89
PENDIDIKAN DI LOKALISASI PEMBATUAN LANDASAN ULIN TIMUR
BANJARBARU
Zainab1 ,Rizkiyah2, Siti Nurhayani3 1,2,3
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin e-mail: [email protected]
Abstrak: Pengetahuan Dan Sikap Wanita Pekerja Seks Tentang HIV/AIDS Berdasarkan Karakteristik Usia Dan Tingkat Pendidikan Di Lokalisasi Pembantuan Landasan Ulin Timur Banjarbaru. HIV-AIDS merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah
sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV/ AIDS adalah merupakan masalah darurat global. Penyakit ini merupakan salah satu dampak dari pelacuran dan kegiatan seks yang menyimpang. Di seluruh dunia lebih dari 20 juta orang meninggal.Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan pendekatan secara Cross Sectional. Teknik Pengambilan data secara Simple Random Sampling yaitu melakukan pengundian pada seluruh populasi untuk mendapatkan sampel sebanyak 67 responden. Secara statistik penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang penyakit HIV-AIDS paling banyak yaitu pada kategori pengetahuan kurang sebanyak 31 responden (46,3%). Sikap responden tentang penyakit HIV-AIDS paling banyak yaitu pada kategori sikap negatif sebanyak 42 responden (62,7%). Pengetahuan tentang HIV-AIDS dengan usia terbanyak adalah 26 responden (38,8%) pada responden berpengetahuan kurang dengan usia dewasa sedangkan sikap tentang HIV-AIDS dengan usia terbanyak adalah 32 responden (47,8%) pada responden bersikap negatif dengan usia dewasa. Pengetahuan tentang HIV-AIDS dengan pendidikan terbanyak adalah 19 responden (28,4%) memiliki pengetahuan kurang dengan pendidikan tinggi (Tamat SMA) sedangkan sikap tentang HIV-AIDS dengan pendidikan terbanyak adalah 24 responden (35,8%) pada responden bersikap negatif dengan pendidikan tinggi (Tamat SMA).
Kata Kunci: pengetahuan- sikap- HIV-AIDS
Wanita Pekerja Seks ialah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut. Di beberapa Negara istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Pekerja Seks Komersial (PSK). Ini artinya bahwa para perempuan itu adalah orang yang tidak bermoral karena melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. Karena pandangan semacam ini, para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak bermartabat. Tetapi orang-orang yang mempekerjakan mereka dan mendapatkan keuntungan besar dari kegiatan ini tidak mendapatkan cap demikian.
Eksploitasi seksual, pelacuran dan perdagangan manusia semuanya adalah tindakan kekerasan terhadap perempuan dan karenanya merupakan pelanggaran martabat perempuan dan adalah pelanggaran berat hak asasi manusia. Jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) meningkat secara dramatis di seluruh dunia karena sejumlah alasan ekonomis, sosial dan kultural.
HIV/AIDS adalah merupakan masalah darurat global. Penyakit ini merupakan salah satu dampak dari pelacuran dan kegiatan seks yang menyimpang. Di seluruh dunia lebih dari 20 juta orang meninggal. Sementara 40 juta orang telah terinfeksi. HIV/AIDS merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap pembangunan sosial-ekonomi, stabilitas dan keamanan pada negara– negara berkembang. HIV/ AIDS telah menyebabkan kemiskinan yang semakin parah. Fakta yang lebih memperihatinkan adalah bahwa di seluruh dunia setiap hari virus HIV menular pada setiap 2000 anak dibawah 15 tahun, terutama berasal dari penularan ibu-bayi, menghilangkan nyawa 1.400 anak dibawah 15 tahun dan menginfeksi lebih dari 6.000 orang muda dalam usia produktif antara 15–24 tahun yang juga merupakan mayoritas dari orang–orang yang hidup dengan HIV/AIDS. (KPA Nasional: Strategi Nasional Penanggulangan HIV/ AIDS 2007–2010).
HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang harus diwaspadai karena
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia meningkat jumlahnya hingga mencapai 5,2 juta jiwa. Sedangkan pada tahun lalu, jumlahnya hanya 1,2 juta jiwa saja. Berdasarkan data Kemenkes pada akhir Juni 2011 terdapat 21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun yakni 48,1% dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9%. Pada periode triwulan kedua tahun 2012 terdapat penambahan kasus AIDS sebanyak 1.206 kasus. Sedangkan di Indonesia dari 220 juta penduduk terdapat sekitar 170.000 sampai 210.000 yang mengidap HIV/AIDS dari jumlah tersebut. Dengan cara penularan utamanya adalah melalui hubungan seksual tanpa menggunakan pelindung. Penyebaran virus HIV/AIDS di Kabupaten Kediri semakin besar.Hingga akhir Maret 2013 jumlah menderita terdeteksi mencapai 162 orang. Penderita HIV/AIDS terus meningkat setiap tahunnya (Hairul S, 2012).
Menurut Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2013 mengungkapkan, dari jumlah penderita HIV/AIDs dari wanita pekerja seks atau WPS tersebut sebanyak 222 kasus terkena HIV dan 18 kasus AIDS. Tingginya angka kasus HIV dan AIDS pada WPS yaitu mencapai 33,9% dari total kasus yang terjadi, karena intensifnya program penanggulangan penyakit mematikan tersebut. Penyebaran penyakit yang belum ditemukan obatnya tersebut di lokasi-lokasi tempat bekerja para Pekerja Seks Komersial hal menjadi indikasi kuat bahwa HIV/AIDs tidak hanya berada pada populasi kunci yang rawan menularkan atau ditularkan, tapi sudah memasuki populasi umum atau masyarakat (Dinkes Kalimantan Selatan, 2013).
Berdasarkan data Kasus HIV/AIDS di Kotamadya Banjarbaru pada tahun 2013 terdapat hampir 74 orang terkena penyakit tersebut diantaranya para pekerja WPS, dan para pengguna WPS tersebut hampir rata-rata sekitar 44 orang terkena HIV dan 30 orang terkena AIDS. Banjarbaru merupakan kota ketiga terbanyak yang memiliki resiko penyebaran penyakit HIV/AIDS setelah Batulicin dan Banjarmasin. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2013 tentang kejadian menurut jenis pekerjaan ialah:
Pekerjaan HIV/ AIDS % Kejadian
WPS merupakan berkontribusi memiliki paling besar dalam penularan HIV/AIDS. Faktor yang menyebabkan tinggi angka ini dikarenakan Aktifitas pertambangan, letak geografik, sehingga memicu prostitusi dan terjadinya perubahan budaya pergaulan bebas.
Beberapa cara untuk mengubah pengetahuan maupun sikap perlu ditingkatkan pengetahuan tentang HIV/AIDS serta mendapat dukungan dari orang lain sehingga sikap positif dapat diwujudkan dalam bentuk pencegahan HIV/AIDS. Selain itu upaya yang dapat di lakukan untuk menurunkan angka kejadian seks bebas dapat ditempuh melalui penyuluhan dan konseling dan adanya peningkatan komitmen serta tekad dari Dinas Kesehatan Indonesia dan lembaga kemasyarakatan untuk bersama-sama mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS untuk mencegah terjadinya seks bebas (Budiono, 2009).
Diharapkan dengan adanya peningkatan pengetahuan akan timbul sikap positif untuk mencegah seks bebas. Untuk itu cara yang tepat untuk mencegah terjadinya seks bebas adalah dengan cara menambah pengetahuan kita tentang akibat terkena penyakit HIV/AIDS baik dari buku, penyuluhan maupun media massa (Syaifullah, 2010).
Salah satu faktor yang mempengaruhi pencegahan HIV/AIDS adalah pengetahuan. Hasil penelitian Juliastika (2011), menyebutkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan praktek penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS oleh para wanita pekerja seks dikota Jakarta. Dan mungkin bila para pekerja seks komersial sudah mempunyai pengetahuan pencegahan HIV/AIDS, maka resiko untuk tertular HIV/AIDS akan lebih kecil. Dan pengetahuan itu mulai didapatkan salah satunya dari penyuluhan maupun bimbingan konseling. Pekerja seks komersial yang memiliki potensi yang sangat besar untuk tertular HIV/AIDS.
Cara penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, penggunaan obat suntik, ibu ke anak-anak dan lain-lain. Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin
relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena). Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Dari beberapa cara penularan tersebut, masing-masing penularan memiliki resiko penularan cukup besar. Oleh karena itu, penularan HIV harus diberi pengobatan agar penyebaran mengalami perlambatan.
Pengobatan dan perawatan yang ada terdiri dari sejumlah unsur yang berbeda, yang meliputi konseling dan test mandiri (VCT), dukungan bagi pencegahan penularan HIV/AIDS, konseling tidak lanjut, saran-saran mengenai makanan dan gizi, pengobatan IMS, pengelolaan efek nutrisi, pencegahan dan perawatan infeksi oportunistik (IOS), dan pemberian obat-obat antiretroviral. Obat antiretroviral digunakan dalam pengobatan infeksi HIV. Obat-obatan ini bekerja melawan infeksi itu sendiri dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam tubuh. Perkembangan ilmu pengetahuan dibidang matematika memberikan peranan penting untuk menganalisa pendekatan dan manajemen penularan penyakit.
Berdasarkan studi pendahuluan dengan kuesioner serta wawancara dengan sesi tanya jawab terhadap 10 pekerja seks komersial, menyatakan mereka dalam pencegahan penyakit menular menggunakan meminum jamu-jamuan ada 6 orang, yang menggunakan kondom 2 orang, yang hanya mencuci cukup dengan mencuci dengan air bersih ada 2 orang. Paling banyak Pekerja Seks Komersial masih salah mengenai cara pencegahan yang benar dalam mengatasi resiko penularan HIV/AIDS. Dan menurut mereka peralatan makan bekas penderita positif HIV dapat menularkan HIV/AIDS, serta berjabatan tangan bias terkena penyakit tersebut. Dari fenomena yang terjadi diatas peneliti ingin melakukan penelitian tentang Gambaran Pengetahuan dan Wanita Pekerja Seks tentang HIV/ AIDS Berdasarkan Karakteristik Usia dan Tingkat Pendidikan di Lokalisasi Pembatuan Landasan Ulin Timur Banjarbaru.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan pendekatan Cross Sectional Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner tertutup yang dikumpulkan dari responden langsung pada saat di lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan adalah data dari klien yang meliputi tentang pengetahuan
dan sikap serta data tentang usia dan tingkat pendidikan responden. Penelitian dilakukan di Lokalisasi Pembatuan Guntung Payung Banjarbaru Kalimantan Selatan dari bulan Februari s.d bulan Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita pekerja seks yang ada di Lokalisasi Pembatuan Guntung Payung Banjarbaru sebanyak 200 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari wanita pekerja seks yang ada di Lokalisasi sebanyak 67 orang. Teknik sampling digunakan adalah simple random sampling.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden 1. Pendidikan Responden
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden
Pendidikan Responden
Frekuensi % Rendah(SD- SLTP) 26 38,8% Tinggi (SMA-PT) 41 61,2%
Jumlah 67 100%
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa responden yang berperan serta dalam penelitian memiliki pendidikan terbanyak yaitu berpendidikan tinggi (SMA-PT)sebanyak 41 responden (61,2%) dan paling sedikit berpendidikan rendah (SD-SLTP)sebanyak 26 responden (38,8%).
2. Usia Responden
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden
Usia Responden
Frekuensi %
Remaja (17-25) 14 20,9
Dewasa (26-45) 53 79,1
Jumlah 67 100%
Sumber : Data Primer
Gambaran Khusus Hasil Penelitian. 1. Pengetahuan Responden
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang HIV-AIDS
Pengetahuan Responden
Frekuensi %
Baik 14 20,9
Cukup 22 32,8
Kurang 31 46,3
Jumlah 67 100%
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan bahwa Pengetahuan responden tentang HIV-AIDS paling banyak yaitu pada kategori pengetahuan kurang sebanyak 31 responden (46,3%) dan paling sedikit pada kategori pengetahuan baik sebanyak 14 responden (20,9%).
2. Sikap Responden
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi SikapResponden Tentang HIV-AIDS
Sikap Responden
Frekuensi %
Positif 25 37,3
Negatif 42 62,7
Jumlah 67 100%
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan bahwa sikap responden tentang HIV-AIDS paling banyak yaitu pada kategori sikap negatif sebanyak 42 responden (62,7%) dan paling sedikitp ada kategori sikap positif sebanyak 25 responden (37,3%).
3. Tabulasi Silang Pengetahuan dengan Usia
Berdasarkan tabel 4.10 dengan hasil tabulasi silang didapatkan paling banyak responden memiliki sikap negatif dan cakupan usia dewasa dengan temuan 32 orang (47,8%) dan paling sedikit memiliki sikap positif dan cakupan usia remaja dengan temuan 4 orang (6%).
5. Tabulasi Silang Sikap dengan Pendidikan Tabel 4.11. Tabulasi Silang Sikap dengan
Pendidikan
Sikap Usia Total Remaja Dewasa
n % n % N % Positif 4 6 21 31,3 25 37,3 Negatif 10 14,9 32 47,8 42 62,7 Jumlah 14 20,9 53 79,1 67 100
Berdasarkan tabel 4.11 dengan hasil tabulasi silang didapatkan paling banyak responden memiliki sikap negatif dan cakupan pendidikan tamat SMA (tinggi) dengan temuan 24 orang (35,8%) dan paling sedikit memiliki sikap positif dan cakupan pendidikan rendah dengan temuan 8 orang (12%%).
PEMBAHASAN 1. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan responden tentang HIV-AIDS paling banyak yaitu pada kategori pengetahuan kurang sebanyak 31 responden (46,3%), pada
Pengetahuan
Pendidikan
Total Rendah Tinggi
n % n % N % Baik 4 6 10 14,9 14 20,9 Cukup 10 14,9 12 17,9 22 32,8 Kurang 12 17,9 19 28,4 31 46,3
Jumlah 26 38,
8
41 61,2 6 7
kategori pengetahuan cukup sebanyak 22 responden (32,8%), sedangkan yang paling sedikit ialah pada pengetahuan baik sebanyak 14 responden (2,9%).
Menurut peneliti banyaknya responden yang memiliki pengetahuan kurang karena rata-rata responden kurang mengetahui bagaimana cara penyebaran penularan dan pencegahan tentang penyakit HIV-AIDS, dan tanda-tanda orang terkena HIV-AIDS itu sendiri, serta dalam hal pencegahan mereka tidak mengetahui secara pasti cara pencegahan selain menggunakan kondom saat berhubungan intim. Pada dasarnya WPS yang kurang dalam hal pengetahuan umumnya mereka kurang mendapatkan informasi tentang apa itu penyakit HIV-AIDS, pencegahan, cara penularan, dan hal perilaku hidup bersih dan sehat kebutuhan dan tuntutan ekonomi merupakan salah satu dari penyebab kurangnya pengetahuan dan acuhnya menjaga kesehatan organ intim WPS itu sendiri.
Menurut pernyataan dr Subuh (2009) sependapat dengan peneliti yakni masyarakat masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman yang benar akan HIV-AIDS membuat pencegahan HIV-AIDS belum maksimal serta memunculkan stigma dan diskriminasi bagi orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Pernyataan ini disampaikan oleh dr. HM. Subuh, MPPM pada acara seminar nasional mengenai HIV-AIDS yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember di Hotel Bintang Mulia. Seminar kali ini mengambil
tema “Wujudkan Masyarakat Sehat Bebas HIV
-AIDS, Langkah Strategis mencapai MDG’s 2015”. Pada penelitiannya mengemukakan sosialisasi HIV-AIDS bagi penduduk usia 15-40 tahun yang berjalan semenjak tahun 2010. Targetnya, pada tahun 2014 nanti, penduduk Indonesia usia 15-40 tahun yang tahu dan paham akan HIV-AIDS telah mencapai 95% dari angka sekarang yang masih di kisaran 65%. Menurutnya pada data statistik di Indonesia HIV-AIDS pada akhir Juni 2014 terdapat ± 821 kasus AIDS dan ± 541 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun yakni 48,1% dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9% (Subuh, 2009).
Pengetahuan kesehatan (health knowledge) yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan atau perilaku hidup bersih dan sehat (Rahmat, 2009).
Media massa/ sumber informasi baik visual maupun audio visual seperti televisi, surat kabar dan informasi dari tenaga kesehatan mempunyai
pengaruh besar dalam pembentukan opini, sikap, perilaku dan kepercayaan seseorang maka pengetahuan masyakat tentang penyakit HIV-AIDS dikategorikan kurang hal ini dapat dikarenakan oleh banyak faktor diantaranya yaitu kurang banyaknya sumber pengetahuan dan informasi mengenai pencegahan penyakit HIV-AIDS secara mendetail kepada masyarakat maupun WPS yang ada di tempat penelitian seperti kurangnya menjaga PHBS organ intim, menggunakan kondom saat berhubungan intim, sama hal nya pendidikan di WPS sangat mempengaruhi pengetahuan. Hal ini disebabkan oleh umur, perilaku serta tingkat pendidikan responden yang sebagian besar tamat SLTA (Anwar, 2004).
2. Sikap
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sikap responden tentang HIV-AIDS paling banyak yaitu pada kategori sikap negatif sebanyak 42 responden (62,7%).
Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap WPS di Pembatuan Kelurahan Landasan Ulin Timur masih bersikap negatif hal ini dikarenakan WPS itu sendiri memiliki respon dalam pencegahan HIV sangat rendah seperti hal WPS di daerah pembatuan merupakan daerah lokalisasi yang dalam konsep lingkungan merupakan daerah tempat adanya kegiatan Seks serta dalam lingkungannya Lokalisasi pembatuan sudah menjadi mata pencaharian wanita pekerja seks, artinya sangat sulit mengubah sikap, pengetahuan, perilaku karena adanya faktor kebiasaan, lingkungan.
(PHBS) dari diri WPS dan adanya peran serta lintas sektor dalam memberikan informasi untuk mengurangi dampak dari penyakit HIV-AIDS yang semakin meluas di masyarakat (Notoatmodjo, 2007). 3. Gambaran Pengetahuan tentang HIV-AIDS
dengan Usia
Berdasarkan hasil ini didapatkan dari 67 orang ternyata 3 orang (4,5%) berpengetahuan baik dengan usia remaja dan usia dewasa sebanyak 11 orang (16,4%). Pada kategori berpengetahuan cukup dengan usia remaja sebanyak 6 orang (9%) dan usia dewasa sebanyak 16 orang (23,9%). Untuk kategori berpengetahuan kurang dengan usia remaja sebanyak 5 orang (7,5%) dan usia dewasa sebanyak 26 orang (38,8%).
Dari data di atas ternyata pengetahuan dengan usia terbanyak adalah pada responden berpengetahuan kurang dengan usia dewasa 26-45 tahun. Artinya usia dan pengetahuan tidak memiliki hubungan yang mendasar tentang pengetahuan seseorang baik dilihat dari segi usianya. Menurut Hari (2009) Pengetahuan dan Usia memang sangat berhubungan namun tidak semua pengetahuan dan usia seseorang menjadi acuan dalam hal pengalaman. Semakin lama usia seseorang belum tentu pengalamannya lebih baik dari usia yang lebih muda.
Saran peneliti dalam hal ini pengetahuan WPS yang sudah baik ditingkatkan dan pengetahuan yang masih kurang diberikan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) dari pemerintah setempat serta masih ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu perilaku, sikap dan lingkungan budaya sekitar. 4. Gambaran Pengetahuan dengan Pendidikan
dengan Responden
Hasil penelitian didapatkan dari 67 orang ternyata memiliki pengetahuan baik pendidikan SLTP sebanyak 4 orang (6%) dan berpendidikan SMA sebanyak 10 orang (14,9%) sedangkan responden yang memiliki pengetahuan cukup pendidikan SD sebanyak 3 orang (4,5%), pendidikan SLTP sebanyak 7 orang (10,4%) dan berpendidikan SMA sebanyak 12 orang (17,9%). Pada responden yang memiliki pengetahuan kurang pendidikan SD sebanyak 4 orang (6%), pendidikan SLTP sebanyak 8 orang (11,9%) dan berpendidikan SMA sebanyak 19 orang (28,4%).
Dari data di atas pengetahuan dan pendidikan terbanyak responden terdapat pada pengetahuan kurang dengan pendidikan Tamat SMA. Artinya pendidikan masih menjadi unsur paling penting dalam meningkatkan pengetahuan. Namun ditemukan fakta walaupun pendidikan tinggi
(Tamat SMA) belum menjamin memiliki pengetahuan yang baik dalam mengetahui HIV-AIDS itu sendiri, para WPS hanya mengetahui apa HIV-AIDS dan tidak mengetahui apa saja dampak, penularan dan bagaimana cara penyebaran HIV-AIDS secara mendetail.
5. Gambaran Sikap tentang HIV-AIDS dengan Usia
Hasil penelitian didapatkan dari 67 orang ternyata responden yang memiliki sikap positif dengan usia remaja sebanyak 4 orang (6%) dan usia dewasa sebanyak 21 orang (31,3%). Pada kategori memiliki sikap negatif dengan usia remaja sebanyak 10 orang (14,9%) dan usia dewasa sebanyak 32 orang (47,8%). Dari data di atas paling banyak responden memiliki sikap negatif dengan usia dewasa. Pada kasus ini WPS di lokalisasi pembatuan memang rata-rata banyak pada usia di atas 30 tahun jadi hasil penelitian memang lebih condong ke WPS usia 30 tahun keatas.
Menurut penelitian Sama halnya pengetahuan, perilaku, sikap juga masih berperan penting dengan usia seseorang. WPS itu sendiri memiliki respon dalam pencegahan HIV sangat rendah seperti hal WPS di daerah pembatuan merupakan daerah lokalisasi yang dalam konsep lingkungan merupakan daerah tempat adanya kegiatan seks serta dalam lingkungannya Lokalisasi pembatuan sudah menjadi mata pencaharian wanita pekerja seks, artinya sangat sulit mengubah sikap, pengetahuan, perilaku karena adanya faktor kebiasaan, lingkungan dan sudah kebudayaan yang sangat sulit untuk dihilangkan. 6. Gambaran Sikap tentang HIV-AIDS dengan
Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 67 orang ternyata memiliki sikap positif pendidikan SD sebanyak 2 orang (3%) dan berpendidikan SLTP sebanyak 6 orang (9%) dan berpendidikan SMA sebanyak 17 orang (25,4%) sedangkan responden yang memiliki sikap negatif pendidikan SD sebanyak 5 orang (7,5%), pendidikan SLTP sebanyak 13 orang (19,4%) dan berpendidikan SMA sebanyak 24 orang (35,8%).
dan pekerjaan yang disebabkan oleh kesibukan dari responden bekerja setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga perilaku, sikap dan kebiasaan untuk lebih memperhatikan kebersihan organ intim sangat jarang diperhatikan oleh WPS.
Menurut peneliti sikap, pengetahuan yang di dapat oleh para responden perlu ditingkatkan serta mengubah perilaku dalam menjaga kebersihan organ intim untuk mencegah penularan HIV-AIDS yang semakin berkembang seperti menggunakan kondom dll, karena dalam mengurangi angka kejadian HIV di daerah lokalisasi tersebut sangat rentan adanya berbagai macam penyakit kelamin serta perlu banyak pengetahuan tentang pengenalan bagaimana penularan HIV-AIDS dari masyarakat, lintas sektor, instansi terkait serta pemerintah daerah, bagaimana siklus kejadian HIV-AIDS sangat rentan terjadi di daerah lokalisasidalam upaya pelayanan promitif (penyuluhan, KIE).
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Azwar Aimul. 2009. Riset Keperawatan dan Teknik
Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Budiono, 2009.Pengetahuan Tentang HIV/AIDS
Untuk Mencegah Terjadinya Seks Bebas.
Makna Jurnalisme & AIDS. Jakarta. Dinkes Kalimantan Selatan, 2013.Laporan Kejadian
HIV/ AIDS Provinsi Kalsel.
Djaali 2008, Skala Likert.Diakses tanggal 19 April 2014.
http://www.Djaali.blogspot.co.id/2014/03/17/s kala Likert.html.
Hairul S, 2012.Kasus HIV/AIDS di Indonesia Terus Naik. Diakses tanggal 17 Maret 2014. http://www.surya.co.id/2014/03/17/kasus-hivaids-di-indonesia-terus-naik.html.
Irmayanti, 2007.MPKT Modul 1. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI.
Juliastika, 2011.Kondom Untuk Pencegahan
HIV/AIDS.Karya Tulis Ilmiah Politeknik
Kesehatan Makasar.Makasar.
KPA Nasional, Strategi Nasional Penanggulangan
HIV/ AIDS 2007 – 2010.
Nasrounydin, 2007.Anamnesis seropositif HI.Makna Jurnalisme & AIDS. Jakarta.
Nida, 2006.Diagnosis AIDS.Pelajaran dari
Penderita HIV/AIDS. Diakses pada tanggal 11
Maret 2014.
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/11685
1. Pengetahuan respondententang penyakitHIV-AIDSpaling banyak yaitu pada kategori pengetahuan kurang sebanyak 31 responden (46,3%).
2. Sikap responden tentang penyakit HIV-AIDS paling banyak yaitu pada kategori sikap negatif sebanyak 42 responden (62,7%).
3. Pengetahuan tentang HIV-AIDS dengan usia terbanyak adalah 26 responden (38,8%) pada responden berpengetahuan kurang dengan usia dewasa sedangkan sikap tentang HIV-AIDS dengan usia terbanyak adalah 32 responden (47,8%) pada responden bersikap negatif dengan usia dewasa.
4. Pengetahuan tentang HIV-AIDS dengan pendidikan terbanyak adalah 19 responden (28,4%) memiliki pengetahuan kurang dengan pendidikan tinggi (Tamat SMA) sedangkan sikap tentang HIV-AIDS dengan pendidikan terbanyak adalah 24 responden (35,8%) pada responden bersikap negatif dengan pendidikan tinggi (Tamat SMA).
/Pelajaran_Dari_Penderita_HIV/AIDS. Notoatmodjo, 2002. Metodelogi Penelitian
Kesehatan, Edisi Revisi, Rineka Cipta,
Jakarta.
Notoatmodjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku.Rineka cipta. Jakarta.
Normayanti, 2011.Gambaran dan Sikap ibu hamil
tentang pencegahan penyakit HIV/
AIDS.Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Makasar.Makasar.
Nursalam, 2003. Konsep Penerapan Metodelogi
Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba
Medika, Jakarta.
Prawirohardjo, 2009.Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Syaifullah, 2010.Pengetahuan Tentang HIV/ AIDS.Tonggak Hijrah Seorang Beresiko HIV/AIDS.JayaKarya. Yogyakarta
Syamsuridjat, 2001. Gejala AIDS. Makna Jurnalisme&AIDS. Jakarta.
UNAIDS, WHO 2009 AIDS Epidemic Update. 2009. Diakses tanggal 13 Februari 2014. URL: http://www.who.int. Wikipedia, 2009.
Pengetahuan. Diambil dari