Sentralisasi dan Desentralisasi
REP | 12 March 2012 | 10:03 Dibaca: 18798 Komentar: 0 0Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara dalam sistem desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua sistem tersebut dalam prakteknya tidak berlaku secara ekstrem, tetapi dalam bentuk kontinum; dengan pembagian tugas dan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (lokal). Hal ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan di Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan UUSPN 1989 bahwa pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup beralasan karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan mengurangi segi-segi negatif, pengelolaan pendidikan tersebut memadukan sistem sentralisasi dan desentralisasi.
Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai sentralisasi dan desentralisasi:
1. Konsep sentralisasi pendidikan
Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut Undang-Undang. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
mengembangkan kehidupan serta kohesi nasional karena peserta didiknya adalah kelompok umur yang secara pedaogik sangat peka terhadap pembentukan kepribadian. Dalam jenjang pendidikan inilah dapat diletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi ketahanan nasional, apresiasi kebudayaan nasional, dan daerah, serta nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air sebagai negara kesatuan. Dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, pendekatan sentralistik masih diperlukan, terutama untuk menentukan kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar dapat dicapai kesamaan dan pemerataan standar pendidikan diseluruh wilayah tanah air.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial budayanya, juga mengikuti sistem sentralistik yang telah lama dikembangkan pada negara berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba seragam, serba keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat relevansinya bagi kehidupan anak dan lingkungannya.
Konsekuensinya, posisi dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai objek agar yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena yang memperhatikan seperti :
a. Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
b. Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan, pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
c. Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
d. Melemahnya kebudayaan daerah
e. Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.
keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
2. Konsep Desentralisasi
Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995. Menurut UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi :
a. Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
b. Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
c. Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehingga dapat
meningkatkan efisiensi.
d. Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
e. Mengakomodasi kepentingan politik.
f. Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain :
a. Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah pusat,
secara otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
b. Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan. Dalam
pemerintah pusat ke daerah otonom, yang menempatkan kabupaten/kota sebagai sentra desentralisasi.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat
keputusan dan kebijakan kepada orang-orang pada level bawah
( daerah ). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi menerapkan
sistem pendidikan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau
otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk
mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh
pemerintah pusat.Pendidikan termasuk bidang yang
didesentralisasikan ke pemerintah kota/kabupaten. Melalui
desentralisasi pendidikan diharapkan permasalahan pokok pendidikan
yaitu masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisiensi dan manajemen,
dapat terpecahkan. Cukupkah desentralisasi pendidikan pada tingkat
pemerintah kota/kabupaten? Pengalaman berbagai negara
menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan tidak cukup hanya pada
tingkat kota/kabupaten. Desentralisasi pendidikan untuk mencapai
otonomi pendidikan yang sesungguhnya harus sampai pada tingkat
sekolah secara individual.
Mengapa perlu desentralisasi pendidikan?
Berbagai studi tentang desentalisasi menunjukkan bahwa
pekerjaan yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim, mengandung
unsur ketidakpastian, dan berada dalam lingkungan yang cepat
berubah tidak bisa dikelola secara sentralistik. Pendidikan dan secara
khusus lagi sekolah yang selama ini dikelola secara sentralistik justru
menimbulkan banyak masalah. Maka sekolah yang memiliki
karakteristik seperti itu harus didesentralisasikan. Salah satu model
desentralisasi pendidikan adalah Manajemen Berbasis Sekolah (School
Based Management).
pertentangan. Namun, dengan pengakuan dan kesepakatan untuk
menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas bangsa dan negara,
kecenderungan separatisme dapat dikurangi dan ditekan seminimal
mungkin.
Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan
pikirannya untuk mengkaji model MBS yang cocok dengan kondisi
negeri ini. Namun jarang sekali yang menyinggung masalah isi
(content) yang tak lain merupakan hakikat desentralisasi itu sendiri.
Hakikat desentralisasi pendidikan adalah “apa dan kepada siapa” (what
and to whom) dan bukan aturan-aturannya (regulation).
Menurut Wohlstetter dan Mohrman (1993) terdapat empat
sumber daya yang harus didesentralisasikan yaitu power/authority,
knowledge, information dan reward.
Pertama,
kekuasaan/kewenangan
(power/authority) harus didesentralisasikan ke sekolah-sekolah secara
langsung yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya terhadap tiga bidang
penting yaitu budget, personnel dan curriculum. Termasuk dalam
kewenangan ini adalah menyangkut pengangkatan dan pemperhentian
kepala sekolah, guru dan staff sekolah.
Kedua
, pengetahuan (knowledge) juga harus didesentralisasikan
sehingga sumberdaya manusia di sekolah mampu memberikan
kontribusi yang berarti bagi kinerja sekolah. Pengetahuan yang perlu
didesentralisasikan meliputi : keterampilan yang terkait dengan
pekerjaan secara langsung (job skills), keterampilan kelompok
(teamwork skills) dan pengetahuan keorganisasian (organizational
knowledge). Keterampilan kelompok diantaranya adalah pemecahan
masalah, pengambilan keputusan dan keterampilan berkomunikasi.
Termasuk dalam pengetahuan keorganisasian adalah pemahaman
lingkungan dan strategi merespon perubahan.
bisa secara vertikal dan horizontal baik dengan cara tatap muka
maupun tulisan.
Keempat,
pengaharhaan (reward) adalah hal penting lainnya
yang harus didesentralisasikan. Penghargaan bisa berupa fisik maupun
non-fisik yang semuanya didasarkan atas prestasi kerja. Penghargaan
fisik bisa berupa pemberian hadiah seperti uang. Penghargaan
non-fisik berupa kenaikan pangkat, melanjutkan pendidikan, mengikuti
seminar atau konferensi dan penataran.
Dengan mendesentralisasikan empat bidang tersebut diharapkan
tujuan utama MBS akan tercapai. Tujuan utama MBS tak lain adalah
meningkatkan kinerja sekolah dan terutama meningkatkan kinerja
belajar siswa menjadi lebih baik.
Implikasi desentralisasi manajemen
pendidikan
adalah
kewenangan yang lebih besar diberikan kepada kabupaten dan kota
untuk mengelola pendidikan sesuia dengan potensi dan kebutuhan
daerahnya; perubahan kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan dan
meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam perencanaan dan
pelaksanaan pada unit-unit kerja di daerah; kepegawaian yang
menyangkut perubahan dan pemberdayaan sumber daya manusia
ynag menekankan pada profesionalisme; serta perubahan
anggaran-anggaran pembangunan pendidikan (DIP) yang dikelola langsung dari
BKPN (Bappenas) ke kabupaten dalam bentuk
block grand
sehingga
menhilangkan ketakutan dan pngotakkan dalam penanganan anggaran
(BPPN dan Bank Dunia, 1999).
Desentralisasi pengelolaan sekolah perlu diletakkan dalam
rangka mengisi kebhinekaan dalam wadah negara kesatuan yang
dijiwai oleh rasa persatuan dan kesatuan bangsa; bukan berdasarkan
kepentingan kelompok dan daerah secara sempit. Pelaksanaan
desentralisasi dalam pengelolaan sekolah memerlukan kesiapan
berbagai perangkat pendukung di daerah. Sedikitnya terdapat empat
hal yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan desentralisasi berhasil,
yaitu:
a. pertauran perundang-undangan yang mengatur desenralisasi pendidikan dari tingkat daerah, provinsi sampai tingkat kelembagaan
c. pebentukan perencanaan unit yang bertanggung jawab untuk menyusun perencanaan penddikan
d. perangkat sosial, berupa kesiapan masyarakat setempat untuk menerima dan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan desentralisasi tersebut.
Dari beberapa pengalaman di negara lain, kegagalan
desentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
a. Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desentralisasi memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
b. Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
c. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas. d. Sumber daya manusia yang belum memadai. e. Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai. f. Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
g. Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehilangan otoritasnya.
Selain dampak negatif tentu saja desentralisasi pendidikan juga
telah membuktikan keberhasilannya antara lain,
a. Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan.
b. Mampu membangun partisipasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevan, karena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat.