah.

Masih sering dijumpai anak yang tidak secara optimal menikmati masa

kanak-kanaknya karena harus mencari nafkah untuk membantu orang tuanya, ataupun

anak-anak yang terlantar.

Konsekuensi lain yang harus ditanggung anak adalah kesulitan dalam hal

mengurus akta kelahiran. Seperti pernyataan dari Kepala Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Kabupaten Lebak Sri Rahayu, bahwa sebagian besar anak warga

Kabupaten Lebak tidak memiliki akta kelahiran karena orang tua tidak memiliki

akta nikah dan sebagian lagi karena hanya menikah secara siri akibat kemiskinan.

Biaya nikah mencapai ratusan ribu rupiah bagi warga miskin tentu sangat berat.

Selama ini, masyarakat Kabupaten Lebak yang mengurus akta kelahiran kurang

lebih hanya 20 persen hingga 25 persen dari 15.000 kelahiran anak per tahun.11 Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa hampir 50 (lima

puluh) juta anak Indonesia tidak memiliki akta kelahiran disebabkan orang tuanya

yang tidak memiliki akta nikah karena tidak pernah menikah dan karena kawin siri,

angka ini hampir separuh dari jumlah anak yang berusia di bawah 5 (lima) tahun

yang ada di Indonesia.12

1. Hak Keperdataan Anak menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Menurut Undang-Undang Perkawinan tentang anak disebutkan dalam Pasal 42,

berbunyi: “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat

perkawinan yang sah.” Keturunan yang sah didasarkan atas adanya

perkawinan yang sah, dalam arti bahwa yang satu adalah keturunan yang lain

berdasarkankelahiran dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah, anak-anak

yang demikian disebut anak sah.13

11 M Shodiq Mustika, Anak Jalanan dan Anak di luar nikah dianggap tidak pernah lahir?,

http://shodiq.com/2009/05/24

12

Syafran Sofyan, Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Status Anak Luar Kawin, http://www.jimlyschool.com.

13

(12)

12 Dilihat dari unsur materiil yang ada dalam ketentuan diatas bahwa anak yang

sah adalah :

 Anak yang dilahirkan dalam dan akibat perkawinan, orang tua dari anak sah juga harus dlam suatu ikatan perkawinan yang sah pula.

 Dan kelahirannya harus dari perhubungan perkawinan yang sah, kelahiran anak itu harus dari orang tua yang terikat hubungan perkawinan.

 Dengan demikian anak yang sah itu harus dengan jelas diketahui bapak dan ibunya yang telah resmi secara hukum terikat dalam suatu perkawinan yang sah,

jadi keterikatan hubungan perkwinan orang tua it menjadi tolak ukur anak itu

dianggap sah atau tidak menurut hukum perkawinan di Indonesia.

Selain anak sah seperti yang dipaparkan diatas, begitu juga sebaliknya.

Keturunan yang tidak sah adalah keturunan yang tidak didasarkan atas suatu

perkawinan yang sah, orang menyebut anak yang demikian ini adalah anak luar

kawin. Sehingga membawa konsekuensi dalam bidang perwarisan. Sebab anak yang

dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya

dan keluarga ibunya.14 Seperti amanat Undang-Undang Perkawinan pasal 43 ayat 1,

“Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”

Pasalnya KUHPerdata membedakan antara anak sah dan anak tidak sah atau

anak luar kawin. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 tahun

1974, bahwa: “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai

akibat perkawinan yang sah”.

Disisi lain, dalam Pasal ini tidak disebutkan adanya suatu tenggang waktu

untuk menentukan sah atau tidaknya seorang anak. Adapun seorang anak yang

dilahirkan dari suatu perkawinan yang sah mempunyai kedudukan yang jelas

terhadap hak-haknya termasuk hak mewarisnya.15

2. Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status

Anak Luar Kawin

Kondisi tentang kedudukan anak diluar perkawinan yang resmi dan

dicatatkan ini menuai kontrofersi. Baik dari segi status maupun hak-hak

14

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Penerbit Alumni, 1989), hlm.100-101

15

(13)

13 keperdataanya dimata hukum Indonesia. Mahkamah Konstitusi pada hari Jumat

tanggal 17 Februari 2012 telah mengabulkan sebagian permohonan pengujian

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut MK dalam putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Anak

Luar Kawin, Pasal 43 ayat 1 harus dibaca “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan

mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan

laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan

teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,

termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.16

Inti dari putusan MK itu adalah untuk memberikan kepastian hukum terhadap

anak yang lahir diluar perkawinan yang sah kepada bapak biologis anak tersebut.

Tidak hanya berdampak pada pemberian status hukum tetapi sebagai konsekuensi

logis anak tersebut memiliki hak keperdataan kepada bapak biologis. Dan Bapak

biologisnya juga harus menjalankan kewajibanya sebagai bapak seperti amanat

Undang-Undang Perkawinan.

Adapun yang menyangkut kewajiban dan hak anak sebagai dampak

dari penetapan status hukum pada anak dijelaskan dalam Pasal 45 Undang-Undang

Perkawinan, bahwa :

(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka

sebaik-baiknya.

(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai

anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus

meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Kedua orang tua berkewajiban untuk memelihara anak-anak mereka, artinya

wajib bagi kedua orang tua memenuhi segala kebutuhan anak-anak mereka baik

kebutuhan primer maupun skunder. Kedua orang tua juga berkewajiban untuk

mendidik anak-anak mereka dalam arti sempit orang tua harus bisa menjadi suri

tauladan atau contoh yang baik bagi anak-anak mereka. Kalau ditarik dalam arti

yang luas kedua orang tua harus mempu memenuhi hak-hak anak sesuai dengan

undang-undang perlindungan Anak. Terutama hak-hak dasar anak. Hal itu bisa

dijadikan sebuah standarisasi untuk memenuhi kewajiban orang tua terhadap anak.

16Syafran Sofyan SH, SpN, MHum,”

(14)

14 Baik kedua orang tua dalam keadaan bersama-sama ataupun dalam keadaan sudah

bercerai.

3. Kewajiban Anak

Tidak terlepas dari hak, seorang anak juga berkewajiban untuk menghormati

orang tua dan menaati perintah orang tua selama itu tidak dikategorikan sebagai

perbuatan melawan hukum. Sebagai timbal balik atau balas budi seorang anak

kepada kedua orang tua, seorang anak juga berkewajiban untuk memelihara menurut

kadar kemampuan perekonomianya. Sesuai penyataan Undang-Undang Perkawinan

dalam Pasal 46, berbunyi:

(1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.

(2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang

tua dan keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka itu memerlukan

bantuannya.

Hal ini juga senada dengan Undang-Undang Perlindungan Anak yang memang

lebih rinci mengatur tentang hak-hak dan kewajiban anak, Undang-Unndang nomor

23 tahun 2002 Pasal 19, berbunyi:

Setiap anak berkewajiban untuk :

a. menghormati orang tua, wali, dan guru; \

b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

C. Akta Kelahiran Bagi Anak Marginal Sebagai Hak Keperdataan

Undang Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002 yang sudah direvisi

menjadi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 dalam pasal 27 ayat (1)

mengamanatkan bahwa: “identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”. Ayat (2) menyebutkan: ”identitas sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran”. Teknis pelaksanaan pasal ini ada

dalam UU Administrasi Kependudukan nomor 24 tahun 2013, yang merupakan

(15)

15

1. Persyaratan dalam Mengurus akta Kelahiran

Beberapa dokumen yang harus di miliki oleh orang tua anak marginal untuk

mengurus akta kelahiran anaknya adalah:

1. Kartu Tanda Penduduk

2. Kartu Keluarga

3. Surat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau dari Dinas Catatan

Sipil

4. Surat Lahir dari Penolong Kelahiran

5. Surat Pengantar Rt/Rw.

Permasalahan antara pemenuhan hak anak dan tertip administrasi biasanya

menjadi hal menyulitkan dalam pengurusan akta kelahiran bagi keluarga rentan

kependudukan seperti anak jalanan. Karena dari dokumen yang disyaratkan tersebut

diatas, kebanyakan orang tua anak marginal tidak memiliki salah satu dan bahkan

keseluruhan dokumen. Sehingga hal ini akan sangat mempersulit untuk mendapatkan

akta kelahiran.

Sekalipun saat ini pengurusan akta kelahiran tersebut sudah dipermudah

dengan menggaratiskan semua biaya pengurusan. Terlebih lagi program percepatan

pembuatan akta kelahiran dengan diterbitkannya Peraturan Menteri dalam Negeri

nomor 9 tahun 2016, tapi tetap tidak banyak membantu untuk kategori anak jalanan

children of the street karena data pengenal dari orang tua susah ditelusuri.

2. Manfaat Pemenuhan Akta Kelahiran Bagi Anak Marginal

Pemenuhan hak identitas berupa akta kelahiran bagi anak maginal bukan

hanya sekedar pencatatan dan mendapatkan selembar kertas. Tetapi pencatatan

identitas akan memiliki dampak keperdataan bagi seorang anak, yang tentunya

sangat berpengaruh bagi masadepan anak. Dan tentunya akan memiliki dampak

kepada keluarga dan masyarakat secara umum. Karena tidak bisa dipungkiri

lingkaran hidup anak marginal berputar ditempat. Anak marginal akan menikah

dengan anak marginal dan akan melahirkan anak marginal. Pernikahan tersebut

(16)

16 Segala upaya yang menyangkut memperjuangkan perubahan hidup yang

lebih baik buat anak marginal, harus dimulai dari pemenuhan identitas. Berikut ini

beberapa kegunaan akta kelahiran yang penulis coba rangkumkan secara umum:

 Sebagai wujud pengakuan negara mengenai status individu, status perdata, dan status kewar-ganegaraan seseorang.

 Sebagai dokumen/bukti sah mengenai identitas seseorang.

 Seabagai bahan rujukan penetapan identitas dalam dokumen lain, misalnya ijazah.

 Masuk sekolah TK sampai Perguruan Tinggi.

 Mendapat bantuan sosial dari Pemerintah (BPJS, KJS, KJP, BLT)  Melamar pekerjaan, termasuk menjadi anggota TNI dan POLRI.  Pembuatan KTP, KK dan NIK.

 Pembuatan SIM.  Pembuatan Pasport.

 Pengurusan tunjangan keluarga.  Pengurusan warisan.

 Pengurusan beasiswa.

 Pengurusan pensiun bagi pegawai.  Melaksanakan pencatatan perkawinan.  Melaksanakan ibadah haji.

 Pengurusan kematian.  Pengurusan perceraian.  Pengurusan pengakuan anak.

 Pengurusan pengangkatan anak/adopsi.

Semua kegunaan dan manfaat dari akta kelahiran yang tertera diatas tidak akan bisa

(17)

17 Bantuan sosial yang disediakan pemerintah untuk warga miskin diberikan

berdasarkan identitas. Yang artinya anak yang tidak memiliki identitas, yang secara

administratif tidak terdata tidak akan mendapat bantuan. Padahal dari segi kriteria

kemiskinan dan keterlantaran, mereka lebih layak mendapatnya. Alles Saragi

direktur Yayasan Sahabat Anak yang bergerak dalam memperjuangkan pemenuhan

hak anak-anak jalanan menganalogikan:

“ Pemerintah seperti sedang menghidangkan makanan yang sangat enak dimeja makan dan mempersilahkan orang–orang miskin untuk

menikmatinya, mereka berdiri di depan meja, yang paling miskin ada ditepi

meja. Tapi untuk mengambil makanannya harus pake sendok tidak boleh

pake tangan. Yang tidak punya sendok tidak bisa menikmati sekalipun

mereka berdiri paling depan ditepi meja. Mereka yang punya sendok

menikmati makanan ini dengan lahap.”17

Analogi sendok tersebut diibaratkan akta kelahiran atau identitas yang menjadi

syarat mutlak untuk mendapat bantuan sosial dari pemerintah. Mereka yang sudah

termarjinalkan dalam hal sosial dan ekonomi, akan semakin termarjinalkan karena

ketidak jelasan identitas mereka.

3. Pemenuhan Hak Keperdataan Anak dam Tertib Administrasi

Kepen-dudukan

Penulis juga menyadari ada dilema yang dihadapai petugas pelayanan sipil

di lapangan, karena mereka harus memerankan pemenuhan hak anak seperti amanat

undang undang. Disisi lain mereka harus tertip dalam mengadministrasi semua data

kependudukan sesuai dengan persyaratan yang diharuskan oleh undang-undang

juga. Hal inilah yang sering menjadi perdebatan antara masyarakat yang

memperjuangkan hak anak dengan petugas administrasi pencatatan sipil.

Tetapi menurut penulis, karena identitas adalah hak asasi seorang anak,

seharusnya tidak boleh ada persyaratan yang sifatnya administratif menghalangi

anak mendapatkan haknya. Untuk itu peraturan yang sifatnya administratif seperti

17

(18)

18 dokumen-dokumen awal atau dokumen pendukung sebaiknya bisa dibuat

alternatifnya seperti surat pernyataan yang ditandatangani diatas materai. Sehingga

pengurusan administrasi kependudukannya bisa terselesaikan

Untuk anak yang lahir diluar perkawinan yang sah, hendaknya putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Anak Luar

Kawin, bisa menjadi rujukan. Sehingga mempermudah pemenuhan persyaratan

(19)

19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemenuhan hak identitas setiap anak yang merupakan hak keperdataan setiap

anak adalah amanat undang-undang. Konvensi Hak Anak PBB dengan jelas

menekankan kepada setiap Negara yang sudah meretifikasai konfensi tersebut agar

melaksanakannya dan membuat peraturan dalam Negara masing masing. Indonesia

sudah mengimplementasikan dalam UU Perlindungan Anak. Tetapi

Undang-Undang tersebut akan diperhadapkan dengan Undang-Undang-Undang-Undang Perkawinan

menyangkut status keperdataan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah.

Permasalahan tersebut sedikit teratasi setelah terbitnya putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Anak Luar Kawin.

Dalam teknis pelaksanaan undang-undang tersebut harus berhadapan dengan

UU Administrasi Kependudukan, yang mensyaratkan berbagai dokumen sebagai

data awal dalam mengurus akta kelahiran. Dalam hal data awal inilah yang menjadi

permasalahan bagi anak marginal. Karena mereka tidak memiliki data tesebut.

Orangtua mereka tidak terdaftar sebagai warga dan tidak memiliki KTP.

Antara pemenuhan hak anak dan tertib administrasi kependudukan sering

menjadi permasalahan yang memperlambat bahkan menghalangi pengurusan akta

kelahiran ini. Seharusnya tidak boleh permasalahan administratif menghambat

pemenuhan hak anak. Pemerintah harus mencari solusi alternatif dalam melengkapi

data yang dibutuhkan dalam mengadministrasi kependudukan. Karena tanpa hal itu

sangat mustahil anak-anak yang orang tuanya tidak mempunyai berkas-berkas yang

dipersyaratkan bisa diproses dan mendapat akta kelahiran.

Pemenuhan hak identitas seorang anak menjadi pintu utama dalam

memenuhi hak-hak anak lainnya, baik hak pendidikan, hak kesehatan, hak bermain,

hak makanan sehat, hak kesamaan, hak perlindungan , hak dalam pembangunan dan

hak anak menyatakan pendapat

Dengan tidak adanya akta kelahiran atau identitas seorang anak, berarti tidak

memiliki bukti wujud pengakuan negara mengenai status individunya, baik status

(20)

20 tanggung jawab Negara kepadanya. Anak tadak bisa mengakses semua

bantuan-bantuan sosial yang disediakan Negara kepadanya. Padahal kalau dilihat dari segi

kriteria penerima bantuan, keluarga marginal ini menjadi sasaran atau penerima

utamanya.

Dalam pemenuhan hak identitas tersebut, berdasarkan Undang-Undang

Administrasi Kependudukan nomor 24 tahun 2013, stelsel aktif berada di

pemerintah. Seharusnya pemerintah melalui petugas administrasi kependudukan di

setiap keluarahan bisa berperan aktif sebagai representasi kehadiran Negara

mendata kelengkapan administrasi kependudukan warganya.

Saran

Sebagai penutup dari makalah ini penulis menyampaikan beberapa saran :

1. Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat, dan juga

mahasiswa tentang permasalahan hak kepedataan anak jalanan. Sehingga

memiliki keinginan untuk mendampingi anak tersebut untuk mendapatkan akta

kelahirannya.

2. Makalah ini juga disarankan kepada petugas pencatatan sipil yang menjadi

representasi kehadiran Negara dalam mendata dan mengadministrasi warganya.

Agar menunjukkan etika moral dan wawasan kebangsaan yang baik, karena hal

itu bisa menjadi panutan bagi warga dalam mencintai negaranya. Pengurusan

identitas bagi anak jalanan tersebut akan memiliki dampak yang sangat besar

dalam memperjuangkan hak-hak anak lainnya.

3. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan, untuk itu Penulis mengharapkan adanya masukkan untuk

(21)

21

Daftar Pustaka.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Graham, Paul.2006. The Power Of Marginal .Clifornia: Prantice

Hadikusuma, Hilman, Hukum. 2003, Perkawinan Indonesia Menurut; Perundangan, Hukumadat, dan Hukum, Jakarta: Erlangga

Mustika, M Shodiq, Anak Jalanan dan Anak di luar nikah dianggap tidak pernah lahir?, http://shodiq.com/2009/05/24

Penulis. Wawancara dengan Bapak Alles Saragi Pengurus Yayasan Sahabat Anak Jakarta. 24 Oktober 2017. Jakarta: Yayasan Sahabat Anak Jakarta

Rusmana, Eep. 2001. Pemberdayaan Anak Jalanan. Jakarta: FH UI

Sanusi, Makmur. 2004. Pedoman Penanganan Anak jalanan Perempuan. Jakarta: Depertemen Sosial

Satrio, J. 2000Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-undang, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Sofyan, Syafran, Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Status Anak Luar Kawin, http://www.jimlyschool.com.

Sofyan, Syafran SH, SpN, MHum,”Analisis Putusan MK,” http//hukum on-line

Syahrani, Riduan. 1989, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung : Penerbit Alumni

UNICEF. 2003. Pengertian Konvensi Hak Anak. Jakarta: Harapan Prima

Widiastuti, Siti Kurnia. 2010, Pemberdayaan Masyarakat Marginal .Yokjakarta: Pustaka Pelajar

news.detik.com/berita/3194289/mendagri-70-persen-warga-indonesia-belum-punya-akta-kelahiran

Referensi

Dokumen terkait

Yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti serta pencatatan data- data yang diperlukan di dalam penyusunan Laporan Akhir ini seperti

Selanjutnya pada trend jangka pendek, kinerja sektor property berada dalam kondisi up trend atau cenderung menguat di sertai dengan sinyal positif dari stochastic Oscillator

Berdasarkan beberapa hal yang terkait dengan pembelajaran matematika yaitu siswa tidak hanya diharapkan dapat memiliki keterampilan menyelesaikan soal menggunakan

Kenyataan penyuluhan yang diberikan oleh BKKBN adalah tentang proses kehamilan, proses persalinan, pertumbuhan janin sehingga siswa menganggap bahwa materi yang diberikan tidak

Suatu tanda/gejala direkam sebagai kondisi utama, dengan indikasi kondisi terkait adalah suatu kondisi atau kondisi lain, reseleksi gejala tersebut sebagai “kondisi utama”. Bila

12.03.060.02.071 ELIDAWARNI SIREGAR, SP Pargarutan Julu/ v S1 v Kantor SUMUT TAPSEL Angkola Selatan Sihuik-kuik Jln.Siondop Anggota 02-12-1969 Rumah SUMUT P.Sidimp. Utara Lusung

(e) Fungsi mengeluh, melalui tindak ekspresif ini, guru menggerutu atau kecewa dengan tindakan siswa. Fungsi mengeluh ini mencakup: rasa kecewa, rasa bingung, rasa marah,

Objektif kajian adalah untuk mengenal pasti tahap pengaruh televisyen (pelakon, keganasan, senjata, situasi, ditiru, kesan) terhadap murid-murid sekolah, mengenal pasti