1.1 Defenisi Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi ialah perangkat rencana dan peraturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya pendidikan. Selain itu kurikulum berbasis kompetensi ialah kurikulum yang dikembangkan berdasarkan pada kemampuan atau tingkat kecerdasan penuh tanggung jawab dari profesi tertentu dalam menjalankan tugasnya di tempat kerjanya (standar kompetensi) (Dikti, 2008). Kurikulum berbasis kompetensi juga merupakan kurikulum yang berorientasi pada hasil yang berupa kompetensi atau kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah dilaksanakan sejumlah pengalaman belajar tertentu sehingga mampu bersaing didunia kerja (Purnomo, 2005).
1.2 Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
hidup bermasyarakat dengan berkerjasama, saling menghormati, dan menghargai nilai-nilai pluralism, dan kedamaian (to live together)(Dikti, 2008).
1.3 Alasan Perubahan Kurikulum
Beberapa perubahan konsep dari kurikulum berbasis isi (Kepmendikbud No. 056/U/1994 ke kurikulum berbasis kompetensi (Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan 045/U/2002) dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
PERUBAHAN KONSEP KURIKULUM No Tinjauan Kurikulum Berbasis Isi
(KURNAS 1994)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (2000) 1 Latar belakang
Perubahan Masalah internal Masalah global
2 Basis kurikulum Berbasis isi(Content Based Curricullum)
5 Cara menyusun Mulai dari isi keilmuannya Mulai dari penetapan profil lulusan dan kompetensi 6 Penekanan Output , lebih banyak
menekankan hard skill Tabel 1. Perubahan Konsep Kurikulum (Dikti, 2008)
1.4 Metode Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Dikti (2008) menjelaskan bahwa ada beragam metode pembelajaran untuk SCL, di antaranya adalah: (1) Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning (DL); (5) Self-Directed
satu persatu bagaimana kesepuluh model pembelajaran Student Center Learning (SCL) dalam kurikulum berbasis kompetensi, yaitu :
1.4.1 Small Group Discussion
Diskusi adalah pembelajaran dengan cara mahasiswa membuat kelompok kecil yang beranggotakan 5-10 orang, kemudian yang akan mendiskusikan bahan yang berikan oleh dosen atau diperoleh sendiri oleh kelompok tersebut. Dengan diskusi kelompok kecil ini, mahasiswa diharapkan akan belajar: (a) menjadi pendengar yang baik; (b) bekerjasama untuk tugas bersama; (c) memberikan dan menerima umpan balik yang konstruktif; (d) menghormati perbedaan pendapat; (e) mendukung pendapat dengan bukti; dan (f) menghargai sudut pandang yang bervariasi (gender, budaya, dan lain-lain).
1.4.2 Simulasi/Demonstrasi
Simulasi adalah model yang membawa situasi yang mirip dengan sesungguhnya ke dalam kelas. Simulasi dapat berbentuk: (a) permainan peran (role playing). Contohnya dalam pembelajaran manajemen keperawatan tiap mahasiswa diberi peran seperti kepala ruangan, katim, atau perawat pelaksana, (b) Simulation exercices and Simulation games, dan (c) model komputer. Simulasi dapat mengubah cara pandang (mindset) mahasiswa, dengan catatan mahasiswa harus menerapkannya sesering mungkin dalam kehidupan bermasyarakat.
1.4.3 Discovery Learning
belajar mandiri. Metode ini juga menekankan pada seberapa besar keinginan seorang mahasiswa untuk memperkaya ilmunya.
1.4.4 Self-Directed Learning
Self-Directed Learning (SDL) adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa sendiri. Dalam hal ini, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pengalaman belajar yang telah dijalani, dilakukan semuanya oleh individu yang bersangkutan. Sementara dosen hanya bertindak sebagai fasilitator, yang memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswatersebut. Metode belajar ini bermanfaat untuk menyadarkan dan memberdayakan mahasiswa, bahwa belajar adalah tanggung jawab mereka sendiri. Dengan kata lain, individu mahasiswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap semua fikiran dan tindakan yang dilakukannya.
1.4.5 Cooperative Learning
1.4.6 Collaborative Learning
Collaborative Learning (CbL) adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa yang didasarkan pada
kesepakatan yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok. Masalah/tugas/kasus
memang berasal dari dosen dan bersifat open ended, tetapi pembentukan kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan
waktu dan tempat diskusi/kerja kelompok, sampai dengan bagaimana hasil
diskusi/kerja kelompok ingin dinilai oleh dosen, semuanya ditentukan melalui
keputusan bersama antar anggota kelompok.
1.4.7 Contextual Instruction
Contextual Instruction (CI) adalah konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan isi matakuliah dengann situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari dan
memotivasi mahasiswa untuk membuat keterhubungan antara pengetahuan dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat. Pada
intinya dengan CI, dosen dan mahasiswa memanfaatkan pengetahuan secara
bersama-sama, untuk mencapai kompetensi yang dituntut oleh matakuliah, serta
memberikan kesempatan pada semua orang yang terlibat dalam pembelajaran
untuk belajar satu sama lain.
1.4.8 Project-Based Learning
Project-Based Learning (PjBl) adalah metode belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam belajar pengetahuan dan keterampilan melalui
pertanyaan yang otentik dan kompleks serta tugas dan produk yang dirancang dengan sangat hati-hati.
1.4.9 Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I)
Problem-Based Learning/Inquiry(PBL/I) adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Secara umum ada empat langkah yang perlu dilakukan mahasiswa dalam PBL/I, yaitu: (a) menerima masalah yang relevan dengan salah satu/beberapa kompetensi yang dituntut matakuliah, dari dosennya, (b) melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk memecahkan masalah, (c) menata data dan mengaitkan data dengan masalah, dan (d) menganalis strategi pemecahan masalah. PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut.
1.5 Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi 1.5.1 Kondisi Pembelajaran di Perguruan Tinggi
tugas yang semuanya itu diberdasarkan dari pengalaman mengajar dosen yang
bersangkutan bersifat trial error. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan materi dan proses pembelajaran di perguruan tinggi dengan tidak lagi berbentuk
teacher center learning tetapi berganti prinsip menjadi student center learning yang di sesuaikan dengan keadaan perguruan tingginya (Dikti, 2008).
1.5.2 Perubahan dari TCL (Teacher Center Learning) kearah SCL (Student Center
Learning)
Proses pembelajaran dengan mengunakan paradigma lama dengan dosen
sebagai penyedia pendidikan, saat ini tidak akan mampu mengatasi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat. Hal ini sejalan
dengan alasan lahirnya kurikulum berbasis kompetensi, yaitu semakin pesatnya
kemajuan dunia kerja secara global menuntut tersedianya tenaga kerja memiliki
kompetensi yang mampu bersaing di di pasar dunia. Oleh karena itu SCL sebagai
paradigma baru diharapkan mampu menjadi solusi untuk mencapai kompetensi
tersebut. Paradigma baru inimenempatkan dosen hanya sebagai fasilitator dan
motivator dengan menyediakan beberapa strategi belajar yang memungkinkan
mahasiswa (bersama dosen) memilih, menemukan dan menyusun pengetahuan
serta cara mengembangkan keterampilannya (method of inquiry and discovery).
Dengan paradigma inilah proses pembelajaran (learning process) dilakukan
(Dikti, 2008).
Secara lebih rinci perbedaan antara metode pembelajaran berpusat pada
Teacher Center Learning Student Center Learning
A Pengetahuan ditransfer dari dosen ke mahasiswa
Mahasiswa secara aktif terlibat di dalammengelola pengetahuan
Fungsi dosen atau pengajar sebagai pemberi informasi utama dan evaluator
Fungsi dosen sebagai fasilitator dan evaluasi dilakukan bersama dengan mahasiswa.
F Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan secara terpisah
Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan saling
berkesinambungan dan terintegrasi
G Menekankan pada jawaban yang benar saja
I Iklim belajar lebih individualis dan Kompetitif hanya dari perkuliahan saja tetapi dapat menggunakan berbagai cara
1.6 Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam Keperawatan
Kurikulum berbasis kompetensi dalam keperawatan bisa dikatakan
menjadi solusi terbaru untuk memajukan profesi keperawatan agar mampu
bersaing dengan secara global. Hal ini sesuai dengan tema pertemuaan AIPNI
pada Oktober 2003 s.d November 2007. Di dasari oleh Kepmendiknas No.
232/U/2000, 045/U/2002 dan UU No. 20 Tahun 2003 serta untuk mengantisipasi
perkembangan global, AIPNI merasa perlu untuk melakukan perubahan pada
kurikulum Keperawatan. Pengembangan kurikulum keperawatan didasarkan pada
pengembangan masalah yang berorientasi pada hal diberikut : (1) sehat-sakit, (2)
etika keperawatan, (3) keberagaman budaya, (4) hubungan perawat-pasien, (5)
pengasuhan (Caring)(AIPNI, 2008). Berikut ini penjelasan mengenai
pemgembangan kurikulum keperawatan berdasarkan masalah adalah sebagai
berikut :
1.6.1 Sehat-sakit
Sehat adalah suatu keadaan yang dinamis dalam rentang sehat sakit yang
dapat diartikan sebagai suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang tidak
hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan. Sehat adalah tanggung jawab
individu yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti
yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu harus
dipertahankan dan ditingkatkan melalui upaya-upaya promotif, preventif,
rehabilitatif dan kuratif. Selain itu sehat ditentukan oleh kemampuan individu,
kemampuan untuk menggerakkan energi dan sumber-sumber yang tersedia untuk mencapaitujuan tersebut secara efektif dan efisien.
1.6.2 Etika Keperawatan
Etika adalah suatu prinsip dan metode yang sistematik untuk membedakan antara yang benar dari yang salah, antara yang baik dari yang buruk. Budaya, teknologi, agama/kepercayaan, dan perbedaan status ekonomi menjadi dasar untuk penetapan keputusan terkait dengan masalah etika. Konsep etika keperawatan meliputi praktek keperawatan yang berdasarkan pada pemikiran inovatif dan antisipatif tentang tanggung jawab dan kewajiban ners terhadap pasien.
1.6.3 Keragaman Budaya
Asuhan keperawatan kepada pasien, ners harus diberikan dengan memperhatikan aspek keberagaman budaya. Hal ini menjadi dasar pemikiran bahwa setiap pasien itu adalah individu yang unik. Pengembangan asuhan keperawatan mengacu pada keberagaman budaya, perbedaan gaya hidup, kepercayaan yang dianut, simbol dan pola budaya pasien.
1.6.4 Hubungan Perawat-Pasien
internal pasien. Dengan demikian, hubungan yang terjadi haruslah
menguntungkan pasien dan tidak memiliki efek yang negatif bagi pasien.
1.6.5 Pengasuhan/Kepedulian (Caring)
Caring adalah proses interpersonal yang menunjukkan perilaku yang
berhubungan dengan orang lain dalam memfasilitasi perkembangan seseorang.
Tema konseptual caring ini mengandung tingkat pemahaman peserta didik selama
proses pendidikan terhadap keberadaan pasien yang sedang mengalami satu atau
beberapa masalah kesehatan (AIPNI, 2008).
Pendekatan utama dalam pengembangan pembelajaran keperawatan yang
sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi meliputi : (a) menyelesaikan
masalah secara ilmiah yaitu kemampuan menyelesaikan masalah secara ilmiah
ditumbuhkan sejak dini dan dibina melalui berbagai bentuk pengalaman belajar
terintegrasi. Metode ini merupakan landasan utama untuk menumbuhkan dan
membina kemampuan memahami dan menerapkan proses keperawatan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, (b) pembelajaran berfokus pada peserta
didik,maksudnya ialah peserta didik diarahkan untuk belajar aktif dan mandiri
melalui metode pembelajaran berfokus pada peserta didik dengan
mengoptimalkan sumber-sumber pembelajaran untuk mencapai kompetensi ners,
(c) berorientasi ke masa depan, ialah peserta didik selalu diorientasikan pada
perkembangan ke masa depan, sehingga mereka tidak tertinggal didalam
2. Studi Fenomenologi
Menurut Fenomenologi dikembangkan Husserl dan Heidegger yang bersumber dari sebuah tradisi filsafat yang merupakan sebuah pendekatan mengenai pengalaman hidup manusia. Seorang fenomenolog memiliki keyakinan bahwa kebenaran utama tentang realitas didasarkan pada pengalaman hidup seseorang (Polit & Beck, 2004).
Pendekatan fenomenologi digunakan ketika sedikit sekali defenisi atau konsep terhadap suatu fenomena yang akan diteliti (Polit, Beck, 2001). Fenomenologi berfokus pada apa yang di alami manusia pada beberapa fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut. Fenomenologis percaya bahwa pengalaman hidup memberi arti penting terhadap persepsi masing-masing orang dari fenomena tertentu. Selain itu, seorang fenomenolog meyakini bahwa keberadaaan manusia memilik makna dan menarik karena kesadaran masyarakat terhadap keberadaannya. Tujuan penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit & Hungler, 1997).
Dalam fenomenologi deskriptif ada tiga fenomenoligist dalam proses
analisa data. Dimana ketiga tokoh ini berpedoman pada filosof Husserl yang fokus
utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena. Ketiga tokoh tersebut
adalah Collaizzi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959) (Polit, Beck &
Hungler, 2001).
Kehidupan seseorang bagi fenomenologis adalah sesuatu yang sangat
berharga dan menarik. Selain pada penelitian fenomenologi komunikasi
merupakan suatu sumber data utama, percakapan yang mendalam antara peneliti
dan partisipan sebagai subyeknya. Seorang fenomenologis berusaha untuk
membantu partisipan mengambarkan pengalaman hidupnya tanpa harus
memimpin diskusi. Selain itu, dalam wawancara yang mendalam, peneliti
berusaha untuk merasakan apa yang pernah dialami oleh informan untuk
mendapatkan informasi penuh tentang pengalaman hidup mereka (Polit, Beck &
Hungler, 2001).
3. Keabsahan Data
Ada empat kriteria untuk memperoleh keabsahan data (twustworthiness)
menurut Lincoln dan Guba (1985) yaitu : kredibilitas, transferalitas, defentabilitas,
dan konfirmabilitas.
3.1 Kredibilitas (Credibility)
Kredibilitas adalah suatu kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari
data dan informasi yang dikumpulkan. Hal ini menentukan apakah hasil penelitian
ini dapat di percaya oleh semua pembaca secara kritis dan informan sebagai
a. Prolonged Engagement yaitu adanya hubungan yang relatif lama yang
memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang di kumpulkan,
serta membangun kepercayaan antara partisipan dengan peneliti, dan dapat
menjadi tolak ukur informasi yang di dapatkan.
b. Persistent observation atau pengamatan yang berkelanjutan, sehingga
peneliti dapat memperhatikan secara cermat, teliti, mendalam dan terperinci.
c. Triangulation (triangulasi), yaitu memanfaatkan sesuatu yang di luar data
untuk mengecek atau membandingkan data yang diperoleh.
d. Peer Debriefing, yaitu mendiskusikan dengan orang lain dengan
menunjukan hasil sementara dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan
sejawat. Usahakan diskusikan dengan orang yang tidak terlibat dalam
penelitian, agak lebih objektif dan netral dengan catatan harus memilik
pengetahuan tentang pokok dan metode penelitian.
e. Member Checking adalah memvalidasi analisis yang peneliti telah buat
secara langsung kepada partisipan. Hal ini merupakan cara yang paling
penting dilakukan agar partisipan bisa memperbaiki bila ada kesalahan yang
dibuat peneliti selama wawancara berlangsung atau melengkapi hal-hal
yang diperlukan.
f. Analysis Case Negative, yaitu berusaha untuk menghindari kasus yang tidak
sesuai dengan hasil penelitian dalam waktu tertentu.
g. Refencial Adequacy Check, yaitu pengecekan bahan dokumentasi seperti
hasil rekaman tape atau video-tape sebagai bahan refensi untuk
3.2 Tranferabilitas (Transferability)
Tranferabilitas adalah suatu kriteria untuk memenuhi bahwa hasil
penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat di transfer ke subyek lain
yang memiliki topologi yang sama. Tranferabilitas bertujuan agar hasil penelitian
dapat diaplikasikan dalam situasi lain.
3.3 Dependabilitas (Defendability)
Defendabilitas adalah suatu kriteria untuk menilai apakah proses penelitian
kualitatif bermutu atau tidak. Teknik yang sering digunakan adalah defendability
audit yaitu meminta dependen atau independen auditor untuk memeriksa aktifitas
peneliti. Dependabilitas sering juga dikenal dengan reliabilitas atau syarat
validitas.
3.4 Konfirmabilitas (Confirmability)
Konfirmabilitas adalah suatu kriteria yang digunakan untuk membuktikan
kebenaran atau menilai kualitas dari hasil penelitian sesuai dengan data yang
dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan
membicarakan hasil penelitiaan dengan orang yang tidak ikut dan tidak