• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Sub Etnis Batak Toba Di PT. Perkebunan VII Desa Bah Jambi, Kabupaten Simalungun 1963– 1990

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Sub Etnis Batak Toba Di PT. Perkebunan VII Desa Bah Jambi, Kabupaten Simalungun 1963– 1990"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sub Etnis Batak Toba1

Sejak dinasionalisasikan PT. Perkebunan VII (Persero) dari perusahaan Belanda pada

tanggal 14 Januari 1985

di Bah Jambi merupakan karyawan yang bermukim di wilayah

PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi di Kabupaten Simalungun. Keberadaan Sub Etnis

Batak Toba di wilayah Etnis Simalungun akibat dari penempatan PT. Perkebunan yang

membuka pemukiman atau perumahan bagi karyawannya.

2

1

Etnis Batak Toba Mendiami daerah Tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, Daerah Asahan, Silindung, Daerah antara Barus dan Sibolga, Daerah Pengunungan Pahae dan Habinsaran. M. Junus Melalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesi, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1995, hlm. 131

menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan menjadi Status

BUMN, PT. Perkebuan VII Persero lebih leluasa untuk mengembangkan dan merekrut potensi

Sumber Daya Manusia yang berasal dari dalam negeri untuk berkerja dalam perkebuan tersebut,

hal ini membuat banyak atau beragamnya Etnis di PT. Perkebuan VII (Persero). Salah satu Sub

Etnis yang bekerja dan menjadi karyawan di PT. Perkebuan VII (Persero) adalah Etnis Batak

Toba. Hadirnya Etnik Batak Toba di daerah Simalungun ini karena faktor keterbukaan PT

Perkebunan VII (Persero) dalam penerimaan karyawaan bukan karena bermigrasi secara

langsung ke daerah Simalungun dan bertempat tinggal.

2

(2)

Sub Etnis Batak Toba yang pertama bermukim daerah Bah Jambi adalah K Pangaribuan

yang berasal dari Desa Lagu Boti dekat Porsea Kabupaten Toba Samosir pada tahun 1963.3

Selain K. Pangaribuan yang menjadi karyawan di PT. Perkebunan VII (Persero), Sub

Etnis Batak Toba yang datang menjadi karyawan yaitu Drs. Parto Pakpahan yang menduduki

jabatan sebagai staf pada tahun 1968. Dengan adanya kedudukan dalam PT. Perkebunan VII

(Persero) hal ini mempermudah untuk menarik saudaranya yang mempunyai pendidikan setara

dengan SMU untuk bekerja di PT. Perkebunan VII (Persero). Salah satu keluarganya yang

ditarik (direkrut secara nepotisme) dalam PT. Perkebunan VII (Persero) yaitu W. Nainggolan. K.

Pangaribuan menjadi karyawan PT. Perkebunan VII (Persero) sebagai supir setelah dibangunnya

pabrik kelapa sawit di Bah Jambi pada tahun 1960 dan beroperasi tahun 1970.

4

Perkembangan populasi penduduk Sub Etnis Batak Toba di daerah Bah Jambi tahun 1970

sampai dengan 1990 yaitu berjumlah 200 KK (Kepala Keluarga).

5

Dalam perkembangan

populasi penduduk di Desa Bah Jambi pemukiman terbagi dua kelompok yaitu yaitu 2 (dua)

kelompok yaitu Sub Etnis Batak Toba, Simalungun dan Mandailing yang beragama Kristen dan

Sub Etnis Jawa, Mandailing yang beragama Islam. Terbentuknuya kelompok ini bukan dari

sistim pengelolaan PT. Pekebunan VII dalam mengelola perumahan karyawan, akan tetapi

terjadi secara tidak langsung yaitu dimana pada awalnya Sub Etnis Batak dalam hidup

bermasyarakat mencari satu etnis6

3

Wawancara dengan Saut pangaribuan anak dari K Pangaribuan yang bekerja sebagai karyawan di PT. Perkebunan VII di desa Bah Jambi Tgl 2 Maret 2012.

.

4

W. Nainggolan merupakan sanak saudara yang berasal dari keluarga istri Drs. Parto Pakpahan. Wawancara dengan W Nainggolan di Desa Bah Jambi Tgl. 25 April 2012.

5

Data Penduduk Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun tahun 1980. 6

(3)

Mencari satu ras di daerah perantauan (di Desa Bah Jambi) Sub Etnis Batak Toba

beradaptasi dengan kegiatan “martarombo” (menelusuri asal usul/persamaan marga). Kegiatan

ini pada dasarnya merupakan kebiasaan bagi Sub Etnis Batak Toba yang merantau dan tindakan

ini juga merupakan anjuran orang tua di Toba ketiga si anak merantau harus mencari

painundun” (orang tua angkat). Dalam adat Batak Toba adalah mencari kedudukan dalam

bermasyarakat ataupun sebagai tempat berlindung sebelum dapat tempat tinggal yang permanen.

Dalam pekerjaan Sub Etnis Batak Toba lebih cenderung nepotisme yaitu lebih mengutamakan

rasnya bekerja di perusahaan hal ini dapat menggeser kedudukan dan peluang bagi etnis lain

untuk mendapatkan pekerjaan di PT Perkebunan VII (Persero). Dengan prilaku seperti ini

merupakan wujud dari filosfi budaya Batak Toba yang merantau akan mendapat perhatian dan

tempat untuk mencari 4 (empat) H yaitu Hagabeon (Kejayaan), Hasangapon (Kehormatan),

Hamoraon (Kekayaan), dan Hamuliaon (kemuliaan).

Dalam kedudukan bermasyarakat di Desa Bah Jambi Sub Etnis Batak Toba juga

membawa budaya “martarombo” fungsinya adalah untuk mempererat hubungan satu etnis,

sebagai akibatnya Sub Etnis Batak Toba hidup dalam satu kelompok dan mengenal satu sama

lainnya.

Sub Etnis Batak Toba sebagai penduduk yang bermigrasi7

7

Alasan Etnik Batak Toba Bermigrasi karena faktor geografis, ekonomi dan budaya. O. H. S. Purba dan Elvis F. Purba, Migrasi Batak Toba, Medan: Medan, 1988, hlm. 2.

ke daerah Simalungun harus

membuka diri yaitu mengikuti pola budaya walaupun tidak secara keseluruhan dilakukan dalam

kehidupan bermasyarakat. Selain membuka diri mereka juga harus mengikut sertakan etnis lain

(4)

Kehadiran Sub Etnis Batak Toba di daerah Simalungun yaitu Desa Bah Jambi sebagai

daerah percampuran budaya yang relatif berbeda dengan yang lainnya.Sub Etnis Batak Toba

sebagai etnis pendatang membawa budaya sendiri dan menjalankan budayanya di daerah yang

bukan daerah asal akan membawa perubahan bagi Sub Etnis Batak Toba. Perubahan yang terjadi

terhadap budaya asal karena adaptasi dan interaksi dengan budaya lainnya sehingga budaya

sendiri mengalami pergeseran.

Kebudayaan yang dibawa Sub Etnis Batak Toba akan dipraktekkan ataupun dilaksanakan

di daerah perantauan yaitu Bah Jambi. Pelaksanaan budaya ini tidak seutuhnya dapat dilaksakan

karena sudah bersinggungan dengan budaya Simalungun dan budaya etnis lainnya. Adapun

budaya yang di bawa yang langsung dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahasa

Batak Toba bercampur dengan bahasa etnis lainnya. Dari kasus ini dapat kita ketahui bahwa nilai

budaya akan berkurang dari keasliannya, sehingga menyebabkan pada generasi penerusnya

menjadi kurang mengetahui bahasanya sendiri.

Pergeseran budaya ini menjadi dampak negatif bagi Sub Etnis Batak Toba yang

merupakan indentitasnya. Adapun dampak negatifnya adalah yaitu banyaknya budaya yang

tertinggal akibat dari perbauran dua budaya atau lebih. Perbauran ini menyebapkan hilangnya

identitas bagi anak perantau apalagi anak yang lahir di daerah perantauan. Salah satu contoh

kasus akibat dari perbauran etnis adalah dimana bahasa daerah asal menjadi lupa ataupun si anak

tidak tau atau malu untuk menunjuk pada teman sepergaulannya siapa dan apa budayanya. Hal

ini penting peran orang tua untuk menunjukkan dan mengajari anak supaya mengerti dan

menjaga budaya yang dilahirkan oleh nenek moyangnya yang merupakan kekayaan budaya

(5)

Dari kasus yang lain yang paling signifikan dapat dilihat yaitu tentang pelaksaan upacara

adat yang banyak berubah akibat dari percampuran budaya, hal ini dapat mengurangi nilai

budaya dari keasliannya. Upacara adat yang dimaksud yaitu pemakaian alat tradisional seperti

gondang, alat ini sudah jarang dipakai dalam resepsi adat sehingga kaum muda tidak mengenal

arti dari alat tradisi tersebut.

Selain dari adat istiadat, karyawan PT. Perkebunan VII (Persero) yang bermukim di Bah

Jambi setelah pensiun akan pindah karena fasilitas yang berikan oleh PT Perkebunan VII

(Persero) bukan hak milik sepenuhnya, terkecuali karyawan yang mendapat hak khusus yaitu

marga Tobing, Pangaribuan, Harahap dan Etnis Jawa harus mendapat rumah satu. Dan ini

berlanjut sampai pada garis keturunannya, perlakuan khusus ini merupakan pemberian pihak

kolonial sebelum dinasionalisasikan pada tahun 1985.8

Dari fenomena ini penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana keberadaan Sub

Etnis Batak Toba terhadap etnislainnya dalam bermasyarakat dan di dunia pekerjaan dalam

konsep wilayah PT. Perkebunan VII (Persero) di daerah Bah Jambi.

Pengambilan jarak tahun dalam penelitian dan penulisan yaitu dari tahun 1960 – 1990.

Tahun 1960 Sub Etnis Batak Toba mulai masuk sebagai karyawan dan bermukim di Desa Bah

Jambi sebelum di nasionalisasi menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tahun 1970 – 1990

berkembangnya Populasi Sub Etnis Batak Toba akibat dari keberhasilan sebagai faktor penarik

datangnya Sub Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi untuk dan

pendidikan sebagai fasiltator dalam memperoleh pekerjaan atau masuk menjadi karyawan di

perusahaan tersebut.

8

(6)

Dari tahun 1960 – 1990 populasi Sub Etnis Batak sudah berkembang dan membentuk

kelompok dalam bermasyarakat sebagai wujud budaya. Oleh sebab itu untuk penelitian dan

penulisan maka saya buat Judul yaitu: SUB ETNIS BATAK TOBA DI PT. PERKEBUNAN

VII DESA BAH JAMBI, KABUPATEN SIMALUNGUN 1963– 1990.

1.2Rumusan Masalah

Berbicara tentang Sub Etnis Batak Toba Sangat luas, sehingga penulis perlu membuat

batasan dan kerelevanan9

1. Sejak kapan Sub Etnis Batak Toba berkerja di PT Perkebunan VII (Persero) ?

sesuai dengan topik yang akan dibahas dalam penulisan skripsi.

Penentuan rumusan masalah ini berfungsi agar tidak terjadi penyimpangan dalam penelitian dan

penulisan. Adapaun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

2. Bagaimana keberadaan Sub Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi ?

3. Bagaimana dampak keberadaan Sub Etnis Batak Toba bagi etnis lain dilokasi PT.

Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi ?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Segala sesuatu yang dilakukan manusia tentunya mempunyai tujuan yang hendak dicapai.

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Sub Etnis Batak Toba mulai bekerja di PT. Perkebunan VII (Persero)

Bah Jambi.

9

(7)

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan keberadaan Sub Etnis Batak Toba di Desa Bah

Jambi.

3. Untuk mengetahui dampak keberadaan Sub Etnis Batak Toba bagi etnis lain di lokasi

PT.Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk memperluas cakrawala ilmu

pengetahuan bagi mahasiswa secara umum dan ilmu sejarah secarah khususnya

tentang keberadaan Sub Etnis Batak Toba di daerah perantaun khususnya di PT.

Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah tentang

persebaran penduduk terutama persebaran Sub Etnis Batak Toba di wilayah

indonesia.

3. Menambah literatur keperpustakaan yang dapat di manfaatkan bagi peningkatan

ilmu pendidikan, khususnya ilmu sejarah dalam penelitian sejarah.

1.4Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan buku-buku ataupun dokumen dan

sebagainya yang paling relevan dengan objek penelitian sebagai sumber informasi ataupun

sebagai acuan dan perbandingan dalam permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.

Adapun buku yang dijadikan sebagai acuan tentang penelitian dan penulisan tetang sub

(8)

Buku pertama: Usman Pelly dalam bukunya yang berjudul Urbanisasi dan Adaptasi

Peran Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, menjelaskan bahwa perantau memakai

asosiasi-asosiasi mereka sebagai adaptif dan sebagai wahana untuk mengekspresikan identitas

etnik mereka. Strategi identifikasi di dalam asosiasi – asosiasi; pembagian etnik diperkuat untuk

memperoleh keberartian sosial, ekonomi dan politis yang lebih besar. Asosiasi tersebut

berkembang dengan suasana lingkungan dan dapat dimanipulasi untuk mengekspresikan

kepentingan-kepentingan masing – masing kelompok perantau,10

Yang ke dua karya tulis Nazief Chatif yang berjudul Para Pendatang di Sumatera

Timur, menjelaskan bahwa pada umumnya pendatang pindah dari daerah asalnya kebanyakan

bermotifkan ekonomi. Alasan dari para pendatang ini beraneka ragam yang di antaranya,

mencari pekerjaan, tertarik dengan kehidupan di daerah lain, bosan tinggal di desa dan lain

sebagainya. Migrasi Etnis Batak Toba dilatar belakangi oleh konsep harajaon, yaitu mereka

bermigrasi untuk membangun kerajaan di daerah perantauan sebagai perluasan/ekspansi wilayah

teritorial.11

Buku yang ke tiga adalah O. H. S. Purba, Elvis F. Purba dalam bukunya sendiri untuk

mencari lapangan kerja baru karena faktor keterbatasan lahan produktif di wilayah Toba dan

sekaligus karena kesuburan alam wilayah Simalungun terutama untuk bercocok tanam.

Sedangkan yang tidak berpendidikan, terutama kaum tani , sejak permulaan abad ke-XX pindah

secara berkelompok ke daerah potensial yang jarang penduduknya. Mereka membuka hutan dan

mengolah rawa-rawa menjadi areal pertanian dan persawahan. Bersamaan dengan itu kaum

terdidik mendapat pekerjaan di instansi pemerintahan kolonial, perkebunan, pertambangan,

10

Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi Peran Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, cetakan I, Jakarta: Pustaka LP5ES Indonesia, 1994. hlm.19.

11

(9)

rumah sakit, bank, sekolah dll di luar Tapanuli Utara yang dengan itu mereka mendapat gaji dan

pangkat yang sekaligus juga meraih status yang lebih tinggi.12

Buku yang ke empat adalah Suwardi Lubis yang berjudul Komunikasi Antar Budaya

(Studi Kasus Etnik Batak Toba dan Etnik Cina), dari pemaparan buku ini dapat dilihat tentang

pola perilaku komunikasi komunitas Batak Toba dan Suku Cina. Komunikasi antara budaya

terjadi bila produsen pesan adalah anggota budaya dan penerima pesannya adalah suatu budaya

lainnya. Dalam keadaan demikian, akan segera dihadapkan kepada masalah – masalah yang ada

dalam situasi tempat suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam

budaya lain.

13

Buku yang ke lima adalah PT. Perkebunan VII (Persero) yang berjudul Selayang

pandang 1985 – 1989. Dari buku dapat digunankan yaitu tentang sejarah PT. Perkebunan VII

(Persero) yang merupakan gabungan dari perkebunan Belanda pada masa Kolonial yang

dinasionalisasikan.

1.5Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran

ilmu yang bersangkutan, kemudian penelitian untuk menyimpulkan, mengorganisasikan dan

menafsirkan apa saja yang dapat dimanfaatkan dalam khasanah ilmu pengetahuan manusia.

12

O. H. S. Purba, Elvis F. Purba, Op.Cit., hlm.2. 13

(10)

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Metode Sejarah Kritis, yaitu proses menguji

dan menganalisa secara kritis rekaman peristiwa dan peninggalan masa lalu. Metode ini

merupakan cara pemecahan masalah dengan menggunakan data atau peninggalan-peninggalan

masa lalu untuk memahami peristiwa yang terjadi, dan untuk merekonstruksi peristiwa masa

lampau secara imajinatif.14

Adapun tahapan-tahapan metode sejarah kritis adalah sebagai berikut:

a. Heuristik

Proses pengumpulan data dan menemukan sumber berupa dokumen-dokumen, baik

tertulis maupun lisan dari peristiwa masa lampau sebagai sumber sejarah. Adapun

sumber sejarah tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa arsip, buku,

dan majalah. Selain pengumpulan sumber tertulis, juga dilakukan pengumpulan sumber

lisan. Metode ini dilakukan melalui wawancara terhadap sejumlah saksi/pelaku sejarah di

wilayah penelitian meliputi tokoh-tokoh masyarakat, beberapa pejabat instansi terkait,

dan beberapa perangkat desa. Pada pencarian sumber lisan ini terdapat berberapa kendala

di lapangan, misalnya saat membuat janji wawancara dengan pelaku atau saksi sejarah

yang sering tertunda karena bermacam alasan, namun dengan ketekunan dan kesabaran

masalah tersebut dapat terselesaikan. Metode sejarah lisan juga berguna untuk

mengungkapkan keterangan-keterangan penting terkait permasalahan yang tidak

ditemukan dalam sumber tertulis.

b. Kritik Sumber

Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang, tetapi sumber-sumber itu

terlebih dahulu harus dinilai melalui kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern

14

(11)

menilai, apakah sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan, apakah sumber itu asli,

turunan, atau palsu. Kritik ekstern ini menilai keakuratan sumber. Kritik intern menilai

kredibilitas data dalam sumber. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi

data, sehingga diperoleh fakta.

c. Interpretasi

Tahapan untuk menafsirkan fakta serta membandingkannya untuk selanjutnya

menceritakannya kembali. Setelah sumber diseleksi selanjutnya dilakukan tahapan

sintesa untuk mengurutkan dan merangkaikan fakta-fakta yang diperoleh serta mencari

hubungan sebab-akibat.

d. Historiografi atau Penulisan Sejarah

Tahapan terakhir atau penulisan terakhir sejarah adalah proses mensintesakan fakta atau

proses menceritakan rangkaian fakta dalam suatu bentuk tulisan yang bersifat historis

kritis analitis dan bersifat ilmiah berdasarkan fakta yang diperoleh. Dengan demikian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diharapkan dari kurva CBR adalah ketebalan lapisan-lapisan perkerasan di atas sub-grade sesuai dengan jenis-jenis tanah atau material yang digunakan untuk perkerasan

Mikroorganisme Hari ke-1. Hari ke 2 Hari

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terhadap Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Periode 2014-2016) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Dari grafik lama waktu penyelesaian KTI mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan tingkat akhir di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta didapatkan hasil dengan presentase

kebenaran apa yang diutarakan oleh para penghadap tersebut di atas, karena benar telah mengetahui dan mengenal almarhum.-- bahwa berdasarkan atas keterangan para penghadap dan

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa diduga ada pengaruh ciri – ciri psikologis, komponen pengetahuan, strategi penentuan keputusan

Hasil analisis menunjukkan terdapat 6 atribut sebagai faktor kunci penentu keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan yaitu: (1) Luas pekarangan; (2) Pengembangan komoditas dan

on an increase in the sintering temperature for both dense HA/TCP and HA/TCP-CNTs composite. However linear shrinkage at sintering temperatures of 1100 o C for HA/TCP-CNTs