5 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Science secara mutlak dapat di sebut sebagai ilmu tentang alam, ilmu yang mempelajari peristiwa yang
terjadi di alam sekitar (Samatoa, 2011:3). Widyastyanto (2011:1) menyatakan
bahwa IPA merupakan salah satu gabungan dari berbagai ilmu pengetahuan
yang mempelajari tentang alam semesta dan isinya, baik ilmu pengetahuan
yang mempelajari tentang alam semesta yang bernyawa atau yang tidak
bernyawa dengan cara mengamati berbagai jenis dan perangkat lingkungan
alam serta lingkungan alam buatan. Menurut Wisudawati, Sulistyowati
(2014:22) IPA merupakan rumpun ilmu, yaitu mempelajari fenomena alam
yang faktual (factual), kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungannya sebab-akibatnya, seperti: Biologi, Astronomi, Fisika serta
Geologi yang termasuk dalam anggota rumpun IPA saat ini.
Menurut Hendro Darmojo (dalam Samatowa 2011:2) IPA merupakan
pengetahuan yang masuk akal dan objektif mengenai alam semesta dengan
segala isinya. Ilmu alam merupakan kata dari bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau berkaitan dengan alam, scince artinya ilmu pengetahuan. IPA atau science pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam.
Berdasarkan beberapa definisi dan juga beberapa pendapat yang sudah
dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD adalah
pembelajaran yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam
maupun lingkungan sekitar yang menekankan pada pemberian pengalaman
langsung serta mengamati langsung segala sesuatu yang ada di alam semesta
dan ilmu yang mempelajari peristiwa yang terjadi di alam dengan cara
melakukan observasi, eksperimen, penyimpulan, menyusun teori agar dapat
dapat diperoleh dari pengalaman secara langsung melalui proses ilmiah
seperti penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan. Permen no. 22
Tahun 2006 adalah mata pelajaran IPA di SD yang mempunyai tujuan agar
peserta didik mempunyai tujuan yaitu: (a) Mengembangkan pemahaman dan
pengetahuan tentang konsep IPA yang mempunyai manfaat dan dapat
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, (b) Memperoleh keyakinan dan
kepercayaan kepada Tuhan YME menurut keindahan, keberadaan dan
keteraturan tentang alam ciptaan-Nya, (c) Meningkatkan proses keterampilan
untuk pencarian alam, memecahkan permasalahan dan membuat sebuah
keputusan, (d) Menumbuhkan sikap positif, rasa ingin tahu dan kesadaran
adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, teknologi, lingkungan,
dan masyarakat (e) Meningkatkan kesadaran untuk saling berperan dalam
menjaga, memelihara, dan melestarikan lingkungan alam yang ada di
sekitarnya, (f) Mendapatkan bekal konsep, ilmu serta keterampilan IPA untuk
melanjutkan ketingkat pendidikan SMP/MTs, (g) Meningkatkan kesadaran
untuk saling menghargai alam sekitar sebagai ciptaan Tuhan YME.
2.1.2 Pembelajaran IPA di SD
Berdasarkan Trianto (2007:102) IPA dalah beberapa kumpulan dari
teori yang tersetruktur, menerapkan pada gejala alam, dan berkembang
melalui metode ilmiah misalnya observasi dan eksperimen dan menuntut
sikap rasa ingin tahu, terbuka, dan jujur. IPA tidak hanya penguasaan
kumpulan tersetruktur dan IPA tidak hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep atau prinsip saja akan tetapi
merupakan proses penemuan (Sri Sulistyorini, 2007:39).
Proses belajar IPA telah menekankan pada pendekatan proses,
keterampilan sehingga peserta didik dapat menemukan fakta, membangun
konsep, teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat mendapat
pengaruh positif terhadap kualitas pendidikan atau produk pendidikan. Untuk
itu di kembangkan model pembelajaran IPA yang melibatkan peserta didik
secara aktif dalam proses pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan
untuk mencapai tingkat pemahaman yang tinggi, namun harus di upayakan
agar siswa mampu menaiki tangga tersebut. (Nur dan Wikkandari, 2000).
IPA bukan saja mempunyai tujuan agar siswa mampu mempelajari
pengetahuan, memahami kosep, mempunyai keterampilan peroses,
pengetahuan prinsip, dan mampu menerapkan konsep-konsep untuk mencari
tahu tentang alam semesta secara sistematis akan tetapi IPA melatih anak
berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan
menurut ukuran kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional adalah
masuk akal dan dapat diterima oleh logika. Objektif adalah sesuai dengan
kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indra.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 4
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda
7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda
2.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2009:22) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” adalah mengerjakan secara bersama dengan saling tolong menolong satu dengan lainnya sebagai kelompok atau satu tim.
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk menciptakan pendekatan
pembelajaran yang berhasil yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang
bermuat akademik secara berkelompok (Nur dalam Isjoni (2009:27).
Pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas seperti semua
jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru
atau diarahkan oleh guru (Suprijono, 2011:54). Model pembelajaran
bercirikan; (1) memudahkan siswa belajar (2) nilai, keterampilan dan
pengetahuan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai.
Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2011:58), agar mencapai
hasil pembelajaran yang maksimal, perlu menerapkan lima unsur sebagai
berikut;
1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif) 2. Personal responsibility (tanggungjawab perseorangan) 3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif) 4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
5. Group Processing (pemrosesan kelompok)
Hubungan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan model
pembelajaran Numbered Heads Together yaitu:
Pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran dimana siswa belajar
dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, di
dalam kelompok kecil ini setiap anggota dituntut untuk saling bekerjasama
antara anggota kelompok yang satu dengan lainnya. Pembelajaran kooperatif
terdapat macam-macam model pembelajara antara lain model jigsaw, STAD,
examples non examples, mind mapping, make a match dll yang dapat
dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Tujuan di bentuknya kelompok
kooperatif agar memberikan kesempatan kepada peserta didik supaya terlibat
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hubungan pembelajaran kooperatif
dengan model Numbered Heads Together adalah sama-sama adanya kegiatan
diskusi kelompok, dalam hal ini aktifitas pembelajaran sebagian besar
berpusat pada siswa, yaitu mempelajari materi pelajaran dan mendiskusikan
untuk memecahkan permasalahan.
2.3 Model Pembelajaran Numbered Heads Together
Numbered Heads Together (NHT) adalah model pembelajaran yang mengutamakan pada kegiatan siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber dan siswa mempersentasikan
nomor yang berbeda kemudian siswa dibuat beberapa kelompok, dan secara
acak guru memanggil beberapa nomor kepala siswa, ciri khas Numbered Heads Together yaitu guru hanya menunjuk siswa untuk mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu
terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut Nur
(2011:78).
Cara tersebut akan mengutamakan keterlibatan semua siswa dan
merupakan usaha yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab
individu dalam berdiskusi kelompok. Selain itu model Numbered Heads Together juga memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk membagikan ide dan mendiskusikan jawaban yang paling tepat, dengan
adanya keterlibatan semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap
hasil belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami materi-materi ataupun
pemecahan permasalahan yang di sajikan oleh guru seperti pernyataan
Ibrahim, dkk (2007) bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki
prestasi siswa atau tugas akademik penting lainnya serta memberikan
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas
yang bekerjsama menyelesaikan tugas akademisnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud model
pembelajaran Numbered Heads Together merupakan model pembelajaran yang setiap siswa memiliki tanggung jawab kepada guru dan teman
sekelasnya untuk membagikan gagasan atau pendapat. Unsur yang menuntun
siswa untuk bertanggung jawab di sini adalah dengan adanya penaggilan
nomor oleh guru secara acak sehingga siswa harus aktif dalam kelompok dan
mengetahui jawaban. Melalui pembelajaran kooperatif ini, siswa pandai dan
Sementara itu Ibrahim (2008:27) menyatakan tiga tujuan yang dapat
dicapai dalam menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together
(NHT):
1. Prestasi belajar akademik, bertujuan untuk meningkatkan prestasi
siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman, bertujuan siswa dapat menerima
dengan kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda.
3. Keterampilan sosial, bertujuan untuk pengembangan keterampilan
sosial siswa misalnya menghargai pendapat orang lain, bertanya, dan
mengutarakan ide atau pendapat, bekerjasama dalam kelompok.
2.3.1 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Numbered Heads Together
Menurut Zuhdi (2010:65) Numbered Heads Together memiliki kelebihan yaitu:
1. Setiap siswa akan menjadi lebih siap.
2. Siswa dapat bersungguh-sungguh melakukan diskusi.
3. Siswa yang mempunyai kemampuan lebih dapat mengajari siswa di
kurang mampu.
Kelemahan Numbered Heads Together yaitu:
1. Nomor yang sudah dipanggil kemungkinan bisa dipanggil lagi.
2. Hanya beberapa kelompok yang dipanggil oleh guru.
3. Siswa sulit diatur dalam kegiatan kelompok.
Untuk menanggapi kelemahan tersebut guru dapat membuat catatan
kecil agar nomor yang sudah dipenggil tidak dipanggil kembali, guru harus
mangatur waktu pembelajaran dengan baik sehingga semua anggota
kelompok dapat dipanggil oleh guru dan sebelum pembelajaran ruang kelas
2.3.2 Langkah-langkah Pembelajaran Numbered Heads Together
Menurut Hamdani model pembelajaran Numbered Heads Together merupakan pembelajaran yang melatih siswa agar saling membagi informasi,
mendengarkan dengan cermat dan berbica dengan penuh perhitungan
sehingga siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Trianto
(2007:62) ada beberapa tahap dalam pembelajaran Numbered Heads Together
yaitu:
a. Penomoran
Penomoran merupakan hal utama dalam Numbered Heads Together, guru bertugas untuk membentuk beberapa kelompok dengan
masing-masing anggota sebanyak tiga sampai lima siswa, kemudian setiap
siswa diberikan nomor yang berbeda dalam kelompok.
b. Pengajuan pertanyaan
Guru memberikan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang
diberikan bisa diambil dalam materi pembelajaran yang sedang di
pelajari, ketika membuat pertanyaan usahakan bervariasi dari yang
rinci sehingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang
berbeda.
c. Berpikir bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan dari guru, siswa secara
bersama-sama menemukan jawaban kemudian menjelaskan jawaban kepada
teman-teman dalam anggota kelompoknya sehingga semua anggota
kelompok mengetahui jawaban dari setiap pertanyaan.
d. Permberian jawaban
Guru menyebutkan beberapa nomor dan siswa yang merasa nomornya
sesuai dengan yang disebutkan oleh guru mengangkat tangan
kemudian menyiapkan jawaban untuk mempersentasikan didepan
kelas, kemudian kelompok lain diberikan kesempatan untuk
Specer Kagen dan Ibrahim (2000:28) untuk melibatkan siswa dalam
mengkaji materi pembelajaran yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan
mengecek pemahaman mereka mengenai isi materi pembelajaran tersebut.
Sebagai pengganti mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seluruh
siswa, guru menggunakan empat langkah sebagai berikut: (a) penomoran,(b)
pengajuan pertanyaan, (c) berpikir bersama, (d) pemberian jawaban.
Langkah-langkah tersebut kemudian dijabarkan menjadi
langkah-langkah berikut:
1) Persiapan
Guru menyiapkan rancangan pembelajaran dengan membuat skenario
pembelajaran (SP), lembar kerja siswa (LKS) yang sesuai dengan
model pembelajaran Numbered Heads Together.
2) Pembentukan kelompok
Pembentukan kelompok ini berdasarkan model pembelajaran
Numbered Heads Together. Guru membagi kedalam kelompok yang masing-masing anggotanya tiga sampai lima orang, kemudian guru
memberikan nomor yang berbeda kepada setiap siswa dan nama
kelompok yang berbeda-beda. Kelompok yang sudah dibentuk adalah
percampuran yang ditinjau dari ras, latar belakang, sosial, jenis
kelamin, dan kemampuan belajar siswa. Selain itu, dalam
pembentukan kelompok menggunakan nilai awal tes (pre-test) sebagai
dasar dalam menentukan kelompok.
3) Diskusi masalah
Guru membagikan LKS kepada semua siswa untuk dipelajari karena
sebagai bahan dalam kelompok , dalam kegiatan kelompok setiap
siswa harus berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan
bahwa setiap anggota kelompok benar-benar mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang ada di LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bermacam-macam, dari yang bersifat rinci
4) Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Guru menyebutkan beberapa nomor dan nomor yang disebutkan
sesuai dengan nomornya, siswa mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk mempersentasikan didepan kelas.
5) Memberikan kesimpulan
Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan jawaban terakhir
dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi pembelajaran
yang sudah dipaparkan.
6) Memberi penghargaan
Guru memberikan apresiasi seperti kata-kata pujian atau reward
berupa bintang/snack kepada siswa dan memberikan nilai yang
tertinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya tinggi.
2.4 Pengertian metode Eksperimen
Metode Eksperimen merupakan metode yang memberikan kesempatan
kepada siswa, baik perorangan atau kelompok untuk dilatih melakukan suatu
proses atau percobaan (Asmani, 2011:34). Metode Eksperimen (percobaan) menurut Djamarah (2006) merupakan pembelajaran dimana melibatkan siswa
untuk melakukan percobaan dengan mengalaminya dan membuktikan sendiri
sesuatu yang telah dipelajari, dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan metode Eksperimen ini siswa diberikan kesempatan untuk mengalaminya sendiri atau melakukannya sendiri, mengikuti proses,
mengamati suatu obyek, keadaan, atau proses suatu kejadian atau peristiwa.
Dengan demikian siswa mencari yang dialaminya itu (Adinova, 2010).
Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa metode
Eksperimen merupakan suatu metode yang digunakan dalam menyajikan bahan pelajaran dimana siswa baik secara perorangan maupun kelompok dan
dilatih untuk melakukan percobaan serta dapat menarik kesimpulan dari
2.4.1 Kelebihan dan kelemahan metode Ekperimen
Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011:34) metode Eksperimen
memiliki kelebihan, antara lain:
a) Siswa lebih percaya tentang kebenaran atau kesimpulan percobaan
yang dilakukan sendiri dari pada menerima penjelasan dari guru atau
buku.
b) Siswa dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi
eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang
dituntut oleh seorang ilmuan.
c) Akan terbentuk manusia yang dapat membawa kreativitas baru
melalui penemuan, sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat
mempunyai manfaat bagi kesejahteraan kehidupan manusia.
Menurut Hamid (2011:213) metode Eksperimen memiliki kelemahan, yaitu:
a) Alat-alatnya tidak memadahi atau sarana untuk bereksperimen,
sehingga tidak setiap siswa mempunyai kesempatan untuk melakukan
eksperimen.
b) Jika eksperimen membutuhkan jangka waktu yang lama, maka siswa
harus menunggu untuk melanjutkan pelajaran yang akan datang.
c) Metode ini lebih cocok untuk penyajian dibidang ilmu dan teknologi.
2.4.2 Langkah-langkah metode Eksperimen
Menurut Fathurrahman Abdillah (2011:23), Langkah-langkah metode
Eksperimen adalah sebagai berikut:
a) Persiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan.
b) Siswa diusahakan terlibat langsung ketika mengadakan percobaan.
c) Sebelum melaksanakan percobaan siswa terlebih dahulu diberikan
penjelasan mengenai petunjuk dan langkah-langkah dalam kegiatan
percobaan yang akan dilakukan.
d) Membagi siswa dalam kelompok atau masing-masing siswa dapat
melakukan percobaan yang telah direncanakan. Apabila hasilnya
belum sesuai dapat diulangi lagi untuk membuktikan kebenarannya.
2.5 Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together dalam metode Eksperimen
Dari langkah-langkah model pembelajaran Numbered Heads Together
dan langkah-langkah metode Eksperimen yang telah disajikan pada pembahasan maka dalam penelitian ini penerapan model pembelajaran
Numbered Heads Together dalam metode Eksperimen pembelajaran mengutamakan adanya kerjasama melalui kegiatan kelompok dan
mengarahkan siswa untuk berperan aktif membangun pengetahuan mereka
sendiri melalui kegiatan Eksperimen yanitu dengan percobaan secara langsung dan mampu melakukan observasi serta menyimpulkan dari hasil
percobaan. Untuk dapat tercapai tujuan pembelajaran dan peningkatan hasil
belajar maka langkah-langkah penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together dalam metode Eksperimen adalah sebagai berikut:
1. Guru menggali informasi dan pengetahuan siswa melalui tanya jawab.
2. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.
3. Guru membagikan nomor sebagai identitas dalam kelompok.
4. Guru menjelaskan percobaan menggunakan bahan plastisin.
5. Guru membagikan lembar percobaan.
6. Guru membagikan alat dan bahan.
7. Guru meminta setiap kelompok melakukan percobaan.
8. Guru memanggil nomor siswa untuk melaporkan hasil diskusi.
9. Kelompok lain memberikan tanggapan, kemudian guru menunjuk
nomor lain lagi.
10.Guru memberikan soal evaluasi.
2.6 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sebuah perubahan perilaku dari peserta didik,
seperti yang diungkapkan oleh Woordworth (dalam Abdul Masjid 2014:28)
hasil belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai dari proses belajar. Hasil
belajar merupakan kemampuan yang diukur secara langsung. Hasil belajar
dapat mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah
dicapai. Nana Sudjana (2009:3) Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang
kognitif, afektif, psikomotorik.
Senada dengan pendapat tersebut Abdul Majid (2014:28) menyatakan
bahwa hasil belajar merupakan suatu hasil proses belajar. Hasil belajar berupa
dampak pengajaran dan dampak kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru
dan peserta didik.
Dari penjelasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku setelah siswa mengalami proses
pembelajaran. Hasil belajar dapat diukur secara langsung dan mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.6.1 Hasil belajar Kognitif
Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir,
mengetahui, dan memecahkan masalah. Menurut Benyamin S. Bloom, David
Krathhwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay ds. 1956 (dalam
Naniek Sulistya Wardani 2012:55-56) menyebutkan enam jenis perilaku
ranah kognitif, sebagai berikut:
1. Pengetahuan/menghafal (knowlegde), menarik kembali informasi yang
mapan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses
kognitif yang paling rendah tingkatnya.
2. Memahami (comprehention), mengkonstruksi makna/pengertian
berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki/ mengintegrasikan
pengetahuan yang baru kedalam rancangan yang telah ada dalam
3. Mengaplikasikan (application), mencakup penggunaan suatu
langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan atau mengerjakan tugas.
Kategori ini mencakup proses kognitif: menjalankan dan
mengimplementasikan.
4. Menganalisis (analysis), menjabarkan suatu permasalahan / obyek ke
unsurnya dan menentukan saling keterkaitan antara unsur tersebut. Ada
tiga proses kognitif: menguraikan, mengorganisir, dan menemukan
pesan secara tidak langsung.
5. Mengevaluasi (Evaluate), membuat pertimbangan berdasarkan suatu
pilihan dan standar yang ada. Adapun dua macam proses kognitif:
memeriksa dan mengkritik.
6. Membuat (Create), menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu
bentuk kesatuan. Ada 3 macam proses kognitif: membuat,
merencanakan dan memproduksi.
2.6.2 Hasil belajar Afektif
Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
David Krathwohl (dalam Naniek Sulistya Wardani 2012:27-29) menyebutkan
lima jenis perilaku ranah afektif, sebagai berikut:
1. Menerima,kemampuan peserta didik melihat fenomena atau kepkaan
seseorang dalam meneriman rangsangan (stimulus).
2. Menjawab,partisipassi aktif dari peserta didik.
3. Menilai/Penghargaan, kemampuan meletakkan nilai terhadap obyek,
fenomena atau tingkah laku.
4. Organisasi, menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan
pertentangan, pembangunan sistem nilai yang konsisten.
2.6.3 Hasil belajar Psikomotor
Psikomotor adalah kemampuan yang dihasilkan oeh fungsi motorik
manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu. Norman E.
Grounlund dan R.W. de Maclay, ds (dalam Naniek Sulistya Wardani
2012:30-31) menyebutkan lima jenis perilaku ranah psikomotor, sebagai
berikut:
1. Persepsi, menunjukkan pada proses kesadaran adanya perubahan
setelah keaktifan.
2. Kesiapan, menunjukkan langkah setelah adanya persepsi: kemampuan
dalam membedakan, memilih.
3. Respon terpimpin, dengan persepsi dan kesiapan diatas
mengembangkan kemampuan dalam aktifitas mencatat dan membuat
laporan.
4. Mekanisme, menggunakan sejumlah kemampuan dalam aktifitas yang
kompleks meliputi 1,2 dan 3 di atas.
5. Respon yang beragam menggunakan sikap dan pengalaman 1, 2, 3, dan
4 di atas, penggunaan perencanaan tes, pengembangan model.
2.7 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Crecentia (2013) dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Siswa Kelas 4 SDN Ngajaran 03 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014”. Masalah yang sering dihadapi dalam proses belajar mengajar adalah siswa
kurang aktif terutama ketika diminta untuk mengerjakan tugas, dan siswa
kurang antusisas terhdap tugas yang diberika oleh guru. Hasil wawancara dari
guru kelas menunjukkan pembelajaran dengan metode ceramah sering
digunakan oleh guru akibatnya proses pembelajarannya masih bersifat
monoton dimana siswa kelihatan pasif hanya mendengarkan apa yang
disampaikan oleh guru dan hanya guru saja yang kelihatan aktif. Guru sudah
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode yaitu metode
dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 60. Jumlah murid SD
Negeri Ngajaran 03 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang yaitu 21, yang
belum tuntas dalam mata pelajaran IPA berjumlah 10 orang dengan
persentase (47,62%), sedangkan yang sudah tuntas 11 orang dengan
persentase (52,38%).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Maria Nur Afwidah (2013) dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)
melaui Eksperimen Pada Siswa Kelas V SDN Plumutan Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2013/2014”. Setelah peneliti melakukan observasi di kelas V SDN Plumutan guru sudah menggunakan
model pembelajaran serta media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Hanya saja guru kurang melibatkan siswa secara aktif
dalam penggunaan media. Sehingga siswa cenderung pasif dalam mengikuti
pembelajaran sampai akhir dan hanya memperhatikan ceramah guru,
sehingga proses pembelajaran kurang efektif. Kurangnya ketertarikan dalam
pembelajaran, mengakibatkan siswa bosan dalam mengikuti pelajaran,
kegiatan pembelajaran sebagian besar siswa yang pandai yang aktif,
sedangkan siswa yang kurang pandai hanya menjadi pendengar dan
mengikuti saja. Jumlah siswa 24, 16 siswa tidak tuntas dengan persentase
67,3% dan 8 tuntas dengan persentase 33,7%.
Penelitian yang dilakukan oleh Crecentia dan Maria sama terdapat 2
variabel yaitu hasil belajar dan Numbered Heads Together. Persamaan yang penulis lakukan dengan penelitian di atas adalah sama-sama menggunakan 2
2.8 Kerangka Pikir
Hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Kadirejo 02 Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang nampak bahwa pembelajaran yang dilakukan
bersifat konvensional yang berbasis pada guru dengan menggunakan metode
ceramah, hasil belajar IPA siswa perlu ditingkatkan untuk mencapai standar
KKM. Dalam pembelajaran ini siswa tidak terlibat dan hanya menjadi
pendengar, siswa hanya menjadi peserta yang pasif dan siswa juga cenderung
cepat bosan. Untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, guru
dapat melibatkan siswa dalam setiap proses pembelajaran, dalam
pembelajaran seperti ini siswa cenderung lebih aktif dalam mencari informasi.
Hal ini tentu saja akan meningkatkan semangat siswa dalam belajar.
Dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together dalam metode Eksperimen, pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bermakna karena siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar IPA siswa kelas 4 Kadirejo 02 dapat meningkat. Gambar 2.5 dijelaskan
Gambar peningkatan hasil belajar IPA menggunakan Model Numbered Heads
2.9 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belaknag masalah dan kajian teori serta kerangka
berpikir, maka hipotesis dalam penelitian ini diduga dengan penerapan model
pembelajaran Numbered Heads Together dalam metode Eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri Kadirejo 02
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran