UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS FILSAFAT
PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT
Terakreditasi Berdasarkan Keputusan BAN-PT DEPDIKNAS-RI No. 468/SK/BAN-PT/Akred/S/XII/2014
RELEVANSI PANDANGAN AGUSTINUS
MENGENAI KEHENDAK MENJADI KUDUS
DALAM KEHIDUPAN RELIGIUS DI MASA KINI
SKRIPSI
Oleh Priyo Jatmiko
2012510020
Pembimbing
Dr. Hadrianus Tedjoworo, S.Ag., STL
ii
FAKULTAS FILSAFAT UNIVERSITAS
KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA NPM
FAKULTAS
PROGRAM STUDI JUDUL SKRIPSI
: PRIYO JATMIKO : 2012510020
: FILSAFAT
: ILMU FILSAFAT
: RELEVANSI PANDANGAN AGUSTINUS MENGENAI KEHENDAK MENJADI KUDUS DALAM KEHIDUPAN RELIGIUS DI MASA KINI
Mengetahui,
Dekan Fakultas Filsafat
Bandung, Mei 2018 Menyetujui,
Dosen Pembimbing
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi, dengan judul Relevansi Pandangan Agustinus Mengenai Kehendak Menjadi Kudus dalam Kehidupan Religius di Masa Kini, ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku.
Dengan pernyataan ini, saya siap menanggung risiko dan sanksi yang dijatuhkan kepada saya, apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau jika ada tuntutan formal dan tidak formal dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Mei 2018 Yang membuat pernyataan,
KATA PENGANTAR
Pertama dan terutama, puji, syukur, hormat, dan kemuliaan saya haturkan
kepada Tuhan Yesus Kristus, atas rahmat yang Ia limpahkan setiap hari, sehingga
melalui bantuan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi, yang
berjudul Relevansi Pandangan Agustinus Mengenai Kehendak Menjadi Kudus
Dalam Kehidupan Religius Di Masa Kini, sebagai salah satu syarat kelulusan di dalam Program Studi Ilmu Filsafat Universitas Katolik Parahyangan.
Penulisan skripsi ini merupakan usaha untuk mengembangkan gagasan
Agustinus sekaligus usaha untuk berpartisipasi dalam menggairahkan panggilan hidup
menuju kekudusan di masa kini. Sebagai orang “rumahan” yang sering ditinggal pergi
sendirian di biara, saya menyadari bahwa kehidupan religius merupakan suatu
panggilan untuk hidup di antara “dua tegangan”. Karena itu, dalam skripsi ini saya
berusaha mengeksplorasi kehidupan „antara‟ yang dialami dan dihidupi dalam
Spiritualitas Agustinian sebagai tawaran untuk hidup sebagai cara hidup menuju
kekudusan dalam kehidupan religius di masa kini. Dalam proses penyusunan skripsi
ini, saya terkadang menemukan kesulitan, kebuntuan dan kebutaan. Akan tetapi, karena
berkat dari Allah Yang Maha Kudus serta motivasi banyak pihak, saya merasa
dibangkitkan untuk menulis skripsi ini dengan segala usaha dan permenungan.
Akhirnya, skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan doa dari berbagai pihak.
Terutama penulis tujukan kepada:
1. Allah Roh Kudus, Sang Rahmat, sumber segala teladan, rahmat dan inspirasi.
2. Pastor Dr. Hadrianus Tedjoworo, S.Ag., STL, selaku Dosen Pembimbing
penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala ketabahan, dedikasi, inspirasi,
kritik, bimbingan, motivasi, dan imaji kekudusan yang dibagikan selama proses
3. Pastor Ch. Harimanto Suryanugraha, Drs., S.L.L., selaku Dekan Fakultas Filsafat,
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
4. Seluruh dosen Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung,
yang telah banyak memberi inspirasi serta masukan bagi penulisan skripsi ini.
5. Mas Tony, selaku pustakawan Fakultas Filsafat, Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung, yang tleh banyak membantu penulis untuk menyediakan
buku-buku penunjang penulisan skripsi ini.
6. Keluarga: Antonius T. S. Dan Maria Gorreti S., selaku orangtua, dan
kakak-kakak penulis, Fransiska, Monika, Vincentia. Terima kasih atas motivasi dan
doa yang tidak pernah putus
7. Pastor Joel Sumooc, selaku Kepala Rumah dan para frater di Rumah Ven. Luigi
Chmel,OAD Bandung, atas segala dukungan, semangat, dan doanya.
8. Para Frater Projo Bogor, terutama Fr. Bahtiar, Fr. Dismas, Fr Aldo, dan
Fr.Damian. Terima kasih atas semangat, kelucuan, perhatian, kasih sayang,
kesetiaan, serta inspirasi yang sering kalian berikan tanpa kalian sadari.
9. Legioner Presidium Regina Cordium.
10. Serta bagi seluruh pihak yang telah memberi dukungan dan semangat.
Saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Karena itu saya menerima segala kritik serta saran yang membangun, sehingga penulisan
skripsi ini nantinya akan menjadi suatu karya yang lebih sempurna. Saya berharap agar
skripsi ini dapat berguna khususnya dalam memberikan alternatif-alternatif pemikiran
terutama dalam cara menjalani kehidupan religius.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penulisan ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 3
1.3 Metode dan Teknik Penulisan ... 4
1.4 Tujuan Penulisan ... ..5
1.5 Sistematika Penulisan ... ..5
BAB II PERKEMBANGAN PANDANGAN MENGENAI KEHENDAK MANUSIA DALAM KONTEKS FILSAFAT-TEOLOGI...………..……..7
2.1 Kehendak Manusia ... ..7
2.2 Kehendak Bebas Manusia ... 13
2.3 Determinisme... ..17
2.4 Keselarasan Kehendak Bebas dengan Dunia yang Deterministik.………….43
BAB III PANDANGAN AGUSTINUS MENGENAI KEHENDAK MANUSIA ... 20
3.1 Kehendak Secara Umum ... 20
3.3 Kehendak Duniawi ... 32
3.4 Kehendak Surgawi... 35
3.4 Kehendak Kristiani ... 36
BAB IV KEHENDAK MENJADI KUDUS MENURUT AGUSTINUS DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN RELIGIUS ... 39
4.1 Kehendak Menjadi Kudus di Masa Kini... 39
4.1.1 Menjalani Keseharian Dalam Kasih ... ..44
4.1.2 Kesaksian yang Berani dalam Menjalani Kehidupan ... ..47
4.2 Kehidupan Religius Sebagai Kehidupan Antara ... ..50
4.3 Komunitas sebagai Perjumpaan dengan „Sang‟ Rahmat ... ..57
4.3.1 Berbagi “Sang Rahmat” dalam Koreksi Fratenal ... ..60
4.3.2 Komunitas Sebagai Askese ... ..62
BAB V SIMPULAN ... .66
DAFTAR PUSTAKA ... .72
viii
RELEVANSI PANDANGAN AGUSTINUS
MENGENAI KEHENDAK MENJADI KUDUS DALAM
KEHIDUPAN RELIGIUS DI MASA KINI
Oleh Fakultas Filsafat, Program Studi Ilmu Filsafat
Bandung
Abstrak
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan
Segala tindakan yang dilakukan seseorang dalam hidupnya merupakan cerminan dari imannya. Sementara itu, sebagian orang memandang hidup mereka terbagi menjadi dua bagian yang terpisah dan tidak saling berkaitan. Ada bagian-bagian yang dipandang sekuler1, seperti kerja, hobi, dan rekreasi. Bagian-bagian lain dipandang kudus, seperti kehidupan doa yang merupakan praktik kesalehan dari iman. Pandangan hidup yang membagi menjadi dua bagian berkembang menjadi suatu dualisme yang secara tajam memisahkan sesuatu yang kudus dari apa pun yang dianggap sekuler. Kedua bagian kehidupan ini dipandang tidak dapat disatukan dan sebagai hal yang dipilih salah satu dari antara keduanya. Hal ini mengakibatkan orang-orang memandang kehidupan kudus hanya diperuntukkan secara khusus untuk kaum klerus dan religius. Oleh karena itu, seseorang yang masuk ke dalam hidup religius dipandang sebagai seorang yang telah memisahkan diri dari kesibukan urusan duniawi.
Sejak permulaan Gereja, orang-orang Kristiani berhadapan dengan masalah bagaimana berada di dalam dunia tetapi tidak berasal dari dunia (Yoh. 17:16). Orang-orang Kristiani di satu sisi memisahkan sesuatu yang sekuler dari yang kudus dan hidup di dunia. Mereka di sisi lain mencoba mengintegrasikan
1
Istilah sekular disini merujuk pada sikap, aktivitas, atau hal-hal yang tidak memiliki dasar agama atau spiritual. Definisi dari sekuler atau secular menurut Merriam-Webster Dictionary adalah sesuatu yang berasal atau yang berkaitan dengan keduniawian. Bdk. Editor kamus online Merriam
2
keduanya dengan membiarkan yang satu mendominasi yang lain. Santo Agustinus2 ( 354-430), seorang uskup yang sekaligus teolog dan filsuf dari Hippo, memandang bahwa di dunia ini orang-orang bertindak sesuai dengan cinta yang mereka miliki. Manusia yang menjalani kehidupan yang sekuler berlandaskan cinta terhadap dirinya sendiri, sedangkan manusia yang menjalani kehidupan yang kudus berakar pada cinta terhadap Tuhan.3 Menurut Agustinus, kehidupan kristiani dijalani dengan mencintai hal-hal yang tepat dan dengan cara yang tepat. Setelah benar-benar memiliki cinta yang benar (yang hanya mungkin melalui Kristus), seorang Kristiani akan berusaha mencari nilai yang tepat dalam semua aspek kehidupannya. Nilai yang tepat, menurut Agustinus, adalah hidup bersatu dalam kekudusan.
Kehidupan kudus dan tidak bercacat merupakan kehendak Tuhan, sebab Tuhan telah menciptakan manusia seturut gambar-Nya (Kej 1:26). Di sisi lain, Manusia mempunyai kehendak bebas yang dapat menentukan pilihan bagaimana ia menjalani keseharian hidupnya. Manusia dalam menjalani kehendak bebasnya dalam keseharian berhadapan dengan berbagai godaan yang memungkinkannya jatuh ke dalam perbuatan dosa dan hidup dalam kecemaran.4 Segala bentuk kecemaran dosa ini mengganggu keintiman hubungan manusia dengan Tuhan.
Tuhan yang adalah kudus dipandang mustahil dapat menyatu dengan ketidakkudusan dan segala bentuk kecemaran yang dimiliki manusia. Hidup dalam kekudusan berarti hidup lepas dari segala bentuk perbuatan dosa dan mempersembahkan hidupnya hanya untuk Tuhan. Sebagai manusia yang tidak
2
Dalam pembahasan bab-bab selanjutnya akan memakai sebutan Agustinus. 3
Bdk. Augustine, The City of God, trans. Marcus Dods ( Toronto: Random House, 1999) 430. 4
3
luput dari perbuatan dosa, rasanya sulit untuk hidup dalam kekudusan. Banyak orang kemudian mendengar kata kekudusan menjadi ciut dan merasa tidak pantas.
Manusia menggunakan kehendak bebasnya untuk melakukan perbuatan baik dipandang bisa melepaskan diri dari perbuatan yang mengarah kepada dosa, tapi tetap saja sulit melepaskan diri dari cobaan untuk berbuat dosa itu selama hidup di dunia. Perbuatan dosa menjadi sesuatu hal yang dipandang wajar mengingat sifat duniawi yang dimiliki manusia sehingga kehidupan kudus di zaman ini dinilai terlampau sulit dan tidak masuk akal.
Kaum religius adalah manusia yang terpanggil dalam hidup kudus, karena hidup mereka dapat menjadi kesaksian akan Kristus yang kudus. Panggilan ini memampukan kaum religius untuk mengenali dan mengarahkan hidup panggilannya dengan mengusahakan hidup dalam kekudusan.
Sementara itu manusia mempunyai kehendak bebas untuk memilih mana yang baik atau yang jahat. Manusia dalam menanggapi kehendaknya harus tahu siapa diri mereka termasuk juga mengetahui apa yang sebenarnya mereka inginkan. Menurut Agustinus, seseorang yang menggunakan kehendak bebasnya untuk memilih apa yang jahat justru dapat membuatnya terbelenggu dalam keadaan dosa. Seseorang menjadi terbelenggu nafsu yang ingin selalu dipuaskan. Sebaliknya, manusia yang memilih berbuat baik meskipun secara fisik terpenjara ia sungguh-sungguh bebas. Manusia dalam memilih berbuat baik secara sukarela menyerahkan dirinya untuk taat terhadap kehendak Tuhan.
4
kehendak dalam diri manusia dapat dijadikan suatu alternatif jawaban dalam mencapai kekudusan. Bagi Agustinus hidup kekudusan bukanlah sekedar memisahkan antara apa yang kudus dan apa yang sekuler. bukanlah sesuatu yang ditunggu kedatangannya melainkan harus diusahakan. Hal ini memerlukan kerjasama antara manusia dengan Tuhan dan juga sesamanya.
1.2 Rumusan Masalah
Kehendak bebas manusia sering dipahami sebagai kehendak manusia untuk hidup sebebas-bebasnya, tanpa aturan yang mengekang. Kebebasan kehendak ini termasuk kebebasan memilih sesuatu yang tidak baik bagi dirinya sendiri. Sementara itu, dunia saat ini memiliki beragam godaan yang dapat menyebabkan manusia melakukan perbuatan dosa sehingga hidup dalam kekudusan tampak sebagai sesuatu yang sulit untuk dicapai bahkan oleh kaum religius yang menjalani hidupnya dengan cara yang khusus.
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini ialah kekudusan manusia dianggap sebagai hal yang utopis yang tidak mungkin terealisasi yang saya duga muncul karena pemahaman yang keliru mengenai kekudusan.
Beberapa pertanyaan penuntun yang akan mengarahkan untuk membuat analisis atas masalah tersebut, antara lain:
1. Bagaimana pandangan mengenai kehendak di masa kini?
5
3. Bagaimana relevansi kehendak menjadi kudus dalam hubungan dengan hidup religius?
1.3 Metode dan Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan metode eksploratif baik secara filosofis maupun teologis. Metode eksploratif digunakan untuk menemukan suatu pandangan mengenai kehendak manusia. Pertama-tama kehendak yang dimiliki manusia di masa kini dianalisis baik secara etimologis, fenomenologis, maupun psikologis. Kemudian dipaparkan secara analitis mengenai hubungan manusia dengan kekudusan. Alkitab digunakan sebagai dasar, sumber dan kriteria teologis mengenai kekudusan ini. Sedangkan pemikiran Agustinus sebagai acuan pokok untuk menelaah kehendak manusia untuk menjadi kudus. Diharapkan, dengan menelaah pemikiran Agustinus, umat beriman kristiani dapat menimba spiritualitas hidupnya di zaman sekarang. Penulisan skripsi ini akan diakhiri dengan upaya menanggapi dan memberikan inspirasi yang dipetik dari pemikiran Agustinus yang mempunyai relevansinya dengan hidup religius di zaman kontemporer.
6
1.4 Tujuan Penulisan
Penulisan skripsi ini mempunyai tiga tujuan. Pertama, untuk memberikan suatu bahan permenungan tekait kekudusan bagi pembaca d masa kini. Tulisan ini bermaksud mengajak para pembaca untuk memahami kekudusan seutuhnya, sehingga kekudusan dipandang sebagai kesaksian hidup spiritual yang menggairahkan dan perlu diusahakan. Kedua, untuk membuka kesadaran pembaca bahwa kita bisa menjadi kudus di dalam dunia kontemporer. Ketiga, untuk memberikan rekomendasi alternatif hidup spiritual yang berkaitan dengan spiritualitas Agustinian. Keempat, skripsi ini ditulis sebagai pemenuhan persyaratan belajar pada semeseter delapan dalam program studi Fakultas Universitas Katolik Parahyangan.
1.5 Sistematika Penulisan
Skripsi yang berjudul “Relevansi Pandangan Agustinus Mengenai
Kehendak Menjadi Kudus dalam Hidup Religius di Masa Kini” ini terdiri dari lima bab yang merupakan satu kesatuan dengan korelasi erat satu sama lain. Bab I merupakan Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, metode dan teknik penulisan, tujuan penulisan dan sistematika penulisan, yang memberikan gambaran umum mengenai seluruh isi tulisan.
7
akan menjadi pengantar untuk memahami bab berikutnya mengenai pengalaman hidup Agustinus.
Bab III berisi pemaparan mengenai pengalaman hidup Agustinus yang mempengaruhi Pemikirannya mengenai Kehendak, terdiri dari empat subbab. Secara garis besar, bab ini hendak menampilkan empat peristiwa-peristiwa hidup yang kemudian mempengaruhi pemikiran Agustinus mengenai kehendak dan kekudusan. Pada bab ini saya juga hendak menunjukkan bahwa perihal menjadi kudus adalah kerjasama antara Allah dan manusia.
Bab IV berisi pemaparan mengenai relevansi kehendak menjadi kudus dalam hidup religius, terdiri dari dua subbab. Secara garis besar pada bab ini, saya hendak menunjukkan pemikiran Agustinus yang masih relevan serta menampilkan inspirasi-inspirasi yang bisa diambil dari pemikirannya.