BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Di eks kawedanan Boja terdapat 3 kecamatan yaitu kecamatan Singorojo, Boja dan Limbangan atau lebih dikenal dengan daerah SIBOLI . Ada 11 SMP Negeri yang terletak di eks kawedanan tersebut, namun dengan mempertimbangkan efetivitas dan penyebaran secara geografis juga latar belakang sosial budaya serta ekonomi, yang dijadikan sumber data penelitian hanya 4 SMP yaitu SMP Negeri 1 dan 3 Boja, SMP Negeri 1 Limbangan dan SMP Negeri 2 Singorojo.
SMP Negeri 2 Singorojo terletak di desa Ngareanak kecamatan Singorojo, berada pada jalur alternatif antara Boja dan Sukorejo, kurang lebih 6 km dari Boja. Secara geografis SMP tersebut berada di daerah perbukitan, sehingga siswanya berasal dari daerah-daerah sekitarnya dengan latar belakang sosial dan ekonomi heterogen, namun lebih banyak yang agraris. Jumlah kelas yang terdapat di SMP Negeri 2 Singorojo adalah 15 kelas dengan jumlah siswa lebih
kurang 500 siswa, terdapat 8 jenis kegiatan
ekstrakurikuler.
namun baru mendapatkan status Negeri sejak tanggal 15 Januari 1976 tersebut beralamat di jalan raya Kaliwung Boja nomor 20 Boja, kabupaten Kendal. Dewasa ini memiliki 21 kelas dengan lebih dari 650 siswa. Di SMP Negeri 1 Boja ada sekitar 20 jenis ekstrakurikuler baik yang berupa krida (Pramuka, PMR, UKS, Paskibra, Karya Ilmiah (KIR,English club), Latihan olah bakat dan minat (Paduan suara, jurnalistik, basket, voli, TIK) maupun keagamaan (Baca
tulis Qur’an, rebana).
SMP Negeri 3 Boja terletak di lereng gunung Ungaran, tepatnya di desa puguh kecamatan Boja, berada pada perlintasan jalan alternatif antara objek wisata Nglimut, Gonoharjo dan Semarang. Memiliki 15 kelas dengan lebih dari 500 siswa. Seperti halnya sekolah yang terletak di daerah pedesaan, karakteristik siswanya berlatar belakang sosial ekonomi yang ditopang oleh sistem agraris, karena sebagian besar orang tua siswa mengandalkan pertanian sebagai sumber mata pencaharian mereka. Tentu saja dewasa ini kesadaran masyarakat pedesaan jauh lebih maju dalam hal pendidikan. Ada sekitar 10 jenis kegiatan ekstrakurikuler yang berada di SMP Negeri 3 Boja.
Sedangkan SMP Negeri 1 Limbangan yang terletak di desa Limbangan, menjadi pusat daya tarik tersendiri bagi lulusan SD di daerah Limbangan dan
sekitarnya. SMP tersebut terletak di pusat
kelas dengan lebih dari 550 siswa dan 22 ekstrakurikuler.
4.2 Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini sudah divalidasi oleh ahli atau orang yang kompeten di bidangnya. Untuk model
manajemen ekstrakurikuler yang selama ini
dilaksanakan di SMP Negeri sub rayon boja studi literatur, angket dan hasil wawancaranya sudah didiskusikan dengan praktisi dalam hal ini para pengelola kegiatan ekstrakurikuler, terdiri dari unsur pelatih dan kesiswaan, yang telah menangani kegiatan tersebut selama bertahun-tahun dan diakui hasilnya
baik oleh teman sejawat/guru lain maupun
menghasilkan prestasi yang sangat baik.
Untuk model manajemen ekstrakurikuler yang dapat memperbaiki model sebelumnya yang melibatkan
partisipasi aktif baik dari orang tua maupun
peserta/siswa hasil angket dan wawancaranya sudah divalidasi oleh unsur kesiswaan, kepala sekolah, komite sekolah dan praktisi kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
Dan efektivitas model manajemen ekstrakurikuler partisipatif yang lebih melibatkan peserta didik dan orang tua juga masyarakat, hasil angket dan
wawancaranya telah didiskusikan dengan para
1.2.1Model Manajemen Ekstrakurikuler Yang Selama Ini Diterapkan di SMP Negeri se Sub Rayon Boja.
Berdasarkan data angket yang peneliti sebarkan, yang terdiri dari 8 pertanyaan yaitu:
No Daftar Pertanyaan Skor
1 2 3 4
1 Kelengkapan pedoman pelaksanaan manajemen pembinaan kesiswaaan khususnya ekstrakurikuler yang dikeluarkan instansi terkait berupa Buku pedoman, petunjuk
teknis/juknis, petunjuk
pelaksanaan/juklak, atau pedoman lainnya
2 Kelengkapan pedoman pelaksanaan manajemen pembinaan kesiswaan khususnya ekstrakurikuler yang dikeluarkan oleh pihak sekolah dalam perencanaan/planning (program kerja),
pengorganisasian/organizing (Penunjukan pembina/pelatih), pelaksanaan/actuating (jurnal latiahan, daftar hadir) maupun pengawasan/controlling (daftar nilai,evaluasi), dan sebagainya 3 Tersedianya alat kelengkapan/
sarana prasarana yang memadai dalam menunjang pelaksanaan kegiatan pembinaan manajemen pembinaan kesiswaan khususnya ekstrakurikuler di sekolah
4 Adanya pembina dan pelatih
ekstrakurikuler dalam menjalankan fungsi manajemen pembinaan kesiswaan
5 Tersedianya sumber dana untuk menunjang kegiatan pembinaan kesiswaan khususnya
ekstrakurikuler
pembinaan kesiswaan khususnya ekstrakurikuler baik di tingkat sekolah maupun regional 7 Adanya perencanaan/awal dan
evaluasi/akhir sebagai implementasi manajemen dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan kesiswaan khususnya ekstrakurikuler 8 Adanya dukungan dari orang tua
dan peserta/siswa baik usulan dalam penyusunan program, pelaksanaan kegiatan khususnya pendanaan dan evaluasi kegiatan yang berupa saran.
dengan ketentuan angka 1 untuk jawaban yang kurang, angka 2 untuk jawaban cukup, angka 3 untuk jawaban baik dan angka 4 untuk jawaban baik sekali,
sedangkan rangenya adalah 1≤kurang<1.75,
1.75≤cukup<2.50, 2.50≤baik<3.25, 3.25≤baik sekali<4. Ketika model partisipatif dari orang tua dan siswa
belum diterapkan, dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
Untuk angket kepada kepala sekolah dan urusan kesisiwaan/pembina OSIS, juga dilengkapi dengan observasi dan dokumentasi, peneliti mendapatkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini dilakukan di sekolah-sekolah Negeri se sub rayon boja telah dilaksanakan dengan cukup baik, namun pelaksanaannya hanya rutinitas belaka. Hal tersebut nampak dari kenyataan di lapangan bahwa kegiatan
ekstrakurikuler belum mengacu pada pedoman
kesiswaan menjawab cukup dan 5 menjawab baik. Artinya hanya 37,5% yang menyatakan bahwa kegiatan
ekstrakurikuler cukup mengacu pada pedoman
pelaksanaan manajemen esktrakurikuler, sedangkan 62,5% menyatakan baik. Sedangkan nilai rata-ratanya adalah 2,625 yang artinya masuk pada kategori baik.
Kelengkapan administrasi manajemen
ekstrakurikuler juga belum memadai dengan masih sulit ditemukannya prinsip-prinsip manajemen mulai dari perencanaan program, pengorganisasian kegiatan, pelaksanaan program yang masih banyak kendala dan pengawasan maupun evaluasi yang masih lemah. Bahkan di beberapa tempat peneliti menemukan, melalui pengamatan, ada beberapa sekolah secara
administratif lengkap namun dalam
mengimplementasikan kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler belum maksimal. Namun sebaliknya, ada sekolah yang dilihat dari kegiatan ekstrakurikuler sangat maju namun secara administratif kurang.
Berdasarkan angket dengan skala likert tentang kelengkapan administrasi yang peneliti sebar, ada 2 kepala sekolah dan kesiswaan yang menjawab cukup, 3 menjawab baik dan 3 menjawab baik sekali. Dapat dijelaskan bahwa kelengkapan administrasi kegiatan ekstrakurikuler (program kerja, jurnal latihan, daftar hadir, dan sebagainya) yang kondisinya cukup ada 25%, 37,5% dalam kondisi baik, sisanya 37,5% baik sekali, sedangkan rata-ratanya adalah 3,125 yang artinya masuk pada kategori baik.
kegiatan belum merata. Karena hampir seluruh beban mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi/pengawasan dilakukan oleh pihak sekolah, sedangkan setiap sekolah mempunyai skala prioritas
sendiri, sehingga kemampuan sekolah dalam
menyediakan kelengkapan sarana dan prasarana kegiatan ekstrakurikuler juga tidak sama.
Menurut jawaban angket dari sumber data penelitian yang terdiri kepala sekolah dan urusan kesiswaan/pembina OSIS, ada 2 kepala sekolah, kesiswaan dan pembina OSIS yang menjawab cukup, 3 menjawab baik dan 3 yang menjawab baik sekali. Sehingga dapat dijelaskan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup ada 25%, baik ada 37,5% dan 37,5 % menyatakan baik sekali sedangkan nilai rata-ratanya adalah 3,125 yang dikategorikan baik.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler juga sangat dipengaruhi oleh
tersedianya pembina maupun pelatih yang kompeten di bidangnya masing-masing. Pola pikir yang menganggap bahwa pembinaan kesiswaan khususnya kegiatan ekstrakurikuler hanya menjadi tanggung jawab guru-guru tertentu juga mempengaruhi tingkat keberhasilan kegiatan ekstrakurikuler.
Dari angket yang peneliti sebar berkaitann
dengan keberadaan pembina dan pelatih
dan 37,5% yang baik sekali, hasil nilai rata-ratanya adalah 2,75 yang masuk pada kategori baik.
Pendanaan kegiatan ekstrakurikuler hanya
menjadi tanggung jawab pihak sekolah, hal tersebut mengakibatkan kemampuan bersaing dari masing-masing kegiatan ekstrakurikuler kurang tinggi. Dewasa ini persaingan kegiatan ekstrakurikuler dalam berbagai lomba pada tingkat sekolah, regional, daerah maupun
antar daerah sangat pesat, apabila hanya
mengandalkan sumber dana dari sekolah masih terasa sangat minim. Hasil angketnya adalah sebagai berikut, ada 1 orang kepala sekolah atau kesiswaan yang menjawab kurang, 2 orang yang menjawab cukup, 3 menjawab baik dan 3 orang yang menjawab baik sekali. Dari hasil angket tersebut dapat dijelaskan bahwa
ketersediaan dana untuk menunjang kegiatan
ekstrakurikuler terdapat 12,5% yang menyatakan kurang, 25% yang menyatakan cukup tersedia, 37,5%
menyatakan tersedia dengan baik dan 37,5%
menyatakan baik sekali. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 2,75 artinya masuk pada kategori baik.
Sebagai akibat dari minimnya dukungan dana
dari pihak sekolah, adalah kurang tersedianya
kompetisi sebagai wadah untuk mengukur sekaligus
mengevaluasi berbagai kegiatan pembinaan
ekstrakurikuler yang dilaksanakan di sebuah sekolah
dalam kurun waktu tertentu. Kompetisi atau
perlombaan dan pertandingan menjadi tempat
Dari data angket yang peneliti dapatkan
berkaitan dengan tersediannya kompetisi untuk
kegiatan ekstrakurikuler, diperoleh hasil sebagai berikut, terdapat 1 orang yang menjawab kurang, 2 orang yang menjawab cukup, 4 orang yang menjawab baik dan 1 orang yang menjawab baik sekali. Sehingga dapat dijelaskan bahwa ada 12,5% yang menyatakan kurang, 25% menyatakan cukup, 50% menjawab baik dan 12,5% menyatakan baik sekali, nilai rata-ratanya 2,625 dikategorikan baik.
Sebagai sebuah organisasi, kegiatan
ekstrakurikuler seharusnya juga menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam melaksanakan program. Minimnya perencanaan, kurangnya pengorganisasian dan lemahnya pengawasan juga menjadikan sebab kurang berhasilnya kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan selama ini. Hasil angket yang peneliti dapat adalah sebagai berikut, terdapat 3 orang kepala
sekolah, kesiswaan dan pembina OSIS yang
menyatakan cukup, terdapat 3 orang yang menyatakan baik dan 2 orang yang menyatakan baik sekali. Jika dijelaskan dalam prosentase adalah bahwa yang menjawab cukup 37,5%, yang menjawab baik 37,5% dan yang menjawab baik sekali 25%, sedangkan nilai rata-ratanya adalah 2,875 masuk pada kategori baik.
Pada beberapa sekolah, angka partisipasi dari orang tua juga masih terlalu rendah, dari empat sekolah yang menjadi sumber data, hanya ada satu SMP Negeri yang telah berhasil mengoptimalisasi peran
serta orang tua/masyarakat dalam pelaksanaan
signifikan. Artinya bahwa perlu lebih ditingkatkan partisipasi para orang tua siswa dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
kegiatan ekstrakurikuler di setiap satuan pendidikan. Peran siswa sebagai peserta kegiatan ekstrakurikuler juga pada beberapa sekolah belum cukup optimal, penyebaran jumlah siswa dalam setiap jenis kegiatan ekstrakurikuler pilihan belum merata.
Data angket yang peneliti peroleh adalah sebagai berikut, terdapat 3 orang kepala sekolah, kesiswaan dan pembina OSIS yang menjawab cukup, 3 orang yang menjawab baik dan 2 orang yang menjawab baik sekali. Jika diprosentase menjadi 37,5% menjawab cukup, 37,5% menjawab baik dan 25% menjawab baik sekali, nilai rata-rata yang diperoleh adalah 2,875 masuk pada kategori baik.
Apabila nilai rata-rata kedelapan pertanyaan di atas dijumlah diperoleh hasil 2,8 yang berarti masuk pada kategori baik, sehingga dapat dijelaskan bahwa
sebenarnya manajemen ekstrakurikuler telah
dilaksanakan dengan cukup baik pada saat model partisipatif yang lebih melibatkan peran serta peserta didik, orang tua dan masyarakat belum diterapkan.
4.2.2 Model Manajemen Kegiatan Ekstrakurikuler di SMP Negeri se Sub Rayon Boja Yang Mampu Memperbaiki Model Manajemen Yang Selama Ini Dilaksanakan.
Melalui angket yang sama, wawancara maupun diskusi dengan stake holder kegiatan ekstrakurikuler
kesiswaan/pembina OSIS, pengurus komite,
pelatih/instruktur dan peserta kegiatan
ekstrakurikuler, observasi dan dokumentasi di SMP Negeri se sub rayon Boja yang peneliti peroleh dapat disimpulkan bahwa kegaiatan ekstrakurikuler yang dilakukan di sekolah-sekolah Negeri se sub rayon Boja
memerlukan partisipasi lebih baik dari orang
tua/masyarakat, karena dengan partisipasi yang lebih aktif dari orang tua maupun peserta didik maka prinsip-prinsip manajemen dapat dilaksanakan dengan baik dalam setiap kegiatan ekstrakurikuler. Sebaliknya apabila kegiatan ekstrakurikuler hanya dibebankan
kepada pihak sekolah, maka hasilnya kurang
maksimal.
Setelah satuan pendidikan/sekolah
menggunakan model manajemen yang lebih partisipatif yang melibatkan peserta didik, orang tua dan masyarakat diperoleh hasil sebagai berikut:
Kegiatan ekstrakurikuler sudah mengacu pada
pedoman pelaksanaan, juknis, juklak maupun
Kelengkapan administrasi manajemen ekstrakurikuler juga lebih memadai dengan telah dilaksanakannya prinsip-prinsip manajemen mulai dari perencanaan program, pengorganisasian kegiatan, pelaksanaan program, dan pengawasan maupun evaluasi.
Berdasarkan angket tentang kelengkapan
administrasi yang peneliti sebar, ada 1 kepala sekolah dan kesiswaan yang menjawab kurang, 2 menjawab baik dan 5 menjawab baik sekali. Dapat dijelaskan
bahwa kelengkapan administrasi kegiatan
ekstrakurikuler (program kerja, jurnal latihan, daftar hadir, dan sebagainya) yang kondisinya kurang ada 12,5%, 25% dalam kondisi baik, sisanya 62,5% baik sekali, sedangkan rata-ratanya adalah 3,375 yang artinya masuk pada kategori baik sekali.
Sarana dan prasarana penunjang sudah sangat
mencukupi, dan cukup merata penyebarannya.
Menurut jawaban angket dari sumber data penelitian
yang terdiri kepala sekolah dan urusan
kesiswaan/pembina OSIS, ada 2 kepala sekolah, kesiswaan dan pembina OSIS yang menjawab cukup, 1 menjawab baik dan 5 yang menjawab baik sekali. Sehingga dapat dijelaskan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup ada 25%, baik ada 12,5% dan 62,5 % menyatakan baik sekali sedangkan nilai rata-ratanya adalah 3,375 yang dikategorikan baik sekali.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler juga sangat dipengaruhi oleh
bidangnya masing-masing. Dari angket yang peneliti sebar berkaitan dengan keberadaan pembina dan pelatih ekstrakurikuler, dapat dilihat fakta bahwa ada 4 menjawab baik dan 4 menjawab baik sekali. Sehingga dapat diambil kesimpulan, ada 50% baik dan 50% yang baik sekali, hasil nilai rata-ratanya adalah 3,5 yang masuk pada kategori baik sekali.
Pendanaan kegiatan ekstrakurikuler tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak sekolah, namun orang tua lebih dapat dilibatkan dalam menggali dana. Hasil angketnya adalah sebagai berikut, ada 2 orang yang menjawab cukup, 1 menjawab baik dan 5 orang yang menjawab baik sekali. Dari hasil angket tersebut dapat dijelaskan bahwa ketersediaan dana untuk menunjang
kegiatan ekstrakurikuler terdapat 25% yang
menyatakan cukup tersedia, 12,5% menyatakan
tersedia dengan baik dan 62,5% menyatakan baik sekali. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 3,6875 artinya masuk pada kategori baik sekali.
Tersedianya dukungan dana dari pihak sekolah,
peserta didik, orang tua maupun masyarakat
mengakibatkan kompetisi sebagai wadah untuk
mengukur sekaligus mengevaluasi berbagai kegiatan pembinaan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di sebuah sekolah dalam kurun waktu tertentu dapat lebih banyak dilaksnakan atau diikuri. Kompetisi atau
perlombaan dan pertandingan menjadi tempat
mengaktualisasi peserta kegiatan ekstrakurikuler sekaligus mengukur kemampuan mereka.
Dari data angket yang peneliti dapatkan
kegiatan ekstrakurikuler, diperoleh hasil sebagai berikut, terdapat 1 orang yang menjawab cukup, 4 orang yang menjawab baik dan 3 orang yang menjawab baik sekali. Sehingga dapat dijelaskan bahwa ada 12,5% yang menyatakan cukup, 50% menyatakan baik, 37,5% menjawab baik sekali, nilai rata-ratanya 3,25 dikategorikan baik.
Prinsip-prinsip manajemen telah dilaksanakan dengan baik dalam kegiatan ekstrakurikuler mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan juga evaluasi. Hasil angket yang peneliti dapat adalah sebagai berikut, terdapat 1 orang kepala
sekolah, kesiswaan dan pembina OSIS yang
menyatakan kurang, terdapat 3 orang yang
menyatakan baik dan 4 orang yang menyatakan baik sekali. Jika dijelaskan dalam prosentase adalah bahwa yang menjawab kurang 12,5%, yang menjawab baik 37,5% dan yang menjawab baik sekali 50%, sedangkan nilai rata-ratanya adalah 3,25 masuk pada kategori baik.
Apabila nilai rata-rata kedelapan pertanyaan di atas dijumlah diperoleh hasil 3,4 yang berarti masuk pada kategori baik sekali, sehingga dapat dijelaskan bahwa manajemen ekstrakurikuler dilaksanakan jauh lebih baik pada saat model partisipatif yang lebih melibatkan peran serta peserta didik, orang tua dan masyarakat diterapkan.
Mengacu pada pedoman pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan Permendikbud RI nomor 62 tahun 2014, yang secara cukup rinci mengatur
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler baik dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan maupun evaluasinya, maka kegiatan ekstrakurikuler dapat lebih dimaksimalkan. Di dalam
pedoman kegiatan ekstrakurikuler sesuai
Permendikbud RI nomor 62 tahun 2014 tentang kegiatan ekstrakurikuler pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah telah tercantum secara cukup detail prinsip-prinsip manajemen. Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil wawancara dengan kepala sekolah
sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan
ekstrakurikuler di suatu satuan pendidikan.
Berkaitan dengan pertanyaan apakah pedoman
kegiatan ekstrakurikuler telah mengacu pada
Permendikbud nomor 62 tahun 2014, Drs. Agus Chrismoro, M.Pd. (Kepala SMP Negeri 1 Boja) pada saat wawancara dengan peneliti pada hari Senin tanggal 12 Januari 2015 menyatakan:
oleh pihak-pihak yang berwenang, khususnya dalam hal kegiatan ekstrakurikuler”.
Darmono, S.Pd. (Kepala SMP Negeri 2 Singorojo)
sehari berikutnya juga menyampaikan “Ya, 95%
mengacu pada pedoman kegiatan ekstra yang terlampir dalam Permendikbud No.62 tahun 2014”.
Prinsip perencanaan program nampak dengan adanya mekanisme pengembangan dalam pedoman tersebut. Menurut pedoman kegiatan ekstrakurikuler yang terlampir dalam Permendikbud nomor 62 tahun 2014 pengembangan kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1) analisis sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler, 2) identifikasi kebutuhan, potensi, dan minat peserta didik, 3) menetapkan
bentuk kegiatan yang diselenggarakan, 4)
mengupayakan sumber daya sesuai pilihan peserta didik atau menyalurkannya ke satuan pendidikan atau lembaga lainnya, 5) menyusun program kegiatan ekstrakurikuler. Satuan pendidikan harus menyusun program kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan bagian dari Rencana Kerja Sekolah (RKS). Program kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan
dikembangkan dengan mempertimbangkan
penggunaan sumber daya bersama yang tersedia pada gugus sekolah. Program kegiatan ekstrakurikuler disosialisasikan kepada peserta didik dan orang tua/wali pada setiap awal tahun pelajaran. Sedangkan
sistematika program kegiatan ekstrakurikuler
dan tujuan umum, deskripsi setiap kegiatan ekstrakurikuler, pengelolaan, pendanaan dan evaluasi.
Pada model manajemen kegiatan ekstrakurikuler yang peneliti terapkan di SMP sub rayon Boja, telah secara aktif melibatkan siswa didik dan orang tua peserta pada proses perencanaan program. Hal ini dibuktikan dengan hasil angket yang peneliti sebarkan pada 10 siswa peserta kegiatan ekstrakurikuler di 4 SMP Negeri se sub rayon Boja yang dijadikan sumber data penelitian, dari 10 jawaban peserta kegiatan ekstrakurikuler 6 menjawab terlibat (3 menjawab sangat dilibatkan dan 3 menjawab dilibatkan) sedangkan 4 siswa menjawab kurang dilibatkan. Artinya dapat ditarik kesimpulan bahwa semua siswa dilibatkan (100%) tetapi dengan prosentase yang berbeda, ada 60 % peserta menjawab dilibatkan pada perencanaan program kegiatan ekstrakurikuler dan hanya 40 % peserta yang merasa kurang dilibatkan .
Berikut petikan wawancara dengan perwakilan orang tua peserta didik berkaitan dengan keterlibatan mereka pada program kegiatan ekstrakurikuler, yang diwakili oleh Tri Joko Uripto (pengurus komite SMP Negeri 1 Limbangan) sebagai sumber data penelitian, pada hari Kamis tanggal 15 Januari 2015 menyatakan sebagai berikut:
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan orang tua dalam hal ini diwakili oleh Andhi Sudarmanto (pengurus komite SMP Negeri 1 Boja) mengenai target maksimal yang ingin orang tua raih dari kegiatan ekstrakurikuler, pada hari Senin tanggal 12 Januari 2015, dengan menyatakan “...target adalah prestasi yang maksimal, siswa dapat mengikuti kegiatan dengan baik...” atau oleh Setyo Herlina
Purwidyantini (pengurus komite lainnya) yang
menyatakan:
“target maksimal adalah: mampu meraih prestasi di tingkat nasional, target untuk siswa: mampu mengembangkan potensi sesuai dengan bakat & minat yang dimiliki secara optimal, sehingga semua talenta siswa dapat tersalur dengan baik”.
Pernyataan lain berasal dari pihak manajemen sekolah dalam hal ini oleh Darmono, S.Pd. (kepala SMP Negeri 2 Singorojo) pada hai Selasa tanggal 13 Januari 2015, menyatakan “orang tua mendukung, seperti membantu pendanaan di keg.ekstra tertentu saat mengikuti lomba”. Pernyataan dari Istighfarlin (pelatih kegiatan ekstrakurikuler di SMP Negeri 3 Boja) pada
hari Senin tanggal 15 Desember 2014, juga
menyebutkan keterlibatan dan dukungan orang tua dalam perencanaan kegiatan, dengan pernyataan:
Dari petikan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua secara aktif terlibat dan mengetahui program dan tujuan atau target yang hendak dicapai dari kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh putra putri mereka, sehingga mereka dapat lebih berperan dalam perencanaan program suatu kegiatan ekstrakurikuler.
Di dalam pedoman kegiatan ekstrakurikuler yang terlampir dalam Permendikbud nomor 62 tahun 2014 juga tercantum pihak-pihak mana saja yang dilibatkan untuk mendukung kegiatan ekstrakurikuler sebagai
perwujudan prinsip pengorganisasian, yaitu: 1)
kebijakan satuan pendidikan, pengembangan dan
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler merupakan
kewenangan dan tanggung jawab penuh dari satuan
pendidikan. Oleh karena itu untuk dapat
mengembangkan dan melaksanakan kegiatan
ekstrakurikuler diperlukan kebijakan satuan
pendidikan yang ditetapkan dalam rapat satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah baik
secara langsung maupun tidak langsung. 2)
Ketersediaan pembina, pelaksanaan kegiatan
proses pendidikan pada satuan pendidikan. Selain itu unsur prasarana seperti lahan, gedung/bangunan, prasarana olahraga dan prasarana kesenian, serta prasarana lainnya.
Dari data angket dan wawancara yang peneliti dapatkan, data angket yang berasal dari peserta didik menyatakan ada 6 peserta didik yang menyatakan bahawa sarana prasarana kegiatan ekstrakurikuler memuaskan dan 4 siswa menyatakan biasa saja. Dapat diartikan bahwa 60% siswa puas dengan sarana
prasarana yang disediakan untuk kegiatan
ekstrakurikuler, sedangkan 40% menyatakan biasa saja. Hasil wawancara terkait dengan kondisi sarana dan prasarana setelah penerapan model manajemen kegiatan ekstrakurikuler yang lebih melibatkan peran aktif peserta didik dan orang tua atau masyarakat antara lain dari orang tua siswa SMP 1 Boja yang diwakili oleh pengurus komite menyatakan sebagai berikut:
“fasilitas cukup memadai. Kekurangan di sana sini pasti ada dan komite siap mendukung dan memfasilitasi, pada prinsipnya kami menyadari untuk mendapatkan prestasi yang optimal perlu dukungan sarana dan prasarana yang maksimal juga, jika fasilitas kurang memadai pasti menghambat program ekstrakurikuler ”.
Atau dari perwakilan orang tua siswa yang lain di SMP Negeri 1 Boja yang menyatakan hal serupa yaitu
“sudah baik, namun masih perlu adanya peningkatan
sarana guna dapat memaksimalkan kegiatan
ekstrakurikuler”.
hal ini oleh kepala sekolah maupun urusan kesiswaan. Kepala SMP Negeri 1 Boja menyatakan “secara umum
semua terdukung dan dapat terlaksana”. Atau
wawancara dengan Kepala SMP Negeri 2 Singorojo yang
menyatakan “sudah mendukung hanya perlu
ditingkatkan/ ditambah”.
Sedangkan prinsip pelaksanaan nampak pada penjadwalan kegiatan ekstrakurikuler yang dirancang di awal tahun pelajaran oleh pembina di bawah bimbingan kepala sekolah atau wakil kepala sekolah. Penjadwalan tidak hanya memuat waktu pelaksanaan saja, namun juga penggunaan sarana maupun prasarana yang akan digunakan. Hal tersebut diatur agar kegiatan ekstrakurikuler tidak menghambat pelaksanaan kegiatan intra maupun kokurikuler.
Hasil angket yang diberikan kepada 10 peserta didik menyatakan bahwa, 6 siswa (60%) menyatakan sangat dilibatkan dan dilibatkan, sedangkan hanya 4
peserta didik (40%) yang menyatakan kurang
dilibatkan. Wawancara kepada salah satu orang tua siswa SMP Negeri 1 Boja tentang dukungan dan peran orang tua dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler hasilnya sebagai berikut:
“mendukung, dengan memberi ijin mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan di luar jam sekolah, dukungan kami tidak sebatas hanya memberikan ijin namun juga dukungan yang lainnya, baik berupa pendanaan, fasilitas maupun perhatian, selagi kegiatan tersebut positif dan untuk kemajuan anak-anak kami, pasti kami suport”.
kegiatan ekstrakurikuler perlu mendapat penilaian dan dideskripsikan dalam buku laporan pendidikan/raport.
Kriteria keberhasilannya meliputi proses dan
pencapaian kompetensi peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler yang menjadi pilihannya, dilakukan secara kualitatif. Komponen proses dapat dijelaskan bahwa selama melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler peserta dapat diamati dalam hal keaktifan melalui daftar hadir, loyalitas, kerjasama dan tanggung jawabnya baik dalam kegiatan latihan maupun
persiapan menghadapai kompetisi. Sedangkan
komponen pencapaian kompetensi dapat diukur
dengan pencapaian pada saat peserta mengikuti kompetisi yang diikuti, apakah telah memenuhi target atau belum.
Peserta didik wajib memeperoleh nilai “baik”,
pada kegiatan ekstrakurikuler wajib yaitu
kepramukaan setiap semesternya, demikian juga pada kegiatan ekstrakurikuler pilihan. Bagi peserta didik yang belum mencapai nilai minimal perlu mendapatkan bimbingan terus menerus untuk mencapainya. Nilai tersebut dicapai tidak hanya berdasarkan formalitas karena seorang peserta didik mengikuti suatu kegiatan ekstrakurikuler, namun juga berdasarkan komponen proses yang telah dijelaskan seperti di atas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengawasan secara rutin dilakukan oleh pihak sekolah melalui berbagai instrumen antara lain daftar hadir dan daftar nilai.
Evaluasi kegiatan ekstrakurikuler dilakukan untuk mengukur ketercapaian tujuan pada setiap indikator yang telah ditetapkan dalam perencanaan satuan pendidikan. Satuan pendidikan hendaknya mengevaluasi setiap indikator yang sudah tercapai maupun yang belum. Berdasarkan hasil evaluasi,
satuan pendidikan dapat melakukan perbaikan
rencana tindak lanjut untuk siklus kegiatan
berikutnya.
Hasil angket peserta didik terhadap evaluasi
program ekstrakurikuler, penilaian maupun
pencapaian target perlombaan adalah 8 siswa
menyatakan sangat sering dan sering (80%) sedangkan hanya 1 siswa (10%) yang menyatakan hanya tiap semester/tahun dan 1 siswa (10%) yaang menyatakan tidak pernah.
Hasil tersebut di atas diperkuat oleh hasil wawancara terhadap orang tua siswa yang diwakili oleh Widodo (pengurus komite SMP Negeri 3 Boja) mengenai kegiatan evaluasi pada kegiatan ekstrakurikuler, pada hari Seni tanggal 15 Desember 2014, menyatakan “iya,
akhir semester, lewat nilai EC”. Hasil wawancara terhadap perwakilan orang tua SMP Negeri 2 Singorojo menyatakan “perlu, program yang tidak berjalan, sepi
“diperlukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dengan melihat kontinyuitas pelatihan, metode yang dipakai dan prestasi yang dicapai, artinya setiap program kegiatan ekstrakurikuker harus mendaptkan evaluasi baik terhadap program latihannya, cara latihannya maupun hasil yang dicapai”.
Berdasarkan hasil angket, wawancara dan dokumen yang telah disajikan di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa proses kegiatan manajemen
ekstrakurikuler di SMP Negeri se sub rayon Boja telah secara aktif melibatkan peran peserta didik dan orang
tua demi mengoptimalkan kinerja kegiatan
ekstrakurikuler yang pada akgirnya dapat
meningkatkan fungsi kegiatan ekstrakurikuler sebagai wadah pembentukan karakter dan jati diri peserta didik.
4.2.3 Menguji efektivitas model manajemen
kegiatan ekstrakurikuler di SMP Negeri sub
rayon Boja yang mempertimbangkan
partisipasi aktif dari orang tua maupun peserta
Manajemen kegiatan ekstrakurikuler menjadi efektif jika setidaknya memuat 4 prinsip manajemen
yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (contolling) atau lebih sering disingkat POAC.
Pemerintah dalam hal ini kementerian pendidikan dan kebudayaan, telah mengeluarkan Permendikbud RI nomor 62 tahun 2014 tentang kegiatan ekstrakurikluler pada pendidikan dasar dan menengah yang dalam
lampirannya terdapat pedoman kegiatan
ekstrakurikuler. Pedoman yang dikeluarkan oleh Kemendikbud tersebut telah secara rinci mengatur
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di satuan
pendidikan khususnya pada pendidikan dasar dan menengah, sesuai dengan manajemen efektif yang setidaknya memuat 4 prisip manajemen mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan.
Suatu kegiatan ekstrakurikuler biasanya dimulai
dengan perencanaan program kegiatan. Sesuai
pedoman pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler,
perencanaan dilakukan dengan melakukan
pengembangan yang pada proses tersebut juga terdapat
kegiatan penyusunan program kegiatan
ekstrakurikuler.
Pengorganisasian kegiatan ekstrakurikuler
dilakukan dengan menyediakan segala elemen
tahapan pelaksanaan kegiatan, menurut pedoman
kegiatan ekstrakurikuler, dilaksanakan dengan
merancang jadwal pelaksanaan kegiatan dan
pengaturan penggunaan sarana prasarana. Hal
tersebut harus dilakukan agar waktu dan sarana
prasarana kegiatan penggunaannya tidak saling
menghambat, baik pada kegiatan intra, kokurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
Proses pengawasan dan evaluasi dilakukan baik oleh pihak manajemen sekolah maupun orang tua atau masyarakat melalui pengurus komite. Sebagai mitra sekolah komite sekolah memberikan dukungan, saran, dan kontrol dalam mewujudkan keunggulan ragam kegiatan ekstrakurikuler. Sedangkan kegiatan evaluasi dilakukan guna mengukur ketercapaian tujuan pada
setiap indikator yang telah ditetapkan dalam
perencanaan satuan pendidikan, berdasarkan hasil
evaluasi, satuan pendidikan dapat melakukan
perbaikan rencana tindak lanjut untuk siklus kegiatan berikutnya.
Hasil angket terhadap pendapat peserta didik berkaitan dengan model latihan yang efektif, dari 10 siswa sumber data yang berasal dari 4 SMP Negeri se sub rayon Boja, 6 siswa (60%) menyatakan model latihan yang efektif sangat bagus, sedangkan 4 siswa (40%) menyatakan bagus.
Untuk Pendapat siswa terkait dengan prestasi atau kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, 8 siswa (80%) menyatakan meningkat
sedangkan 2 siswa (20%) menyatakan sangat
apakah orang tua memenuhi kebutuhan akan kegiatan
ekstrakurikuler setelah peranan mereka lebih
ditingkatkan, 5 siswa (50%) menyatakan selalu dan 5 siswa (50%) menyatakan terkadang.
Hasil analisis pendapat siswa tersebut di atas menyatakan bahwa perlu lebih ditingkatkan lagi pernanan baik peserta didik maupun orang tua siswa di dalam kegaiata manajemen ekstrakurikuler yang dilaksanakan disuatu satuan pendidikan.
Hal tersebut diperkuat oleh hasil wawancara dengan orang tua siswa di SMP Negeri 1 Boja (Setyo Herlina Purwidyantini) terkait dengan usulan terhadap partisipasi peserta/siswa dengan orang tua terhadap kegiatan ekstrakurikuler yang menyatakan:
“Ada. Pada bagian pihak yang terlibat, disitu tertulis satuan pendidikan, komite sekolah/madrasah dan orang tua. Menurut saya, bisa ditambahkan dengan masyarakat, karena ada masyarakat luar (yang bukan komite maupun wali murid) yang memiliki kepedulian tinggi terhadp pengembangan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Semakin banyak stake holder yang mendukung kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, maka keberhasilan program
akan lebih maksimal”.
Dari hasil analisis pendapat siswa dan
wawancara terhadap orang tua peserta didik, terkait dengan pelaksanaan model yang efektif yang berupa peningkatan peranan peserta didik dan orang tua mereka terhadap kegiatan ekstrakurikuler dapat diambil kesimpulan bahwa setelah orang tua dan siswa
lebih dilibatkan dalam kegiatan manajemen
bidang ekstrakurikuler tertentu juga meningkat, dan akhirnya partisipasi orang tua dalam pemenuhan kebutuhan siswa pada kegiatan ekstrakurikuler juga dapat dioptimalkan.
4.3 Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di 4 SMP Negeri sub rayon Boja kabupaten Kendal untuk mendeskripsikan model manajemen kegiatan ekstrakurikuler yang
selama ini dilaksanakan. Menghasilkan model
manajemen kegiatan ekstrakurikuler di SMP Negeri sub
rayon Boja yang mampu memperbaiki model
manajemen yang selama ini dilaksanakan. Selain itu
penelitian ini juga menguji keefektifan model
manajemen kegiatan ekstrakurikulerlakukan sebuah pengembanagan se di SMP Negeri sub rayon Boja dengan mempertimbangkan partisipasi aktif baik dari orang tua/masyarakat maupun peserta/siswa.
4.3.1 Model manajemen kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini dilaksanakan di SMP Negeri se sub rayon Boja
Keberhasilan suatu kegiatan ekstrakurikuler ditentukan oleh banyak komponen. Sebelum model manajemen partisipatif diterapkan di SMP Negeri sub rayon Boja, banyak hal menjadi kendala. Hal tersebut
disebabkan hampir semua fungsi manajemen
Apabila semua proses manajemen hanya dilakukan oleh salah satu pihak, dalam hal ini oleh satuan pendidikan/sekolah saja, maka hasilnya tidak akan maksimal. Proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun pengawasan, akan menjadi sulit dilakukan apabila tidak melibatkan peranan peserta didik atau orang tua secara menyeluruh.
Proses perencanaan yang hanya dilakukan oleh
pihak sekolah/satuan pendidikan, kurang
mengakomodir kepentingan peserta didik dan minim masukan dari orang tua siswa. Sebagai akibatnya, kegiatan ekstrakurikuler tidak terlalu diminati peserta didik dan sedikit dukungan dari orang tua/wali siswa.
Proses pengorganisasian yang kurang melibatkan peranan peserta didik dan orang tua juga mempunyai banyak resiko. Peserta didik biasanya sekaligus menjadi peserta kegiatan ekstrakurikuler, jika peserta didik kurang terlibat dalam kegiatan penjadwalan kegiatan, pengaturan sarana prasarana kegiatan
ekstrakurikuler atau kegiatan pengoganisasian
ekstrakurikuler lainnya, para siswa akan kurang merasa memiliki kegiatan tersebut. Sebagai akibatnya, motivasi mereka mengikuti kegiatan tersebut juga kurang maksimal.
Pada proses pelaksanaan yang menjadi salah
satu tahapan manajemen suatu kegiatan
Terjadi banyak kendala dalam melaksanakan setiap program kegiatan ekstrakurikuler, karena kurangnya peran stakeholder kegiatan ekstrakurikuler. Peserta didik merasa belum menjadi bagian dari keseluruhan pelaksanaan manajemen kegiatan ekatrakurikuler.
Tahapan manajemen yang paling sulit dilakukan adalah pengawasan dan evaluasi. Pada proses ini
satuan pendidikan/sekolah akan sangat sulit
melaksanakannya apabila tanpa ada
dukungan/keterlibatan peserta didik terlebih orang
tua/wali. Perencanaan, pengorganisasian dan
pelaksanaan, mungkin sedikit lebih mudah untuk dilakukan oleh pihak sekolah secara mandiri, namun tahap pengawasan dan evaluasi jauh lebih sulit dikerjakan. Menjadi hal yang sangat tidak sehat, jika sekolah melakukan perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan suatu program ekstrakurikuler sekaligus mengawasi dan mengevaluasinya, akan timbul sikap subyektif yang sangat tinggi.
Dari uraian singkat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peran aktif peserta didik dan orang tua/wali juga masyarakat sangat diperlukan demi
keberhasilan pelaksanaan manajemen kegiatan
ekstrakurikuler di suatu satuan pendidikan/sekolah agar tercapai target pembinaan kesiswaan yaitu membentuk generasi muda penerus bangsa yang utuh, baik ilmu pengetahuan, ketrampilan maupun etikanya.
Adapun model manajemen kegiatan
Model Manajemen Ekstrakurikuler
Yang Telah Dilaksanakan
(Model Awal: Mengacu pada Permendikbud No. 62 Tahun 2014)
No Prinsip manajemen dalam kegiatan
ekstrakurikuler Kegiatan Keterangan 1 Planning
(Perencanaan)
Tahapan Pengembangan: 1.Analisis sumber daya yang diperlukan dalam
penyelenggaraan kegiatan ekstra kurikukler, 2.
penjadwalan baik waktu maupun penggunaan sarana dan prasarana, dengan tujuan agar tidak saling menghambat baik dengan kegiatan intra, kokurikuler maupun dengan kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
4 Controlling (Pengawasan)
Proses pengawasan dilakukan dengan memonitor kehadiran peserta melalui presensi/daftar hadir maupun daftar nilai dilakukan baik oleh pihak manajemen sekolah (kepala sekolah atau pembina), maupun oleh orang tua/masyarakat. Juga dapat dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program dan pencapaian target kegiatan.
4.3.2 Model manajemen kegiatan ekstrakurikuler di SMP Negeri se sub rayon Boja yang mampu memperbaiki model manajemen yang selama ini dilaksanakan.
Manajemen kegiatan ekstrakurikuler yang
setidaknya memuat 4 prinsip manajemen yaitu perencanaan (planing), pengorganisasian (orgonizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling) harus benar-benar dilaksanakan di setiap satuan pendidikan, dengan dukungan dan partisipasi aktif dari orang tua dan peserta didik.
Pelaksanaan prinsip-prinsip manajemen dalam kegiatan ekstrakurikuler yang efektif mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
model manajemen ekstrakurikuler yang peneliti kembangkan. Mengacu pada Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Ekstrakurikuler yang terdapat dalam
Permendikbud No.62 Tahun 2014, penulis
menyimpulkan bahwa diperlukan beberapa tambahan
guna menyempurnakan pedoman pelaksanaan
tersebut.
Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) peneliti, praktisi dan ahli yaitu Dr. Bambang Ismanto, M.Si. yang juga dilakukan dengan teknik Delphi, teknik tersebut dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi Masalah.
Masalah yang muncul adalah belum maksimalnya peran serta baik peserta/siswa maupun orang tua
dan masyarakat dalam kegiatan manajemen
ekstrakurikuler.
2. Memilih Praktisi/partisipan dan Ahli.
Agar diperoleh hasil yang valid, dipilih partisipan yang berasal dari unsur manajemen sekolah antara
lain kepala sekolah, wakasek bidang
kesiswaan/urusan kesiswaan, pembina
ekstrakurikuler, dan pelatih/instruktur. Beberapa siswa sebagai perwakilan peserta dan orang tua. Di mana identitas para partisipan tidak dipublikasikan untuk mengurangi kemungkinan hambatan sosial.
3. Menyusun Kuisioner.
Untuk mendapatkan data, disusun daftar
pertanyaan/kuisioner terkait dengan kelengkapan administrasi, keterlibatan siswa, orang tua, dan
masyarakat, dan efektivitas model yang
4. Menyerahkan kuisioner dan menganalisanya.
Daftar kuisioner tersebut, diserahkan kepada partisipan/praktisi yang berpengalaman di bidang manajemen ekstrakurikuler, jawabannya kemudian dianalisis.
5. Menyusun Kesimpulan Awal.
Hasil rekap jawaban dari partisipan kemudian
dijadikan sebagai dasar dalam menyusun
kesimpulan awal dalam menyusun draft model yang akan dikembangkan, sebagai acuan adalah model manajemen ekstrakurikuler yang terdapat dalam Permendikbud No. 62 Tahun 2014.
6. Menyelenggarakan Pertemuan Kelompok partisipan.
Diadakan FGD peneliti dengan praktisi/partisipan, kemudian dengan ahli manajemen pendidikan yang dipilih yaitu Dr. Bambang Ismanto, M.Si.
7. Menyiapkan Laporan Akhir.
FGD baik dengan partisipan/praktisi maupun dengan ahli untuk mengetahui efektivitas model, selanjutnya dijadikan komponen utama dalam penyusunan model final.
Model manajemen kegiatan ekstrakurikuler yang efektif dengan mempertimbangkan partisipasi
aktif baik dari orang tua/masyarakat maupun siswa/peserta
(Model Final)
No Prinsip manajemen
ekstrakurikuler), tujuan agar tidak saling menghambat baik
5 Partisipasi aktif
kepercayaan kepada siswa yang lebih senior dalam mengatur jadwal dan daftar nilai, dapat juga dilakukan secara
4.3.3 Menguji efektivitas model manajemen
kegiatan kstrakurikuler di SMP Negeri sub
rayon Boja yang efektif dengan
mempertimbangkan partisipasi aktif dari orang tua maupun peserta
Orang tua siswa dan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah diharapkan untuk berperan serta
aktif dalam pelaksanaan manajemen kegiatan
memberikan dukungan maupun bantuan secara optimal.
George R. Terry menyatakan bahwa manajemen adalah suatu proses yang berbeda terdiri dari planning, organizing, actuating, dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya lainnya (Herujito, 2001: 3). Pengertian tersebut menunjukkan bahwa fungsi-fungsi manajemen meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
atau pendelegasian (actuating/directing), serta
pengawasan atau supervisi (controlling).
Kelengkapan administrasi ekstrakurikuler
mempresentasikan prinsip-prinsip manajemen mulai dari perencanaan ditunjukan dengan adanya program kerja yang setidaknya memuat tujuan umum, deskripsi
setiap kegiatan ekstrakurikuler, pengelolaan,
pendanaan dan evaluasi, Pengorganisasian kegiatan dengan penjadwalan waktu, tempat/prasarana, dengan tujuan agar waktu pelaksanaan kegiatan tidak saling bersamaan antara atau kegiatan ekstrakurikuler dengan kegiatan yang lainnya baik intra maupun kokurikuler. Pelaksanaan program ditunjukkan dengan jurnal latihan dan daftar hadir, jurnal latihan setidaknya berisi tentang waktu pelaksanaan, materi, jumlah peserta. Pengawasan ditunjukkan dengan daftar
nilai peserta yang dapat dilakukan
oleh kepala sekolah atau pembina dengan pelatih dan peserta, hasil evaluasi adalah berupa perbaikan-perbaikan untuk siklus kegiatan berikutnya.
Sarana dan prasarana penunjang harus tersedia sesuai dengan kebutuhan masing-masing kegiatan ekstrakurikuler. Yang dimaksud sarana adalah segala kebutuhan baik fisik, sosial maupun kultural yang
diperlukan untuk mewujudkan proses kegiatan
pendidikan khususnya kegiatan ekstrakurikuler.
Kebutuhan fisik dapat diterjemahkan sebagai kebutuhan akan barang atau benda yang digunakan untuk memperlancar proses kegiatan ekstrakurikuler.
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan
manusia/personal yang menjalankan kegiatan
ekstrakurikuler, bahwa suatu kegiatan ekstrakurikuler akan dapat terlaksana jika ada peserta yang berasal dari peserta didik/siswa dan pelatih/pembina yang dapat berasal dari guru di satuan pendidikan tersebut
atau pelatih yang berasal dari lembaga
lain/masyarakat. Sedang kebutuhan kultural adalah berupa daya dukung lingkungan masyarakat di mana suatu kegiatan ekstrakurikuler pada suatu satuan pendidikan terlaksana, tanpa dukungan lingkungan masyarakat maka kegiatan ekstrakurikuler tidak akan maksimal hasilnya/pencapaiannya.
Prasarana yang dapat berupa lahan,
gedung/bangunan, prasarana olahraga, prasarana kesenian atau prasarana lainnya. Dalam hal inilah partisipasi aktif baik peserta didik maupun orang
tua/masyarakat dapat dioptimalkan. Sehingga
sarana dan prasarana kegiatan ekstrakurikuler juga dapat ditingkatkan.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler juga sangat dipengaruhi oleh
tersedianya pembina maupun pelatih yang kompeten di
bidangnya masing-masing. Sekolah semaksimal
mungkin memberdayakan potensi sumber daya
manusia yang ada di dalam satua pendidikan masing-masing. Apabila dipandang perlu, dapat melibatkan
partisipasi pembina/pelatih dari lembaga lain,
masyarakat atau bahkan orang tua siswa. Pola yang sekarang dianggap paling efektif adalah dengan menggabungkan pembina dalam dari unsur guru yang mempunyai tugas pembinaan ke dalam antara lain perekrutan, keaktifan dan loyalitas anggota. Sedangkan pelatih atau instruktur dari luar mendapatkan tugas lebih pada pembinaan kemampuan ketrampilan dan teknik kegiatan ekstrakurikuler. Dewasa ini kolaborasi antara kedua unsur tersebut dianggap paling berhasil dan mendapatkan pencapaian yang lebih maksimal. Tentu saja pemilihan orang yang tepat sesuai dengan
bidang kemampuannya menjadi prioritas dalam
menentukan pembina maupun pelatih dalam suatu kegiatan ekstrakurikuler.
dilakukan adalah dengan melibatkan orang tua pada pembicaraan perencanaan suatu program kegiatan, sehingga kesadaran orang tua akan kebutuhan pendanaan suatu bidang kegiatan akan terbentuk dan
sebagai hasilnya mereka akan secara sukarela
membantu dalam hal pendanaan.
Sebagai jalan keluar akibat dari kurang
tersedianya kompetisi yang menjadi wadah untuk mengukur sekaligus mengevaluasi berbagai kegiatan pembinaan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di sebuah sekolah dalam kurun waktu tertentu di regional di mana satuan pendidikan berada, sekolah dapat mencarikan kompetisi yang sejenis yang sesuai kebutuhan masing-masing kegiatan ekstrakurikuler di daerah lain. Atau setidaknya memprogram kegiatan
perlombaan/kompetisi di dalam masing-masing
kegiatan ekstrakurikuler, karena kompetisi atau perlombaan dan pertandingan dapat menjadi tempat mengaktualisasi peserta kegiatan ekstrakurikuler sekaligus mengukur kemampuan mereka.
Tahapan yang paling jarang dilaksanakan pada kegiatan ekstrakurikuler adalah tahapan perencanaan program dan evaluasi, oleh karena itu peran serta peserta didik dan orang tua tidak hanya pada
pelaksanaan kegiatan saja, namun juga dapat
diikutsertakan dalam perencanaan program dan
evaluasinya.
Di dalam model manajemen kegiatan
orang tua dalam manajemen kegiatan ekstrakurikuler dapat dimulai dari proses perencanaan suatu kegiatan
ekstrakurikuler. Suatu program kegiatan
ekstrakurikuler harus rasional dan memiliki tujuan yang jelas, maknanya adalah bahwa kegiatan tersebut masuk akal jika dilaksanakan, juga memiliki target yang hendak dicapai baik oleh organisasi maupun oleh peserta. Setiap kegiatan ekstrakurikuler dideskripsikan dengan mudah agar dapat diikuti oleh peserta. Kegiatan pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler juga harus secara jelas disebutkan dalam program, siapa yang melaksanakan, siapa pesertanya, siapa yang mengawasi dan siapa yang bertanggung jawab.
Pendanaan yang hendak digunakan dalam
kegiatan ekstrakurikuler harus secara terinci
disebutkan, baik sumbernya, bagaimana
penggunaannya,dan bagaimana pertanggung
jawabannya. Apakah sumber dana hanya berasal dari satuan pendidikan/sekolah, atau dapat berasal dari
sumber-sumber lainnya misalnya iuran peserta
maupun partisipasi orang tua atau pihak-pihak lainnya. Penggunaan dana tersebut juga harus diatur, apa saja yang boleh dibiayai dan apa saja yang tidak boleh. Pertanggung jawaban penggunaan dana juga
harus dilaporkan melalui mekanisme laporan
pertanggung jawaban yang benar.
Evaluasi yang dilaksanakan harus secara
evaluasi tersebut dapat dijadikan input bagi perbaikan pelaksanaan kegiatan tersebut di masa mendatang.
Pengorganisasian kegiatan ekstrakurikuler dapat pula melibatkan orang tua/masyarakat, di samping tentu saja siswa sebagai peserta kegiatan. Peranan orang tua tidak hanya memberikan kepedulian dan komitmen penuh terhadap keberhasilan kegiatan ekstrakurikuler, namun harus lebih aktif lagi bahkan dapat pula dilibatkan menjadi pembina atau pelatih kegiatan ekstrakurikuler tersebut, setidaknya dapat memberikan masukan kepada satuan pendidikan berkaitan dengan pemilihan dan penentuan posisi pelatih/instruktur yang akan menjalankan kegiatan ekstrakurikuler.
Pada pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler,
peran serta siswa/peserta dilibatkan lebih jauh dalam menjalankan roda organisasi, dengan mengoptimalkan siswa yang lebih tinggi tingkatannya menjadi senior atau pengurus organisasi ekstrakurikuler dan siswa yang lebih rendah tingkat kelasnya menjadi yunior, tentu saja dalam batasan pengawasan pelatih atau pembina. Sedangkan orang tua dapat pula dilibatkan khususnya pada saat tertentu dalam menghadapi suatu kegiatan lomba/kompetisi.
langsung dapat dikerjakan dengan bertanya kepada
putra putri mereka sebagai peserta kegiatan
ekstrakurikuler, untuk selanjutnya orang tua dapat memberikan nasihat atau saran kepada pembina atau pelatih.
Hasil penelitian dan pembahasan di atas mendeskripsikan tentang model manajemen kegiatan
ekstrakurikuler yang efektif dengan