LAMPIRAN I
PANDUAN WAWANCARA
Kepada Masyarakat:
1. Apa yang anda ketahui tentang bencana?
2. Bagaimana dengan puting beliung, apa yang anda ketahui tentang bencana
tersebut?
3. Apa yang anda ketahui tentang penanggulangan bencana?
4. Apa yang telah dilakukan pada tahap prabencana, tanggap darurat dan
pascabencana?
5. Bagaimana selama ini anda melakukan komunikasi tentang
penanggulangan bencana puting beliung kepada masyarakat?
6. Apa saja yang sudah diberikan pemerintah kepada desa ini?
7. Apakah anda sudah merasakan pelayanan yang dilakukan pemerintah telah
menjawab kebutuhan anda?
Kepada Implementor:
1. Apa yang anda ketahui tentang bencana?
2. Bagaimana dengan puting beliung, apa yang anda ketahui tentang bencana
tersebut?
3. Apa yang anda ketahui tentang penanggulangan bencana?
4. Apakah anda mengetahui tentang perubahan paradigma penanggulangan
5. Dalam UU 24 th 2007, bagaimana cara pemerintah menanggulangi
bencana puting beliung?
6. Apa yang menjadi alasan sampai saat ini BPBD Deli Serdang belum
dibentuk?
7. Mengapa dinas sosial yang menjadi pengganti BPBD untuk koordinasi
penanggulangan bencana?
8. Bagaimana bentuk kerja sama yang telah dilakukan dinas sosial bersama
dengan BPBD?
9. Apa yang telah dilakukan pada tahap prabencana, tanggap darurat dan
pascabencana?
10. Bagaimana selama ini anda melakukan komunikasi tentang
penanggulangan bencana puting beliung kepada masyarakat?
11. Apa reaksi masyarakat atas kebijakan yang dilaksanakan?
12. Bagaimana kerja sama anda dengan atasan anda atau pun sesama staff?
13. Apakah anda paham yang dimaksud dengan SOP?
14. Adakah SOP dalam pelaksanaan kebijakan ini? Jika ya, tolong jelaskan!
Jika tidak, apa yang menjadi pedoman bagi anda menjalankan kebijakan
ini?
15. Apa yang menjadi kesulitan dalam menjalankan kebijakan
penanggulangan bencana?
LAMPIRAN II
TRANSKRIP WAWANCARA
14 Juni 2013
Narasumber: Kaur Umum (Pak Sution) dan Kaur Pembangunan (Pak Lilik)
Penulis : “Pak, sudah berapa kali terjadi bencana disini? Bisa tolong bapak
ceritakan bagaimana kejaian puting beliung yang kemarin itu pak?”
Narasumber : “Empat tahun terjadi 3 kali puting beliung terjadi di berbeda
dusun namun masih dalam 1 lokasi. Korban bencana cenderung
berbeda-beda tiap kali bencana namun ada 1 warung, balai desa
dan pajak desa selalu kena dalam bencana ini. Ketiga tempat ini
jaraknya berdekatan dan dapat ditarik garis lurus di antara 3 tempat
ini. Kedatangannya cenderung mengikuti jalan besar yang melintasi
desa itu dan biasanya jalur anginnya terus seperti itu. Arah
kedatangannya tidak bisa dipastikan namun ciri-ciri pastinya 1 jam
sebelum kedatangan angin beliung, wilayahnya mendung dan gelap
namun di tengah-tengah kegelapan itu ada lubang putih di langit
dan kemungkinan itu inti dari angin puting beliung. Angin puting
beliungnya tidak nampak bentuk aslinya namun yang kelihatan
seperti ada warna putih yang datang ke arah kemarin.”
Penulis : “Siapa saja yang ikut membantu sewaktu bencana pak? Apa saja
bantuan yang diberikan?”
Narasumber : “Saat bencana kemarin, bantuan diperoleh dari Dinas Sosial Deli
Serdang, Musdika (kecamatan, koramil, pemerintahan desa) dan
swadaya masyarakat. Bantuan yang didapatkan sembako (beras,
sarden, indomie, minyak). Bantuan juga diberikan kepada
masyarakat berupa uang yang dibagi kepada setiap keluarga dan
juga ada tabungan. Bantuan dibagikan di wilayah Sunggal karena
tidak hanya kutalimbaru yang terkena bencana namun juga desa di
kerusakan yang diderita warga dan sebelumnya dilakukan
penghitungan oleh Dinsos. Kerusakan ringan (lepas 5-10 seng)
sebesar 200.000, kerusakan sedang sebesar 500.000 – 700.000 ,
kerusakan berat (atap/cup lepas beserta batu, kayu dan broti)
sebesar 1.000.000 - 2.500.000 kalau hanya 2 seng tidak
dimasukkan karaena masih bisa ditanggulangi warga. Dana yang
diberikan tidak pas-pasan karena diperkirakan juga biaya untuk
tukang namun ada juga yang merasa kurang bila dia tidak pandai
memanfaatkan bantuan yang diberikan (boros pemakaian).
Bantuan ini hanya untuk rumah warga saja bukan untuk sekolah.
Bantuan untuk sekolah itu beda sumbernya lagi. Bantuan berupa sembako cepat diberikan kepada desa. Waktu kejadian itu sore,
bantuan datang sekitar jam 2 pagi. Bantuan berupa uang diberikan
1 minggu setelah kejadian. Pada saat kejadian Kades sedang dalam
keadaan sakit sehingga diserahkan kepada Plt. Kades Pak Wardi.
Penulis : “Sewaktu bencana, dinsos langsung tahu atau pihak desa yang
menghubungi kalau sedang terjadi bencana pak?”
Narasumber : “Prosesnya desa melaporkan kepada kecamatan kemudian pihak
kecamatan segera datang ke lokasi dan menghubungi Dinas Sosial.
Setelah itu Dinas Sosial, Koramil dan kecamatan datang ke lokasi
membawa bantuan. Pedoman untuk penanggulangan bencana ada
namun itu disimpan oleh Sekdes. Menurut saya,
penanggulangannya cukup cepat dan baik namun tetap saja warga
terus saja merasa kurang dan tidak mungkin semua ditanggung oleh
Dinsos, lagipula banyak desa yang perlu diurusi Dinsos dan
kemarin itu serentak terjadi bencana dimana-mana.”
Penulis : “Apa saja yang diberikan Dinsos kepada desa ini pak? Ada yang
panik pak?
Narasumber : “Sewaktu terjadi kami tidak membuat dapur umum namun ada
posko karena tidak ada sampai mengungsi karena rata-rata sanak
familinya dekat area ini. Bantuan tidak diberikan dalam bentuk
dengan desa ini dekat. Pihak Puskesmas datang hanya untuk
mendata. Saat kejadian warga panik karena disertai hujan dan mati
lampu. Namun untungnya rasa kekeluargaan di desa ini cukup baik
dan dipandu oleh pihak Muspida bahkan pihak Koramil membuat
poskonya selama beberapa hari di desa ini dan membantu kami
dalam memperbaiki kerusakan rumah. Kerusakan parah pada
gedung sekolah sekitar 4-5 ruang kelas terangkat cup (atap) dan
kayunya. Sekalipun sudah berkali-kali terjadi bencana ini namun
tidak ada pencegahan yang dilakukan juga untuk pelatihan terhadap
warga. Pelatihan dilakukan hanya pada pihak kecamatan sehingga
jikalau terjadi bencana maka kecamatanlah yang akan mengkader
warga di desa. Yang kami tahu jika terjadi bencana gempa dan
puting beliung disuruh lari ke tempat yang kosong tetapi tetap saja
kalau bencana puting beliung warga jadi panik karena gelap gulita.
Penulis : “Bagaimana kerjasama setiap perangkat desa ketika terjadi
bencana?”
Narasumber : “Kami semua sama-sama bekerja sama sewaktu ada gempa
kemarin tapi administrasi penanggulangan bencana dipegang
Sekdes namun kami sebenarnya bahu membahu dalam
mengerjakannya. Ada juga swadaya masyarakat yang dikumpulkan
secara sukarela tiap kepala keluarga yang digunakan untuk beli
sembako bila kurang atau apapun yang membantu. Ada juga warga
yang membuat kotak sumbangan di pinggir jalan, mana tau ada
yang mau menyumbangnya.
15 juni 2013
Narasumber: Nenek warung
Penulis : “Nek, bisa tolong diceritakan bagaimana puting beliung yang
mengenai warung nenek dan bantuan apa saja yang didapat nek?
Narasumber : “Hari itu hujan deras kali, seng kami habis semua, atap rumah
masih di dalam warung, panik sekali. Dapurnya hancur semua, saya
saat itu mendapat bantuan sebesar Rp 1.500.000. bantuan yang
kami dapat beras dan sarden. Kami dapat uang 1 minggu setelah
kejadian. Uang yang saya dapat itu kurang padahal banyak yang
harus dibeli, belum lagi bayar tukangnya.”
Narasumber: Bang Hendra (penjual pupuk)
Penulis : “Bang, bisa tolong diceritakan bagaimana puting beliung yang
mengenai toko ini dan bantuan apa saja yang didapat bang?
Narasumber : “Waktu puting beliung itu, toko saya ini hancur semua, brotinya,
sengnya, batu-batunya juga terangkat. Bantuannya berupa tenda
dan sembako. Bantuan berupa barang enggak ada tapi bantuan
uang ada. Tidak semua mendapat tenda, hanya yang rusak parah
yang mendapat tenda. Saya sudah 3 kali kena puting beliung
namun ini yang paling parah. Antisipasi yang saya lakukan itu
memperhatikan kontruksi rumah tapi saya sudah pasrah aja sih,
namanya daerah ini jalur angin.
Dari zaman dulu, daerah ini memang jalur angin. Dulu ini
daerah perkebunan tembakau yang ramai. Dari sisi kanan itu jalur
angin bahorok tapi yang kemarin datangnya dari semua arah.
Bentuk anginnya kayak ular. Gara-gara angin itu, ada rumahnya
yang baru dibangun langsung hancur, pohon-pohon besar
terangkat sampai ke akar-akarnya, ada jga yang hillang setengah.
Sembako saya dapaat langsung ada malam itu juga, kalau
uangnya 1 minggu setelah kejadian. Saya jga dapat bantuan uang
sebesar Rp 500.000 dari Yayasan Budha Suci, 2 hari setelah
kejadian. Yayasan itu yang hubungi pemerintahan Sunggal. Kalau
yang dari kecamatan itu Rp 1.500.000, saya dapat 1 minggu
setelah kejadian.
Dari dulu memang banyak angin tapi bisa dipecah dengan
besar. Disini banyak pohon durian dan pohon-pohon besar.
Hutan-hutan itu udah gag ada semenjak tahun 1960-an. Daerah
perkebunan tembakau itu sensitif dengan angin jadi dulu ada
tanaman-tanaman pemecah angin dan bangunan-bangunan yang
disusun dengan sedemikian rupa supaya bisa pecah anginnya.
Penulis : “Siapa saja yang datang membantu abang memperbaiki toko ini?
Narasumber : “Kemarin datang juga Koramil tapi cuma duduk-duduk,
jalan-jalan, dapat uang lagi. Mana ada mereka yang membantu kami.
Mereka pun datangnya terlambat, kami sudah duluan membereskan
baru mereka datang. Yang kemarin membantu saya itu masyarakat
yang tidak kena bencana. Uang yang dikasih itu pun kurang jadi
saya harus nyicil-nyicil untuk memperbaiki rumah ini. Yang saya
tahu seharusnya saya menerima bantuan Rp 8.000.000, saya
melihat itu di koran. kemarin ada yang hiitung kerusakan tapi saya
enggak tahu bagaimana perinciannya dan cara hitungnya. Tapi
namanya juga bantuan, masih syukur saya dapat. Toko saya ini di
kutalimbaru tapi saya warga desa sei mencirim. Sebenarnya bisa
saja saya dapat dua-duanya tapi saya enggak terlalu konsentrasi ke
arah situ. Kalau mau bantu ya dibantu, kalau enggak ya sudah.
Pemerintah desa sunggal itu jauh lebih tanggap bencana dari pada
desa ini, namanya juga sudah lebih maju dari pada desa ini.
Yayasan Budha Suci memang murni mau membantu jadi sama rata
semua.
Banyak orang bilang bisa diantisipasi pake konstruksi bangunan
yang sesuai, tapi saya sudah beberapa kali ganti konstruksi
bangunan tapi tetap saja hancur total bangunannya. Memang warga
disini banyak yang tidak pakai tiang penyangga/ rangka besi jadi
hanya tempel-tempel aja jadi terangkat semua sengnya. Tapi kalau
pake rangka, malah yang enggak kuat temboknya, jadi kalau ada
angin, hancur temboknya. Serba salah jadinya, namanya juga
Penulis : “Di desa ini, memang cuacanya kering dan banyak angin seperti
ini ya bang?”
Narasumber : “Disini perubahan cuacanya luar biasa sekali, dalam hitungan
detik bisa berubah cuacanya. Anginnya itu melintasi daerah-daerah
yang kosong. Disini ada namanya pintu angin, jalur masuk angin
dari dataran karo. Bantuan yang saya dapat cuma 1 kali.”
Narasumber: Ibu Toni
Penulis : “Buk, bisa tolong diceritakan bagaimana puting beliung yang
mengenai rumah Ibu dan bantuan apa saja yang ibu dapatkan?
Narasumber : “Rumah saya ini hancur semua, barang-barang saya juga hancur.
Lama saya bangun lagi rumah ini. Bantuan yang saya dapat hanya
Rp 2.500.000 padahal dana untuk memperbaiki bangunan ini
sampai Rp 10.000.000. selama rumah ini masih dibangun, kami
tinggal di rumah kakak saya yang ada di belakang. Kalau korban
yang di Sunggal dapat bantuannya lebih banyak dari kami. Mereka
dapat bantuan dari banyak pihak. Kalau kami dapat bantuan dari
warga cuma Rp 200.000 dari warga, uang sebesar itu bisa
digunakan untuk apa? Kalau pun dapat banyak dari pusat, nyampe
sini sudah habis dipotong-potong orang desa. Yang saya dapat Rp
2.500.000, untuk apa itu?
Narasumber: Ibu Dini
Penulis : “Buk, bisa tolong diceritakan bagaimana puting beliung yang
mengenai rumah ibu dan bantuan apa saja yang didapat nek?
Narasumber : “Waktu kejadian itu saya lagi kerja dan anak-anak saya titip ma
neneknya. Pas pula rumah sedang saya kunci, jadi engga ada yang
menyelamatkan rumah kami. Semua barang-barang elektronik saya
hancur, buku-buku sekolah yang belum lunas dibayar pun hancur
semua, atap rumah saya pun hancur. Ini baru direnov lagi, tiang
padahal rumah saya hancur total, enggak tahu mereka menghitung
kayak mana. Tapi syukurnya saya dapat bantuan juga dari yang
lain, ada yang dari bantuan partai PKS itu berupa 1 karung goni
beras karena adik saya anggota partai, dapat juga dari perwiritan
saya, pengajian anak saya, kutipan dari desa, dapat juga dari Budha
Suci dan selebihnya saya tanggung sendiri. Saya bangunnya
pelan-pelan, barangnya pun enggak ada. Kemarin yang paling cepat dari
Yayasan Budha Suci. Sembako yang saya dapat 10 indomie, terpal,
beras 5 kg. selama rumah ini masih diperbaiki, kami tinggal di
rumah nenek dari pada kami pakai terpal, menyedihkan kali..
20 Juni 2013
Narasumber: Pak Tion (Kaur umum)
Penulis : “Pak, bisa minta tolong dijelaskan mengenai bantuan kepada
sekolah pak?
Narasumber : “Bantuan-bantuan yang dari Dinas Sosial itu hanya untuk rumah
warga saja. Kalau yang untuk kantor desa, pajak desa, balai desa
dan sekolah itu beda. Kalau sekolah, ada 5 lokal /ruang yang rusak
tapi sekarang sudah diperbaiki. Kalau balai desa ini sampai
sekarang masih sedikit yang bias diperbaiki, belum ada dananya
dari pemerintah. Kalau pajak desa ini, sudah diperbaiki meskipun
keadaannya masih memprihatinkan. Sewaktu puting beliung itu,
pajak desa ini rata semua tapi sekarang sudah bangun lagi.
26 juni 2013
Narasumber : Pak Hajat dan Bapak Saring Irwanto
Penulis :“Apa yang menjadi tanggung jawab TAGANA pak?”
Narasumber :“Kami ini menggunakan konsep tanggap darurat. Minimal kami
kebudayaan menunggu. Kalau mereka butuh, seharusnya mereka
bilang. Tapi masyarakat selalu bilang ini tanggung jawab Negara.
Padahal Negara itu kan terdiri 4 unsur yaitu pemerintah yang
memerintah, rakyat yang diperintah, kedaulatan dari Negara lain
dan wilayah. Berarti kan masyarakat itu termasuk Negara.
Seharusnya masyarakat harus mau berjuang bangkit sendiri dari
keterupukan bencana.”
Penulis :“Kenapa hanya tanggap darurat saja pak yang ada? Prabencana
dan pasca bencana kenapa tidak ada?”
Narasumber :“Sebenarnya pengen ada prabencana, mitigasi dan pascadarurat
tapi kembali lagi soal dana dek.. Lagipula Tagana itu hanya
relawan dek. Jadi jangan anda pikirkan kami itu sama seperti
BPBD. Kami aja tidak dibayar, kami hidup dari membantu proyek
dinas sosial. Tapi kalau seandainya masyarakat perlu dilakukan
pembimbingan, kami mau melakukannya. Tapi itu harus diadakan
musyawarah supaya kami tau dana darimana bisa digunakan,
mungkin bisa dari pengusaha atau masyarakat itu sendiri.”
Penulis :“Apa sih pak yang menjadi daya ukur ketika memberikan
bantuan?”
Narasumber :“Kalau ukurannya enggak ada yang pasti sih dek.. kita kira-kira
aja.. Sebenarnya maunya membantu banyak tapi bagaimana mau
dibilang. Cuma segitu aja dana yang dikasih. Ini aja kami dapat
dana dari dana Taktis bupati. Jadi bantuan ini biasa kami sebut
dana tali asih jadi enggak harus sesuai dengan yang dibutuhkan.
Untuk pedoman yang adek bilang itu pun, tidak ada, semua itu
musyawarah dulu, kayak mana buat petunjuk itu kalau dananya
tidak ada.”
Penulis :“Menurut bapak, apa yang menjadi alasan BPBD tidak ada di Deli
Serdang? Kalau seandainya BPBD hadir di Deli Serdang, Tagana
mau gabung di dalamnya pak?”
Narasumber :“Itu tergantung atasan sana lah, kami hanya mengerjakan.
diminta bergabung, tergantung apa prinsip kami sama atau tidak.
Karna untuk mengubah prinsip bekerja itu sulit dek. Lagian untuk
apa dibeda-bedakan kalau sama-sama mengurusi nyawa manusia.
Ini soal kemanusiaan bukan soal politik, untuk apa
dikotak-kotakkan.”
Penulis : “Bagaimana koordinasi TAGANA dengan BPBD pak?”
Narasumber : “Tidak ada lah dek.. Kami kan payung hukumnya berbeda.
Tanggung jawab kami pun berbeda.”
02 Juli 2013
Narasumber: Bapak Pondar Nababan (Bakesbangpol dan Linmas)
Penulis :“Untuk Deli Serdang yang tidak memiliki BPBD, penanggulangan
bencana diserahkan kepada Kesbang. Bakesbang ini punya
tanggung jawab yang sama atau berbeda pak dengan BPBD?”
Narasumber :“Bedanya itu struktur organisasinya dan wewenangnya. Kalau ada
masalah langsung mereka yang menyelesaikan karena mereka
memiliki dana tersendiri. Kalau Bakesbang itu hanya menyurati
dinas yang terkait dan kita memakai dana tak terduga bupati.
Itupun tergantung kejadiannya, kalau besar dana yang dibutuhkan
baru kami menggunakan dana bupati. Tetapi kalau kecil, itu
tergantung masyarakat lah. Kalau di masyarakatkan ada 3 bagian
yaitu masyarakat, pmerintah dan pengusaha. Kami itu cuma
memberikan surat dan mengkoordinir.”
Penulis :“Untuk setiap prabencana, tanggap darurat dan pascabencana. Apa
saja yang sudah kita lakukan?”
Narasumber : “Kami kan Cuma koordinir beda dengan BPBD yang punya hak
untuk langsung bergerak. Dan kami bagian surat-menyurat saja.”
Penulis :“Ada kerja sama antara Bpbd dengan kesbang pak?”
Narasumber :“Enggak ada lah. Tapi mereka Cuma minta laporan dari kami, itu
pun sebenarnya enggak wajib, mereka pun enggak ada bantu kami
Itulah kelemahan otonomi daearah jadi kami bisa suka-suka hati
bawahan lah tergantung bupati, kami bisa saja menentang
keputusan pusat tapi jadi enggak ada keseragaman antara kami.
Penulis :“Apa yang menjadi landasan hukum penanggulangan bencana di
Deli Serdang?”
Narasumber : “PP no. 83 itu lah yang ada satlak.”
Penulis : “Pak, ada laporan dari kecamatan untuk kesbang?”
Narasumber : “Seharusnya ada tapi ada juga yang enggak kasih sama kami
karena mereka pikir dinsos yang ngasih bantuan jadi laporannya
hanya ke dinsos.”
Penulis :“Menurut Bapak, apa yang menjadi alasan BPBD tidak hadir di
dalam Deli Serdang? Bukannya deli serdang sudah termasuk rawan
bencana?”
Narasumber :“Ya belum lah. Yang terjadi di deli serdang itu bencana-bencana
kecil karena korbannya Cuma sedikit, belum sampai di atas 50
orang per kejadian seperti “tsunami, gunung meletus.”
Penulis :“Tapi pak, Tebing Tinggi lebih sedikit bencananya tapi memiliki
BPBD.”
Narasumber :“Itu karena SKPDnya masih kurang, kalau disini kan sudah pas.
Lagipula kalau dipaksakan ada BPBD, dananya mau diambil dari
mana? Disusutkan dari bidang yang lain atau dinas yang lain? Toh
jadi enggak maksimal. Buat apa ada BPBD kalau masih ada dinas