• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Otonomi Daerah 2.1.1. Pengertian Otonomi Daerah - Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Fasilitas Publik Di Kabupaten Karo Di Era Otonomi Daerah (Sektor Pendidikan Dasar 9 Tahun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Otonomi Daerah 2.1.1. Pengertian Otonomi Daerah - Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Fasilitas Publik Di Kabupaten Karo Di Era Otonomi Daerah (Sektor Pendidikan Dasar 9 Tahun)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1. Otonomi Daerah

2.1.1. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk

meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam

rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan (Wikipedia 2012). Otonomi daerah

diberlakukan oleh Pemerintah Pusat pada tanggal 1 Januari 2001 dan menarik

perhatian sejumlah golongan masyarakat yang mempertanyakan apakah mampu

secara otomatis akan terjadi perubahan paradigma yang mendasar dan bersifat

struktural. Karena permasalahannya sistem yang dilaksanakan diseluruh provinsi,

kabupaten, dan kota di Indonesia adalah sistem sentralisasi atau pengontrolan dari

pusat yang dominan di dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan

Indonesia ( Kuncoro dalam Mudrajad Kuncoro, 2004 ).

Menurut UU No. 32 Tahun 2004, prinsip otonomi daerah adalah sebagai

berikut :

• Otonomi yang seluas – luasnya adalah daerah yang diberikan

kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar

yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan oleh undang –

(2)

daerahnya demi memberikan pelayanan, peningkatan peran serta,

prakarsa dan pemberdayaan masyarakat.

• Otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan

pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban

yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan hidup

serta berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah tersebut.

• Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonom yang dalam

penyelenggaraannya harus benar – benar sejalan dengan maksut

pemberian otonom yang ada, yang pada dasarnya untuk

memberdayakan daerah termasuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat yang merupakan bagian utama tujuan nasional.

Menurut UU Nomor 32 tahun 2004 pemberian otonomi luas kepada

daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan

daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi logis dari diterapkan

kebijakan otonomi daerah. Desentralisasi fiskal merupakan inti dari desentralisasi

itu sendiri karena pemberian kewenangan di bidang politik maupun administrasi

tanpa diikuti dengan desentralisasi fiskal tidak akan berjalan dengan baik karena

(3)

tanggung jawab dalam mengatur penerimaan dan pengeluaran maka desentralisasi

tidak akan berjalan efektif. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang

pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia ( UU no. 32 pasal 1 ayat 7 tahun 2004 ).

Desentralisasi fiskal dapat juga diartikan sebagai hak, wewenang, dan

kewajiban yang diberikan pusat kepada suatu daerah untuk mengurus

perekonomian dan pemerintahan daerahnya sendiri dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan perekonomian daerah, demokrasi daerah, dan peningkatan

pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku. Desentralisasi fiskal juga merupakan proses distribusi anggaran dari

tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah

untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan

penerimaan atau pengeluaran Negara. kebijakan ini sangat penting dalam

keberlangsungan otonomi daerah. Kebijakan fiskal merupakan bentuk campur

tangan pemerintah dalam pembangunan ekonomi Negara. Dari semua unsur

APBN hanya pembelanjaan negara atau pengeluaran negara dan pajak yang dapat

diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah

apabila perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi

kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan

atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan, pemberian subsidi bagi pendidikan,

(4)

2.2. Persepsi Masyarakat

2.2.1. Pengertian Persepsi Masyarakat

Persepsi diartikan sebagai pendapat, pandangan, atau gambaran seseorang

atau kelompok manusia manusia terhadap sesuatu. Pengertian persepsi dari kamus

psikologi adalah berasal dari bahasa Inggris, perception yang artinya : persepsi,

penglihatan, tanggapan; adalah proses seseorang menjadi sadar akan segala

sesuatu dalam lingkungannya melalui indera - indera yang dimilikinya; atau

pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera (Kartono

dan Gulo, 1987:343). Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi

lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka

tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi

persepsi antara lain harapan pengalaman masa lalu, dan keadaan psikologis yang

mana menciptakan kumpulan perseptual (Wikipedia, 2012 )

Gibson dalam Suwarto (dalam Boedojo, 1986) mendefinisikan persepsi

sebagai proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan

memahami dunia sekitarnya. Menurut Wirawan (1991 : 37) persepsi adalah

proses pemahaman terhadap apa yang terjadi di lingkungan. Persepsi masyarakat

adalah suatu proses dimana sekelompok manusia yang hidup dan tinggal bersama

dalam wilayah tertentu dan memberikan penilaian, pemahaman atau tanggapan

terhadap hal – hal atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya.

Ada dua teori tentang perubahan sikap atau persepsi ditinjau dari sudut

(5)

(psychological reactance) dari Jack Bhrem dan teori disonansi kognitif dari

Festinger (Bell et al, 1978:55) (dalam Boedojo, 1986). Dalam teori reaksi

psikologik dikatakan bahwa manusia cenderung ingin mempunyai kebebasan

untuk memilih atau menentukan sendiri alternatif-alternatifnya dalam berpikir,

membuat keputusan, dan bertindak. Oleh karena itu, ia cenderung tidak mau

terikat pada satu pola pikir, keputusan, atau tindakan tertentu. W. Mc Guire dalam

Boedojo (1986 : 11) mendefinisikan sikap adalah respon manusia yang

menempatkan objek yang dipikirkan (objects of thought) ke dalam suatu dimensi

pertimbangan (dimension of judgements). Objek yang dipikirkan adalah segala

sesuatu (benda, orang, hal, isu) yang bisa dinilai oleh manusia. Dimensi

pertimbangan adalah semua skala positif - negatif seperti dari baik ke buruk, dari

jelek ke bagus, dari haram ke halal, dari sah ke tidak sah, dan dari enak ke tidak

enak.

Untuk membentuk atau mengubah sikap, menurut teori ini, perlu diberikan

berbagai pilihan dengan alasan, keuntungan, dan kerugian masing-masing.

Dengan sendirinya orang akan mengubah persepsi atau sikapnya jika ia melihat

alternatif yang lebih baik. Menurut teori disonansi kognitif, orang tidak suka kalau

dalam dirinya terdapat elemen-elemen kesadaran yang saling bertentangan

(keadaan disonan). Dalam keadaan disonan orang cenderung untuk mengubah

pola pikirnya atau menambah elemen-elemen kesadarannya atau mengubah

tingkah lakunya agar terjadi lagi keseimbangan antara elemen-elemen kesadaran

(6)

2.3. Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran pembangunan dan

pengeluaran rutin. Pengeluaran pembangunan yaitu Pengeluaran pembangunan

yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang

ekonomi, sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam

bentuk pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan

dalam periode tertentu sedangkan pengeluaran rutin yaitu Pengeluaran rutin yaitu

pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan

pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga

utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya.

2.3.1. Teori Rostow dan Musgrave

Menurut mereka perkembangan pengeluaran pemerintah berhubungan

dengan tahap – tahap pembangunan ekonomi suatu negara. Pada tahap awal

pembangunan ekonomi pengeluaran pemerintah berfokus pada investasi karena

pada tahap awal pemerintah harus menyediakan berbagai prasarana seperi

pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain – lain.pada tahap kedua peran swasta

semakin meningkat sehingga menimbulkan kegagalan pasar yang menyebabkan

pemerintah harus menyediakan barang publik dalam jumlah yang lebih besar dan

dengan kualitas yang lebih baik. Pada tahap akhir aktivitas pemerintah lebih

(7)

2.3.2. Hukum Wagner

Menurut Wagner dalam suatu perekonomian semakin meningkat

pendapatan per kapita suatu negara maka jumlah pengeluaran pemerintah pun

akan semakin meningkat.

2.3.3. Teori Peacok dan Wiseman

Pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran namun disisi

lain msyarakat tidak suka membayar pajak yang lebih besar untuk membiayai

pengeluaran pemerintah tersebut. Dalam keadaan normal kenaikan GNP

menyebaabkan kenaikan pendapatan pemerintah dan begitu juga pengeluaran

pemerintah juga akan semakin besar.

2.4. Fasilitas Publik

2.4.1. Pengertian Fasilitas Publik

Fasilitas merupakan sarana dan prasarana atau barang yang dapat

digunakan untuk melancarkan pelaksanaan suatu fungsi yang memudahkan

individu maupun masyarakat dalam melaksanakan kegiatannya. Fasilitas publik

disebut juga barang publik merupakan prasarana yang disediakan pemerintah

untuk kepentingan publik. Fasilitas publik disediakan oleh pemerintah untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang publik yang cenderung jarang

disediakan oleh pihak swasta

2.4.2. Teori Bowen

Bowen mendefinisikan barang publik sebagai barang di mana

pengecualian tidak dapat ditetapkan. Jadi sekali suatu barang pubilk sudah

(8)

tersebut. Menurut Bowen, jumlah barang publik yang dikonsumsikan oleh

individu A sama dengan jumlah barang publik yang dikonsumsikan oleh individu

B (Guritno,1999). Teori Bowen dapat dijelaskan dengan kurva berikut :

Gambar 1 Harga dan Jumlah Barang Publik

Pada gambar diatas kurva DA menunjukkan permintaan individu A

terhadap barang publik dan kurva DB menunjukkan permintaan individu B

terhadap barang publik. DA+B merupakan jumlah permintaan A ditambah

permintaan B. Jumlah barang yang disediakan pemerintah yaitu 0QA+B .

Individu A dan B akan menikmati barang publik yang tersedia tersebut dalam

jumlah yang sama tetapi kepuasan yang diterima masing – masing individu

berbeda. Individu A hanya bersedia membayar barang publik tersebut sebesar

PA karena dia tidak terlalu memerlukan barang publik tersebut, sedangkan

individu B bersedia membayar sebesar PB karena dia sangat membutuhkan

barang publik tersebut.

harga

PA+B

PA PB

0

DA+B

S

DB DA

Jumlah barang pemerintah

(9)

Maka menurut Bowen perbedaan antara barang swasta dan barang publik

yaitu :

Barang swasta Barang publik

Harga P = PA = PB P = PA + PB Jumlah barang X = XA = XB G = GA = GB Keterangan :

P : harga barang

X : jumlah barang swasta yang dihasilkan G : jumlah barang publik yang dihasilkan A,B : individu A dan B

2.4.3. Teori Samuelson

Samuelson menyatakan bahwa adanya barang publik yang mempunyai dua

karakteristik non-exclusionary dan non-rivalry (Guritno,1999). Non Rival (Non

Rivalry) adalah barang yang dapat dikonsumsi bersamaan pada waktu yang sama,

tanpa saling meniadakan manfaat. Non Eksklusif (Non Exclusive) adalah jika

seseorang tidak perlu membayar untuk menikmati manfaat barang publik. Suatu

barang dikatakan barang publik bukan karena dilihat dari wujudnya melainkan

sifat dari barang tersebut ketika dikonsumsi.

Samuelson menyatakan bahwa adanya barang publik yang mempunyai dua

karakteristik (non-exclusionary dan non-rivalry) tidaklah berarti bahwa

perekonomian tidak dapat mencapai kondisi Pareto Optimal atau tingkat

kesejahteraan masyarakat yang optimal. Sebagaimana diketahui, Pareto Optimal

adalah suatu kondisi perekonomian di mana perubahan yang terjadi menyebabkan

(10)

2.4.4. Teori Pigou

Pigou berpendapat bahwa barang publik harus disediakan sampai suatu

tingkat dimana kepuasan marginal akan barang publik sama dengan ketidakpuasan

marginal akan pajak yang dipungut untuk membiayai program – program

pemerintah atau untuk menyediakan barang publik. Publik akan merasa puas dan

bersedia membayar pajak lebih taat jika pemerintah mampu menyediakan barang

publik bagi masyrakat secara memadai. Namun pengutipan pajak yang semakin

tinggi akan membuat masyarakat tidak puas terhadap barang publik yang

disediakan pemerintah.

Gambar 2. Penyediaan dan pembiayaan barang publik yang optimal oleh Pigou

Pada gambar kurva diatas kurva kepuasan marginal akan barang publik di

tunjukkan oleh kurva U. kurva U terlihat semakin mengalami penurunan

menunjukkan semakin banyak barang publik yang yang disediakan pemerintah Kepuasan barang publik

Ketidakpuasan barang publik A

B

C

G

H

H

D E F

Budget pemerintah

Batas kepuasan akan barang pemerintah

P

(11)

namun kepuasan marginal masyarakat semakin menurun karena di lain pihak

untuk menambah fasilitas publik maka pemerintah mambutuhkan anggaran yang

lebih banyak lagi maka pemerintah akan meningkatkan penerimaan pajak.

Semakin banyak pajak yang di pungut maka semakin besar rasa ketidakpuasan

masyarakat.

2.5. Fasilitas Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar serta terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk menumbuhkan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara (UU Sisdiknas Tahun 2003). Tujuan pendidikan dasar adalah

mengajarkan kecakapan dasar, seperti membaca, menulis, dan berhitung yang

merupakan penunjang utama pengajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya.

Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 14 disebutkan bahwa jenjang

pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi.

Fasilitas pendidikan merupakan segala sesuatu yang memberikan kemudahan

dalam penyelenggaran pendidikan yakni meliputi sarana dan prasarana dalam

mendukung proses pendidikan. Menurut Misbach

(12)

media yang tepat, dan laboratorium yang lengkap. Sehubungan dengan hal tersebut maka pengadaan sarana dan prasarana sekolah perlu diperhatikan agar siswa merasa diperhatikan dan dapat belajar dengan tenang.

Standar yang digunakan untuk fasilitas satuan pendidikan adalah berdasarkan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007. Standar ini

mencakup sarana dan prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.

Ketentuan yang diatur dalam standar ini meliputi satuan : satuan pendidikan,

luasan lahan, bangunan gedung, prasarana dan sarana yang harus dimiliki fasilitas

pendidikan beserta ketentuannya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

2005 pasal 1 ayat 8 standar sarana dan prasarana adalah standar nasional

pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat

olah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, tempat bermain, tempat

berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk

menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi dan informasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun 2010

tentang standar pelayanan minimal pendidikan dasar di kabupaten/kota dijelaskan

bahwa :

a) Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI

tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP/MTs tidak melebih 36 orang.

Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang

dilengkap dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan

guru, serta papan tulis. (Bab II Pasal 2 ayat 2a)

b) Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang

(13)

dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan

eksperimen peserta didik. (Bab II Pasal 2 ayat 3a)

c) Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta

didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan dan

untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan.

(Bab II Pasal 2 ayat 5a)

d) Di setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata

pelajaran dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap

rumpun mata pelajaran. (Bab II Pasal 2 ayat 6a)

e) Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi

akademi S1 atau D-lV dan 2 (dua) orang guru yang telah memilik

sertifikat pendidikan. (Bab II Pasal 2 ayat 7a)

f) Disetiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau

D-lV sebanya 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan

guru) telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing –

masing sebanyak 40% dan 20 %. (Bab II Pasal 2 ayat 8a)

g) Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau

D-lV dan telah memiliki sertifikat pendidik masing - masing satu orang

untuk mata pelajaran Matematikal, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa

Inggris. (Bab II Pasal 2 ayat 9a)

h) Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan

(14)

Indonesia, Matematika lPA, dan IPS dengan perbandingan satu set

untuk setiap peserta didik. (Bab II Pasal 2 ayat 1b)

i) Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan

kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan

perbandingan satu set untuk setiap perserta didik. (Bab II Pasal 2 ayat

2b)

j) Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan,

termasuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, membimbinga tau melatihp esertad idik,

dan melaksanakan tugas tambahan. (Bab II Pasal 2 ayat 5b)

k) Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34

minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut :

(a) Kelas I – II : 18 jam per minggu

(b) Kelas III : 24 jam per minggu

(c) Kelas IV – VI : 27 jam per minggu

(d) Kelas VII – IX : 27 jam per minggu

(Bab II Pasal 2 ayat 6b)

l) Setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang

disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang

Gambar

Gambar 1 Harga dan Jumlah Barang Publik
Gambar 2. Penyediaan dan pembiayaan barang publik yang optimal oleh Pigou

Referensi

Dokumen terkait

Namun belum ada penelitian lebih lanjut tentang perbedaan besar ekspresi CXCL12 pada limfoma folikuler derajat rendah dan derajat tinggi serta hubungan ekspresi

PERBANDINGAN HASIL SHOOTING MENGGUNAKAN SHOTLOC, FINGER TAPE PLASTER, DAN SHOOTING BIASA DALAM PERMAINAN BOLA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

harus diakui bahwa pasar-pasar yang ada di Indonesia khususnya Tanjung Balai Karimun Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun masih belom dikelola dengan baik. Seperti

 Faktor pendukung dalam maharah kalam antara lain: karena MA Darussalam merupakan MA yang terletak di lingkungan Pesantren, beberapa siswa lulusan dari MTs, adanya

Beberapa teknologi yang dapat atau berpotensi untuk mencegah kehilangan N dari tanah antara lain memberikan pupuk N sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman dengan

Seluruh dosen dan staf karyawan Departemen Fisika, khususnya Program Studi S-1 Teknobiomedik, Universitas Airlangga serta semua pihak yang telah senantiasa memberikan ilmunya

Ketika hematokrit naik ke 60 atau 70%, yang sering terjadi di polisitemia, viskositas darah dapat menjadi besar seperti 10 kali dari air, dan aliran melalui pembuluh darah

Aspek keamanan dalam pertukaran informasi menjadi sangat penting karena suatu komunikasi data jarak jauh belum tentu memiliki jalur transmisi yang aman. Informasi berupa citra