• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arsitektur dan Infrastruktur Multi Siste

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Arsitektur dan Infrastruktur Multi Siste"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

HALAMAN 1 DARI 4 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012

Arsitektur dan Infrastruktur Multi Sistem

oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu

EKOJI

999

Nomor 081, 28 November 2012

(2)

Pada dasarnya, sistem informasi  merupakan sebuah tatanan interaksi antara dua komponen  besar,  yaitu  organisasi  dan  teknologi  informasi.  Seperti  halnya  organisasi,  komponen  teknologi  informasi  merupakan  sebuah  sistem  tersendiri  dimana  terdiri  dari  bermacam‐ macam  komponen  yang  berbeda.  Keberagaman  komponen  pembentuk  infrastruktur  teknologi  informasi  ini  memiliki  kelebihan  dan  kelemahannya  masing‐masing,  baik  dilihat  dari  segi teknis maupun manajerial. Adalah penting bagi seorang manajer untuk mengetahui  bahwa  mengganti  sebuah  komponen  dalam  infrastruktur  multi  sistem  (seperti  upgrade  komputer  atau mengganti  sistem  operasi)  terkadang  tidak  semudah  membalikkan  telapak  tangan. Status keterkaitan antara komponen yang ingin diganti dengan komponen‐komponen  lainnya  (kompleksitas)  sangat  menentukan  dalam  aktivitas  pengembangan  teknologi  informasi. Tulisan ringkas ini bertujuan untuk memberikan pandangan terhadap keberadaan  sistem  teknologi  informasi  yang  terdiri  dari  berbagai  komponen‐komponen  yang  berbeda  (multi sistem) ditinjau dari segi teknis dan �inansial.

“Lebih  baik  mempunyai  sistem  teknologi  informasi  yang  standar  (terdiri  dari  komponen‐ komponen  dengan  merek  yang  sama)  atau  beraneka  ragam?”,  kurang  lebih  begitu  bunyi  pertanyaan yang kerap terdengar di kalangan manajemen perusahaan.  Untuk  menjawabnya,  paling tidak  permasalahan  ini  harus  dianalisa  dari  dua sudut  pandang,  secara  �inansial  dan  teknis. 

Secara �inansial  jelas terlihat  bahwa memiliki  sistem  standar  akan jauh  relatif lebih murah  dari pada sistem yang terbentuk dari beberapa komponen dengan standarnya masing‐masing.  Pertama adalah masalah  pemeliharaan  atau maintenance.  Satu  sistem  berarti  satu  vendor.  Artinya,  perusahaan  hanya  perlu  menjalin  hubungan  dengan  satu  vendor  sistem  yang  bersangkutan  untuk  kontrak  supports  dan  services.  Jika  infrastruktur  teknologi  informasi  terdiri dari  beragam komponen dengan bermacam‐macam merek, berarti  perusahaan harus  memiliki  hubungan  dengan  beberapa  vendor  sekaligus,  terutama  untuk  memelihara  komponen‐komponen yang sangat kritikal bagi  bisnis  (jika komponen tersebut rusak,  dapat  mengganggu aktivitas bisnis perusahaan sehari‐hari).

Kedua  berkaitan  dengan  pelatihan  dan  pengembangan  SDM  (internal  training).  Walau  bagaimanapun,  Divisi  Teknologi  Informasi  perusahaan  harus  memiliki  karyawan  yang  memiliki  kompetensi  dan keahlian terhadap sistem  yang diimplementasikan di perusahaan.  Memiliki sistem yang  beragam  berarti harus  mengirimkan beberapa karyawan ke beberapa  lembaga pelatihan. Biaya pendidikan ini tentu saja tidak sedikit, mengingat bahwa komponen  teknologi  informasi  selalu  berkembang  dari  satu versi  ke  versi  baru  berikutnya,  sehingga  karyawan harus selalu meng‐update pengetahuannya sehubungan dengan perkembangan ini. Ketiga adalah masalah interfacing. Tidak  semua komponen dapat dengan mudah dipadukan  dengan beberapa komponen lainnya. Terkadang perlu dibangun suatu jembatan komunikasi  antara satu komponen dengan komponen lain tersebut. Untuk membangun interface ini, yang  pada dasarnya dapat berupa perangkat keras maupun perangkat lunak, tentu saja diperlukan  investasi  khusus  dari  perusahaan  yang  tidak  sedikit.  Tentu  saja  biaya  investasi  semakin  membengkak sejalan dengan semakin banyaknya komponen yang harus dikoneksi.

Keempat  berkaitan dengan  biaya‐biaya tak  terduga lain yang  mungkin timbul  di  kemudian  hari  akibat  adanya  sistem  yang  tidak  seragam.  Misalnya  jika  salah  satu  komponen  harus  diganti karena telah diciptakannya komponen lain dengan versi  yang lebih baru. Akibatnya,  beberapa atau seluruh komponen yang terkait dengannya harus mengalami pergantian pula  agar sistem dapat  bekerja dengan normal (kalau komponen tidak  diganti, ditakutkan sudah  tidak  ada  lagi  support  atau  services  bagi  komponen  lama).  Contoh  lain  adalah  masalah  keamanan  atau  redudansi  sistem.  Sistem  yang  baik  adalah  suatu  sistem  yang  dirancang  sedemikian rupa, sehingga jika ada sebuah komponen yang tidak bekerja karena sesuatu hal, 

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

(3)

ada komponen yang siap menggantikannya, sehingga proses tidak terhenti. Bayangkan berapa  komponen  harus  dipersiapkan  cadangannya  jika  sistem  terdiri  dari  beraneka  ragam  komponen? Masalah klasik  lainnya adalah terciptanya suatu aplikasi yang cenderung tambal  sulam  sehingga  mengurangi  kinerja  sistem  (integritas,  keamanan,  e�isiensi,  efektivitas,  kontrol,  dsb.)  yang  secara  langsung  dan  langsung  akan  merugikan  perusahaan  secara  �inansial.

Sumber: Renaissance Advisors, 1997.

Jika ditinjau dari segi teknis, tampak pula bahwa memiliki satu sistem standar akan jauh lebih  baik dibandingkan dengan dengan memelihara sistem dengan beragam merek komponen. Alasan  pertama  adalah  masalah  kompatibilitas.  Banyak  komponen  yang  tidak  kompatibel  antar  satu  dan  yang  lainnya  (dibangun  di  atas  aturan‐aturan  yang  tidak  baku),  sehingga  terkadang secara teknis tidak dapat terpecahkan (perusahaan harus  memilih ingin berkiblat  kepada merek komponen yang mana).

Kedua adalah masalah reliabilitas. Semakin banyak interface yang dibuat untuk menjembatani  dua  atau  lebih  komponen  yang  berbeda,  akan  semakin  berpotensi  mengurangi  tingkat  integritas  sistem.  Dengan  kata  lain,  data  atau  informasi  yang  dihasilkan  cenderung  tidak  akurat, redundan, tidak dapat dipercaya (memiliki kualitas yang rendah).

Ketiga  adalah  masalah  kontrol  dan  pemeliharaan.  Semakin  beragam  sistem,  semakin  sulit  mengontrolnya karena setiap kali sebuah komponen ditambah atau diganti dengan versi baru,  akan  semakin  bertambah  kompleksitasnya  (menciptakan  persoalan‐persoalan  baru),  sehingga semakin sulit mengontrolnya.

Keempat berhubungan dengan tingkat �leksibilitas sistem. Jika ada teknologi baru yang secara  prinsip  mengganti  cara  kerja  komponen  utama,  maka  harus  diadakan  perombakan  secara  teknis  (desain  baru  dan  konstruksi  ulang)  terhadap  semua  komponen  terkait.  Semakin  kompleks sistem, akan semakin sulit merombaknya.

Kelima  adalah masalah  kinerja.  Sering terjadi  bahwa  sistem  standar  memiliki  kinerja  yang  jauh lebih baik  (lebih cepat  prosesnya,  dan lebih hemat  memorinya) dibandingkan dengan 

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

(4)

sistem  campuran  walaupun  secara  teknis  spesi�ikasi  masing‐masing  komponennya  sama.  Tentu saja perusahaan tidak dapat berbuat apa‐apa untuk mengatasi hal ini.

Mengapa saat ini pada kenyataannya masih banyak perusahaan yang memiliki sistem dengan  beragam merek  komponen jika  sudah jelas bahwa  sistem dengan merek standar jauh lebih  baik dan menguntungkan?

Alasan  pertama  adalah  karena  jarang  terdapat  sebuah  vendor  atau  perusahaan  teknologi  informasi  yang  memiliki  seluruh  produk  yang  dibutuhkan  oleh  sebuah  sistem  informasi  perusahaan.  Jika  ada  pun,  pasti  merupakan  perusahaan  raksasa,  seperti  IBM  dan  Hewlett  Packard,  yang  menjual  komponen‐komponennya  dengan  harga  relatif  mahal,  yang  hanya  terjangkau untuk perusahaan skala menengah ke atas.

Alasan kedua  adalah  bahwa  tidak  semua komponen  kritikal  untuk  bisnis  perusahaan  yang  bersangkutan, sehingga untuk komponen‐komponen ini (seperti modem, hub, kabel, monitor,  dsb.) diputuskan untuk  mencari merek yang beragam (kualitas baik untuk harga yang tidak  begitu mahal).

Alasan ketiga berkaitan dengan resiko yang dihadapi perusahaan. Bayangkan jika perusahaan  sudah  memutuskan  untuk  menggunakan  suatu  merek  tertentu  dan  pada  suatu  ketika  perusahaan supplier komponen‐komponen tersebut mendadak bangkrut?

Alasan berikutnya adalah karena sudah banyaknya komponen yang menjanjikan kompatibel  dengan  standar‐standar  internasional  yang  telah  ditetapkan  (contohnya  adalah  protokol  komunikasi  data,  struktur  database,  user  interface,  dsb.).  Walaupun  berbeda  merek,  tetapi  vendor pencipta komponen yang ada mengacu kepada spesi�ikasi  teknis internasional,  yang  secara de facto telah menjadi standar sistem.

Alasan  lain  adalah  masalah  harga  komponen.  Komponen  bermerek  internasional  dengan  produksi lokal terkadang jauh sekali harganya, dimana komponen lokal dapat 2 hingga 10 kali  lebih  murah  dibandingkan  dengan  produksi  perusahaan  internasional  (apalagi  dengan  �luktuasi  nilai  rupiah  terhadap  dolar  yang  terjadi  belakangan  ini).  Belum  lagi  biaya  pemeliharaan  yang  cenderung  menggunakan  mata  uang  dolar  Amerika  untuk  produk  internasional. Lalu mana yang lebih baik? Standar atau beragam merek?

Tentu saja untuk  menjawab pertanyaan ini harus diadakan analisa lebih jauh dan mendetail,  yang selain harus dilihat dari kacamata �inansial dan teknis, harus pula dilihat dari perspektif  lain,  seperti  sumber  daya manusia,  perencanaan  strategis,  operasional,  struktur  organisasi,  budaya  perusahaan,  dan  lain  sebagainya.  Secara  prinsip  memang  lebih  baik  menggunakan  standar untuk komponen‐komponen utama teknologi informasi ‐   misalnya untuk komputer  pusat (server) dan komponen‐komponen jaringan (LAN) – dan non standar untuk komponen  lain yang bersifat tambahan. Analisa resiko dan analisa keuangan (cash �low basis) pun harus  dilakukan dengan seksama untuk menghindari kesalahan perkiraan pengeluaran di kemudian  hari. Banyak orang yang berpikiran bahwa biaya pengembangan teknologi informasi berhenti  setelah sistem dibuat dan diimplementasikan. Padalah banyak sekali biaya‐biaya tersembunyi  (hidden  costs)  pada  tahap  pasca  implementasi,  terutama  yang  berhubungan  dengan  pemeliharaan sistem, dan pengembangan sistem di kemudian hari.

‐‐‐ akhir dokumen ‐‐‐

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

Referensi

Dokumen terkait

To minimize the current problems, BPD and local government has done some efforts including: first, conducting socialization of law, government regulation,

Acara di puncak Kelimutu ini diselenggarakan oleh Taman Nasional Kelimutu bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende serta melibatkan 20 komunitas

Berdasarkan distribusi silang antara lama pemakaian kontrasepsi suntik dengan perubahan berat badan pada responden diketahui bahwa responden yang telah lama memakai

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN .... LOUISA

Frisian Flag Indonesia sejak tahun 2013 mengadakan kampanye Drink Move Be Strong untuk mendorong dan memotivasi keluarga Indonesia agar lebih mengadopsi gaya hidup aktif

Dengan koefisien regresi 0,961 berarti kontribusi variabel sediaan sumber daya manusia, sediaan anggaran, sediaan sarana, sediaan prasarana, efisiensi birokrasi, dan disiplin kerja

Berdasarkan pelanggaran yang terjadi dalam acara Mata Najwa, untuk dapat menghindari pelanggaran prinsip kerja sama dapat dilakukan dengan cara memperhatikan kosa

Hanya dengan interaksi dengan kelompok lain identitas etnis mereka terbangun, dan semakin intens interaksi itu, semakin berkembang pula identitas etnisnya