TINJAUAN PUSTAKA
Terung Belanda
Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae
yang berasal dari daerah subtropis. Buah terung belanda saat ini telah banyak dibudidayakan oleh petani di daerah Tanah Karo Sumatera Utara. Berdasarkan
pada warna kulit dan daging buah, terung belanda memiliki tiga tipe yaitu merah, merah tua dan kuning (Julianti, 2011).
Terung belanda lebih dikenal sebagai pohon tomat karena hampir sama
dengan tomat. Terung belanda memiliki varietas warna yaitu merah dan kuning, tetapi warna merah yang lebih dikenal dan dapat diterima. Warna merah
disebabkan adanya pigmen antosianin, sedangkan warna kekuning-kuningan disebabkan adanya pigmen karotenoid (Lister et al., 2005).
Terung belanda dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 1800-2800 m
pada suhu 18-20oC dengan kecuraman 600-800 mm. Buah terung belanda dengan panjang 5-7 cm memiliki warna hijau, hijau kekuningan dan kuning pada bagian
dalam buahnya. Kebanyakan masyarakat menggunakan buah terung belanda untuk menyembuhkan penyakit dan mengobati anemia (Mandey et al., 2003).
Apabila ditinjau dari komposisi kimianya, buah terung belanda
mempunyai komponen-komponen vitamin antara lain vitamin A, C, E dan vitamin B6. Di samping itu, mengandung serat terlarut dan juga mineral-mineral Fe dan
fungsional yang cukup tinggi bila digunakan sebagai sumber antioksidan alami (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Terung belanda selain kaya akan air juga mengandung provitamin A yang baik untuk kesehatan mata dan vitamin C untuk mengobati sariawan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Mineral penting seperti potassium, fosfor dan
magnesium mampu menjaga dan memelihara kesehatan tubuh. Serat yang tinggi di dalam terung belanda bermanfaat untuk mencegah kanker dan sembelit
(Astawan, 2008).
Terung belanda merupakan buah yang mempunyai kandungan gizi dan vitamin yang sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia seperti antosianin,
karotenoid, vitamin A, B6, C dan E serta kaya akan zat besi, potassium dan serat.
Terung belanda mempunyai kandungan sodium yang rendah. Rata-rata buah
terung belanda mempunyai kalori kurang dari 40 kalori (± 160 kilojoule). Hasil analisis lengkap kandungan gizi buah terung belanda dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan gizi buah terung belanda pada Tabel 1 merupakan buah yang sudah
matang (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Proses Terjadinya Pematangan Buah
Umumnya tahapan proses pertumbuhan hasil pertanian meliputi
pembelahan sel, pendewasaan sel, pembesaran sel, pematangan, kelayuan dan pembusukan. Pada buah pembelahan sel terjadi setelah terjadinya pembuahan kemudian diikuti dengan pembesaran dan pengembangan sel sampai mencapai
Tabel 1. Kandungan gizi buah terung belanda/100 gram1)
Sumber : Clinical Handbook, NZ Dietetic Assoc. Inc (1995) dalam Kumalaningsih dan Suprayogi (2006)
Selama proses pematangan buah, terjadi kehilangan klorofil dan peningkatan kadar pigmen lain, seperti karotenoid. Perubahan karotenoid ini dapat merupakan perubahan yang nyata, artinya kadar karotenoid memang meningkat
atau hanya merupakan perubahan yang bersifat pemunculan, artinya dengan hilangnya klorofil maka karotenoid yang sebelumnya memang sudah ada pada
permukaan buah kini menjadi makin terlihat jelas (Zulkarnain, 2009).
Tingkat kematangan buah tidaklah sama. Jenis buah yang sama akan tetapi varietasnya berlainanpun saat panennya bisa berbeda. Agar panen tidak
terlambat atau bahkan terlalu cepat kita perlu mengetahui saat kematangan buah. Beberapa cara-cara penentuan tingkat kematangan buah adalah 1) berdasarkan
umur panen, 2) berdasarkan sifat visual atau penampakannya, 3) berdasarkan kandungan kimia, 4) berdasarkan tingkat kekerasan dan 5) berdasarkan uji organoleptik. Umur panen ditentukan saat tanaman mulai disemai atau ditanam
berdasarkan ukuran buah. Ada hal-hal tertentu yang dapat dijadikan patokan bahwa buah sudah matang, seperti warna kulit, bentuk, ukuran buah ataupun
tanda-tanda lainnya. Kandungan pati, asam, minyak dan total padatan terlarut dapat dipakai sebagai penanda kematangan buah. Tingkat kekerasan buah dapat diuji dengan menggunakan alat pressure testic atau fruit hardness tester.
Kematangan buah ditentukan dengan indera perasaan manusia melalui hidung, mulut, lidah atau tangan (Satuhu, 1994).
Dari kelima cara di atas, yang paling praktis untuk menentukan kematangan buah adalah berdasarkan sifat visual atau penampakannya, dengan melihat secara visual bentuk buah, warna dan tanda-tanda lain secara fisik kita
dapat memperkirakan kematangan buah sehingga dapat menentukan saat panen yang tepat. Waktu panen dapat dilakukan pagi, siang atau malam hari tergantung
jenis komoditi dan jauh dekatnya daerah pemasaran (Satuhu, 1994).
Kematangan buah ditentukan berdasarkan warna dan kekerasan. Buah yang matang warna kulitnya kekuningan dan teksturnya melunak. Buah yang
matang dipisahkan hanya untuk keperluan pasar lokal. Buah yang akan dipasarkan ke tempat jauh dipilih yang tua tetapi belum matang, sebab buah yang matang
sangat rentan terhadap tekanan yang kecil sekalipun. Bila buah yang matang dikemas dan diangkut untuk pasar yang jauh maka buah akan menjadi rusak, lecet, memar dan penyok akibat tekanan (Satuhu, 1994).
Indikator kematangan pada buah adalah terbentuknya warna merah atau kuning secara penuh, bergantung pada kultivarnya. Pencapaian warna merah atau
dijadikan sebagai kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan mentah atau matangnya suatu buah. Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen, yang
umumnya dapat dibedakan atas empat kelompok, yaitu klorofil, antosianin, flavonoid dan karotenoid (Kader, 2001 ; Winarno dan Aman, 1981).
Lain halnya dengan susut bobot yang terjadi pada buah. Terjadinya susut
bobot disebabkan hilangnya air dalam buah dan adanya respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O (Kader, 2001). Menurut Salunkhe dan Desai (1984)
penurunan berat pada buah dapat ditandai dari warna kulit terluar maupun dari ukuran berat buah. Untuk buah dan sayur, rasio tertinggi adalah pada area permukaan sampai keseluruhannya. Terjadinya penurunan berat pada buah
dikarenakan kehilangan air dalam buah (Prohens et al., 1996).
Vitamin C merupakan komponen zat gizi yang sangat penting, yang
terdapat dalam buah termasuk terung belanda. Menurut Chempakam (1983) terjadinya kerusakan vitamin C berhubungan dengan adanya aktivitas enzim ascorbic acid oxidase dalam jumlah yang lebih tinggi terdapat pada buah yang
matang. Menurut Wills, et al (1981) penurunan kandungan asam dikarenakan terjadinya konversi asam yang membentuk gula setelah buah matang. Demikian
juga halnya dengan peningkatan kandungan padatan terlarut dikarenakan adanya perubahan polisakarida yang terdiri dari pati, pektin dan hemiselulosa, menjadi gula terlarut sederhana (Julianti, 2011).
Penurunan nilai total padatan terlarut juga terjadi karena selama penyimpanan terjadi aktivitas enzim. Selama penyimpanan, pH cenderung
dimana keasaman dipengaruhi dengan kandungan asam askorbat. Peningkatan total asam yang biasa terjadi pada produk olahan sayur dan buah karena adanya
aktivitas bakteri pemecah gula yang menghasilkan asam (Dewandari et al., 2009). Sehubungan dengan adanya aktivitas enzim asam askorbat oksidase maka pada hasil tanaman setelah dipanen akan berlangsung penurunan kadar
vitamin C. Total asam atau keasamannya diketahui akan semakin bertambah sampai saat-saat hasil tanaman itu dipanen, akan tetapi setelah hasil tanaman itu
dipanen dan dalam penyimpanan keasaman itu diketahui akan semakin menurun (Kartasapoetra, 1994).
Pematangan Buah Terung Belanda
Indeks kematangan pada buah terung belanda ditandai dengan warna kulit dan daging buah. Indikator lainnya yang berkaitan dengan warna kulit
tersebut adalah adanya perubahan kekerasan, kandungan juice dan total padatan terlarut. Selama proses pematangan dapat terjadi perubahan warna kulit pada buah. Pada buah terung belanda, perubahan warna kulit dari hijau menjadi ungu
tua disebabkan oleh klorofil dan antosianin hingga akhirnya berubah menjadi merah (Julianti, 2011).
Menurut El-Zeftawi, et al (1988) selama dalam proses pematangan pada buah, terjadi perubahan warna kulit pada buah terung belanda dari hijau menjadi merah sehingga warna kulit dapat digunakan sebagai indikator pematangan pada
buah terung belanda. Perubahan warna ini terjadi akibat adanya degradasi klorofil dan sintesa pigmen antosianin (Julianti, 2011 ; Barus dan Syukri, 2008).
menunjukkan terjadinya pelunakan pada buah. Menurut Heatherbell, et al (1982) selama terjadi proses pemasakan buah maka akan mengalami perubahan
kandungan pektin oleh aktivitas enzim yang menyebabkan buah menjadi lunak. Perubahan tekstur pada buah disebabkan karena aktifnya enzim-enzim pektinmetilasterase dan poligalekturonase selama proses pematangan buah telah
mengalami pemecahan menjadi senyawa-senyawa lain, sehingga tekstur yang tadinya keras akan berubah menjadi lunak. Tekstur akan mengalami perubahan
lebih cepat ketika buah berada dalam penyimpanan (Kartasapoetra, 1994).
Selama proses pematangan buah juga terjadi pembentukan aroma pada buah. Menurut Wills, et al (1981) perombakan bahan-bahan organik kompleks
yang terjadi selama proses respirasi akan menghasilkan gula-gula sederhana dan asam-asam organik yang akan mempengaruhi aroma pada buah.
Perbedaan tingkat kematangan buah terung belanda pada saat panen akan menyebabkan terjadinya perbedaan mutu selama penyimpanan. Semakin tinggi tingkat kematangan pada buah, maka untuk kadar air, total padatan terlarut, nilai
warna serta kesukaan terhadap aroma dan tekstur akan semakin meningkat pula, tetapi untuk kandungan vitamin C, total asam dan nilai kekerasan akan semakin
menurun (Julianti, 2011).
Jenis-Jenis Perangsang Pematangan Buah
Beberapa zat yang dapat digunakan untuk mempercepat pematangan buah diantaranya adalah etilen (C2H4), kalsium karbida (CaC2), asam-asam
tertentu, sulfur oksida, sulfit, karbondioksida (CO2) dan borat. Zat-zat tersebut
Etilen
Etilen (C2H4) adalah senyawa kimia yang mudah menguap, yang
dihasilkan selama proses masaknya hasil tanaman terutama buah dan sayuran. Produksi etilen erat hubungannya dengan aktivitas respirasi, karena apabila produksi etilen banyak maka aktivitas respirasi meningkat yang ditandai dengan
makin banyaknya oksigen yang diserap (Kartasapoetra, 1994).
Etilen terbentuk dalam buah yang sedang mengalami pemasakan. Dengan
adanya rangsangan produksi etilen maka aktivitas respirasi akan terangsang pula dan dengan demikian akan berpengaruh terhadap menjadi masak dan tuanya buah. Adapun kelemahan dalam perlakuan dengan etilen sebagai berikut: 1) pada suhu
dan tekanan normal etilen itu berbentuk gas, 2) jumlah etilen aktif yang dihasilkan jaringan tanaman relatif kecil (Kartasapoetra, 1994).
Kalsium Karbida dan Gas Asetilen
Karbit adalah senyawa kimia dengan rumus kimianya adalah CaC2 yang
apabila bereaksi dengan air akan menghasilkan asetilen dan kalsium hidroksida.
Karbit merupakan zat yang berfungsi untuk mempercepat proses pematangan pada buah. Selain umum digunakan, karbit juga memiliki harga yang relatif murah dan
mudah diperoleh di pasaran (Efendi, 2007).
Perlakuan dengan kalsium karbida (CaC2) untuk menghasilkan gas
asetilen digunakan untuk mempercepat pematangan buah. Asetilen dapat
diperoleh dari asap hasil pembakaran setiap bahan seperti daun, ranting-ranting dan jerami dapat pula mempercepat pematangan. Analisis dari asap ini dengan
Ethepon
Ethepon merupakan penghasil etilen (Ethylene Realising Agent) dengan
bahan aktif asam 2-kloroetil fosponat yang memiliki rumus bangun seperti pada Gambar 1. Ethepon dapat menghasilkan etilen secara langsung pada fungsi tanaman sehingga mempercepat kematangan buah (Satuhu dan Supriyadi, 2000).
Adapun mekanisme pembentukan etilen dari ethepon seperti pada Gambar 2.
O
Cl CH2 CH2 P OH
OH
Gambar 1. Struktur kimia ethepon (Abeles, 1973)
O
Cl CH2 CH2 P OH + H2O HCl + CH2 CH2 + H2PO4
O
Gambar 2. Pembentukan etilen dari ethepon (Abeles, 1973)
Ethepon dapat menembus kutikula buah dan mempercepat pembentukan
warna bagian yang diberi perlakuan, namun penetrasi dan perangsangan pematangan terjadi lebih cepat bila pemberian zat itu dilakukan pada luka bekas
tangkai buah daripada bagian samping buah. Penyemprotan ethepon pada daun juga dapat membuat proses pematangan yang merata dan kemasakan total pada waktu yang bersamaan pada buah. Pemasakan buah dapat dipercepat pada awal
musim untuk memperoleh buah yang dapat dipasarkan dengan harga tinggi (Pantastico, 1993).
buah, baik melalui penyemprotan daun maupun sebagai perlakuan pasca panen, mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut: 1) biaya sortasi buah dapat
dikurangi karena meratanya pematangan, 2) pematangan yang cepat akan menurunkan kehilangan berat dan dapat memperpanjang umur simpan, 3) tidak diperlukan adanya ruang pematangan, 4) pemasakan buah dapat dipercepat pada
awal musim untuk memperoleh buah yang dapat dipasarkan dengan harga tinggi dan 5) hasil panen sekaligus meningkat (Pantastico, 1993).
Secara teoritis dari segi fisiologi tumbuhan disebutkan bahwa mekanisme kerja ethepon dalam proses pemasakan buah sebagai berikut: 1) adanya ethepon menyebabkan enzim lebih mudah mencapai substrat karena akan mempercepat
proses respirasi di dalam buah dan mempercepat pula proses perubahan karbohidrat menjadi gula sehingga proses pemasakan menjadi lebih cepat. Hal ini
akan berpengaruh pada aroma, warna dan rasa buah yang telah diberi perlakuan ethepon, 2) ethepon pada tingkat sel akan menyebabkan molekul etilen (C2H4)
lebih mudah masuk ke dalam membran karena etilen (C2H4) mampu menambah
permeabilitas membran sel sehingga membran substrat akan lebih mudah dicapai oleh enzim pada proses respirasi (Apriyanti, 2008).
Pada buah terung belanda dengan warna kulit hijau, tingkat kematangannya akan semakin tinggi dengan adanya perlakuan ethepon. Pengaruh perlakuan ethepon dengan konsentrasi 250 ppm dapat memberikan perubahan
pada buah, tetapi buah akan mencapai kematangan penuh dengan konsentrasi ethepon 500 dan 750 ppm. Dengan demikian semakin tinggi konsentrasi ethepon
kematangan dan suhu penyimpanan. Sebagai buah yang matang, peningkatan pada indeks kematangan karena adanya penurunan keasaman dan peningkatan padatan
terlarut (Prohens et al., 1996).
Pengaruh pemberian ethepon pada buah akan merangsang penurunan keasaman dan terjadi pelunakan pada buah. Selama proses pematangan, ethepon
memberikan pengaruh terhadap total padatan terlarut. Pemberian ethepon itu sendiri tidak mempengaruhi pembesaran pada buah selama proses pematangan.
Oleh karena itu, pemberian ethepon hanya untuk merangsang pematangan pada buah (Ban et al., 2007).
Pengaruh perendaman dalam konsentrasi ethepon 750 ppm selama
penyimpanan dapat meningkatkan total padatan terlarut, penurunan total asam dan mempercepat penurunan berat. Dengan pemberian ethepon pada buah dapat
mempercepat waktu pematangan. Semakin tinggi konsentrasi ethepon yang digunakan, maka akan semakin tinggi pula tingkat kematangan pada buah (Null, 2008).
Dengan adanya perlakuan ethepon dapat terjadi penurunan berat pada buah selama penyimpanan. Terjadinya penurunan berat ini disebabkan karena
berlangsungnya proses respirasi sehingga terjadi penurunan berat pada buah selama pematangan. Selain itu, selama proses pematangan juga dapat terjadi perubahan warna pada buah. Perubahan warna selama pematangan disebabkan