• Tidak ada hasil yang ditemukan

contoh makalah Aspek perlindungan hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "contoh makalah Aspek perlindungan hukum"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

contoh makalah Aspek perlindungan hukum bidan di komunitas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita

terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut peran advokasi. Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan flosofs yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya

Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh

pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir. Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di

tingkatmasyarakat.

(2)

Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan

1.2 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai Spek hukum dalam praktek kebidanan

1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan

1. Mahasiswa mampu mempelajari dan melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi lahir dengan trauma lahir.

2. Untuk mengingatkan kita kembali, untuk semaksimal mungkin melakukan penatalaksanaan perioperatif pada obstuksi usus untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak

1.4 Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya

menggunakan metode ilmiah, dalam penyusunan makalah ini kami

menggunakan metode studi pustaka melalui referensi-referensi yang ada di perpustakaan kampus maupun internet.

1.5 Sistematika Penulisan KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.2 Ruang Lingkup Masalah 1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan 1.4 Metodologi Penulisan

(3)

2.1 Pengertian Bidan

2.2 Standar Asuhan Kebidanan 2.3 Registrasi Praktik Bidan

2.4 Kewenangan Bidan di Komunitas

2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hokum Sanksi dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya PMH, secara hukum

perdata, dapat kita teliti pasal –pasal BAB III PENUTUP

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bidan

Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti “with woman”(bersama wanita, mid = together, wife = a woman. Dalam bahasa Perancis, sage femme (Bidan) berarti “ wanita bijaksana”,sedangkan dalam bahasa latin, cum-mater (Bidan) bearti ”berkaitan dengan wanita”.

Menurut churchill, bidan adalah ” a health worker who may or may not formally trained and is a physician, that delivers babies and provides associated maternal care” (seorang petugas kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan bukan seorang dokter, yang membantu pelahiran bayi serta memberi perawatan maternal terkait).

Defnisi Bidan (IMM) bidan adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan. Bidan merupakan salah satu profesi tertua didunia sejak adanya peradaban umat manusia.

Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, yang

terakreditasi, memenuhi kualifkasi untuk diregister, sertifkasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk praktek kebidanan. Yang diakui sebagai seorang profesional yang bertanggungjawab, bermitra dengan perempuan dalam

memberikan dukungan, asuhan dan nasehat yang diperlukan selama kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan anak.

KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1

Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku

Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.

(5)

memperoleh kualifkasi dan diberi izin untuk melaksanakan praktek kebidanan di negara itu.

Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh

pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir. Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di

tingkatmasyarakat.

Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan. Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan

pengabdian kepada profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.

Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, serta meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X, petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII pada tahun 1998.

(6)

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)

a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan. c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.

e. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)

a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat

b. Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan.

c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)

a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.

b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)

a. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat

(7)

c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya. 5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

a. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik

b. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

c. Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir) a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan

Keluarga

b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga. 7. Penutup (1 butir).

Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik merupakan pedoman dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan profesional.

2.2 Standar Asuhan Kebidanan

Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah seorang bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya. Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari

Standar I Metode Asuhan

(8)

Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis. Standar III Diagnosa Kebidanan

Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang bidan berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan.

Standar IV Rencana Asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Standar V Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.

Standar VI Partisipasi klien

Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Standar VII Pengawasan

Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.

Standar VIII Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.

Standar IX Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan.

2.3 Registrasi Praktik Bidan

Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional oleh International Monfederation of Midwives (IMM). Dalam menjalankan tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifksi agar mendapatkan lisensi untuk praktek . Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya

(9)

perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.

Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.

Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996). Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan.

Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau

standar tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fsik dan mental bidan mampu melaksanakan praktek profesinya.

Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi

Fotokopi ijazah bidan.

Fotokopi transkrip nilai akademik. Surat keterangan sehat dari dokter.

Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.

(10)

Fotokopi SIB yang masih berlaku. Fotokopi ijazah bidan.

Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.

Surat keterangan sehat dari dokter. Rekomendasi dari organisasi profesi.

Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.

2.4 Kewenangan Bidan Di Komunitas

Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat, yang meliputi

Pengetahuan dasar

Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas. Masalah kebidanan komunitas.

Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan masyarakat.

Strategi pelayanan kebidanan komunitas.

Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan masyarakat.

Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak. Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Pengetahuan tambahan

Kepemimpinan untuk semua (Kesuma) Pemasaran social

(11)

Perilaku kesehatan masyarakat

Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak (Safe Mother Hood dan Gerakan Sa g. Paradigma sehat tahun 2010.

Keterampilan dasar

Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB di masyarakat.

Mengidentifkasi status kesehatan ibu dan anak.

Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.

Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.

Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan. Melakukan pencatatan dan pelaporan

Keterampilan tambahan

Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.

Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya. Menggunakan tehnologi tepat guna.

Pengertian Profesi

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifkasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Montoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,

keuangan, militer, dan teknik. Bidan Sebagai Profesi

Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yang khusus. Sebagaii pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Bidan mempunyai tugas yang sangat unik, yaitu

Selalu mengedepankan fungsi ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya.

Memiliki kode etik dengan serangkaian pengetahuan ilmiah yang didapat melalui proses pendidikan dan jenjang tertentu

(12)

Anggotanya menerima jasa atas pelayanan yang dilakukan dengan tetap memegang teguh kode etik profesi.

Perilaku Profesional Bidan 1. Bertindak sesuai keahliannya 2. Mempunyai moral yang tinggi 3. Bersifat jujur

4. Tidak melakukan coba-coba

5. Tidak memberikan janji yang berlebihan 6. Mengembangkan kemitraan

7. Terampil berkomunikasi 8. Mengenal batas kemampuan 9. Mengadvokasi pilihan ibu

Organisasi Bidan

2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hukum yaitu

Wanprestasi, yaitu pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang disebabkannya,hasil tidak sesuai

Perbuatan Melawan Hukum (PMH), yaitu pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan perbuatanya, sehingga menimbulkan kerugian.baik moril atau materil bagi keluarga ps/ps;

Prinsip pertanggungjawaban dalam hukum perdata/BW

(13)

Seseorang harus bertanggungjawab tidak hanya karena kerugian yg

dilakukanya dengan sengaja , tetapi juga karena kelalaian atau kurang berhati-hati(pasal 366BW) 3. Seseorang harus memberikan pertanggungjawabaan tidak hanya karena kerugian atas tindakan pelayanannya akan tetapi juga

bertanggung jawab atas kelalaian orang lain dibawah pengawasanya.(pasal 1367 KUHPerdata).

Tuntutan perdata pada dasarnya bertujuan utuk memperoleh kompensasi atas kerugian yg diderita , oleh karena itu sebagai dasar dalam menuntut seorang tenaga kesehatan termasuk bidan dalam menjalankan profesinya adalah adanya wanprestasi atau adanya perbuatan melawan hukum, seperti terurai diatas. Dalam aspek hukum, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajibanya yang didasarkan adanya perikatan atau

perjannjian/kontrak kerja,

Secara Aspek hukum, contoh pekerjaan wanprestasi adalah 1. tidak melakukan yang disanggupi akan dilakukan’

2. terlambat melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukan, 3. melaksanakan apa yang dilakukan , tetapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan,

4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Tehnik Gugatan Wanprestasi

Pasien/keluarga pasien harus mempunyai bukti-bukti kerugian sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban seorang tenaga kesehatan terhadap dirinya,

sebagaimana yang telah dijanjikan.

Pasien/keluarga melaporkan ke lembaga/ organisasi tenaga kesehatan, biasanya sampai disitu karena hakekatnya gugatan adalah ganti rugi materi.

Perbuatan Melawan Hukum ( orechtmatige daad)

• Berbeda dengan tututan ganti rugi wanprestasi, tututan ganti rugi PMH berdasarkan Tanggungjawab Perdata dapat diajukan berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, karena dalam PMH tidak harus ditemui adanya perikatan/perjanjian, akan tetapi ada prinsip dasar yang dapat dijadikan tuntutan adanya PMH

tersebut yaitu

(14)

– Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian – Ada kesalahan

– Melanggar hak orang lain

– Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri

– Menyalahi pandangan etika yg umumnya diaanut (adat istiadat) – Berlawanan dg sikap hati-hati yg seharusnya diindahkan.

– Jelas bertentangan dgn standar profesi bidan.

2.6 Sanksi dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya PMH, secara hukum perdata, dapat kita teliti pasal –pasal berikut ini

1. Pasal 1354 KUH Perdata

“ jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentinganya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya,

seandainya ia kuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas “

Montoh kasus seorang tenaga kesehatan memberikan pertolongan

pernafasan/Resusitasi pada ps, hrs dilakukan sp selesai jangan ditinggal begitu saja. Atau sampai ps mampu untuk meneruskan atau keluarganya. Jika terjadi “penanganan “ resusitasi ditinggalkan ,maka ia akan dituntut sesuai pasal 1354 KUHPerdata, kepengadilan.

3. Dalam UU No.8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan, pasien dapat dikatagorikan sebagai konsumen akhir, karena ps bukan produksi. Keadaan ini telah merubah paradigma, yang mengatakan pelayanan kesehatan adlah sosial , sekarang beralih kekomersial, dimana setiap tempat pelayanan kesehatan Rumah Sakit, Klinik, RB, akhirnya pasien harus mengeluarkan biaya cukup tinggi dalam hak dan kewajiban sebagai seorang pasien.

(15)

• Pasal 19 ayat (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, akibat mengkonsumsi barang atau/ jasa/ barang/obat yang diperdagangkan.

• Ganti rugi yg dimaksud dalam ayat (1) adalah dapat berupa

pengembalian uang/barang yang setara nilainya/perawatan kesehatan yang sesuai dg ketentuan perundang-undangan.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

• Pemberian ganti rugi kepada pasien , tetap dapat memberi peluang jika pasien tidak puas dengan yang digantikannya, bahkan dapat meningkat dari tuntutan perdata menjadi tuntutan pidana, seperti tercantum dalam pasal 19 ayat (4).

• Hal-hal yang dapat merubah tuntutan

• Jika terbukti dalam pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

• Atau tuntutan menjadi tidak berlaku, apabila pelaku usaha kesehatan dapat membuktikan bahwa kesalahan ada pada konsumen atau ps.

PERUNDANG_UNDANGAN KESEHATAN

• Ilmu Hukum, mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Demikian luasnya masalah –masalah yang dicakup oleh ilmu hukum, sehingga banyak pendapat yang mengatakan bahwa hukum batas-batasnya tidak jelas, yang salah bisa benar, yang benar bisa salah. Seorang Pakar hukum menyebut ilmu hukum adalah “ Jurisprudence”.

• Karena luasnya Ilmu hukum, maka kita batasi dengan bidang kesehatan, apa-apa yang menjadi daftar masalah/isu yang berkembang, sehingga ilmu hukum masuk kedalam bidang kesehatan yang kita pelajari sekarang tentang Hukum Kesehatan/Perundang-undangan kesehatan.

Daftar Masalah Aspek hukum kesehatan 1. mempelajari asas-asas hukum pokok

2. mempelajari arti dan fungsi hukum dalam masyarakat

3. mempelajari kepentingan apa yang dapat dilindungi untuk masyarakat oleh peraturan hukum

4. mempelajari apakah keadilan dimata hukum umum, bidang sosial, bidang kesehatan

(16)

6. Kepastian hukum, melalui perundang-undangan yang berlaku, menjadi tujuan dari resiko pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Tatanan dalam konsep hukum

• Kalau kita mendengar kata Tatanan , yang ada dalam pemahaman kita adalah suatu keadaan dalam masyarakat , yang dapat menciptakan suasana, hubungan, yang tetap, teratur, antara anggota masyarakat pada umumnya.

• Termasuk dalam tatanan masyarakat adalah Kebiasaan, hukum, dan kesusilaan.

Kebiasaan adalah tatanan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali dengan kenyataan, yang normal/normatif. Normatif terkandung arti apa yang harus kita lakukan.

Hukum; adalah peraturan-peraturan tertulis dan tidak tertulis, yang dibuat oleh lembaga tertentu, dengan tujuan tercipta ketertiban, keadilan dalam

masyarakat. Menurut Fuller ada prinsip legal dari hukum yaitu 1. suatu sistim hukum harus mengandung peraturan-peraturan. 2. peraturan-peraturan yang di buat harus diumumkan

3. tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apabila yg demikian itu tidak bisa dipakai dgn untuk menjadi pedoman tingkah laku. 4. . peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang harus mudah dimengerti

5. peraturan-peraturan tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain

6. . tidak boleh ada kebiasaan yang sering ingin mengubah peraturan-peraturan yang berlaku

7. . harus ada kecoccokan dariperaturan dg pelaksanaan sehari2.

(17)

tanggungjawab resiko terdapat pada bidan tersebut, karena ia meninggalkan waktu pertolongan persalinan padahal secara legitimasi bahwa kewenangan untuk menolong persalinan tersebut ada pada nya.

Penguasaan kebijikan melekat pada bidan tersebut, sehingga apapun alasanya tidak menutup kemungkinan bidan akan kena sanksi hukum, yaitu dengan sengaja melalaikan pekerjaanya.

Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis.

• Hukum tertulis lebih dikenal dengan sebutan Perundang-undangan

• Hukum tertulis lebih menjadi ciri dari hukum modern, lebih dapat diterima dalam kehidupan modern masa kini, dimana kehidupan semakin kompleks, serta masyarakat yang lebih tersusun secara organisatori, dan hubungan antar

manusia yang dinamis dan kompleks ini sudah tidak bisa lagi mengatur dengan tradisi, kebiasaan, kepercayaan, tahayul, atau budaya semata.

• Kelebihan hukum tertulis dibanding tidak tertulis adalah apa yang diatur dengan mudah dapat diketahui orang/masyarakat

• Pengetahuan tentang hukum mulai meningkat di masyarakat, dengan adanya tulisan/cetakan perundang-undangan mulai UU Kesehatan, UU

konsumen, UU Praktik Kedokteran, UU Politik dsb.

• Memungkinkan untuk merevisi UU yang sdh ada dgn yang baru.

• Hukum sebagai pijakan keadilan dalam masyarakatMembicarakan hukum adalah membicarakan antar hidup manusia, membicarakan antar hidup manusia adalah membicarakan keadilan.

• Sehingga kalau berbicara hukum kita akan berbicara keadilan

• Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam masyarakat, dalam pembukaan UUD 45 jelas tertuang bahwa keadilan adalah hak setiap warga negara.

• Agar keadilan dapat seiring dengan keteraturan dan ketaatan dalam dinamika kehidupan dan seluruh bidang termasuk bidang kesehatan, maka perlu kelengkapan dari beberapa step berikut yaitu stabilitas, maka kehadiran hukum sangat dituntut untuk dapat tercipta keadilan dan stabilitas kehidupan.

Tahap terbentuknya hukum tertulis Pembuatan hukum atau pembuatan Perundang-undangan dilakukan oleh lembaga yang membidangi dan juga pendapat para ahli serta publik atau masyarakat dapat memberikan saran atau masukan melalui instansi yang berwenang.

(18)

Bahan pembuatan hukum dimulai dari gagasan atau ide yang kemudian diproses lebih lanjut sehingga pada akhirnya benar-benar menjadi bahan yang siap dipakai untuk dijadikan sanksi hukum.

contoh gagasan ini muncul dari masyarakat dalam bentuk ada permasalahan pelayanan kesehatan yang harus diatur oleh hukum, misal masyarakat

menganggap belakangan ini telah ada tindakan-tindakan tenaga kesehatan yang berakibat merugikan masyarakat.

Miri-ciri Hukum Modern.

Mempunyai bentuk tertulis dalam bentuk Perundang-undangan

Hukum itu berlaku untuk seluruh wilayah negara, meskipun sampai kini masih ada diskriminasi antar penduduk, antar kekuasaan dan antar bangsa

Hukum adalah sebagai instrumen yang dapat dipakai secara sadar untuk mewujudkan keputusan-keputusan masyarakatnya.

Fungsi Hadirnya Hukum Kebidanan

• Adanya kebutuhan tenagakesehatan akan perlindungan hukum • Adanya kebutuhan pasien akan perlindungan hukum

• Adanya pihak ketiga akan perlindungan hukum

• Adanya kebutuhan dan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentinganya serta identifkasi kewajiban dari pemerintah

• Adanya kebutuhan akan keterarahan

• Adanya kebutuhan tingkat kwalitas pelayanan kesehatan • Adanya kebutuhan akan pengendalian biaya kesehatan

• Adanya kebutuhan pengaturan biaya jasa pelayanan kesehatan dan keahlian

Tujuan adanya Hukum Kebidanan

• Dapat menyelesaikan sengketa yang timbul antara tenaga kesehatan terhadap pasien atau keluarga pasien sebagai pihak ketiga, sebagaimana kita ketahui akhir-akhir ini banyak tuduhan terhadap para tenakes dalam

(19)

• Dalam situasi seperti ini Hukum Kesehatan sangat diperlukan, sebagai acuan bagi penyelesaian sengketa yang terjadi, lebih-lebih kita Negara Indonesia mengaut asas Legalitas, karena sebagai Negara Hukum

• Dapat menjaga ketertiban dalam masyarakat

• Dapat membantu merekayasa masyarakat, dalam hal pandangan bahwa sebenarnya tenakes juga adalah manusia biasa dan meluruskan pandangan serta sikap bagi para tenakes yang kerap merasa kebal hukum, dan tidak dapat disentuh pengadilan. Jaman ini tidak ada lagi.

PERUNDANG_UNDANGAN YANG MELANDASI BIDANG KEBIDANAN

• Dalam upaya melaksanakan pelayanan kesehatan/kebidanan, perlu peran dari masyarakat itu sendiri untuk dapat membantu terciptanya suatu

masyarakat yang memiliki kesadaran akan hukum, berkemauan untuk hidup sehat dan kemampuan untuk dapat membantu agar terciptanya kondisi masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal, sejahtera.

• Pemerintah dalam hal ini lebih berperan untuk memusatkan perhatian , pengawasan, , upaya pembinaan, , serta pengaturan, agar tercipta pemerataan pelayanan kesehatan serta tercipta suatu kondisi yang serasi,

seimbang ,adil,harmonis antara sesama pelayan kesehatan , sehingga tidak ragu dalam melaksanakan profesi karena akan terlindung dari sanksi hukum.

AZAS-AZAS UU KEBIDANAN NOMOR.23 TAHUN 1992

Azaz perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana dalam melaksanakan kegiatan kita tidak membeda-bedakan golongan, kepentingan, agama dan bangsa

Azas manfaat, harus dapat memberikan manfaat yang sebenarnya sesuai dengan tujuan kita menolong adalah ikhtiar, tidak untuk menipu atau

menggandakan tujuan bagi masyarakat

Azaz usaha bersama dan kekeluargaan Azas adil dan merata

Azas perikemenusiaan dalam keseimbangan

(20)

Syarat syah Pelayanan Kesehatan, sesuai UU. No 23 Tentang Kesehatan Setiap orang yang meminta pertolongan pada umunya berada dalam posisi ketergantungan, artinya ada tujuan tertentu.

Misal jika sakit datang ke tenakes

Melakukan tuntutan hukum datang ke Advokat Membuat wasiat/surat tanah datang kenotaris

Setiap orang yang meminta pertolongan pada seorang profesi kesehatan, bersifat rahasia, termasuk hubungan antara pasien dengan tenakesnya Setiap orang yg menjalani profesi kesehatan bersifat rahasia,, bebas, dan otonomi profesi.

Sifat pekerjaan kesehatan bukan harga mati, tapi berupa ikhtiar, harus

melalukan yang terbaik, sesuai kompetensi, dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum kesehatan.

LANDASAN HUKUM KEBIDANAN

• Dari sudut pandang hukum perdata, hubungan antara health care

provider dan health care receiver , merupakan hubungan perikatan /kontraktual, diantara kedua belah pihak, sehingga dari masing-masing pihak akan muncul antara hak dan kewajiban.

• Health care provider, wajib memberikan prestasinya dalam bentuk

layanan medik yang layak berdasarkan keilmuan yang telah teruji.Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan wajib memperhatikan hak-hak lain dari

pasien, baik yang timbul dari perundang-undangan yang berlaku maupun dari kebiasaan dan kepatutan.

Pasal 1 ayat (3) UU Kesehatan No.23/92, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau ketrampilan melalui pendidikan yang untuk

Bidang tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan.

Yang termasuk Tenakes sesuai UU 23/92 dan PP 32/96 adalah

tenaga medis,tenaga keperawatan,tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga terapi fsik, tenaga teknis medis.

(21)

Jika tindakan medik tanpa persetujuan , termasuk pelanggaran hukum, berikutnya dapat digugat bahkan sampai pengadilan.

Pasal 1239 KUHPerdata, jika seseorang tidak dapat melakukan dan tidak dapat memenuhi kewajibanya yang didasari adanya perjanjian

( perikatan antara tenakes dengan pasien, dan perikatan ini terikat dengan asas iktiar ), jika tidak terpenuhi ini dianggap tindakan wanprestasi( ingkar janji) dan ini termasuk perbuatan melawan hukum (PMH), apabila kemudian menimbulkan kerugian baik materl maupun moril selanjutnya dapat digugat sebagai tindakan malpraktek.

Pasal 1365 ayat (1) KUHP tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian, maka wajib bertanggung jawab mengganti kerugian/timbulnya gugutan.

ayat (3), begitu pula jika kerugian pasien yang dilakukan oleh tenakes dibawah pengawasanya, perawat, asisten bidan , bidan, dalam hal ini tenakes yang memiliki kewenangan kompetensi yang bertanggung jawab.

Syarat syah suatu Kesepakatan/Perjanjian hukum

• Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah jika terpenuhi hal –hal berikut ini

adanya kesepakatan

adanya kecakapan, dewasa, tidak gila, tdk dalam pengampuan(anak-anak), wanita dalam keadaan inpartu.

Legal, artinya yang tidak bertentangan dengan UU dan hukum, dengan ketertiban umum, dengan publik/masyarakat, dan tidak bertentangan dengan norma kesusilaan yag berlaku di masyarakat.

Jika tidak sesuai dengan kreteria di atas apalagi dengan norma-norma, maka akan mengarah

kepada penyimpangan prilaku, ada perbuatan yang tidak sesuai , tidak menyenangkan

Undang-undang Nomor 13.Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,

Pasal 81 ayat(1) , masa haid bagi wanita tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua.

ayat (2), pelaksanaan diatur dengan perjanjian

Pasal 82 ayat(1). Buruh wanita berhak dapat cuti 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan.

(22)

Pasal 84 , setiap pekerja berhak mendapatkan upah/gaji yang sesuai atau dengan kesepakatan,

KESEHATAN ( HEALTH )

• Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ), dulu batasan tentang keadaan sehat hanya mencakup kondisi tidak sakit, tetapi sekarang telah mencakup beberapa aspek.

• Menurut UU Nomor 23/1992, ada 4 aspek yang termasuk kedalam kesehatan yaitu * Fisik

*Mental * Sosial * Ekonomi.

Kesehatan Menurut Teori BLUM ( 1974 ), bahwa kesehatan sangat dipengaruhi o;eh beberapa faktor yaitu

Lingkungan, lingkungan fsik, sosial, budaya, politik, ekonomi Perilaku, Pelayanan kesehatan dan keturunan/genetik. HAK DAN KEWAJIBAN PROFESI

• Setiap undang-undang selalu mengatur hak dan ewajiban, baik

pemerintah maupun warga masyarakatnya, demikian dalam UU 23/92 tentang kesehatan.

• Hak dan kewajiban berdasarkan pasal 4 dan 5 UU kesehatan mengatakan bahwa

setiap orang mempunyai hak yg sama dalam memperoleh derajat kesehatan yg optimal

setiap orang berkewajiban ikut serta dalam pemeliharaan kes perorang, keluarga juga masyarakat.

ASPEK HUKUM DAN KETERKAITANNYA DG PRAKTEK BIDAN

(23)

• Di Indonesia telah dikeluarkan mengenai Peraturan Pemerintah, dan Undang-undang Kesehatan.

• Pasal 53 UU Kesehatan 1992, beserta penjelasanya menyatakan dengan tegas bahwa rahasia pasien merupakan hak yang perlu dihormati, selain sanksi moral tentunya ada sanksi hukum yang dapat diterapkan jika bidan melanggar ketentuan yang berlaku.

• SAnksi pidana pada pasal 322 KUHP, berbunyi

• “Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang ia wajib

menyimpanya oleh karena jabatan atau pekerjaanya, baik sekarang maupun dulu, dihukum dg hukuman penjara selama-selamanya 6 bulan atau denda 600 jt rupiah”

SELAIN BIDAN , TENAKES LAIN YG HARUS MERAHASIAKAN PS

Semua tenaga kesehatan

Semua mahasiswa pendidikan kesehatan

Orang-orang yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Kesehatan,

misalnya tata usaha pegawai laboratorium

yang mengurus/pegawai rekam medik.

Bidan tidak terkena sanksi hukum dalam pembocoran kerahasiaan , jika pasien telah memberi ijin kepada bidan , apabila suatu keadaan ada yang bertanya tentang keadaanya.

Bukan merupakan informed concern, manakala bidan diluar ruang praktek sedang membicarakan akibat pemerkosaan,abortus.

HAK- HAK KLIEN, PERSETUJUAN UNTUK BIDAN BERTINDAK

• Perlu diketehui bahwa pasien/klien mempunyai hak untuk menyampaikan persetujuan/ informed concern , terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan oleh bidan.

(24)

menjelaskan kepada keluarga klien, maka dibenarkan untuk melakukan sesuatu demi keselaman yang mendasar dari klien tersebut.

KONTRASEPSI

• Setiap tindakan medik, termasuk kontrasepsi, memerlukan persetujuan dalam pelasanaanya.

• Sebaiknya sebelum bidan menawarkan kontrasepsi kepada klien, dimintakan dulu persetujuan dari suami klien , kecuali untuk kontrasepsi yang tidak menetap/reversible seperti

• Pil, suntik, tissue, kondom, implant/susuk kontraseosi ini diperbolehkan tidak ada persetujuan dari suami.

• Sedangkan kontrasepsi yang tetap/irreversible, seperti IUD, Steril, MOP, harus ada persetujuan kedua belah pihak.

• Ingat selain persetujuan pasien, juga informasi yang benar, termasuk informasi lain yang memungkinkan harus menjadi bagian wajib bidan kepada klien.

TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT BIDAN DALAM PRAKTEK

• Kurang kehati-hatian atau kesalahan dalam melaksanakan tindakan medik yang terjadi, menunjukan adanya perilaku tenaga kesahatan yang tidak sesuai dengan standar profesi yang telah di atur dalam perundang-undangan.

• Kesalahan tersebut diatas dapat dianggap sebagai PMH( perbuatan melawan hukum ), dan ini yang dapat dijadikan bahan gugatan oleh keluarga klien atau pihak lain.

• Syarat adanya dugaan kesalahan tindakan apabila ada kerugian

ada sebab akibat dari apa yang dilaksanakan

masih dalam hubungan perikatan antara bidan dan klien tsb. TANGGUNG GUGAT

(25)

dilakukan oleh bawahannya, atau perawat, bidan yang diberi delegasi,

melakukanya, sementara ia masih dibawah pengawasanya, dan apabila keadaan tersebut dijadikan suatu gugatan maka selain bidan/tenaga kesehatan yang pertama melakukan tindakan, kemudian ada perawat yang juga melakukan perawatan, ini akan terkena sanksi hukum tangung renteng, tanggung gugat. • Begitu juga apabila bidan mempunyai Klinik Bersalin, dimana sebagai penanggung jawab adalah seorang dokter kandungan, akan tetapi ia tidak sebagai dokter tetap,

STANDAR PRAKTEK BIDAN

• Pengertian profesi memiliki arti sebagai ukuran, dan untuk profesi medik , bidan, dan profesi lain diluar medik misal, advokat, guru, jurnalis, hakim dan jaksa juga memiliki status profesi, akan tetapi dalam hal profesi medik, didalam pekerjaanya senantiasa bersinggungan dengan nyawa/jiwa manusia, sehingga diperlukan kehati-hatian yang tinggi , dan bersifat mandiri, meskipun memiliki kemandiririan tetap , teliti, penuh kehati-hatian dan harus ingat perundang-undangan, yang kini sebagai payung hukum tenaga kesehatan adalah hukum kesehatan.

• Pasal 53 ayat(2) UU No.23/92 Tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya dengan baik dan benar.

PERATURAN PERUNDANG_UNDANGAN YG MELANDASI PRAKTIK BIDAN

• Peraturan perundang-undangan yang melandasi bidan , berupa hubungan “keterikatan” antara klien dan bidan, secara hukum kesehatan keterikatan adalah mengabdung pengertian hak dan kewajiban.

• Tindakan bidan adalah sebagai subjek hukum, jika dilakukan berkaitan dengan profesi bidan, apabila bukan menyandang profesi bidan maka tidak termasuk perikatan secara hukum.

• Perundang-undangan sbg landasan praktik bidan

(26)

UU.No.23 /1992 Tentang Kesehatan dan UUPK No.29/2004 Tentang Praktik Kedokteran, memuat ketentuan perdata dan pidana.

PERMENKES TENTANG REGISTRASI

• Seperti tercantum dalam UU. No 23/92 Tentang Kesehatan dan adanya UUPK No29/2004 Tentang Praktik Kedokteran, ini menjadi bagian tanggung jawab tenaga kesehatan, dan adalah kewajiban Bidan untuk melaksanakan nya antara lain

1. mengikuti pendidikan dan pelatihan, ini tercantum dalam pasal 28 ayat (1) dan pasal 52 e, yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang terakreditasi.

2. Kewajiban mengurus STR dan SIB ( Surat izin Bidan ), dengan mengisi formulir permohonan , diajukan ke kepala dinas kesehatan kesehatan provinsi untuk diterbitkannya SIB.

SYARAT-SYARAT REGISTRASI • Memiliki ijasah

• Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji • Memiliki surat keterangan fsik sehat dan mental sehat

• Memiliki sertifkat kompetensi ( surat ini dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan )

• Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

Masa berlaku surat tanda Registrasi adalah maksimal 5 tahun dan kemudian di ulanh tiap 5 tahun berikut, pada saat membuat registrasi ulang , seorang bidan harus menyertakan surat sehat jasmani dan mental ( surat keterangan tsb harus ditandatangi oleh dokter yang memiliki SIP ).

SURAT IZIN PRAKTIK BIDAN

• Merupakan bukti tertulis yang wajib dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan yang berprofesi

(27)

• Praktik bidan juga telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.900/MenKes/SK/VII/2002, yang merupakan revisi dari Permenkes

No.572/MenKes/per/VI/1996.

Dan dapat dikaji dalam melaksanakan praktik bidan sesuai

KepMenkes 900/MenKes/SK/VII/2002 tentang registrasi praktik bidan standar pelayanan kebidanan

UU Kesehatan 23/92

PP 32/1996 Tentang otonomi Daerah, UU 13/2003 Ketenagakerjaan UU Aborsi, Adopsi, bayi tabung dan transplantasi.

MASA BAKTI DAN PERIZINAN

• Masa bakti bidan dilaksanakan ssuai dengan ketentuan yang berlaku.

• Perizinan Bidan harus memiliki SIB

SIB berlaku selama 5 tahun dan harus diperbarui sesuai uji kompetensi, Apabila bidan menjadi pegawai tidak tetap dalam rangka menjalankan masa bakti, maka tidak memerlukan SIB.

Sebaliknya bagi bidan lulus pendidikan dan merencanakan menjadi pegawai tetap baik negeri atau swasta, wajib mengurus STR,SIPB dan berkewajiban meningkatkan keilmuan dan/atau ketrampilanya melalui pendidikan formal dan pelatihan.

BENTUK PELAYANAN PRAKTIK BIDAN

Pelayanan kebidanan , terhadap ibu dan anak

Pelayanan ibu pada masa pranikah, prahamil,masa kehamilan, masa nifas, masa menyusui dapat eksklusif sampai 6 bulan.

(28)

Pasal 17, dalam praktik bidan, perlu diwaspai apabila dalam keadaan pelayanan kadang klien ingin langsung dengan pengobatan, akan tetapi sebagai tenaga kesehatan profesional,

sebaiknya pemberian obat-obatan dapat diberikan oleh yang memiliki kewenangan ( dalam hal penulisan resep,

maupun pemberian obat, ada tenaga medis/dokter/dokter spesialis, ) KEMUALI diwilayah tersebut tidak ada dokter.

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

• Organisasi profesi bidan, menetapkan kepada seluruh anggotanya untuk mengumpulkan angka kredit selama pelayanan kebidanan, yang dikumpulkan melalui pendidikan , kegiatan ilmiah, pengabdian kepada masyarakat.

• Organisasi profesi berkewajiban membibing dan mendorong para

anggotanya untuk dapat mencapai jumlah anggka kredit yang telah ditentukan. ( selama praktek bidan wajib mentaati aturan perundang-undangan yg berlaku ).

• Pimpinan sarana kesehatan wajib elaporkan bidan yang praktek maupun sudah tidak praktek kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan surat tembusan kepada ketua organisasi profesi setempat.

SANKSI HUKUM BAGI BIDAN • Sanksi Hukum Perdata

Berupa Wanprestasi ( pasal 1239 KUHP ), jika melakukan tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan terlambat melakukan apa yang dijanjikan

melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sesuai hasil yang dijanjikan, melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh bidan misal melakukan tindakan curretge pada kasus abortus ( kewenangan mutlak ada pada dokter spesialis ).

(29)

Pada papan nama bidan, mencantumkan praktik dari jam 17 wib-19 wib, akan tetapi setiap datang bidan tersebut jam 18 wib, ini pelanggaran krn tidak sesuai dg apa yg dijanjikan.

Sanksi hukum Pidana atas PMH

• Bentuk Perbuatan Melawan Hukum oleh bidan adalah

akibat asuhan kebidanan yang dilakukan menimbulkan cacat tubuh, luka berat, adanya kerugian

materi yang berlebih, timbul rasa sakit yang terus menerus, sampai tidak dapat melakukan aktftas

klien sebagai ibu rt atau tidak dapat bekerja, merusak kepercayaan dan keagamaan , bahkan sampai klien meninggal dunia.

• Dalam buku KUHPidana , pasal 183,184, hakim harus memiliki alat bukti yang syah dari gugatan pidana dengan syarat bahwa alat bukti tersebut

terpenuhi adanya keterangan saksi, keterangan ahli, surat yg dibuat menurut ketentuan perundang-undangan oleh pejabat, untuk pembuktian dari suatu keadaan, adanya petunjuk sesuai kebijakan hakim, keterangan terdakwa dapat menerangkan akan Rekam medik ( sebagai alat bukti di persidangan ).

KETENTUAN PERALIHAN

• Dengan telah terbitnya ketentuan Registrasi dan Surat izin Bidan , diatur melalui Keputusan MenKes Nomor.900/MenKes/SK/VII/2002, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/MenKes/VI/1996, tentang registrasi dan praktek bidan sudah tidak berlaku lagi.

• Surat Izin Bidan dan Surat Izin Praktik Bidan berlaku selama 5 tahun dan apabila telah habis masa berlakunya dapat diperbaharui sesuai ketentuan yang berlaku.

• Pengambilan tindakan atas sanksi hukum terhadap bidan yang diduga telah melakukan kesalahan ,baik suatu wanprestasi, maupun perbuatan melawan hukum, dapat teguran lisan, tertulis, denda, maupun penjara sesuai ketentuan perundangan yg berlaku.

KOMITE PENGAWASAN,PIMBINAAN KODE ETIK MEDIK

(30)

Didalamnya melaksanakan pelayanan kesehatan, mulai diagnostik,

anamnestik,analitik sampai melakukan tindakan tertentu kepada klien, harus melakukannya secara “LEGE ARTIS”.

Tindakan harus mengacu kepada prosedur operasional, yang telah ditetapkan oleh ikatan profesinya.

Niat seorang medik menolong klien ,adalah dengan itikad baik, namun hasilnya terkadang tidak sesuai dengan persetujuan, bahkan bisa terjadi cacat, sampai meningal dunia. Oleh pihak lain ini serin dianggap adanya dugaan malpraktik,

padahal tenakes juga manusia. Dugaan dpt dibuktikan dg pengaduan keaparat hukum.

ADA DUA TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP DUGAAN MALPRAKTIK • Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesional yaitu KODEKI, pengawasan dan pembinaan dilakukan oleh MPKETM (Majelis Pengawasan Kode Etik Tenaga Medik )

• Tanggung jawab hukum terhadap ketentuan-ketentuan hukum yg berlaku di Indonesia, melalui bidang hukum Administrasi, Perdata,Pidana. Termasuk tanggung jawab lain diluar hukum.

KUHP,pasal 359 .360, mengatakan unsur yg menyebabkan cacat,mati • Adanya kelalaian

• Adanya wujud perbuatan • Adanya luka berat,cacat

• Adanya hubungan kausal antara kelalaian dg wujud perbt sp terjadi kematian orang/klien.

TIGA PRINSIP UMUM DLM MELAKUKAN PROFESI TENAKES • Kewenangan,

( Registrasi, SIB.SIPB)

• Kemampuan Rata-rata

(31)

• ( berkaitan dg knowledge, skill,profesional attitude/prilaku baik).

Dalam rangka terselenggaranya praktik medik yang sesuai dg peraturan, maka perlu pengawasan dilakukan oleh organisasi profesi keehatan,pembinaan dilakukan oleh Konsil pusat bekerja sama dengan organisasi profesi di tempat bertugas.

MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN PROFESI

• Merupakan lembaga otonom dari KKI ( Konsil Kedokteran Indonesia). • Bersifat independen

• Majelis kehormatan tingkat kab/kota dibentuk oleh KKI pusat &Prov

• Keanggotaan majelis kehormatan tdd satu orang ketua, satu orang wakil ketua, satu orang sekretaris, keanggotaan harus ada dokter, dokter gigi, profesi kesehatan lain, dan sarjana hukum kesehatan, sarjana hukum ( diusakan 3 orang tiap disiplin )

• Syarat menjadi anggota MKDP warga negara ina,sehat,berkelakuan baik,usia minimal 40 tahun maksimal 65 thn, pengalaman dibidangnya 10 tahun, memiliki STR, tidak cacat hukum, dedikasi tinggi, jujur, dan baik.

• Masa bakti 5 thn dan dapat diangkat 1 kali pemilihan MKDP.

KETUA MKDP dapat menerima Aduan

• Syarat pengaduan dugaan malpraktik harus memuat

identitas pengadu/penggugat, nama dan alamat praktik tergugat,dan waktu kejadian,alasan pengaduan

Gugatan dapt juga dikirimkan ke polisi, untuk menempuh jalur pengadilan dan ada proses hukum baik perdata, pidana.

• Pengaduan ke MKDP dapat dilanjutkan kepada organisasi profesi, untuk menjatuhkan keputusan

dapat dinyatakan tidak bersalah atau ada kesalahn etik sehingga terkena sanksi Disiplin peringatan tertulis, pencabutan SIPB, wajib mengikuti

pendidikan .

FUNGSI MKDP

(32)

• Melindungi masyarakat atas tindakan medik Memberikan kepastian hu

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan

(33)

terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan.Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yangkhusus. Sebagai pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.

Kebidanan sebagai profesi merupakan komponen yang paling penting dalam meningkatkan kesehatan perempuan.

3.2.Saran

Agar pemerintah terus berupaya mendukung profesi bidan dengan cara

meningkatkan kwalitas SDM bidan melalui penyediaan fasilitas pendidikan bagi bidan.

Bagi organisasi diharapkan agar terus berupaya mengembangkan pelayanan dan pengetahuan bagi semua bidan secara adil dan merata.

Bidan sebagai tenaga profesional diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam organisasi dan mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan etika profesi

Dari ciri-ciri tsb dapat disimpulkan pelayanan kesehatan memberikan pelayanan, dengan sifat ikhtiar, pasien/klien dengan penuh kepercayaan dan keyakinan, pasrah akan penderitaanya. Dan itu adalah syarat mutlak untuk memperoleh hasil yang terbaik. Jujur profesi medis penuh dengan resiko, dalam berikhtiar dapat timbul kelalaian/kesalahan menimbulkan cacat, kerugian, bahkan kematian. Resiko ini oleh orang-orang/pihak-pihak lain diartikan sebagai kesalahan profesi dan tudingan adl MALPRAKTIK.

DAFTAR PUSTAKA

Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.

(34)

Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta. Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta. Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta. Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta

Diposkan oleh Qalaeny di 04.36 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar

bunda bbtb18 Januari 2013 20.32

Mohon izin meng-copy ya..untuk referensi tugas pribadi. trims.. Balas

Muat yang lain...

Beranda

Langganan Poskan Komentar (Atom) Pengikut

(35)

▼ 2011 (1) ▼ Juli (1)

contoh makalah Aspek perlindungan hukum bidan di k...

Mengenai Saya

Qalaeny

Lihat profl lengkapku

Templat

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS

TUGAS MAKALAH ASKEB V (KEBIDANAN KOMUNITAS)

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM

BAGI BIDAN DI KOMUNITAS

Dosen Pembimbing:

Raihana Norfitri, S. ST

Kelas A

Semester IV

Disusun oleh Kelompok 4:

Anisa Maulida O32401SO8004

Dewi Rahayu C. N. O32401SO8016

Elis Setiawati O32401SO8029

Farida Yuliani O32401SO8036

(36)

A. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

Standar I (Falsafah dan Tujuan)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi, dan tujuan pelayanan serta

organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pelayanan yang efektif da

efisien.

Definisi operasional

1. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi dan filosopi pelayanan kebidanan yang

mengacu pada visi, misi dan filosopi masing-masing.

2. Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando, fungsi, dan tanggung

jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan unit lain dan

disahkan oleh pemimpin.

3. Ada uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang disahkan oleh

pemimpin.

4. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga kerja menduduki jabatan pada organisasi

yang disahkan oleh pimpinan.

Standar II (Administrasi dan Pengelolaan)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar

pelayanan, prosedur tetap, dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang kondusif yang

memungkinkan terjadinya peraktik pelayanan kebidanan akurat.

Definisi operasional

1. Ada pedoman pengelola pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan

tersebut yang disahkan oleh pemimpin.

2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada standar ketenangan yang telah disahkan

oleh pimpinan.

3. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan yang disahkan oleh

pimpinan.

4. Ada rencana/program kerja di setiap institusi pengelolaan yang mengacu pada institusi

induk.

5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur dilengkapi dengan

daftar hadir dan notulen rapat.

6. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan latihan praktik,

program, pengajaran klinik, dan penilaian klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku

registrasi.

Standar III (Staf dan Pimpinan)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program pengelolaan sumber daya manusia

(SDM) agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.

Definisi operasional

1. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.

2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.

3. Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap perunit yang memduduki

tanggung jawab dan kemampuan bidan.

4. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualifikasi minimal

selaku kepala ruangan jika kepala ruangan berhalangan hadir.

5. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.

(37)

Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan

sesuai dengan tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.

Definisi operasional.

1. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standar dan ada mekanisme keterlibatan bidan

dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana.

2. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitasn barang.

3. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.

4. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.

Standar V (Kebijaksanaan dan Prosedur)

Pengelola peayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan

pembinaaan pegawai menuju pelayanan yang berkualitas.

Definisi operasional

1. Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang

disaahkan oleh pimpinan.

2. Ada prossedur personalia: penerimaan pegawai kontak kerja, hak dan kewajiban

personalia.

3. Ada personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit, dan lain-lain.

4. Ada prosedur pembinaan pegawai.

Standar VI (Pengembangan Staf dan Program Pendidikan)

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan

pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

Definisi operasional

1. Ada progrm pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.

2. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat

beradaptasi dengan pekerjaan.

3. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.

Standar VII (Standar Asuhan)

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang

diterapkan sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kepada pasien.

Definisi operasional

1. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam memberi pelayanan

kebidanan

2. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik.

3. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.

4. Ada diagnosis kebidanan.

5. Ada rencana asuhan kebidanan

6. Ada dokumentasi tertulis tentang tindakan kebidanan.

7. Ada evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan.

8. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.

9. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat

beradaptasi dengan pekerjaan.

Standar VIII (Evaluasi dan Pengendalian Mutu)

(38)

pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.

Definisi operasional

1. Ada program atau rencana terulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan

2. Ada program atau rencana terulis untuk melakukan penilaian terhadap standar pelayanan

kebidanan

3. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan/pengendalian mutu asuhan

dan pelayanan kebidanan.

4. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.

5. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan

kebidanan.

B. KODE ETIK BIDAN

Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal

suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang bertuntutan

bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.

Kode etik bidan indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam

Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988. Petunjuk pelaksanaannya disahkan

dalam Rapat Kerja Nasional IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada

Kongres Nasional IBI XII tahun 1989. Sebagai pedoman dalam berprilaku kode etik bidan

Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah,

tujuan, dan pasal-pasalnya.

Secara umum, kode etik tersebut berisis 7 BAB. Bab-bab tersebut dapat dibedakan 7 bagian,

yaitu sebagai berikut.

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat.

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya

3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri.

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.

7. Penutup.

Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah sebagai berikut :

1. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat

a. Setiap bidan senantiasa menjujung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah

jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya

b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinnya menjujung tinggi harkat dan martabat

kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan

c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan

tanggung jawab sesuai degan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat

d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati

hak klien, dan menghormati nilai – nilai yang berlaku di masyarakat

e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien,

keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan bedasarkan

kemampuan yang dimilikinya

f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan

tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat masyarakat untuk meningkatkan derajt

kesehatannya secara optimal.

(39)

a. Setiap bidan senantiasa memberi pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan

masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya bedasarkan kebutuhan klien,

keluarga dan masyarakat

b. Setiap bidan berhak member pertolongan dan mempunyai wewenang dalam mengambil

keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi atau rujukan

c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan atas keterangan yang dapat dan/atau

dipercayakan kepadanya, kecuali jika dimintai oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan

kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya

a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja

yang serasi

b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap

sejawat maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesi

a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjujung tinggi citra profesinya dengan

menampilkan kepribadian yang tinggi dan member pelayanan yang bermutu kepada

masyarakat

b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan

profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya

yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri

a. Setiap bidan harus memelihara kesejahteraannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya

dengan baik

b. Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangasa dan tanah air

a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa melaksanakan ketentuan pemerintah

dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB, kesehatan keluarga dan

masyarakat

b. Setiap bidan melaui profesinya berpatisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada

pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan

KIA/KB dan kesehatan keluarga.

7. Penutup. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari –hari senantiasa menghayati

dan mengamalkan kode etik bidan Indonesia.

C. STANDAR ASUHAN KEBIDANAN

Standar asuhan kebidanan dapat dilihat dari ruang lingkup standar pelayanan kebidanan yang

meliputi 25 standar dan dikelompokan sebagai standar pelayanan umum, standar pelayanan

antenatal, standar pertolongan persalinan, standar pelayanan nifas, dan standar penanganan

kegawatdaruratan obstetri neonatus.

Standar Pelayanan Umum

Standar 1 (persiapan untuk kehidupan keluarga sehat)

Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat

terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan

umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon

orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.

(40)

Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya yaitu registrasi semua ibu

hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu

hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada

masyarakat. Di samping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat ibu

hamil dan meninjau upaya masyarkat yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir.

Standar Pelayanan Antenatal

Standar 3 (identifikasi ibu hamil)

Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk

memberi penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarga agar mendorong ibu

untuk memeriksakan kehamilannya sejak dinji dan secara teratur.

Standar 4 (pemeriksaan dan pemantauan antenatal)

Bidan memberi sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal dan pemantauan ibu dan janin secara

seksama untuk menilai apakah perkembngan janin berlangsung normal. Bidan juga harus

mengenal kehamilan resiko tinggi atau kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi,

penyakit menular seksual (PMS) atau HIV. Bidan memberi pelyanan imunisasi, nasehat dan

penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.mereka

harus mencatat data yang tepat saat kunjungan. Jilka ditemukan kelainan, mereka harus

mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk indakan selanjutnya.

Standar 5 (palpasi abdomen)

Bidan melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan melakukkan palpasi untuk

memperkirakan usia kehamilan. Jika usia kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian

terendah janin, dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul untuk mencari kelainan

serta melakukan rujukan tepat waktu.

Standar 6 (pengelolaan anemia pada kehamilan)

Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan atau rujukan semua

kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Standar 7 (pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan)

Bidan menemukan secara dini setiap kenaiakan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali

tanda serta gejala pre-eklampsia lainnya serta mengambil tindakan yang tepat dan

merujuknya.

Standar 8 (persiapan persalinan)

Bidan memberi saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluargnya pada trimester

ke-3 untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang

menyenangkan akan direncanakan dengan baik. Persiapan transportasi dan biaya untuk

merujuk jika terjadi keadaan kegawat-darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah

untuk persiapan persalinan.

Standar Pertolongan Persalinan

Standar 9 (asuhan saat persalinan)

Referensi

Dokumen terkait

(3) Dari aspek penyelesaian sengketa, bahwa bentuk penyelesaian sengketa medik adalah musyawarah dengan melibatkan para pihak yaitu profesi dokter, pasien dan Direktur

Sementara itu keharusan untuk memiliki ijazah sarjana pendidikan tinggi hukum, mengikuti pendidikan khusus profesi advokat, lulus ujian profesi, dan kewajiban

Majelis hakim dalam persidangan sudah mendengarkan keterangan terdakwa, saksi- saksi, Jaksa Penuntut Umum dan telah memperhatikan beberapa hal yang memberatkan dan

Dari paparan di atas dapat ditarik benang merah, bahwa profesi hakim dalam perspektif Syari’at Islam itu harus memiliki moralitas yang tinggi

Remaja diharapkan memiliki penyesuaian sosial yang tepat dalam arti kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi dan relasi baik di lingkungan

Penyusunan laporan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menambah pengalaman pagi para pengemban hukum baik itu hakim dalam penemuan hukum , maupun jaksa, polisi dan

Profesi advokat dipandang sebagai pekerjaan bagi seorang yang tidak memiliki hati nurani, oleh sebab selalu membela seseorang atau mereka yang melakukan suatu kejahatan, serta

Semoga makalah yang kami buat ini dapat memberi penjelasan dan dapatmengingatkan para pembaca bahwa kita sebagai konsumen memiliki hak-hak serta kewajiban yang harus kita laksanakan,