• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obesitas Obesitas adalah istilah yang digunakan untuk distribusi berat badan yang lebih dari apa yang disebut sehat untuk ketinggian yang tertentu (Centers for Disease Control and Prevention, 2010). Selain itu, obesitas juga ber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obesitas Obesitas adalah istilah yang digunakan untuk distribusi berat badan yang lebih dari apa yang disebut sehat untuk ketinggian yang tertentu (Centers for Disease Control and Prevention, 2010). Selain itu, obesitas juga ber"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas

Obesitas adalah istilah yang digunakan untuk distribusi berat badan yang lebih dari apa yang disebut sehat untuk ketinggian yang tertentu (Centers for Disease Control and Prevention, 2010). Selain itu, obesitas juga bermaksud meningkatnya berat badan melebihi batas normal yang dapat ditampung oleh rangka tubuh dan kebutuhan fisik akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Novak, 2004).

Menurut the Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III), dikatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epedemik national. (Abbasi, F et al., 2002). Di Amerika, lebih dari 72 orang dewasa dan 17% anak-anak merupakan penderita obesitas. Dari tahun 1980 sampai 2008, insidensi obesitas untuk dewasa telah meningkat dua kali lipat dan untuk anak-anak telah meningkat sebanyak tiga kali lipat (Centers for Disease Control and Prevention, 2010).

2.1.1 Faktor-faktor Terjadinya Obesitas

(2)

Kegemukan atau obesitas terjadi karena konsumsi makanan yang melebihi kebutuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) perhari. Bila kelebihan ini terjadi dalam jangka waktu lama, dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang cukup untuk membakar kelebihan energi, lambat laun kelebihan energi tersebut akan diubah menjadi lemak dan ditimbun didalam sel lemak dibawah kulit. Akibatnya orang tersebut akan menjadi gemuk. Pada awalnya ditandai dengan peningkatan berat badan. Bilamana penimbunan makin banyak, terjadi perubahan anatomis (Azwar, 2004).

Menurut seorang ahli gizi, Dr Leane, M.Sc, banyak hal yang menjadi penyebab kegemukan. Ada yang disebabkan oleh faktor dari dalam, ada pula yang dari luar. Genetik atau keturunan memainkan peran penting dalam obesitas. Seseorang yang keluarganya punya sejarah obesitas dapat dipastikan dia pun akan mengalami obesitas. Faktor genetik tetap memain peranannya sendiri dalam terjadinya obesitas. Gen ini mengatur bagaimana tubuh seseorang itu menangkap, menyimpan dan membebaskan energi dalam makanan. Faktor genetik diasumsi mempengaruhi 40-70% dari varians pada obesitas. Pembahasan tentang epidemik obesitas ini harus melingkupi kedua peranan genetik serta lingkungan (Uwaifo, 2006; Center for Disease Control and Prevention, 2010).

(3)

Selain itu, faktor psikis juga berperan dan dikatakan apa yang ada di dalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi emosinya dengan menkonsumsi makanan (Amsriza, F. R., 2007; Departmen Kesehatan RI, 2006). Kedua-dua faktor genetik dan lingkungan memain peranan penting dalam fungsi atau disfungsi daripada tisu adiposa. Obesitas menunjukkan akumulasi abnormal dari tisu adiposa disebabkan chronic overnutrition dan kekurangan aktivitas fisik (Dara P. S., 2010).

2.1.2 Obesitas Sentral

Obesitas sedang menjadi problema global bukan semata-mata di Negara yang telah berkembang, malah juga menjadi problema utama di Negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Obesitas sentral merupakan faktor risiko penting untuk PJK ( Gotera, 2006).

Pada awalnya obesitas dianggap sebagai faktor yang memberikan kontribusi pada risiko PJK melalui faktor lain berhubungan seperti hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Pada pasien yang lebih berat badannya dengan faktor risiko tersebut akan mengalami peningkatan risiko untuk menderita PJK (Pinkney, J., 2001). Pada tahun-tahun terakhir telah dapat dibuktikan bahwa distribusi jaringan lemak berpengaruh pada tingginya risiko PJK. Peningkatan lemak intra abdominal menyebabkan obesitas sentral/ android/ visceral/ upper body obesity yang kontras dengan akumulasi lemak subkutan yang mengakibatkan obesitas ginoid/ lower body obesity (Hanlon, 2006). Studi prospektif Honolulu Heart Study mendapatkan bahwa risiko PJK didapatkan lebih tinggi pada kelompok obesitas sentral dibandingkan dengan non-obesitas sentral (Gotera, 2006; Rexrode, 2001).

(4)

di bagian perut (Azwar, 2004). Kemungkinan perbedaan antara obesitas sentral dan obesitas non sentral terletak pada anotomi vaskular, dengan lemak intra abdominal menuju terus ke aliran vena portal sehingga ke hati (Hanlon, 2006).

Kebanyakan faktor yang dilepaskan dari tisu adiposa seperti asam lemak bebas, adiponektin, dan resistin akan dalam kadar yang lebih tinggi di hati sehingga menginduksi resistensi insulin dan mempromosi terjadinya diabetes tipe 2 (Hanlon, 2006). Masih tingginya prevalensi obesitas sentral yang akan membawa konsekuensi peningkatan risiko terjadinya PJK. Hal ini berkaitan dengan dua mekanisme yaitu mekanisme langsung melalui efek metabolik protein yang disekresikan oleh jaringan lemak seperti interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor (TNF), adiponektin dan masih banyak protein lainnya terhadap endotel pembuluh darah dan efek tidak langsung akibat faktor-faktor lain yang muncul sebagai risiko PJK akibat dari obesitas sentral tersebut (Gotera, 2006)

Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan obesitas sentral sebagai faktor resiko kejadian PJK digolongkan sebagai sindrom metabolik (Gotera, 2006). Selain itu, suatu penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang obesitas pada wanita pasca menopause, ternyata abnormalitas primer dari menopause merupakan disregulasi energy dimana akan meningkatkan adipositas tisu. Hal ini akan menyebabkan kelainan pada lipid, resistensi insulin diabetis mellitus tipe dua, dan hipertensi (Ades, Philip A, 1998).

2.2 Penyakit Jantung Koroner (PJK)

2.2.1 Definisi

(5)

2.2.2 Faktor-faktor Penyebab Penyakit Jantung Koroner

Beberapa faktor yang menentukan sama ada seseorang itu berisiko terhadap terjadinya PJK tidak dapat dimodifikasi. Ini termasuk, usia, jenis kelamin yaitu laki-laki dan juga riwayat keluarga yang mempunyai penyakit jantung koroner (Beers, 2004). Terjadinya PJK sebagian besar pada pasien disebabkan adanya penyumbatan jalan pembuluh darah koroner akibat terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah tersebut yang disebut sebagai proses aterosklerosis. Ditambahkan, terbentuknya plak pada pembuluh darah koroner tersebut akan semakin tinggi risikonya karena berbagai faktor. Faktor risiko yang merupakan kontributor terbesar terjadinya PJK yang boleh diubah adalah pola hidup (Azwar, 2004).

Merokok, tekanan darah tinggi dan peningkatan kadar kolestrol plasma adalah faktor risiko utama terjadinya arterosklerosis. Mereka yang mempunyai kebiasaan merokok sangat berisiko untuk terkena PJK karena merokok dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis melalui iritasi pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya endapan kolesterol, menurunkan kadar high density lipoprotein, HDL dan mempermudah terjadinya pembekuan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah dan mengakibatkan serangan jantung (Azwar, 2004).

Ditemui terdapat sekumpulan besar gen yang terasosiasi dengan peningkatan risiko tehadap PJK dengan hubungannya dengan faktor risiko tertentu. Contohnya, beberapa langkah biokimia dari metabolism lipid dan langkah fisiologis dari regulasi kadar tekanan darah ditemui dipengaruhi oleh gen-gen tersebut yang meningkatkan risiko PJK ( Herman A. Tyroler, 2000).

(6)

adalah stres, kurang gerak, peningkatan trigliserida plasma (Azwar, 2004; Zhang 2004; Nanchahal).

2.2.3 Mekanisme terjadinya Penyakit Jantung Koroner

Mekanisme terjadinya PJK dimulai dengan formasi plak. Sebelum ini dikenali sebagai cholesterol storage disease, sekarang lebih dimengerti bahwa aterogenesis merupakan suatu interaksi kompleks beberapa faktor risiko termasuk sel-sel dinding arteri dan darah serta pertukaran informasi molekular yang berlangsung. Proses inflamasi turut partisipasi dalam komplikasi aterosklerosis lokal, miokardial maupun sistemik (Libby, P., 2005).

Apabila endothelium arteri tersebut terpapar dengan produk bakteri atau faktor risiko seperti dislipidemia, hormon vasokonstriktor , pro-inflamatori sitokin yang diderivasi dari kelebihan tisu adiposa, akan menyebabkan leukosit darah menempel pada dinding arteri bahagian dalam. Sesudah berada di dalam arteri intima, leukosit darah terutama fagosit mononuklear dan T limfosit berkomunikasi dengan endotel dan smooth muscle cells (SMCs) dari dinding arteri. Pertukaran informasi yang besar berlangsung antara sel sel yang terlibat dalam proses aterogenesis mengikut mediator inflamasi dan immunitasnya, termasuk molekul-molekul kecil seperti prostanoids dan derivitas lain dari asam arakidonat (Libby, P., 2005).

(7)

Apabila lesi berprogres, proses kalsifikasi akan berlaku melalui mekanisme sama seperti dalam formasi tulang. Kematian sel selalu berlaku pada lesi aterosklerotik yang utuh. Kematian lipid-laden macrophages dapat menuju kepada deposisi tissue factor (TF). Lipid ektraselular yang akumulasi dalam intima dapat membentuk plak aterosckerotik yang classic, lipid-rich "necrotic" core.

(Libby, P., 2005; Gomez, F. et al., 2010). Plak yang terakumulasi itu akan ruptur dengan rupturnya kapsula fibrosa protektif yang akan mengeluarkan komposisi trombogenik dari bagian core plak tersebut pada sirkulasi darah dan menyebabkan lesi yang komplikasi. Plak tersebut ruptur dikarenakan kapsula fibrosa yang kurang kuat. Terjadi proses inflamasi dan terjadi formasi trombus yang partial atau oklusi yang penuh terhadap pembuluh darah (McPherson, J. A., 2011). .

2.3 Obesitas Sentral dan Penyakit Jantung Koroner

Obesitas merupakan faktor resiko independen untuk PJK. Sebanyak 80% pasien yang memasuki cardiac rehabilitation mempunyai berat badan yang lebih (Ades P. A. et al., 2010). Obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular. Meskipun insidens dan mortalitas penyakit kardiovaskular telah menurun dalam dekade terakhir, beberapa studi menyatakan bahwa meningkatnya prevalensi obesitas dapat memperlambat laju penurunan tersebut (PERKENI,2008).

(8)

Satu penelitian khas untuk laki-laki telah dilakukan dan data telah menyimpulkan bahwa sebanyak 47% dari populasi yang tinggi risiko PJK mempunyai berat badan yang lebih atau merupakan obesitas dimana penderita mempunyai WHR sama atau lebih dari 0.95 (Nanchahal et al., 2005).

Obesitas mempunyai hubungan dengan terjadinya PJK (Fogoros, R. N., 2003). Insidensi PJK meningkat dengan peningkatan berat badan. Adiponektin adalah salah satu protein spesifik yang disekresikan jaringan lemak. Adiponektin dapat dideteksi di dalam sirkulasi dan mempunyai efek protektif sebagai antiaterogenik. Adiponektin dapat menekan penempelan lekosit pada endotel sehingga menghambat perkembangan aterogenesis. Adiponektin akan bekerja menghambat rangsangan dari tumor necrosis factor (TNF) pada endotel untuk mengekspresikan molekul adhesi. Didapatkan bahwa pada obesitas sentral akan terjadi penurunan kadar adiponektin sehingga meningkatkan kejadian PJK (Gotera, 2005).

Penurunan kadar adiponektin akan mengakibatkan semakin rendahnya mekanisme proteksi anti inflamasi dan antithrombosis sehingga manifestasi PJK menjadi semakin berat. Penelitian pada kultur jaringan mendapatkan beberapa mekanisme adiponektin menekan proses aterosklerosis yaitu dengan menghambat tranformasi makrofag menjadi sel busa, menekan ekspresi tumor necrosis factor (TNF), menghambat ekspresi molekul adhesi dan menekan proliferasi otot-otot arteri. Makin tinggi tingkat obesitas sentral akan menurunkan kadar adiponektin dalam darah dan memperberat manifestasi PJK yang muncul pada pasien (Gotera, 2006).

2.4 Waist-to-hip ratio

(9)

Akumulasi lemak sentral didefinisikan melalui WHR dengan ukuran ≥0.8 untuk wanita dan ≥0.9 untuk laki-laki (Azizi, F. et at., 2005; Kanaya, A. M. et al., 2003). Beberapa studi telah menyatakan bahwa adipositas abdominal yang diukur menggunakan WHR merupakan faktor risiko independen untuk laki-laki maupun wanita yang menderita PJK. Untuk laki-laki, beberapa penelitian menyokong bahwa terdapat risiko yang signifikan dengan peningkatan WHR. Menurut penelitian itu, WHR merupakan antropometri yang lebih akurat digunakan dibandingkan dengan yang lain (Rexrode, M. K., 2011).

Pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul dilakukan dengan pasien berada dalam posisi berdiri tegak dan bernafas secara normal. Unit pengukuran dinyatakan dalam sentimeter (cm). Bagi pengukuran lingkar pinggang (x cm) pita pengukur diletakkan pada titik pertengahan antara tulang iga terbawah dan krista iliaka pada garis mid-axillary. Bagi lingkar panggul (y cm) pula, pengukuran dilakukan pada bagian terlebar mengelilingi trokanter mayor. Yakinkan bahwa pita pengukur tidak menekan kulit terlalu ketat dan sejajar dengan lantai (Gotera, 2006; Nachahal, 2005). Waist-to-hip ratio (WHR) didapati dengan membagi ukuran lingkar pinggang dengan ukuran lingkar panggul, dimana perhitungannya secara ringkas dapat dinyatakan seperti berikut:

Waist-to-hip ratio (WHR) =

Referensi

Dokumen terkait

Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Keputusan Kepala Desa tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala Desa Nomor

; Untuk setiap klien beri penilaian atas kemampuan menyebutkan kegiatan harian yang biasa dilakukan, memperagakan salah stau kegiatan, menyusun jadwal kegiatan

Sebelum lembaga pendidikan Islam terorganisir dalam bentuk lembaga formal yang berupa Madrasah, umat Islam telah mengenal beberapa lembaga pen- didikan, yang sebenarnya

Bentuk bangunan gelebeg yang sudah diubah oleh Bapak Gusti Made Kariasa yaitu berbentuk bangunan seperti rumah panggung dengan memiliki dua lantai yaitu lantai bagian

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Pejabat Gerakan Perla-wanan Islam Palestina (Hamas) menyatakan, gencatan senjata sepihak yang diumumkan Rezim Zionis Israel menunjukkan keka-lahan rezim ini dalam mengha-dapi

Apabila keadaan-keadaan tersebut membentuk lebih dari satu kelas yang berkomunikasi satu sama lain maka pengklasifikasian ini akan sangat berguna untuk menyusun dan