• Tidak ada hasil yang ditemukan

Good Corporate Governance GCG dalam Isla (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Good Corporate Governance GCG dalam Isla (1)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate

Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance (GCG)

merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten.

Hal mengenai Good Corporate Governance mulai terdengar di Indonesia sejak tahun 1997, dimana pada saat itu bangsa Indonesia

mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Untuk bangkit dari krisis ekonomi tersebut bangsa Indonesia butuh waktu yang lama. Lamanya perbaikan ni disebabkan karena masih lemah dan kurangnya perusahaan di Indonesia dalam menerapkan Good Corporate

Governance. Ditambah lagi dengan adanya kasus Kimia Farma pada tahun

2002 yang terjadi akibat adanya manipulasi

laporan keuangan. Hal ini semakin menambah perhatian para pelaku dunia usaha dan pihak regulator akan penerapan Good Corporate Governance di Indonesia. Para pelaku dunia usaha diharapkan dapat mengubah cara mereka dalam melakukan dan mengelola bisnis mereka untuk lebih transparan dan menciptakan korporat yang sehat. Penerapan prinsip Good

Corporate Governance (GCG) dalam dunia usaha di

(2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder

(Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Good Corporate Governance dalam Islam itu memiliki perbedaan, GCG dalam islam memiliki fitur unik dan menyajikan karakteristik khas dibandingkan dengan konsep barat Anglo-Saxon dan model Eropa. Ini menggabungkan unsur Tauhid, Syura, aturan syariah dan memelihara tujuan pribadi tanpa mengabaikan tugas sosial kesejahteraan.

(3)

keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholder pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, Manajer, Pemagang Saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001) punya definisi lain, menurut mereka pengertian Good Corporate

Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan

antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Menurut Bank Dunia, Good Corporate

Governance (GCG) adalah kumpulan dari hukum, regulasi dan

peraturan yang mengisi dan mendorong kinerja sumber daya perusahaan agar berfungsi secara efisien.

Sementara itu, menurut keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: KEP/117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance (GCG) pada badan usaha milik Negara maka ditetapkan bahwa GCG adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya (Sedarmayanti:2007)

(4)

Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dalam terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar.

Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh organisasi perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku.

Dari definisi tentang Corporate Governance diatas, maka dapat diketahui adanya aspek-aspek penting dari Corporate Governance

yang perlu dipahami oleh perusahaan agar dapat bersaing dalam dunia bisnis adalah:

1. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan diantaranya yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan Direksi.

2. Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder.

3. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan.

4. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang materiil dan relevan.

2.2

Good Corporate Governance dalam Islam

Konsep tentang Good Corporate Governance secara universal sangat erat kaitannya dengan ajaran agama-agama yang ada. Prinsip

Good Corporate Governance ternyata selaras dengan ajaran agama

(5)

menggabungkan nilai-nilai etika seperti itu menjadi Good Corporate

Governance yang islami. Akibatnya, dalam prakteknya, sebagian besar

dari perusahaan ‘Islam’ menggunakan standar tata kelola perusahaan konvensional yang mungkin tidak konsisten dengan nilai-nilai Islam. Perspektif Islam melihat tata praktek perusahaan sebagai kewajiban Muslim kepada Allah, sehingga mengarah kepada kontrak 'implisit' dengan Allah dan kontrak eksplisit dengan manusia.

Good Corporate Governance dalam islam memiliki fitur unik dan

menyajikan karakteristik khas dibandingkan dengan konsep barat Anglo-Saxon dan model Eropa. Ini menggabungkan unsur Tauhid, Syura, aturan syariah dan memelihara tujuan pribadi tanpa mengabaikan tugas sosial kesejahteraan. Islam juga percaya bahwa kegiatan sehari-hari seseorang dan transaksi perusahaan harus didasarkan pada nilai-nilai kejujuran, ketegasan, rasa hormat, keadilan, toleransi, kesabaran, dan kejujuran, bukan kebohongan, keangkuhan, pembangkangan, iri, dengki, fitnah dan membesarkan diri (MK Hassan, 2002). Ini juga harus diwujudkan dalam keterlibatan individu pada kegiatan usaha dan operasi serta hubungan mereka dengan semua stakeholder masing-masing. Secara keseluruhan, pandangan Islam tentang tata kelola perusahaan lebih komprehensif daripada pandangan stakeholder dan erat kaitannya dengan nilai-nilai etika dalam Islam.

(6)

dengan nilai-nilai yang berlaku secara spesifik di suatu negara maupun nilai-nilai GCG yang berlaku umum didalam mejaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

2.3 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari Good Corporate

Governance (GCG) yaitu:

1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Dalam hubungannya dengan islam, konsep

transparency (keterbukaan informasi) telah diungkapkan oleh

Allah dalam potongan ayat berikut:

menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempo hingga ke suatu masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar). Dan janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana

Allah telah mengajarkannya…..

.”

(Q.S. Al-Baqarah:282)

2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian

(7)

memiliki rasa pertanggungjawaban yang tinggi dalam pekerjaan mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S. Al Anfaal:27)

4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana

perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil

dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam Al-Qur’an, prinsip fairness ini dijelaskan dalam

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisaa:58)

(8)

dan kode etik perusahaan serta pedoman Corporate Governance, agar visi dan misi perusahaan dapat terwujud. Pedoman Corporate

Governance yang telah dibuat hendaknya dijadikan kode etik

perusahaan yang dapat memberikan acuan pada pelaku usaha untuk melaksanakan GCG secara konsisten dan konsekuen. Hal ini penting karena mengingat kecenderungan aktifitas usaha yang semakin mengglobal dan dapat dijadikan sebagai ukuran perusahaan untuk menghasilkan suatu kinerja perusahaan yang lebih baik.

Melalui pemenuhan kepentingan yang seimbang, benturan kepentingan yang terjadi di dalam perusahaan dapat diarahkan dan dikontrol sedemikian rupa, sehingga tidak menyebabkan timbulnya kerugian bagi suatu perusahaan. Berbagai macam korelasi antara implementasi prinsip-prinsip GCG didalam suatu perusahaan dengan kepentingan para pemegang saham, kreditor, manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, dan tentunya para anggota masyarakat, merupakan indikator tercapainya keseimbangan kepentingan.

2.4 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance

Prinsip Good Corporate Governance diharapkan menjadi titik rujukan pembuat kebijakan (pemerintah) dalam membangun kerangka kerja penerapan Corporate Governance. Bagi pelaku usaha dan pasar modal, prinsip ini dapat menjadi pedoma mengelaborasi praktek terbaik bagi peningkatan nilai dan keberlangsungan perusahaan.

Dalam keputusan BUMN Nomor: Kep.117/M-MBU/2000 diutarakan bahwa penerapan Good Corporate Governance pada BUMN, bertujuan untuk :

(9)

2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.

3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggug jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.

4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional. 5. Meningkatkan investasi nasional.

6. Mensukseskan program privatisasi.

Penerapan Good Corporate Governance dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan denga keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya Corporate Governace dapat meningkatkan kepercayaan investor. Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan investor, lemahnya praktik

Good Governance merupakan salah satu faktor yang memperpanjang

krisis ekonomi di negara kita.

Esensi Good Corporate Governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholder dan pemakai kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih, 2003). Disamping hal tersebut Corporate Governance juga mempunyai manfaat. Menurut FCGI (2001) manfaat dari penerapan GCG adalah sebagai berikut :

(10)

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murahsehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.

Manfaat Good Corporate Governance (GCG) ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global.

2.5 Etika Bisnis dan Penerapan

Good Corporate

Governance

1. Code of Corporate and Business Conduct

Kode etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of

Corporate and Business Conduct) merupakan implementasi salah

satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etika bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas ekonomi perusahaan. Pelanggaran atas kode etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori yang melanggar hukum.

(11)

Kepatuhan pada kode etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham

(stakeholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Beberapa contoh etika yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan

(conflict of interest).

- Informasi rahasia

Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga bagi pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Kekayaaan Intelektual (HKI) serta harus member respek terhadap hak yang sama dari pihak lain.

- Conflict of Interest

Seluruh karyawan dan pimpina perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan dan pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan perusahaan.

(12)

Setiap karyawan dan pemimpin perusahaan yang melanggar ketentuan dan kode etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan. Beberapa tindakan karyawan dan pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahkan asset milik perusahaan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset perusahaan.

2.6 Pihak yang Berpengaruh

 Bagian Legal dan Compliance,

 Internal Audit perusahaan BUMN & Swasta,  Dana Pensiun,

 Yayasan/Koperasi,

 Dan siapapun yang hendak mengimplementasikan GCG.

2.7 Tahap-tahap Penerapan GCG

(13)

berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).

Tahap Persiapan

Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment, dan 3) GCG manual building. Awareness building

merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya.

GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment

dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual

atau pedoman implementasi GCG dapat disusun. Penyusunan manual

dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:

 Kebijakan GCG perusahaan

 Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan  Pedoman perilaku

(14)

 Kebijakan disclosure dan transparansi  Kebijakan dan kerangka manajemen resiko

Roadmap implementasi

Tahap Implementasi

Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:

1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan. 2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan

pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.

3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.

Tahap Evaluasi

(15)

penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentukassessment, audit atau

scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang

diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

2.8 Penerapan GCG di Indonesia

Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari delapan tahun. Krisis ini ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai “The Asian Tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis politik. Setelah delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih. Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara ASEAN lainnya. Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat pada penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003).

(16)

kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor. Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance oleh komunitas bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating

implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s.

Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia telah diperkuat dengan kapastian hukum, dengan lahirnya peraturan perundangan antara lain :

1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 Tentang Pengembangan Praktek Good Corporate Governance (GCG) dalam Perusahaan Perseroan.

4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara.

(17)

6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia No. 37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari 2002 perihal Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan KKN.

7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 518/S-KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pelaksanaan GCG dan Instruksi Untuk Pembentukan Tim Perumus Panduan Penerapan GCG.

8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Perseroo) Nomor. 520/S-KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite Audit. 9. Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) No. 81/Dirut/1201 tanggal 27 Desember 2001 Tentang Gerakan Moral Pos Indonesia. BTP (Bersih, Transparan dan Profesional).

2.9 Contoh Penerapan

Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) pada Bank Muamalat Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan di Bank Muamalat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Muamalat Spirit sebagai semangat dan landasan moral untuk mencapai visi dan misi Bank Muamalat yang dijalankan melalui pengabdian serta ketaatan kepada Allah SWT. Semangat inilah yang menjadi dasar bagi pengelolaan usaha, aktivitas dan bisnis di Bank Muamalat. Dengan komitmen yang tinggi, Bank Muamalat berupaya agar selalu konsisten dalam menerapkan dan meningkatkan implementasi GCG.

Seperti halnya Muamalat Spirit yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan GCG, langkahTransformasi yang dilakukan oleh Manajemen Bank sejak tahun 2009 merupakan upaya untuk lebih memacu pelaksanaan tata kelola perusahaan yang lebih baik di Bank Muamalat, disamping terus mengembangkan budaya kepatuhan serta meningkatkan kesadaran akan risiko yang dihadapi.

(18)

independensi, fairness dan sikap kepedulian yang dijalankan secara Islami.

Kewajiban untuk melaksanakan serta menyampaikan laporan GCG kepada Bank Indonesia, telah dilakukan Bank Muamalat secara berkesinambungan dengan pelaksanaan yang semakin baik. Hal ini merupakan wujud dari komitmen Bank Muamalat dalam melaksanakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 dan Surat Edaran (SE) BI No.12/13/DPbS tanggal 30 April 2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) terutama Pasal 62 dan Pasal 63 mengenai kewajiban Bank untuk menyampaikan Laporan Pelaksanaan GCG kepada Bank Indonesia (BI) dan pemangku kepentingan lainnya.

Dalam melaksanakan GCG, Bank Muamalat tidak hanya berpedoman pada ketentuan dan peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan GCG sebagaimana disebutkan di atas, namun juga berpedoman pada ketentuan internal dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku lainnya.

Penerapan Good Corporate Governance pada PT Pertamina

(19)

Manajemen GCG nantinya akan menerima pengaduan dengan whistle blower system yang akan diterapkan, selanjutnya tugas SPI melakukan audit pendalaman (khusus) untuk membedah permasalahan tersebut secara komprehensif. Selanjutnya, rekomendasi akan diberikan ke SDM untuk bisa diambil eksekusinya.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992. Anwar, Prof. Dr. H. Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: RM Books, 2007.

Thahhan, Dr. Musthafa Muhammad, Pemikiran Moderat Al-Banna, Bandung: Harakatuna (Group Syamil), 2007.

Sudarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, 2003

Sedarmayanti. 2007. Good Governance dan Good Corporate Governance. Bandung : CV.Mandar Maju

FCGI. 2001.Corporate Governance:Tata Kelola Perusahaan. Edisi ketig a. Yogyakarta: Penerbit: Sekolalah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Referensi

Dokumen terkait

(Mohon untuk tidak melewatkan satu pertanyaan pun). Saya tidak mudah terpancing untuk marah. Saya merasa cemas bila berada dalam lin _I. Saya akan berusaha mawas diri jib

(“Kata -kata, dalam arti langsung, adalah tanda-tanda yang masuk akal terhadap ide-ide orang yang yang menggunakannya. Mereka yang menggunakannya memiliki tanda ini,

Dari identifikasi ketiga karakteristik, yaitu: motif koloni, bentuk, dan ukuran sporangium, serta gejala fisik pada tanaman, menunjukkan bahwa keempat spesies cendawan patogen

Sequence Diagram Input Data Calon Penerima .... Sequence Diagram

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pendidikan yang paling mendasar, dan PAUD yang berkualitas akan

[r]

Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) pelanggaran maksim kuantitas pada sinetron komedi ini disebabkan

Dengan demikian maka hipotesis dalam penelitian ini yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan positif signifikan antara Self-Efficacy Akademik dengan Prestasi