• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelatihan 2.1.1 Pengertian Pelatihan - Pengaruh Pelatihan Dan Aktivitas Manajerial Terhadap Kinerja Pegawai PT.Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelatihan 2.1.1 Pengertian Pelatihan - Pengaruh Pelatihan Dan Aktivitas Manajerial Terhadap Kinerja Pegawai PT.Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat Sumatera Utara"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelatihan

2.1.1 Pengertian Pelatihan

Setelah perusahaan melakukan perekrutan, seleksi, dan penempatan pegawai, perusahaan bisa saja menghadapi hal-hal yang mungkin mengalami perubahan disaat para pegawai sedang menjalani masa kerjanya. Perubahan-perubahan seperti perkembangan teknologi, menurunnya tingkat kinerja, dan lain-lain, dapat dijadikan dasar perusahaan untuk melaksanakan pelatihan bagi pegawainya. Hal ini dilakukan agar para pegawai tidak mengalami ketertinggalan terhadap perkembangan lingkungan, serta lebih mengetahui keahlian pegawai dibidang kerja yang lebih tepat lagi. Selain itu, pelatihan juga dapat meningkatkan keahlian teknis para pegawai yang diharapkan lebih menguasai bidang kerjanya, sehingga dapat bekerja secara efektif dan efisien.

(2)

Selain itu, Panggabean (2004 : 41) mendefenisikan pelatihan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan saat melaksanakan pekerjaan di masa sekarang.

2.1.2 Tahapan Pelatihan

Dessler dalam Sirait (2006 : 103) mengungkapkan beberapa tahapan pelatihan, yakni :

1. Needs Analysis, mengidentifikasi keterampilan spesifik yang dibutuhkan untuk memperbaiki performansi dan produktivitas, menganalisis trainee untuk memastikan bahwa program akan sesuai dengan tingkat pendidikan, pengalaman, dan keterampilan, sikap, dan motivasi pribadi. Menggunakan penelitian untuk mengembangakan tujuan yang dapat diukur.

2. Instructional Design, mengumpulkan tujuan instruksional, metode, media, uraian, dan urutan isi program, contoh, latihan dan kegiatan. Memastikan semua materi ditulis secara jelas dan sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditentukan. Menangani semua unsur program dengan teliti dan profesional untuk menjamin kualitas dan efektivitas program latihan. 3. Validation, memperkenalkan dan memvalidasi latihan.

4. Implementation, bila dapat diterapkan, fokuskan pada pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan serta peralatan yang mendukung pelaksanaan pelatihan.

(3)

a. Reaksi : catat reaksi spontan dari trainee terhadap program

b. Belajar : gunakan alat Feedback atau preset dan posttest untuk mengukur apa yang sebenarnya telah dipahami oleh trainee.

c. Perilaku : beri catatan reaksi dari trainee kepada supervisor setelah latihan berakhir. Ini merupakan salah satu cara untuk mengukur sampai seberapa jauh trainee dapat menerapkan keterampilan dan pengetahuan barunya dalam pekerjaan baru mereka.

d. Hasil : tentukan tingkat perbaikan performance.

Menurut Panggabean (2004 : 44) dalam melaksanakan atau mengimplementasikan pelatihan terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan di antaranya :

1. Peserta

Terdapat dua jenis peserta yang mengikuti pelatihan dari perusahaan yaitu pegawai baru dan pegawai lama, baik itu sebagai pegawai operasional maupun pegawai manajerial. Keduanya dapat didefenisikan sebagai berikut :

(4)

diberikan biasanya lebih mengarah kepada teori – teori dasar dari perusahaan.

b. Pegawai lama. Yaitu, pegawai yang telah lama bekerja di sebuah perusahaan, diberikan pelatihan oleh perusahaan di balai-balai pelatihan, tujuannya lebih mengarah kepada promosi jabatan, perluasan perusahaan, tuntutan penggunaan mesin-mesain baru dan lain sebagainya.

2. Pelatih

Pelatih adalah seseorang atau tim yang memberikan atau menyampaikan pelatihan kepada para peserta pelatihan. Pelatih memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan pelaksanaan pelatihan. Pelatih dapat digolongkan dalam tiga kategori, sebagai berikut:

a. Pelatih internal. Yaitu, seseorang atau tim pelatih yang ditugaskan dari dalam perusahaan untuk membetikan pelatihan kepada pegawai. Kepala bagian mutlak menjadi pelatih bagi para bawahannya, karena dialah yang memberikan petunjuk agar bawahannya dapat mengerjakan pekerjaan sesuai bidang kerja masing-masing. Pelatih internal hanya memberikan pelatihan kepada pegawai yang ada didalam perusahaan yang bersangkutan saja.

(5)

juga pegawai yang dikirim untuk mengikuti kegiatan pelatihan di beberapa lembaga pelatihan.

c. Pelatih gabungan (internal dan eksternal). Yaitu, selain menggunakan pelatih dari dalam perusahaan juga menggunakan pelatih dari luar perusahaan, serta mengikuti beberapa pelatihan di lembaga-lembaga pelatihan. Cara ini di anggap paling baik karena dapat memberikan masukan yang lebih banyak kepada peserta pelatihan atau pegawai suatu perusahaan.

3. Metode pelatihan yang diberikan

Keberhasilan pelaksanaan pelatihan juga didukung oleh metode pelatihan yang diberikan, sesuai atau tidak dengan kebutuhan setiap peserta pelatihan. Metode yang menarik dapat memberikan rangsangan yang positif agar peserta pelatihan memiliki semangat dan ketertarikan saat mengikuti program pelatihan. Metode yang diberikan dapat secara on the job training maupun off the job training.

2.1.3 Tujuan Pelatihan

Adapun tujuan pelatihan menurut Henry Simamora dalam Sulistyani,dkk. (2009 : 200) yaitu :

1. Memperbaiki kinerja, memutahirkan keahlian para pegawai sejalan dengan kemajuan teknologi .

(6)

3. Membantu memecahkan persoalan operasional. 4. Mempersiapkan pegawai untuk promosi.

5. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.

Sedangkan menurut Panggabean (2004 : 41), tujuan pelatihan dilihat dari segi kepentingan pegawai, perusahaan, dan konsumen, dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pegawai

a. Pelatihan ditujukan untuk memberi keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan pegawai.

b. Memperbaiki kinerja pegawai karena melalui pelatihan, perusahaan berupaya meminimalisir hasil kerja yang kurang memuaskan dan kurangnya keterampilan dalam bekerja.

c. Pelatihan membuka kesempatan peningkatan karier setiap pegawai agar lebih baik lagi, karena semakin baik keterampilan bekerja dan meningkatnya kinerja para pegawai melalui pelaksanaan pelatihan. d. Membantu para pegawai dalam menghadapi perubahan-perubahan,

seperti perubahan dari segi teknologi, para pegawai diharapkan dapat bekerja lebih efektif dengan keberadaan teknologi baru tersebut, maka diadakanlah program pelatihan.

2. Perusahaan

(7)

b. Penghematan waktu karena pelatihan yang diberikan dapat meningkatkan kecepatan dan ketepatan pegawai dalam bekerja, sebab setiap pegawai sudah dapat menguasai bidang kerjanya.

c. Mengurangi tingkat kerusakan dan kecelakaan yang juga berdampak pada penghematan biaya bagi perusahaan, sebab pegawai yang telah mengikuti pelatihan akan bekerja lebih berhati-hati dan lebih mahir dalam menggunakan teknologi-teknologi baru dalam bekerja.

d. Memperkuat komitmen pegawai karena pegawai akan merasa diperhatikan dan diberikan kesempatan dalam memajukan karier dan mengembangkan keahlian kerjanya.

3. Konsumen

a. Konsumen akan memperoleh produk yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas karena setiap pegawai telah diberikan pelatihan mengenai cara memberikan hasil produksi terbaik dari perusahaan kepada konsumen.

b. Pegawai akan memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen, karena hal ini akan berdampak pada nama baik dan keuntungan bagi perusahaan.

2.1.4 Manfaat Pelatihan

Menurut Tessin dalam Sirait (2006 : 101) manfaat pelatihan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Organisasi

(8)

b. Memperbaiki moral kerja. c. Mengenali tujuan organisasi

d. Membuat citra terhadap organisasi lebih baik lagi e. Memperbaiki hubungan antara atasan dengan bawahan

f. Membantu pegawai untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan

g. Membantu menangani konflik sehingga mencegah stress dan tensi yang tinggi.

h. Membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja. 2. Bagi Individu

a. Membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik lagi.

b. Internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tumbuh, tanggung jawab, dan kemajuan.

c. Mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri.

d. Membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru.

3. Bagi Bagian Kepegawaian

a. Memperbaiki komunikasi antar kelompok dengan individu.

b. Dimengertinya kebijakan organisasi, aturan-aturan, dan sebagainya. c. Membangun rasa keterdekatan dalam kelompok

(9)

2.1.5 Prinsip-prinsip Pelatihan

Prinsip-prinsip dalam pelatihan adalah agar pelatihan yang dilaksanakan lebih tepat sasaran dan menjadi lebih jelas serta mudah. Menurut Werther dan Davis dalam Sofyandi (2008 : 115 ) prinsip-prinsip pelatihan adalah sebagai berikut :

1. Participation, artinya dalam pelaksanaan pelatihan peserta harus aktif karena dengan partisipasi peserta maka akan lebih cepat menguasai dan mengetahui berbagai materi yang diberikan.

2. Repetition, artinya senantiasa dilakukan secara berulang karena dengan pengulangan ini peserta-peserta akan lebih cepat untuk memahami dan mengingat apa yang telah diberikan.

3. Relevance. Artinya harus saling berhubungan sebagai contoh para peserta pelatihan terlebih dahulu diberikan penjelasan secara umum tentang suatu pekerjaan sebelum mereka mempelajari hal-hal khusus dari pekerjaan tersebut.

4. Transference, artinya program pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang nantinya akan dihadapi dalam pekerjaan yang sebenarnya.

(10)

akan dicapai dan hal ini akan meningkatkan motivasi mereka dalam bekerja serta dapat mengetahui hasil kerja mereka.

2.1.6 Metode Pelatihan

Menurut Dessler (2006 : 285) metode pelatihan yang dapat diterapkan di perusahaan, yaitu :

1. On the Job Training

Melatih seseorang untuk mempelajari pekerjaan sambil mengerjakannya. Metode ini relatif tidak mahal, orang yang dilatih belajar sambil bekerja. Tidak membutuhkan fasilitas diluar kantor seperti ruang kelas atau peralatan belajar tertentu. Metode ini juga memberikan pembelajaran, karena orang yang dilatih belajar sambil melakukannya dan mendapatkan timbal balik yang cepat atas prestasi mereka .

2. Off The Job Training

Merupakan program pelatihan yang dilaksanakan diluar pekerjaan. Peserta pelatihan dilatih oleh pelatih dari luar perusahaan. Biasanya dilakukan diluar tempat pekerjaan, seperti balai-balai pelatihan. Pelatihan ini memerlukan biaya tambahan yang memang telah direncanakan dan disediakan khusus untuk program pelatihan.

Sedangkan beberapa cara pelatihan On the Job training dan Off The Job training menurut Werther dan Davis dalam Sofyandi (2008 : 116) adalah :

1. On the Job training

(11)

a. Job Instruction Training

Dalam metode ini peserta program diberikan latihan langsung di tempat pekerjaan yang sebenarnya dibawah instruksi seorang trainer, supervisor, atau pegawai senior yang sudah berpengalaman. Metode ini digunakan untuk mengajar para pegawai untuk melakukan pekerjaan mereka.

b. Job Rotation

Disini pelatihan dilakukan dengan cara memindahkan pegawai dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain. Dengan metode ini diharapkan para peserta program dapat mengetahui dan mengerti tugas masing-masing.

c. Apprenticeship

Pada metode ini pegawai belajar dari pegawai lain yang lebih berpengalaman. Pada umumnya metode ini mengkombinasikan the job training dan off job classroom training.

d. Coaching

Merupakan metode pelatihan dimana supervisor atau manajemen memberikan bimbingan dan contoh atau model kepada pegawai dalam melaksanakan pekerjaan rutin mereka. Pelatihan ini hanya menyampaikan materi yang diperlukan saja, tanpa direncanakan terlebih dahulu.

2. Off The Job Training

(12)

a. Lecture

Metode ini lebih menekankan kepada pemberian teori secara lisan dan diorganisasikan secara formal. Metode ini digunakan apabila jumlah peserta program cukup banyak sehingga biaya peserta relatif murah. Kelemahan dari metode ini adalah pegawai kurang berpartisipasi karena komunikasi yang terjadi hanya satu arah saja. Hal ini dapat diatasi apabila selama proses kuliah diadakan diskusi, pembahasan, dan lain sebagainya.

b. Video Presentation

Metode ini hampir sama dengan pemberian kuliah, tetapi dalam metode ini digunakan televisi, film, slide, dan sebagainya.

c. Vestibule Training

Dalam metode ini pelatihan dilaksanakan disuatu tempat yang khusus terpisah dari tempat yang sebenarnya dengan menggunakan peralatan yang sama dengan yang sebenarnya. Hingga tidak mengganggu jalannya operasional perusahaan.

d. Role Playing

(13)

e. Behaviour Modelling

Disini suatu perilaku dipelajari atau di modifikasi melalui observasi terhadap orang lain. Maksudnya program belajar tidak melalui pengalaman orang lain.

f. Case Study

Dalam metode ini dipelajari kondisi nyata perusahaan selama jangka waktu tertentu dan bagaimana bertindak dalam kondisi demikian. Di samping itu para peserta program diminta untuk mengidentifikasi masalah-masalah, menganalisis situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode ini pegawai dapat mengembangkan ketrampilan dalam pengambilan keputusan manajerial.

g. Simulation

Metode ini berusaha menciptakan suatu tempat yang serupa dengan keadaan kondisi tempat kerja yang sesungguhnya. Ada dua bentuk simulasi yaitu Mechanical Simulation dan Computer Simulation, metode ini diberikan dengan maksud agar peserta program lebih mengenal dan membiasakan diri dengan tempat, situasi, kondisi, dan peralatan dimana mereka bekerja.

h. Self-Study

(14)

i. Programmed Learning

Merupakan bentuk lain dari metode belajar sendiri yang menggunakan booklet-booklet yang berisikan pertanyaan-pertanyaan beserta jawabannya dan program-program komputer.

j. Laboratory Training

Metode ini merupakan bentuk pelatihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan interpersonal skills. Salah satu bentuk pelatihan adalah sensitivity training di mana para peserta program belajar menjadi lebih peka terhadap perasaan orang lain.

2.2 Aktivitas Manajerial

2.2.1 Pengertian Aktivitas Manajerial

(15)

Sumber : Jurnal Forum Manajemen Kristamuljana (2002 : 3) Gambar 2.1

Skema tugas, wewenang, dan peran manajer

Gambar 2.1. menunjukkan adanya peran manajer yang terbentuk dari dijalankannya aktivitas manajerial berdasarkan kuasa wewenang pemilik perusahaan. Peran tersebut juga akan dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan seorang manajer, hal ini tidak akan sama disetiap perusahaan. Menurut Kotter (dalam Kristamuljana 2002 : 4) aktivitas manajerial adalah suatu kegiatan penting manajer melalui perannya membangun jaringan informasi antar personal sebagai jalan pencapaian rencana agenda yang telah ditetapkan.

2.2.2 Peran Pemimpin dalam Aktivitas Manajerial

Berikut ini adalah tabel aktivitas manajer menurut Luthans dalam Kristamuljana (2002 : 4), yaitu :

Pemilik Perusahaan

Manajer

Tugas Tujuan

Kuasa Wewenang

Peran antar personal Peran Informasional

(16)

Tabel 2.1

Empat aktivitas manajer

Kelompok aktivitas Perilaku yang diamati

Komunikasi • Pertukaran informasi

• Surat menyurat rutin Manajemen tradisional • Perencanaan

• Pengambilan keputusan

• Pengendalian

Manajemen sumber daya manusia • Motivasi penguatan

• Disiplin/hukum

• Manajemen konflik

• Rekrutmen

• Pelatihan/pengembangan

Jaringan • Interaksi dengan pihak luar

• Sosialisasi/politik Sumber : Jurnal Forum Manajemen Kristamuljana (2002 : 4)

Menurut Mintzberg dalam dalam aktivitas manajerial yang diterapkan secara formal pada sebuah organisasi, yaitu:

1. Figurehead role (peran sebagai kepala)

Adalah peranan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal.

2. Leader role (peran pemimpin)

(17)

3. Liasion role (peran penghubung)

Adalah peranan yang mengharuskan manajer melakukan interaksi dengan teman sejawat, staf, dan orang-orang lain yang berada di luar organisasinya untuk mendapatkan informasi.

4. Monitor role (peran pemantau)

Yakni peranan yang mengharuskan seorang manajer untuk menjadi pencari, penerima dan pengumpul informasi agar mampu mengembangkan pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya.

5. Disseminator role (peran penyebar)

Merupakan peran yang menempatkan manajer sebagai penyebar informasi ke seluruh jajaran organisasi yang menjadi tanggung jawabnya, ini dimungkinkan karena ia memiliki akses pada semua informasi melalui peran monitornya.

6. Spokesman role (peran juru bicara)

Adalah peran manajer untuk mewakili organisasi untuk menyampaikan informasi keluar lingkungan organisasinya.

7. Entrepreneur role (peran wirausaha)

Yaitu peran sebagai pemrakarsa dan perancang bagi sejumlah perubahan yang terkendali dalam organisasinya.

8. Disturbance-handler role (peran penghalau gangguan)

(18)

9. Resource allocator of role (peran pembagi sumber daya)

Yakni peran manajer sebagai penentu dalam mengalokasikan sumber daya, seperti keuangan atau dana untuk kegiatan tertentu di dalam organisasi.

10. Negotiator role (peran perunding)

Maerupakan peran yang menempatkan manajer sebagai perunding (negotiator) baik dengan pihak-pihak dalam lingkungan organisasi mapupun pihak luar untuk pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi.

Dari sepuluh peranan diatas, Mintzberg menyatakan beberapa peran pemimpin yang sering diterapkan dalam melaksanakan aktivitas manajerialnya dilihat secara umum adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi

Aktivitas ini terdiri dari pertukaran informasi secara rutin dan mengolah pekerjaan tulis menulis, juga mengamati perilaku berupa menjawab pertanyaan-pertanyaan prosedural, menerima dan menyebarkan informasi yang diminta, menyampaikan hasil-hasil yang dicapai, menulis laporan, melaporkan keuangan secara rutin dan pekerjaan umum.

2. Manajemen Tradisional

(19)

pemberian pekerjaan, memberikan instruksi-instruksi secara rutin, mendefinisikan masalah-masalah harian, memutuskan hal-hal yang harus dilakukan, mengembangkan prosedur-prosedur baru, memeriksa pekerjaan, memonitoring kinerja data dan melakukan tindakan pencegahan.

3. Manajemen Sumber Daya Manusia

Merupakan kategori perilaku yang sangat penting untuk memperkuat, mendisiplikan, mengatasi konflik, susunan kepegawaian, serta pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia. Beberapa penerapannya berupa pengalokasian penghargaan-penghargaan formal,memberikan dukungan kelompok, mencari jalan keluar antar kelompok-kelompok kerja, menunjukkan sumber-sumber yang lebih besar dan menjalankan anggota-anggota melalui suatu pekerjaan.

4. Jaringan (Networking)

Dalam hal ini peran pemimpin dilihat dari sosialisasi dan interaksi dengan orang lain. Perilakunya dapat berupa keluhan, desas-desus,menghadiri pertemuan-pertemuan eksternal dan acara-acara komunitas, dan lain sebagainya.

2.2.3 Penerapan Fungsi Manajemen dalam Aktivitas Manajerial

(20)

manajemen yang dikenal secara umum dan diterapkan dalam aktivitas manajerial adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan (planning)

Merupakan susunan langkah-langkah secara sistematis dan teratur untuk mencapai tujuan organisasi atau memecahkan masalah tertentu. Perencanaan merupakan langkah awal dalam proses manajemen, adapun beberapa hal yang harus diperhatikan seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan adalah :

a. Analisis situasi dan identifikasi masalah dengan melihat situasi dan kondisi perusahaan agar tujuan organisasi dapat tercapai, teknik analisis yang digunakan dapat berupa SWOT.

b. Menentukan skala prioritas dengan mengutamakan hal-hal yang menjadi prioritas utama dalam perusahaan untuk menjamin keberlangsungan hidup organisasi.

c. Menentukan tujuan program agar dapat mengukur pencapaian tujuan yang ditetapkan dan tidak keluar dari jalur pencapaian yang diharapkan.

d. Menyusun rencana kerja operasional yang termasuk didalamnya adalah penyusunan anggaran.

2. Pengorganisasian (Organizing)

(21)

perusahaan maka seorang manajer harus memperhatikan hal-hal berikut ini, diantaranya :

a. Menjelaskan kepada seluruh staf mengenai tujuan organisasi yang harus dicapai sehingga dapat dipahami oleh semua pihak dalam organisasi.

b. Mendudukkan orang-orang yang berpotensi pada posisi yang tepat. Dan jangan sampai ada posisi strategis yang kosong, karena akan berpengaruh pada keseluruhan pencapaian organisasi.

c. Menentukan procedural staf dari segi cara kerja dan evaluasi pekerjaan, serta hukuman dan penghargaan yang akan diterima. Selain itu juga menjelaskan semua garis koordinasi yang berlaku di perusahaan.

d. Mendelegasikan wewenang sesuai tugas dan fungsi masing-masing staf.

3. Penerapan atau pengaktualisasian (actuating)

Pelaksanaan kerja harus sesuai dengan perencanaan dan ketentuan pengorganisasin yang sebelumnya telah ditetapkan, inti dari pengaktualisasian adalah menggerakkan semua anggota untuk bekerja agar mencapai tujuan organisasi. Dalam melakukan pengaktualisasian seorang manajer dan semua elemen organiasai harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(22)

b. Mengadakan komunikasi agar ada rasa saling pengertian dan memahami anatara pemimpin dan bawahannya.

c. Member semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan agar mereka berani bertindak lebih baik lagi.

d. Memilih orang-orang yang berada dalam suatu kelompok kerja secara tepat.

e. Memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka tampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.

4. Pengawasan atau pengendalian (controlling)

Merupakan proses memastikan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana dengan memantau semua kegiatan anggota dan pihak yang terlibat dalam organisasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengawasan atau pengendalian adalah :

a. Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian. b. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai dengan

melaksanakan evalusasi terhadap kinerja serta kompetensi yang telah diperoleh.

c. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar yang ditetapkan.

d. Melakukan tindakan perbaikan jika terjadi kesalahan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.

(23)

1. Preventive Control, merupakan pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Pemimpin mengawasi perencanaan kegiatan hingga persiapan yang dilakukan termasuk rekrutmen pegawai.

2. Repressive control, merupakan pengawasan setelah kegiatan berlangsung, dengan mengawasi hasil yang dicapai dari kegiatan pelaksanaan kegiatan, serta evaluasi laporan yang didapatkan.

3. Pengawasan saat proses dilakukan, merupakan pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya proses kegiatan di perusahaan sekaligus pengkoreksian agar tidak terjadi penyimpangan. 4. Pengawasan berkala, merupakan pengawasan dalam kurun waktu

tertentu berdasarkan kesepakatan yang telah ditetapkan.

5. Pengawasan mendadak (sidak), merupakan pengawasan yang dilakukan pimpinan dalam waktu yang tidak ditentukan, dilakukan secara tiba-tiba untuk melihat kegiatan yang dilakukan bawahan sehari-hari saat bekerja di perusahaan.

6. Pengawasan melekat (waskat), merupakan pengawasan yang dilakukan secara khusus dari atasan kepada kondisi ataupun staf-staf tertentu untuk tujuan yang spesifik atau bersifat khusus, untuk menghindari sekecil-sekecilnya penyimpangan yang mungkin terjadi. 2.2.4 Kepemimpinan dalam Aktivitas Manajerial

(24)

diterapkannya. Menurut Robbins (2008 : 49) kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai kemampuan mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sejumlah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan. Sedangkan menurut Nirman dalam Ardana,dkk. (2008 : 89 ) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi perilaku orang lain agar orang tersebut berperilaku seperti yang dikehendakinya.

Dari defenisi tersebut dapatlah dilihat, bahwa seorang manajer dalam melaksanakan aktivitas manajerialnya bertujuan untuk mempengaruhi kelompok kerja atau para pegawainya dalam perusahaan melalui kepemimpinannya, agar dapat mencapai tujuan bersama yang memang telah diketahui oleh seluruh anggota perusahaan dan juga untuk mencapai visi perusahaan. Semua penerapan aturan dan tujuan yang dilaksanakan pegawai dibawah pengaruh pemimpinnya tentulah sesuai dengan gaya kepemimpinan pemimpinnya diperusahaan tersebut.

Sunarto ( 2005 : 33) mengungkapkan bahwa pemimpin memiliki dua peran penting, yaitu :

1. Menyelesaikan tugas, adalah tujuan utama dibentuknya kelompok dibawah pemimpin. Para pemimpin harus memastikan bahwa tujuan kelompok akan tercapai.

(25)

kerja serta pencapaian tujuan, dan pemimpin yang memfokuskan perhatian pada individu serta bagaimana memotivasinya.

Gaya kepemimpinan seorang atasan disebuah perusahaan juga menjadi hal yang berkaitan terhadap penerapan aktivitas manajerial untuk program peningkatan kinerja pegawai. Beberapa tipe dari gaya kepemimpinan menurut Djatmiko dalam Ardana,dkk. (2008 : 97) adalah sebagai berikut :

1. Tipe Otokratik, dengan ciri-ciri antara lain : mengambil keputusan sendiri, memutuskan kekuasaan dan pengambilan keputusan pada dirinya, bawahan melakukan apa yang diperintahkan, menggunakan wewenang dan tanggung jawab sepenuhnya dan biasanya berorientasi pada kekuasaan.

2. Tipe Paternalistik, ciri-cirinya antara lain : mengambil keputusan cenderung menggunakan cara sendiri tanpa melibatkan bawahan, hubungan dengan bawahan bersifat bapak-anak, berusaha memenuhi kebutuhan fisik anak buah untuk mencuri perhatian dan tanggungjawab mereka, orientasinya adalah menjaga hubungan yang baik dengan anak buah.

3. Tipe Karismatis, dengan ciri-ciri yang menonjol diantaranya : memelihara hubungan dengan bawahan agar pelaksanaan tugas dapat terselenggara dengan baik sekaligus memberi kesan bahwa hubungan tersebut berbasis pada relasionalitas bukan kekuasaan.

(26)

tergantung pada kelompok dalam menentukan tujuan dan penyelesaian masalah, efektif bila di lingkungan yang memiliki motivasi tinggi.

5. Tipe Demokratis, yang ciri-ciri nya adalah antara lain : membagi tanggung jawab keputusan dengan kelompok, mengembangkan tanggung jawab kelompok untuk menyelesaikan tugas, memakai pujian dan kritik, meski pengambilan keputusan dilimpahkan, namun tanggung jawab tetap pada pimpinan.

2.3 Kinerja

2.3.1 Pengertian Kinerja

Kinerja pegawai menjadi faktor yang paling berkaitan dengan kemajuan suatu organisasi, karena melalui kinerja pegawai lah maka sebuah perusahaan dapat terus berlanjut untuk beroperasi. Ketika kinerja pegawai mengalami penurunan yang sangat drastis maka bisa saja berimbas kepada kondisi perusahaan yang tentunya mengalami perubahan dari posisi yang menguntungkan menjadi rugi. Setiap perusahaan akan memperhatikan kinerja pegawainya sebagai bentuk evaluasi dan penilaian dari waktu ke waktu serta perencanaan pencegahan dari kemungkinan apabila terjadi penurunan kinerja.

(27)

kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan organisasi. Sedangkan menurut Tika (2006 : 121) kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Selain itu, menurut Yuli (2005 : 89) kinerja merupakan hasil kerja secara kuantitas, kualitas kerja dan taat terhadap peraturan-peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang di capai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada pegawai.

2.3.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja memberikan dasar bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi-kondisi kepegawaian lainnya. Penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi kerja pegawai dan akuntabilitasnya. Dalam persaingan global perusahaan-perusahaan menuntut kinerja yang tinggi. Penilaian kinerja pada prinsipnya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya (Sofyandi 2008 : 123)

Menurut Moeheriono (2009 : 106), ada empat aspek penilaian kinerja , yaitu :

(28)

dan berapa besar kenaikannya, misalkan, omset pemasaran, jumlah keuntungan dan total perputaran asset, dan lain-lain.

2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama pegawai maupun kepada pelanggan.

3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan pegawai sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, ketrampilan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif dan komitmen.

4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja pegawai dengan pegawai lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales berapa besar omset penjualannya selama satu bulan.

Selain itu beberapa prinsip penilaian kinerja diantaranya :

1) Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan sistem penilaian.

2) Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati pegawai

3) Realibility, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur pegawai secara nyata.

4) Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik atau yang buruk. 5) Practicality, yaitu mudah dipahami dan dapat diterapkan secara praktis. 2.3.3 Tujuan Penilaian Kinerja

(29)

1. Evaluasi hasil setelah melakukan pelatihan

Penilaian harus memberikan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha, penilaian kinerja memberikan manfaat setelah melakukan pelatihan.

2. Perencanaan perbaikan jika tujuan belum tercapai

Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan.

3. Penunjang perencanaan karier

Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karier dengan memberikan kesempatan meninjau rencana karier pegawai dengan memerhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.

2.3.4 Metode Penilaian Kinerja

Menurut Moeheriono ( 2009 : 108) beberapa metode penilaian kinerja yang dapat diterapkan adalah :

1. Metode skala peringkat (Rating scale)

(30)

karena kriteria penilaian yang digunakan amat samar dan kurang tepat, khususnya pada skala yang digunakan.

2. Metode daftar pertanyaan (Checklist)

Hasil metode ini adalah bobot nilai pada lembar Checklist, tetapi checklist dapat dijadikan sebagai gambaran hasil kerja pegawai yang akurat. Keuntungannya adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan waktu pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. Kelemahannya terletak pada penyimpangan penilai yang lebih mengedepankan kriteria pribadi pegawai dalam menentukan kriteria hasil kerja, kesalahan menafsir materi-materi checklist, dan penentuan bobot nilai tidak seharusnya dilakukan oleh departemen Sumber Daya Manusia. 3. Metode pilihan terarah (Forced Choice Method)

Sistem ini menggunakan evaluasi dalam lima skala yaitu, (1) berkinerja sangat tinggi, (2) berkinerja rata-rata tinggi, (3) berkinerja rata-rata, (4) berkinerja rata-rata rendah, (5) berkinerja sangat rendah. Kekuatan sistem ini adalah dapat mengidentifikasikan pegawai yang memiliki prestasi tinggi dan luar biasa serta dapat mengurangi penyimpangan penilaian. Kelemahannya adalah tidak realistis mendorong pimpinan yang memiliki hanya empat atau lima pegawai untuk mendistribusikannya ke lima level. 4. Metode peristiwa kritis (Critical Incident Method)

(31)

pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Keuntungan metode ini adalah menyajikan fakta-fakta keras yang spesifik untuk menjelaskan evaluasi dan memastikan bahwa pimpinan berfikir tentang evaluasi, serta mengidentifikasikan contoh-contoh khusus tentang kinerja yang baik dan jelek dan merencanakan perbaikan terhadap kemerosotan. Kelemahannya adalah sulit untuk menilai atau memeringkatkan pegawai yang berhubungan dengan satu sama lain.

2.4 Penelitian Terdahulu

(32)

Kotter (dalam Kristamuljana 2002 : 4) melakukan penelitian terhadap 15 manajer puncak dan menemukan bahwa sebagian besar dari waktu setiap manajer digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain, bentuk interaksi berupa saling bertukar informasi sebagai pembentukan jaringan (networking). Dengan mendapatkan informasi yang relevan dari jaringan yang terbentuk, manajer dapat mengimplementasikan berbagai rencananya untuk mencapai tujuan-tujuan yang terdapat pada agenda rencana yang telah ditetapkan.

(33)

2.5 Kerangka Konseptual

Pelatihan yang diberikan kepada pegawai diharapkan perusahaan dapat berdampak positif terhadap kemajuan kinerja pegawai. Sedangkan aktivitas manajerial juga menentukan segala penerapan keputusan dan aturan yang ada di perusahaan sehingga mempengaruhi pola kinerja para pegawainya, karena gaya kepemimpinan seorang pemimpin tentunya mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan terutama kinerja perusahaan yang sangat terkait terhadap keberlanjutan perusahaan kedepannya. Kinerja yang menjadi acuan akhir dalam pelaksanaan pelatihan dan pola kepemimpinan haruslah lebih baik dari waktu ke waktu.

Pelatihan merupakan suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan saat melaksanakan pekerjaan di masa sekarang (Panggabean 2004 : 41). PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat bertujuan agar setiap pegawai yang diberikan pelatihan akan memiliki ketrampilan dalam bekerja sehingga berdampak pada peningkatan kinerja.

(34)

Kinerja merupakan hasil kerja secara kuantitas, kualitas kerja dan taat terhadap peraturan-peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang di capai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada pegawai (Yuli 2005 : 89).

Menurut Yuli (2005 : 89) kinerja mempengaruhi seberapa banyak pegawai memberikan kontribusi kepada perusahaan antara lain :

1. Kualitas kerja : kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan

2. Kuantitas kerja : volume kerja yang dihasilkan di atas kondisi normal

3. Tanggung Jawab : melaksanakan tugas yang di berikan perusahaan

(35)

Sumber : Panggabean (2004) dan Yuli (2005)

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

2.6. Hipotesis

Hipotesis dapat didefenisinikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Sekaran 2009 :135).

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang ditetapkan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Pelatihan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja pegawai pada PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat.

2. Aktivitas Manajerial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja pegawai pada PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat.

Kinerja

(Y) Pelatihan Pegawai

(X1)

Aktivitas

Gambar

Gambar 2.1 Skema tugas, wewenang, dan peran manajer
Tabel 2.1
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

• Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang mengurutkan dan menuliskan urutan peristiwa pada teks (Bahasa Indonesia KD 3.8 dan 4.8) serta

Dasna dan Fatchan (2007:2) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah bentuk penelitian praktis yang dilaksanakan oleh guru untuk menemukan solusi dari

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran

Singkong dapat disajikan dalam bentuk tape melalui proses fermentasi, yaitu terjadinya perubahan bahan-bahan organik dari senyawa-senyawa komplek menjadi senyawa-senyawa yang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber... Tujuan Penelitian. Sesuai dengan latar belakang dari permasalahan yang

pengasinan karena garam akan lebih mudah berpenetrasi ke dalam telur bebek. Jika pori-pori telur kecil, akan menyebabkan penetrasi garam terhambat sehingga rasa telur jadi kurang

Pengaruh parsial, kompetensi pejabat struktural telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas organisasi, sebesar 61,3 % Demikian

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini. Judul laporan