• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan - Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Konsep Diri Perempuan Penderita Kanker terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan - Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Konsep Diri Perempuan Penderita Kanker terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Simon-Morton, dkk., (1995) dalam Azwar (2003), mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan dan diingat. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton TV dan dari pengalaman hidup. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden.

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu:

1. Tahu (know)

(2)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang I pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan yang bergizi.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam penghitungan-penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle)

di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (analysis)

(3)

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

Menurut Taufik (2007), sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni:

1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

(4)

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di kehendaki oleh stimulus

5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.2. Konsep Diri 2.2.1. Definisi

Konsep diri merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui siapa dirinya dan memengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2005).

Cara individu melihat pribadinya secara utuh, menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual. Termasuk di dalamnya persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksinya dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek tertentu, serta tujuan, harapan, dan keinginan individu itu sendiri (Sunaryo, 2004).

(5)

2.2.2 Komponen Konsep Diri

Terdapat lima komponen konsep diri, yakni gambaran diri/citra tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan identitas diri (self identity) (Sunaryo, 2004).

1. Gambaran diri/citra tubuh (body image)

Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun tidak, yang ditujukan terhadap dirinya (Sunaryo, 2004).

Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri adalah sebagai berikut: Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol, bentuk tubuh, TB dan BB serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin sekunder (mammae, menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan bulu), menjadi gambaran diri, cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis, Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat mendorong sukses dalam hidupnya.

2. Ideal diri (self ideal)

(6)

Ideal diri bisa bersifat realistis, bisa juga tidak. Saat ideal diri seseorang mendekati persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut cenderung tidak ingin berubah dalam kondisi saat ini. Sebaliknya jika ideal diri tersebut tidak sesuai dengan persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut akan terpacu untuk memperbaiki dirinya, Tetapi jika ideal diri terlalu tinggi justru dapat menyebabkan harga diri rendah (Stuart & Sundeen, 2005).

Beberapa hal yang berkaitan dengan ideal diri antara lain: pembentukan ideal diri pertama kali pada masa anak-anak dan masa remaja terbentuk melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru dan teman, ideal diri individu dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting dalam memberikan tuntutan dan harapan, ideal diri mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.

Faktor yang memengaruhi ideal diri yaitu; kecenderungan individu untuk menetapkan ideal diri pada batas kemampuan, faktor budaya yang memengaruhi individu yang menetapkan ideal diri yaitu standar yang terbentuk ini kemudian akan dibandingkan dengan standar kelompok teman, ambisi dan keinginan untuk sukses dan melampaui orang lain, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.

3. Harga diri (self esteem)

(7)

pada penerimaan diri sendiri tanpa syarat. Walaupun orang tersebut melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga. Harga diri ini dapat menjadi rendah saat seseorang kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain, kehilangan penghargaan dari orang lain, atau saat ia menjalani hubungan interpersonal yang buruk.

Beberapa cara untuk meningkatkan harga diri seseorang antara lain dengan memberikan kesempatan untuk berhasil, memberinya gagasan, mendorongnya untuk beraspirasi serta membantunya membentuk koping.

4. Peran diri (self role)

(8)

serta sikapnya. Peran berlebih terjadi ketika individu mengalami banyak peran dalam kehidupannya (Mubarak, 2007).

5. Identitas diri (self identity)

Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintetis semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 2005). Identitas mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungan dengan orang lain (Hidayat, 2006).

2.2.3 Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri

Konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Tingkat perkembangan dan kematangan

Dukungan mental, pertumbuhan, dan perlakuan terhadap anak akan memengaruhi konsep diri mereka. Seiring perkembangannya, faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri individu akan mengalami perubahan. Sebagai contoh, bayi membutuhkan lingkungan yang mendukung dan penuh kasih sayang, sedangkan anak membutuhkan kebebasan untuk belajar dan menggali hal-hal baru.

2. Keluarga dan budaya

(9)

banyak mendapat pengaruh nilai dari budaya dan keluarga tempat ia tinggal. Selanjutnya perasaan akan diri (sense of life) mereka akan banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Sense of self ini akan terganggu saat anak harus membedakan harapan orang tua, budaya, dan harapan teman sebaya.

3. Faktor eksternal dan internal

Kekuatan dan perkembangan individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri mereka. Pada dasarnya, individu memiliki dua sumber kekuatan, yakni sumber eksternal meliputi dukungan masyarakat yang ditunjang dengan kekuatan ekonomi yang memadai. Sedangkan sumber internal meliputi kepercayaan diri dan nilai-nilai yang dimiliki.

4. Pengalaman

Ada kecenderungan bahwa konsep diri yang tinggi berasal dari pengalaman masa lalu yang sukses. Demikian pula sebaliknya, riwayat kegagalan masa lalu akan membuat konsep diri rendah. Sebagai contoh, individu yang mengalami kegagalan cenderung memandang diri mereka sebagai orang yang gagal. Sedangkan individu yang pernah mengecap kesuksesan akan mengalami konsep diri yang lebih positif.

5. Penyakit

(10)

6. Stresor

Stresor dapat memperkuat konsep diri seseorang apabila ia mampu mengatasinya dengan sukses. Di sisi lain, stresor juga dapat menyebabkan respons maladaptif, seperti menarik diri, ansietas, bahkan penyalahgunaan zat. Mekanisme koping yang gagal dapat menyebabkan seseorang merasa cemas, menarik diri, depresi, mudah tersinggung, rasa bersalah, dan marah, dan hal ini akan memengaruhi konsep diri mereka (Mubarak, 2007).

2.2.4 Rentang Respon Konsep Diri

Respon konsep diri sepanjang rentang sehat sakit berkisar antara status aktualisasi diri yang paling adaptif dan status keracunan identitas yang lebih maladaptif serta depersonalisasi. Keracunan identitas merupakan suatu bentuk kegagalan individu dalam mengintegrasikan berbagai proses identifikasi pada masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Depersonalisasi adalah suatu bentuk perasaan tidak realistis dan keterasingan dari diri sendiri (Mubarak, 2007).

(11)

Sebaliknya, seseorang yang konsep diri positif (respon adaptif) akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu termasuk terhadap kegagalan yang dialaminya, mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan (Calhoun & Acocella, 1990).

Rentang Respon Konsep Diri

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri rendah Keracunan Depersonalisasi identitas Gambar 2.1. Rentang Respon Konsep-Diri

2.3. Kanker Payudara

(12)

Penyebaran kanker terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan tumbuh di kelenjar aksila ataupun supraklavikula, kemudian melalui pembuluh darah kanker menyebar ke organ lain seperti paru, hati, tulang dan otak (Luwia, 2004). 2.3.1. Penyebab Kanker Payudara

Penyebab langsung kanker payudara hingga saat ini belum diketahui, namun Djindarbumi, (2003) dalam Hawari, (2004) merujuk hasil penelitian Simanjuntak T.M (1977), yang telah melakukan penelitiannya di bagian bedah FKUI/RSCM periode 1971-1973, menemukan beberapa faktor resiko pada kanker payudara yang sudah diterima secara luas oleh kalangan pakar kanker (Onkologist) di dunia yakni meliputi:

1. Wanita yang berumur lebih dari 25 tahun mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mendapat kanker payudara dan resiko ini akan bertambah sampai umur 50 tahun dan setelah menopause;

2 Wanita yang tidak kawin resikonya 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita yang kawin dan mempunyai anak;

3 Wanita yang melahirkan anak pertama setelah berumur 35 tahun resikonya 2 kali lebih besar;

4 Wanita yang mengalami menstruasi pertama (menarche) yang usianya kurang dari 12 tahun atau resikonya 1,7 hingga 3,4 kali lebih tinggi daripada wanita dengan menarche yang datang pada usia normal atau lebih dari 12 tahun;

(13)

6 Wanita yang pernah mengalami infeksi, trauma atau tumor jinak payudara, resikonya 3 hingga 9 kali lebih besar;

7 Wanita dengan kanker pada payudara kontra-lateral, resikonya 3 hingga 9 kali lebih besar;

8 Wanita yang pernah mengalami penyinaran (radiasi) di dinding dada, resikonya 2 hingga 3 kali lebih tinggi;

9 Wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita kanker payudara pada ibu, saudara perempuan ibu, saudara perempuan, adik/kakak, resikonya 2 hingga 3 kali lebih tinggi; dan

10 Wanita yang memakai kontrasepsi oral pada penderita tumor payudara jinak akan meningkatkan kanker payudara 11 kali lebih tinggi.

2.3.2. Gejala Klinis Kanker Payudara

(14)

sedang menyusui; (f) Puting susu tertarik ke dalam; (g) Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk (Peaud de orange).

2.3.3. Tipe Kanker Payudara

Menurut Smeltzer & Bare (2001) beberapa tipe kanker payudara adalah sebagai berikut:

1. Karsinoma duktal menginfiltrasi

Karsinoma ini adalah tipe histologis yang paling umum, merupakan 75% dari semua jenis kanker payudara. Prognosis tipe ini lebih buruk dibandingkan dengan tipe lainnya (Bonadonna, 1984).

2. Karsinoma lobular menginfiltrasi.

Karsinoma lobular invasif adalah tipe kanker payudara yang tersering kedua. Walaupun tingkat kejadian menurut literatur antara 1% dan 20%, tetapi jumlahnya sampai 15% dan semua kasus kanker payudara. Tipe ini biasanya terjadi pada suatu area penebalan yang tidak baik pada payudara bila dibandingkan dengan tipe duktal menginfiltrasi. Lebih umum multisentris dengan demikian dapat terjadi penebalan beberapa area pada salah satu atau kedua payudara.

3. Karsinoma Medular

(15)

4. Kanker Musinus

Karsinoma ini menempati sekitar 3% dari kanker payudara. Menghasilkan lendir pertumbuhannya lambat sehingga kanker ini juga mempunyai prognosis yang lebih baik dari lainnya (Smeltzer & Bare, 2001; Bonadonna, 1984)

(5). Kanker duktal-tubular

Kanker ini jarang terjadi, yakni hanya menempati 2% dari kanker, karena metastase aksilaris secara histologi tidak lazim.

2.3.4 Pencegahan Kanker Payudara

Menurut Sutjipto (2001), pencegahan penyakit kanker payudara masih sulit diterapkan karena faktor penyebabnya masih dalam penelitian. Saat ini, yang dapat dicegah adalah aspek "life style" serta mengurangi faktor risiko yang memungkinkan timbulnya kanker payudara. Usaha satu-satunya untuk meningkatkan angka penyembuhan pasien kanker payudara adalah dengan mendeteksi secara dini keberadaan kanker payudara tersebut.

(16)

nabati (phytoestrogen). Estrogen nabati ini akan menempel pada reseptor estrogen sel-sel epitel saluran kelenjar susu, sehingga akan menghalangi estrogen asli untuk menempel pada saluran susu yang akan merangsang tumbuhnya sel kanker; (g)Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat. Serat akan menyerap zat-zat yang bersifat karsinogen dan lemak, yang kemudian membawanya keluar melalui feses. Serat yang dibutuhkan menurut National Cancer Institut, USA adalah 20-30 gram setiap hari; (h) Memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, terutama yang mengandung vitamin C, zat anti oksidan dan fitokimia, seperti jeruk, wortel tomat, labu, pepaya, mangga, brokoli, bayam, kangkung, kacang-kacangan dan biji-bijian; (i) Penggunaan obat-obat hormonal harus dengan sepengetahuan.

2.3.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Wanita Mengalami Kanker Payudara Menurut Moningkey dan Kodim dalam (Berthold, 2000), penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya: 1. Faktor reproduksi: Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko

(17)

kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.

2. Penggunaan hormon: Hormon eksogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Berbagai penelitian menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini sebelum menopause.

3. Penyakit fibrokistik: Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasia dan papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali.

4. Obesitas: Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara barat dan bukan barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.

(18)

6. Radiasi: Paparan dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya paparan.

7. Riwayat keluarga dan faktor genetik: Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.

2.4. Kecemasan

2.4.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik) (Daradjat, 2009). Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (2005) kecemasan adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya.

(19)

ketegangan motorik (gemetar, gelisah dan nyeri kepala), hiperaktifitas (sesak nafas, keringat berlebihan dan gejala gastrointestinal) yang menyebabkan gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan pasien.

Taylor (1953) dalam Tailor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman.

Menurut Massion, Warshaw, & Keller (1993) kecemasan merupakan gangguan yang ditandai dengan perasaan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi secara berlebihan. Menurut Lang (1997) kecemasan dapat diartikan sebagai energi yang tidak dapat diukur, namun dapat dilihat secara tidak langsung melalui tindakan individu tersebut, misalnya berkeringat, sering buang air besar, kulit lembab, nafsu makan menurun, tekanan darah, nadi dan pernafasan meningkat (Trismiati, 2004).

(20)

Dari beberapa uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misal panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi).

2.4.2 Gejala-gejala Kecemasan

Menurut Idrus (2006) gejala kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan. Secara klinis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM IV) gejala kecemasan dibagi atas:

a. Gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia. b. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik. c. Fobia spesifik.

d. Fobia sosial. e. Obsesi kompulsif.

f. Gangguan stress pasca trauma.

g. Gangguan Cemas Menyeluruh(Generalized Anxiety Disorder).

(21)

i. Gangguan cemas yang disebabkan oleh subtansi zat (Substance Induced Anxiety Disorder) (Idrus, 2006)

Ansietas dimasukkan dalam kelompok gangguan neurotik, gangguan yang berhubungan dengan stres dan somatoform. Kelompok ini terbagi dalam:

1) Gangguan Ansietas Fobik yang terdiri atas:

a. Agorafobia dengan atau tanpa gangguan panik. b. Fobia Sosial.

c. Fobia Spesifik.

2) Gangguan ansietas yang lain (other anxiety disorder) yang terdiri atas: a. Gangguan Panik (panic disorder).

b. Gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder). c. Gangguan campuran ansietas dan depresi (mixed anxiety disorder). 3) Gangguan obsesi kompulsif.

4) Gangguan reaksi menuju ke stres berat dan gangguan penyesuaian (reaction to severe stress, and adjustment disorder).

(22)

1. Fase 1 (pertama)

Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 2000). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 2000).

2. Fase 2 (kedua)

Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motivasi diri (Wilkie, 2000).

(23)

(Asdie, 2000). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 2000).

3. Fase 3 (ketiga)

Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan

stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh ke dalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti: intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 2000).

Respon Fisiologis terhadap Kecemasan

1. Kardiovaskuler; peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syok dan lain-lain.

2. Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

3. Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

(24)

5. Neuromuskuler; refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

Respon Psikologis terhadap Kecemasan:

1. Perilaku: gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.

2. Kognitif: gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, blocking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, objektivitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

3. Afektif: tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

2.4.3 Penyebab Kecemasan

Menurut Daradjat (2009), bermacam-macam pendapat tentang sebab-sebab yang menimbulkan kecemasan itu adalah akibat tidak terpenuhinya keinginan-keinginan seksual, karena merasa diri (fisik) kurang dan karena pengaruh pendidikan waktu kecil atau sering terjadi frustasi karena tidak tercapainya yang diinginkan, baik material maupun sosial.

2.4.4 Tahapan Kecemasan

(25)

1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui adanya bahaya yang mengancam jiwanya. Cemas ini lebih dekat pada rasa takut, karena sumbernya jelas pada fikiran.

2. Rasa cemas yang berupa penyebab dan terlihat dalam beberapa bentuk yang paling sederhana adalah cemas yang umum, dimana orang merasa cemas (takut) yang kurang jelas, tidak tertentu dan tidak ada hubungan dengan apa-apa, serta takut itu memengaruhi kesehatan diri sendiri.

3. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan akan hati nurani.

2.4.5. Gejala Kecemasan

Gejala kecemasan menurut Daradjat (2009) membagi menjadi 2 yaitu: 1. Gejala Fisik

Ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, pukulan jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makin hilang, kepala pusing. 2. Gejala Mental

Sangat takut, merasa akan diterpa bahaya akan kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, tidak berdaya, hilang kepercayaan pada diri, tidak tenteram, ingin lari dari kenyataan hidup dan sebagainya.

2.4.6. Klasifikasi Kecemasan

(26)

Menurut Stuart dan Sundeen (2005) tingkatan kecemasan adalah sebagai berikut:

1. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatif.

2. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan perhatian pada hal penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih baik.

3. Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.

2.4.7. Teori Kecemasan

(27)

1. Teori Psikodinamik

(28)

2. Teori Perilaku

Menurut teori perilaku, kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3. Teori Interpersonal

Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.

4. Teori Keluarga

Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.

e. Teori Biologik

Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Stuart and Sundeen, 2005).

2.4.8. Aspek-Aspek Kecemasan

(29)

1. Aspek kognitif

a. Kecemasan disertai dengan persepsi bahwa seseorang sedang berada dalam bahaya atau terancam atau rentan dalam hal tertentu, sehingga gejala fisik kecemasan membuat seseorang siap merespon bahaya atau ancaman yang menurutnya akan terjadi.

b. Ancaman tersebut bersifat fisik, mental atau sosial, diantaranya adalah:

1) Ancaman fisik terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan terluka secara fisik,

2) Ancaman mental terjadi ketika sesuatu membuat khawatir bahwa dia akan menjadi gila atau hilang ingatan.

3) Ancaman sosial terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan ditolak, dipermalukan, merasa malu atau dikecewakan.

c. Persepsi ancaman berbeda-beda untuk setiap orang

d. Sebagian orang, karena pengalaman mereka bisa terancam dengan begitu mudahnya dan akan lebih sering cemas. Orang lain mungkin akan memiliki rasa aman dan keselamatan yang lebih besar. Tumbuh di lingkungan yang kacau dan tidak stabil bisa membuat seseorang menyimpulkan bahwa dunia dan orang lain selalu berbahaya.

(30)

kecemasan juga sering meliputi citra tentang bahaya. Pemikiran-pemikiran ini semua adalah masa depan dan semuanya memprediksi hasil yang buruh. 2. Aspek kepanikan

Panik merupakan perasaan cemas atau takut yang ekstrem. Rasa panik terdiri atas kombinasi emosi dan gejala fisik yang berbeda. Seringkali rasa panik ditandai dengan adanya perubahan sensasi fisik atau mental, dalam diri seseorang yang menderita gangguan panik, terjadi lingkaran setan dan saat gejala-gejala fisik, emosi, dan pemikiran saling berinteraksi dan meningkat dengan cepat. Pemikiran ini menimbulkan ketakutan dan kecemasan serta merangsang keluarnya adrenalin. Pemikiran yang katastrofik dan reaksi fisik serta emosional yang lebih intens yang terjadi bisa menimbulkan dihindarinya aktivitas atau situasi saat kepanikan telah terjadi sebelumnya.

2.4.9. Manajemen Kecemasan

Menurut Kaplan dan Sadock (1997), bahwa manajemen kecemasan terdiri atas 2 bagian yaitu:.

a. Manajemen Kecemasan dengan Penggunaan Obat

Paps melakukan percobaan pengontrolan terhadap placebo yang mengalami gangguan kecemasan meninggalkan beberapa keraguan, bahwa anti depressan yang paling baru efektif untuk gangguan kecemasan. Karena bekerja lebih cepat dan memiliki efek samping yang lebih kecil daripada obat-obatan

(31)

kebanyakan ahli klinis percaya bahwa hasil terbaik untuk gangguan kecemasan berasal dari kombinasi obat-obatan dengan satu atau lebih tipe psikoterapi.

b. Manajemen Kecemasan melalui Psikoterapi

Salah satu metode yang efektif untuk mengatasi gangguan kecemasan adalah pemberian psikoterapi untuk kognitif dan tingkah laku. Walaupun terdapat banyak klaim yang menyatakan bahwa sulit untuk mengganti perawatan psikologis dengan percobaan penyelidikan, ilmuwan telah mengembang kapasitas untuk menerapkan rancangan penelitian yang tepat termasuk randomisasi dan penilaian buta untuk terapi tingkah laku-kognitif. Sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Lawrence Welkowitz, hasilnya telah didokumentasikan bahwa terapi tingkah laku kognitif itu efektif untuk mayoritas gangguan kecemasan. 2.4.10. Respon Kecemasan

Menurut Carnegie (2007) ada 2 respon kecemasan yaitu respon fisiologis dan respon psikologis terhadap kecemasan:

1. Respon Fisiologi terhadap Kecemasan a) Kardiovaskuler

Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syok dan lain-lain.

b) Respirasi

(32)

c) Kulit

Perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

d) Gastro intestinal

Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.

e) Neuromuskuler

Refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

2. Respon Psikologis terhadap Kecemasan a) Perilaku

Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.

b) Kognitif

Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, blocking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, objektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

c) Afektif

(33)

Blackburn dan Davidson (2004), membuat analisis fungsional gangguan kecemasan yang menjelaskan reaksi terhadap kecemasan. Analisis tersebut digambarkan dalam Tabel 2.1. berikut:

Tabel 2.1. Analisis Gangguan Fungsional Kecemasan dari Blackburn dan Davidson

Simtom-simtom Psikologis Keterangan

Suasana hati Kecemasan, muda marah, perasaan sangat tegang

Motivasi Khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, tidak berdaya

Perilaku Gelisah, gugup, kewaspadaan berlebihan

Gejala biologis Gerakan otomatis meningkat: berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering

Sumber: Blackburn dan Davidson, 2004

2.4.11 Sumber Koping

Individu dapat mengatasi stres dan kecemasan dengan mengerahkan sumber koping di lingkungan, salah satu diantaranya adalah dengan dukungan sosial yang dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan kecemasan dan mengadopsi strategi koping yang berhasil (Stuart dan Sundeen, 2005).

Dari studi kepustakaan yang dibuat oleh Lewis pada tahun 1970, ditemukan bahwa istilah ansietas mulai diperbincangkan pada permulaan abad ke-20. Kata dasar ansietas dalam bahasa Indo Jerman adalah ‘’angh’’ yang dalam bahasa latin berhubungan dengan kata ‘’angustus, ango, angor, anxius, ansietas, angina”.

(34)

‘’angst” yang berarti ‘’ketakutan yang tidak–perlu’’. Pada mulanya Freud mengartikan ansietas itu sebagai transformasi lepasnya ketegangan seksual yang menumpuk melalui system saraf otonom dengan menggunakan saluran pernafasan. Kemudian ansietas ini diartikan sebagai perasaan takut atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan yang direpresi. Akhirnya ansietas diartikan sebagai suatu respon terhadap situasi yang berbahaya. Ansietas merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak menyenangkan, tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik (Idrus, 2006).

Kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stress yang dirasakan oleh banyak orang. Menurut Bellack & Hersen (1988) kadang-kadang kecemasan juga disebut dengan ketakutan atau perasaan gugup. Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. hal tersebut mungkin saja terjadi karena individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi hal yang mungkin menimpanya di kemudian hari. Dalam teori Behavior dijelaskan bahwa kecemasan muncul melalui

classical conditioning, artinya seseorang mengembangkan reaksi kecemasan terhadap hal-hal yang telah pernah dialami sebelumnya dan reaksi-reaksi yang telah dipelajari dari pengalamannya (Trismiati, 2004).

(35)

jantung meningkat) dan psikologis (misal panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi). Carlson (1992) menjelaskan kecemasan sebagai rasa takut dan antisipasi terhadap nasib buruk di masa yang akan datang, kecemasan ini memiliki bayangan bahwa ada bahaya yang mengancam dalam suatu aktivitas dan obyek, yang jika seseorang melihat gejala itu maka ia akan merasa cemas. Kecemasan merupakan respon emosional yang tidak menentu terhadap suatu obyek yang tidak jelas pengalamannya (Trismiati, 2004).

2.4.12. Faktor-Faktor yang Menimbulkan Kecemasan

Faktor-faktor yang menimbulkan kecemasan pada individu adalah sebagai berikut :

1. Faktor Predisposisi

(36)

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart dan Sundeen (2005) ada 2 macam penyebab kecemasan yaitu:

a. Ancaman terhadap integritas fisik

Ketidakmampuan fisiologis untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, seperti kegagalan ginjal dan jantung. Dimana hal ini dapat menimbulkan kecemasan oleh karena jika gagal jantung akan memengaruhi aktivitas sehari-hari oleh karena akan menjalani operasi. Selain itu kecemasan dapat timbul karena tindakan operasi yang dapat memengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan (Stuart, 2005).

b. Ancaman terhadap sistem terbuka

Pada dasarnya merugikan terhadap identitas seseorang, harga diri, dan fungsi sosial yang terkait. Ancaman ini dibagi atas sumber eksternal dan internal. Sumber eksternal adalah kehilangan etika yang timbul dari aspek religius. Sumber internal adalah kesulitan hubungan interpersonal dan asumsi terhadap peran baru tekanan dari kelompok sosial akan terjadi pada saat tindakan operasi dilakukan, sehingga akan menghasilkan kecemasan (Stuart, 2005).

(37)

1. Faktor Kognitif

Kecemasan dapat timbul sebagai akibat dari antisipasi harapan akan situasi yang menakutkan dan pernah menimbulkan situasi yang menimbulkan rasa sakit, maka perlu ia dihadapkan pada peristiwa yang sama ia akan merasakan kecemasan sebagai reaksi atas adanya bahaya.

2. Faktor Lingkungan

Salah satu penyebab munculnya kecemasan adalah dari hubungan-hubungan dan ditentukan langsung oleh kondisi-kondisi, adat-istiadat, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan sebagai akibat dari perubahan sosial yang amat cepat, dimana tanpa persiapan yang cukup, seseorang tiba-tiba saja sudah dilanda perubahan dan terbenam dalam situasi-situasi baru yang terus menerus berubah, dimana perubahan ini merupakan peristiwa yang mengenai seluruh lingkungan kehidupan, sehingga seseorang akan sulit membebaskan dirinya dari pengalaman yang mencemaskan ini.

3. Faktor Proses Belajar

Kecemasan timbul sebagai akibat dari proses belajar. Manusia mempelajari respon terhadap stimulus yang memperingatkan adanya peristiwa berbahaya dan menyakitkan yang akan segera terjadi.

(38)

situasi di sekitarnya, apakah situasi di sekitar dipersepsi sebagai situasi mengancam atau tidak. Pengalaman-pengalaman tersebut berisi stimulus-stimulus yang dapat mengancam bagi dirinya dan menempatkan individu pada kecenderungan untuk bereaksi cemas, sehingga setiap orang memiliki rentang kecemasan yang berbeda-beda.

2.5. Kemoterapi

2.5.1. Pengertian Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker. Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker. Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak merugikan sel biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih besar pada sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan menggunakan obat yang memengaruhi kemampuan sel untuk bertambah besar. Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat adalah ciri khas sel kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup cepat (seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan usus), semua obat kemoterapi memengaruhi sel biasa dan menyebabkan efek samping.

2.5.2 Manfaat Kemoterapi

(39)

1. Kemoterapi sangat bermanfaat (karena dapat sembuh atau hidup lama). a. Penyakit Hodgkin

b. Non Hodgkin limfoma jenis large sel c. Kanker testis jenis germ sel

d. Leukemia dan limfoma pada anak

2. Kemoterapi bermanfaat (karena dapat dikendalikan cukup lama, kadang-kadang sembuh)

a. Kanker payudara b. Kanker ovarium

c. Kanker paru jenis small sel d. Limfoma nonHodgkin

e. Multiplemieloma.

3. Kemoterapi bermanfaat untuk paliatif (dapat mengulang gejala) a. Kanker nasofaring

b. Kanker prostat c. Kanker endometrium d. Kanker leher dan kepala

e. Kanker paru jenis non small sel 4. Kemoterapi kadangkala bermanfaat

a. Kanker nasofaring b. Melanoma

(40)

2.5.3 Efek Samping Kemoterapi

Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan atau beberapa waktu setelah pengobatan. Efek samping yang bisa timbul adalah:

1. Lemas; efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung hingga akhir pengobatan.

2. Mual dan muntah; ada beberapa obat kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Selain itu ada beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual dan muntah.

3. Gangguan pencernaan; beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare disertai dehidrasi berat yang harus dirawat. Sembelit kadang bisa terjadi.

4. Sariawan; beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi. 5. Rambut rontok; kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau

tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah di dekat kulit kepala. Dapat terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi setelah kemoterapi selesai.

(41)

7. Efek pada darah; beberapa jenis obat kemoterapi dapat memengaruhi kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leokosit). Penurunan sel darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat mengakibatkan:

a. Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh Karena jumlah leukosit turun, karena leukosit adalah sel darah yang berfungsi untuk perlindungan terhadap infeksi. Ada beberapa obat yang bisa meningkatkan jumlah leukosit.

b. Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak merah di kulit.

c. Anemia

Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang ditandai oleh penurunan Hb (hemoglobin). Karena Hb letaknya di dalam sel darah merah. Akibat anemia adalah seorang menjadi merasa lemah, mudah lelah dan tampak pucat.

d. Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna

(42)

Pengetahuan

Konsep Diri : - Gambaran diri - Harga diri - Ideal diri - Peran diri - Identitas diri

Kecemasan menghadapi

kemoterapi 2.6. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah teori kognitivitas yang mengatakan bahwa pembentukan perilaku manusia adalah respons kognitf terhadap stimulus, seperti pengamatan, pengetahuan, ide-ide atau keyakinannya, dikemukakan oleh Kohler. Teori ini menekankan bahwa pembentukan perilaku, manusia lebih banyak berperan aktif dalam mencapai tujuannya. Jadi, manusia itu sendiri yang menentukan arah perilaku. Pembentukan perilaku adalah hasil respon dari fungsi stimulus-stimulus dari organisme yang bersangkutan.

Konsep pembentukan perilaku menurut teori Kohler yaitu : (S) → (R) → (B) →Overet/Coveret

F = Function

S = Stimulus

O = Organisme

2.7 Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Gambar

Gambar 2.1.  Rentang Respon Konsep-Diri
Tabel 2.1.  Analisis Gangguan Fungsional Kecemasan dari Blackburn dan Davidson
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Surat undangan ini disamping dikirimkan melalui e-mail juga akan ditempatkan dalam pojok berita website LPSE Provinsi Jawa Tengah, oleh karenanya Pokja 3 ULP Provinsi

Pada umumnya para guru juga masih ragu atas implementasi yang dilakukan berdasarkan tuntunan kurikulum 2013, ini terjadi disebabkan pemahaman Kompetensi Inti baik sikap

dengan Pelaksanaan Cuci Tangan Five Moments Perawat di Rumah Sakit.. Universitas Sumatera Utara” untuk memenuhi salah satu

1) Change-Constrained Programming merupakan model pemecahan masalah yang tepat untuk kondisi koefisien fungsi kendala dan konstanta sisi kanan dalam kondisi tidak pasti

Pertanyaan penelitian dari perumusan masalah tersebut adalah apakah penerapan corporate governance, yang dalam penelitian ini mencakup indikator kepemilikan

Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi rank spearmen dengan hasil penelitian tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan cuci tangan

[r]

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau, peneliti mengobservasi 77 perawat dalam melakukan cuci tangan, ditemukan 24,7% perawat yang melaksakan cuci