• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus (DM) 2.1.1 Pengertian DM - Faktor Risiko Yang Memengaruhi Kasus Diabetes Mellitus ( DM ) Komplikasi Gangren Di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus (DM) 2.1.1 Pengertian DM - Faktor Risiko Yang Memengaruhi Kasus Diabetes Mellitus ( DM ) Komplikasi Gangren Di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2014"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Diabetes Mellitus (DM) 2.1.1 Pengertian DM

Menurut American Diabetes Association (ADA), DM adalah kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat gangguan sekresi insulin, penurunan kerja insulin, atau akibat dari keduanya. Diagnosis DM menurut ADA jika hasil pemeriksaan gula darah: 1) kadar gula darah sewaktu lebih atau sama dengan 200 mg/dl, 2) kadar gula puasa lebih atau sama dengan 126 mg/dl, 3) kadar gula darah lebih atau sama dengan 200 mg/dl pada 2 jam setelah beban glukosa 75 pada tes toleransi glukosa (ADA, 2011).

DM merupakan penyakit kronik, progresif dengan karakteristik ketidak mampuan tubuh dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, yang menyebabkan peningkatan level gula darah (Black & Hawks,2009).

DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin(Soegondo dkk,2011).

(2)

abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Inzucchi, 2004). DM adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula(glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin(Bustan, 2007).

2.1.2 Patogenesis DM

Jika DM berlangsung lama akan mengakibatkan mikroangiopathy, retinopathy, neuropathy, nephropathy. Semua hal di atas diakibatkan oleh 2 hal yaitu glikosilasi non enzimatik. Jika glukosa sangat tinggi kadarnya maka dapat berikatan dengan protein tanpa bantuan enzyme. Pertama-tama akan terbentuk senyawa schiff base dan reaksi reversibel. Tingkat selanjutnya membentuk senyawa tipe amadori yang lebih stabil tapi reversibel. Tingkat lanjut akan terbentuk AGE (advanced glycosilation end product) yang irreversibel. AGE menyebabkan(Permana, 2009): a. AGE berikatan dengan protein seperti kolagen menghasilkan ikatan silang (Cross

linked) yang dapat memerangkap senyawa lain di pembuluh darah besar

memerangkap LDL mamacu untuk masuk ke lamina interna dari pembuluh darah, akhirnya terjadi penumpukan kolesterol mempercepat atherogenesis dan di kapiler memerangkap albumin ke membran basement sehingga membran basement menebal. Pada peristiwa ini disebut diabetes mikroangiopathy.

(3)

endotel dan makrofag, dan proliferasi dan sintesis dari matriks ekstraselular oleh fibroblas dan sel otot polos.

Menurut Soegondo dkk (2011), patogenesis DM berbeda berdasarkan tipe penyakit yaitu:

a. DM tipe 1

Insulin tidak ada dan hal ini disebabkan karena jenis penyakit ini ada reaksi autoimun. Pada individu yang rentan (susceptible) terhadap tipe 1, terdapat adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang meningkat kadanya oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus, diantarnya virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain, hingga timbul peradangan pada sel beta (insulitis) yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Pada insulitis yang diserang hanya sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Pada studi populasi ditemuka n adanya hubungan antara DM tipe 1 dengan HLA DR3 dan DR4. b. DM tipe 2

Patogenesis pada DM tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan Hepatic Glucose Production (HGP), dan penurunan fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β.

2.1.3 Patofisiologi DM

(4)

dua faktor utama, yakni kadar glukosa darah yang tinggi dan penurunan jumlah insulin efektif yang digunakan oleh sel(Daniels, 2012).

Resistensi insulin mendasar kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Teknik clamp

merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan glukosa

plasma puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya dijumpai pada

10% sindom metabolic. Pengukuran Homeostasis Model Assesment (HOMA) dan Quantitaive

Insulin Sensitivity Check Index (QUICK) dibuktikan berkorelasi erat dengan pemeriksaan standar,

sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin. Bila melihat dari patofisiologi

resistensi insulin yang melibatkan jaringan adipose dan sistem kekebalan tubuh, maka pengukuran

resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan insulin (Sudoyo dkk, 2009).

(5)

Penurunan produksi insulin pada penderita DM, dapat mengakibatkan gangguan metabolisme yaitu terjadi penurunan transport glukosa ke dalam sel, peningkatan katabolisme protein otot dan lipolisis. Menurut Lewis (2000), karakteristik yang menunjukkan terjadinya gangguan atau perubahan pada fungsi-fungsi tubuh pasien DM dapat dilihat berdasarkan tipe penyakit yaitu:

1. DM tipe I (IDDM)

Tipe I di karakteristikkan adanya destruksi(kerusakan) sel beta pankreas yang disebabkan respon aoutoimun dan infeksi virus mumps. Sehingga produksi hormon insulin tidak ada, yang berakibat terjadi penurunan transport glukosa ke dalam sel. Tidak adanya transport glukosa ke dalam sel akan mengakibatkan “starvation cell” yang akan merangsang sekresi hormon yang memiliki efek anti insulin yaitu glukagon, epinephrin, cortisol dan somatostatin.

Hormon anti insulin dapat meningkatkan glukosa darah dengan berbagai mekanisme kerjanya masing-masing sehingga menimbulkan hiperglikemia, adanya benda keton yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik. DM tipe I cenderung mengalami komplikasi diabetik ketoasidosis bila dipicu adanya infeksi, trauma, pembedahan dan faktor yang memerlukan energi berlebihan.

2. DM tipe II (NIDDM)

(6)

transport glukosa ke dalam sel. Sedangkan proses sintesis lemak dan sintesis protein masih tetap berjalan, sehingga sering penderita tipe 2 memiliki berat badan berlebihan(obesitas). Komplikasi akut dari tipe 2 yang umum yaitu terjadi hiperosmolar hiperglikemia non ketogenik (HHNK) tetapi bila mana mendapatkan

stresor yang berlebihan, dapat juga mengalami DKA(Diabetic Ketoacidosis) meskipun sangat kecil kemungkinannya.

Apabila penanganan DM tidak adekuat, maka penderita DM dapat mengalami komplikasi di berbagai sistem organ dan bersifat akut maupun kronik. Komplikasi akut meliputi diabetik ketoasidosis(IDDM), hiperosmolar hiperglikemi non ketogenik(NIDDM) dan komplikasi hipoglikemia karena efek terapi insulin. Komplikasi kronik meliputi mikroangiopati(nephropati, retinopati dan neuropati) dan makroangiopati(CAD, stroke, penyakit pembuluh darah perifer)(Lewis, 2000).

2.1.4 Klasifikasi DM

Menurut Inzucchi (2004), DM dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu:

a. DM tipe I (Insulin Dependen Diabetes Mellitus atau IDDM)

(7)

DM Tipe I (IDDM) merupakan suatu gangguan autoimun(autoimmune disorder) yang ditandai dengan kerusakan sel-sel beta Langerhans pankreas. Karena

itu, DM jenis ini kebanyakan ditemukan pada anak usia muda, minimal sebelum usia 35 tahun. Sebaliknya, DM II akan kebanyakan menyerang usia lanjut, karena berhubungan dengan degenerasi atau kerusakan organ dan faktor gaya hidup (Bustan, 2007).

Menurut Brunner & Suddarth DM Tipe I disebabkan oleh faktor genetik, di mana penderita DM mewarisi predisposisi/kecenderungan terhadap terjadinya DM Tipe I, biasanya ditemukan pada individu yang memiliki antigen H. Selain itu disebabkan oleh faktor imunologi, adanya respon autoimun yang abnormal, serta adanya kerusakan sel beta pankreas.

b. DM tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM).

DM Tipe II (NIDDM) merupakan DM yang paling sering ditemukan di Indonesia. Penderita tipe ini biasanya ditemukan pada usia di atas 40 tahun disertai berat badan yang berlebih. Selain itu diabetes tipe II ini dipengaruhi oleh faktor genetik, keluarga, obesitas, diet tinggi lemak, serta kurang gerak badan (Nabil, 2009).

Kemungkinan lain terjadinya DM adalah karena sel-sel jaringan tubuh tidak peka atau resisten terhadap insulin. Resistensi terhadap insulin pada DM tipe II ini terjadi karena turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat produksi oleh sel hati (Tandra, 2007).

(8)

ini terjadi karena pengaruh beberapa hormon pada ibu hamil menyebabkan resisten terhadap insulin. DM ini dapat ditemukan sekitar 2-5% dalam kehamilan. Umumnya gula darah kembali normal bila sudah melahirkan, tetapi risiko ibu terkena DM tipe II akan lebih besar. 2) Diabetes Sekunder adalah diabetes yang disebabkan oleh penyakit lain yang menyebabkan produksi insulin terganggu atau meningkatkan kadar gula darah meningkat. Penyakit yang dimaksud misalnya infeksi berat, radang pankreas, penggunaan kortikosteroid, obat anti hipertensi.

2.1.5 Epidemiologi DM

DM yang terdapat diseluruh dunia 90% adalah jenis DM tipe 2. Di negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika, ini akibat trend urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat. DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah. Beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor risiko DM adalah obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya konsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2010).

(9)

kejadian overweight dan obesitas. Kedua hal tersebut diketahui merupakan faktor risiko DM tipe 2, sehingga dengan semakin banyaknya orang yang mengalami overweight atau obesitas, semakin banyak pula orang yang menderita DM (Aso, 2008).

Kurang lebih sepertiga penderita DM tipe 1 dan seper enam penderita DM tipe 2 akan mengalami komplikasi nefropati diabetik. Sekali nefropati diabetik muncul, interval antara onset hingga terjadi kerusakan ginjal terminal bervariasi antara empat sampai sepuluh tahun, dan hal ini berlaku untuk DM tipe 1 maupun tipe 2. Meskipun saat ini DM tipe 2 merupakan penyebab terbanyak gagal ginjal di negara barat, banyak penderita penyakit ginjal dan DM tipe 2 tidak sampai pada gagal ginjal terminal karena terjadi kematian lebih dahulu yang disebabkan oleh kerusakan sistem kardiovaskuler. Mikroalbuminuria biasanya belum muncul pada pasien DM tipe 1 yang perjalanan penyakitnya kurang dari 5 tahun. Mikroalbuminuria baru muncul pada DM tipe 1 yang sudah terjadi selama 10-15 tahun (Ritz dkk, 2008).

Selama lebih dari 50 tahun tampak kecenderungan kejadian nefropati diabetik pada DM mulai berubah. Pada DM tipe 1 kejadian nefropati diabetik cenderung menurun, sedangkan pada DM tipe 2 justru meningkat. Hal ini mungkin disebabkan karena meningkatnya jumlah penderita DM tipe 2 di dunia. Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas 2010) prevalensi DM nasional adalah 1,1 %, namun angka kejadian nefropati diabetik pada DM belum diketahui dengan pasti.

(10)

letak suatu negara dari khatulistiwa makin tinggi prevalensi diabetes tipe 1. Sebaliknya, pravelensi DM tipe-1 di Eropa misalnya di negara-negara Skandinavia tertinggi di dunia. Disamping itu faktor lingkungan dan faktor genetik juga berperan. Untuk itu, maka di masa mendatang upaya pencegahan timbulnya DM tipe 1 bukanlah suatu hal yang mustahil (Bustan, 2007).

Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi penyakit DM komplikasi adalah :

1) Kadar Glukosa Darah

Glukosa Darah dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi atau kalori. Glukosa dalam darah berasal dari penyerapan usus dari makanan yang mengandung zat tepung/ karbohidrat dari nasi, ubi, jagung, kentang dan lain-lain. Dan sebagian dari pemecahan simpanan energi dalam jaringan (glikogen).

Menurut kriteria International Diabetes Federation (IDF), American Diabetes Association (ADA), dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), apabila gula darah pada saat puasa di atas 126 mg/dl atau dua jam sesudah makan di atas 200 mg/dl, berarti orang tersebut menderita DM. Komplikasi DM bisa timbul pada semua organ dan semua sistem tubuh, dari kepala sampai kaki. Ini tergantung cara menjaga gula darah agar selalu normal. Semakin buruk kontrol gula darah, semakin mudah terkena komplikasi. Sebaliknya, kontrol gula yang baik dapat mencegah/menghambat terjadinya komplikasi (Tandra, 2014).

(11)

karena itu untuk menentukan diagnosa DM. Namun dengan adanya uji strip glukosa darah baik yang menggunakan glucometer maupun secara kasat mata, memungkinkan penderita melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sendiri di rumah (Soegondo, 2011).

Gula darah tinggi menyebabkan kerusakan bermacam-macam sistem dan organ tubuh. Bisa merusak mata, otak, rongga mulut, paru-paru, jantung, lambung, usus, hati, empedu, ginjal, kandung kemih, sistem saraf, serta anggota gerak. Termasuk menimbulkan impotensi dan luka yang tidak kunjung sembuh. Bagaimana terjadinya komplikasi seperti ini, semua berawal dari kerusakan pembuluh darah. Gula darah tinggi merusak dinding pembuluh darah, baik pembuluh darah berukuran besar (arteri) maupun paling kecil (kapiler) (Tandra, 2011).

Statistik menunjukkan, ketika berobat ke dokter, dua sampai tiga dari lima pasien menderita satu atau beberapa komplikasi lantaran penyakit DM. Namun, dengan kontrol gula darah yang baik, komplikasi-komplikasi tersebut bisa dikalahkan, atau setidaknya dikurangi. Bahkan bila disiplin dan bersungguh-sungguh, komplikasi lain yang belum tibul bisa dicegah (Tandra, 2011).

2) Aktivitas Fisik/Olahraga

(12)

selama 8 tahun pada 87.535 perawat wanita yang melakukan olah raga ditemukan penurunan risiko penyakit DM tipe 2 sebesar 3370 (Soegondo dkk,2011).

Pada penderita DM tipe 1 derajat pengaturan kadar glukosa darah akibat olah raga sangat bervariasi antar individu. Pada penderita DM tipe 1 latihan jasmani akan menyulitkan pengaturan metabolik, hingga kendali gula darah bukan merupakan tujuan latihan. Tetapi latihan endurance ternyata terbukti akan memperbaiki fungsi endotel vaskuler. Pada DM tipe 2 olahraga berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Masalah utama pada DM tipe 2 adalah kurangnya respon reseptor terhadap insulin (resistensi insulin). Karena adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel (Ernawati, 2013).

Lamanya manfaat olahraga akan hilang bila berhenti 3 hari, hal ini menekankan pentingnya olahraga secara teratur dan berkesinambungan. Agar benar-benar bermanfaat olahraga dilakukan 3-4 kali dalam seminggu, berkesinambungan dan dalam jangka waktu yang panjang (Suharto, 2004). Olahraga selama 30-40 menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa kedalam selsebesar 7-20 kali lipat dibandingkan tanpa olahraga yang tepat untuk DM adalah jalan, jogging, renang, bersepeda, aerobik (Soegondo dkk,2011)

3) Diet

(13)

insulin dengan pola makan. Pada penderita DM tipe 2, hendaknya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan yang mempunyai potensi meningkatkan kontrol metabolik jangka lama. Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang cukup dan disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh (Soegondo dkk,2011).

Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas(gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin(resistensi insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk (Smeltzer & Bare, 2002).

PERKENI merekomendasikan konsumsi serat sekitar 25 gram setiap 1000 kkal dalam 24 jam. Untuk usia ≥51 tahun, disarankan untuk meng konsumsi 30 gram bagi laki-laki dan 21 gram bagi wanita setiap hari. Konsumsi yang dianjurkan oleh WHO adalah 24 gram atau 10-13 kalori per 1000 kalori Bagi penderita DM, The Canadian Diabetes Association merekomendasikan konsumsi serat sebanyak 25-30

gram sehari. Sedangkan The Diabetes of Australia dan The European Association for the Study of Diabetes mengatakan bahwa diet tinggi serat baik bagi penderita DM

(Prihaningtyas, 2013).

The American Cancer Society, The American Heart Association dan The American Diabetic Association menyarankan 25-35 g fiber/hari dari berbagai bahan

(14)

DM di Indonesia menyarankan 20 - 25 g/hari bagi orang yang berisiko menderita DM (Soegondo dkk, 2011). Food and Drug Aministration (FDA) Amerika Serikat membatasi konsumsi gula maksimal 10 sendok teh atau 40 gram per hari. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) maksimal 12 sendok teh atau 48 gram perhari(Depkes RI,2009).

Menurut Depkes RI(2005), ukuran saat mengukur sayuran adalah sudah matang tanpa kuah dalam keadaan basah, buah buahan dalam ukuran gram, kacang-kacangan diukur dalam ukuran gram dan sudah siap saji, untuk melihat daftar kandungan serat perseratus gram (sayur-sayuran, buah -buahan dan kacang-kacangan) dapat dilihat pada table berikut.

Tabet 2.1. Daftar Kandungan Serat per 100 Gram Sayur-sayuran, Buah- buahan Serta Produk OlahannYa

(15)

Tabel 2.1. (Lanjutan)

(16)

Tabel 2.2. Daftar Gizi Seimbang Bahan Makanan Kebutuhan Keterangan 1 Porsi

Makanan Pokok 3-4 porsi - ¾ gelas sedang nasi (100 gr), atau - 1 gelas mie kering (50 gr), atau - 3 iris roti putih (70 gr)

Lauk pauk Hewani 2-3 porsi - 1 potong sedang daging sapi (30 gr), atau - 1 butir telur ayam kampung (55 gr), atau - 1 ekor sedang ikan segar ( 40 gr)

Lauk pauk nabati 2-3 porsi - 2 potong sedang tempe (50 gr), atau - 1 potong besar tahu (110 gr), atau - 2 sendok makan kacang tanah ( 15 gr)

Sayur-sayuran 3-4 porsi - 1 gelas setelah dimasak dan ditiriskan (100gr)

Buah- buahan 3-5 porsi - 1 buah kecil pisang ambon (50 gr), atau - 1 buah sedang jeruk garut(115 gr), atau - 1 potong besar pepaya ( 190 gr)

Gula Pasir 2-3 porsi - 1 sendok makan Minyak 5-6 porsi - 1 sendok the Garam 1 porsi - 1 sendok the Air minum 2 liter - 8 gelas Sumber : Depkes RI, 2008

(17)

Tabel 2.3. Daftar Indeks Glikemik Beberapa Makanan

Jenis Makanan Indeks

Roti Gandum Putih

(18)

tetapi juga menilai seberapa banyak glukosa yarig terkandung dari makanan tersebut sehingga GL lebih menilai secara keseluruhan (the whole package), semakin rendah GL semakin kecil suatu makanan yang disajikan memicu peningkatan gula darah secara berlebih, berikut parameter dari GL: Tinggi GL 20 atau lebih, sedang GL I l-19 dan rendah GL l0 atau kurang (Ostman,200l).

GL dapat dihitung dengan cara mengkalikan GI dengan jumlah karbohidrat yang terkandung dari suatu makanan lalu dibagi seratus, sebagai contoh kita ambil wortel, wortel sebanyak 50 gram memiliki kandungan 5,3 gram karbohidrat(telah diketahui di atas bahwa GI wortel adalah 7l), jadi nilai GL nya adalah: (71x 5.3):100 = 3,76 Jadi wortel yang dikatakan memiliki GI yang tinggi ternyata memiliki GL yang rendah (Thompson, 2006).

(19)

4) Kepatuhan Minum Obat

Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan petugasnya, sikap dan pola hidup penderita beserta keluarganya, tetapi dipengaruhi juga oleh kepatuhan pasien terhadap pengobatannya. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya dapat berakibat fatal (Hussar, 1995).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan penderita pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah. Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009). Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50%, sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah (Asti, 2006).

(20)

dukungan kepada anggota keluarga untuk mengingatkan pasien minum obat, dan lain sebagainya (Rantucci, 2007).

2.1.6 Pencegahan Diabetes Mellitus

Penderita DM dapat mencegah atau paling tidak memperlambat perkembangan komplikasi di atas dengan memantau dan mengendalikan empat faktor yaitu (Soegondo, 2011):

a. Kontrol Kadar Gula Darah

Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan di laboratorium dengan metode oksidasi glukosa atau o-toluidin memberikan hasil yang lebih akurat. Oleh karena itu untuk menentukan diagnosa DM. Namun dengan adanya uji strip glukosa darah baik yang menggunakan glucometer maupun secara kasat mata, memungkinkan pasien melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sendiri di rumah.

b. Aktivitas / Olahraga

Olahraga selama 30-40 menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel sebesar 7-20 kali lipat dibandingkan tanpa olah raga. Olahraga yang tepat untuk DM adalah jalan, jogging, renang, dan bersepeda, aerobik (Soegondo dkk, 2011).

c. Diet

The American Cancer Society, The American Heart Association dan The American Diabetic Association menyarankan 25-35 g fiber/ hari dari berbagai

(21)

pengelolaan diabetes di Indonesia menyarankan 20 - 25 g/hari bagi orang yang berisiko menderita DM (Soegondo dkk, 2011)

d. Kepatuhan Minum Obat

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat pasien pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah. Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009).

2.2Komplikasi DM

Pada penderita DM, jika gula darah tidak terkontrol dengan baik beberapa tahun kemudian akan timbul komplikasi. Komplikasi akibat DM yang timbul dapat berupa komplikasi akut dan kronis.

2.2.1 Komplikasi Akut

Komplikasi akut adalah komplikasi yang muncul secara mendadak. Keadaan bisa fatal jika tidak segera ditangani yang Termasuk dalam kelompok ini adalah: a. Hipoglikemia (glukosa darah turun terlalu rendah)

(22)

Pada saat mendapat suntikan penderita harus makan dengan kalori yang sesuai untuk mengimbangi efek insulin. Jadwal makan juga haruslah teratur, tiga kali makan utama dan selingan dua kali di antara makan utama, makan snack pada malam hari sangat penting karena makanan hanya dapat tahan hingga jam tiga pagi (Nabil,2009).

Olahraga membakar glukosa dalam tubuh, tetapi perlu diperhatikan kesesuaian antara olahraga dengan dosis obat dan pola diet penderita. Latihan fisik dan olahraga berlebihan dapat menyebabkan hipoglikemia pada malam hari atau keesokan harinya disebut dengan delayed onset low blood sugar. Pengaruh alkohol bekerja dengan menghambat kemampuan hati untuk melepaskan glukosa, alkohol juga menghambat kerja hormon yang menaikkan glukosa darah serta meningkatkan efek insulin, dan dapat menyebabkan hipoglikemia berat (Tandra, 2007).

Tanda dari gejala hipoglikemia dapat bervariasi tergantung penurunan kadar glukosa darah. Keluhan pada dasarnya dapat berupa keluhan pada otak, ini dikarenakan otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga mempengaruhi fungsi intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, lelah, kejang hingga koma. Keluhan lain seperti lapar, nadi cepat, kejang atau koma. Keluhan akibat efek samping hormon lain yang berusaha menaikkan kadar glukosa darah, misalnya pucat, berkeringat, nadi cepat, berdebar, cemas serta rasa lapar (Tandra, 2007).

b. Hiperosmolar Non-ketotik

(23)

(HNOK), atau Diabetic Hiperosmolar Syndrome (DHS).Kadar glukosa darah dapat mencapai nilai 600mg/dl.Glukosa dapat menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar bersama urin, dan tubuh mengalami dehidrasi. Penderita DM dalam keadaan ini menunjukkan gejala nafas cepat dan dalam, banyak kencing, sangat haus, lemah, kaki dan tulang kram, bingung, nadi cepat, kejang dan koma (Tandra, 2007). Hiperglikemia dapat terjadi jika masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului stress akut (Suryono, 2004).

c. Ketoasidosis (terlalu banyak asam dalam darah)

(24)

2.2.2 Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik ini terjadi karena glukosa darah berada di atas normal berlangsung secara selama bertahun-tahun. Komplikasi timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi berangsur semakin berat dan membahayakan. Komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular diantaranya

a. Kerusakan Saraf (Neuropati Diabetik)

Baik pada penderita DM tipe I maupun pada penderita DM tipe II bisa terkena neuropati. Hal ini bisa terjadi setelah terkena DM dalam waktu yang lama, dengan glukosa darah tinggi yang tidak terkontrol. Dalam jangka lama, glukosa darah yang tinggi akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makanan ke saraf menyebabkan terjadinya kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik. Saraf tidak dapat mengirim dan menghantarkan pesan-pesan rangsangan impuls saraf. Keluhan yang terjadi bervariasi, mungkin nyeri pada tangan dan kaki, gangguan pencernaan dan lain sebagainya (Tandra, 2007).

Neuropati deabetik yang paling sering adalah neuropati perifer. Kerusakan ini mengenai saraf perifer yang biasanya terjadi di anggota gerak bawah yaitu kaki dan tungkai bawah (Tandra, 2007). Saraf yang telah rusak membuat penderita DM tidak dapat merasakan sensasi sakit, panas, dingin, pada tangan dan kaki.Gejala umum yang biasanya terjadi berupa rasa kebas (baal) dan kelemahan pada kaki dan tangan.

(25)

ulcer. Bila tidak diobati akan menyebabkan infeksi dan kerusakan tulang yang

memerlukan tindakan amputasi. Gangguan yang muncul setelahnya adalah gangguan pada pembuluh darah, sehingga aliran darah tidak mencukupi ke kaki dan tangan menyebabkan luka dan infeksi sukar sembuh (Nabil, 2009).

Neuropati yang lain yang dapat terjadi adalah neuropati otonom, saraf yang rusak adalah saraf otonom yaitu saraf yang mengatur bagian tubuh yang tidak disadari misalnya denyut jantung, saluran cerna kandung kemih, alat kelamin dan kelenjar keringat. Saraf ini berhubungan dengan sum-sum tulang belakang dan otak. Neuropati otonom kardiovaskuler ditandai dengan denyut jantung yang cepat terutama pada saat tidur. Denyut nadi bisa juga berubah pada saat bernapas. Pada saat nafas denyut nadi jadi lebih lambat, saat mengeluarkan nafas denyut nadi menjadi lebih lambat (Tandra, 2007).

Neuropati gastrointestinal terjadi pada saraf otonom lambung dan usus. Penyerapan makanan menjadi lambat yang menyebabkan kembung, rasa penuh walau baru makan sedikit, mual dan bahkan muntah. Masalah lambung pada penderita DM disebabkan oleh kerusakan saraf sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah dan lambung menggelembung dan menyebabkan proses pengosongan lambung (Tjokroprawiro, 2007).

(26)

bladder di mana bila kantung penuh tidak terasa, bila ingin berkemih juga tidak terasa. Neuropati otonom adalah jenis komplikasi yang lain yang ditandai dengan keringat yang abnormal. Pada lengan dan tungkai hanya ada sedikit keringat dan tubuh bagian tengah dan wajah berkeringat banyak. Neuropati otonom pada pupil mata, mengatur masuknya sinar ke dalam bola mata. Di tempat yang gelap pupil tetap kecil dan tidak membuka lebar walaupun berada di dalam ruangan gelap (Tandra, 2007).

Sebagian besar komplikasi kaki diabetik mengakibatkan amputasi yang dimulai

dengan pembentukan ulkus di kulit. Risiko amputasi ekstrimitas bawah 15-46 kali lebih

tinggi pada penderita diabetik dibandingkan dengan orang yang tidak menderita DM.

Komplikasi kaki diabetik adalah alasan yang paling sering terjadinya rawat inap pasien

dengan prevalensi 25% dari seluruh rujukan DM di Amerika Serikat dan Inggris

(Yumizone, 2008).

b. Mata (Retinopati)

(27)

Pada retinopati yang non-proliferatif (background retinopati) terjadi pembengkakan dan kelemahan retina. Retinopati proliferatif yang terjadi perdarahan retina serta terbentuk pembuluh darah merusak retina dan membuat mata kabur.Katarak adalah kelainan mata kedua pada penderita DM yang bisa mengakibatkan kebutaan. Lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar. Katarak tergantung pada usia, dan lamanya DM. Glaukoma adalah terjadinya peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata (Tandra, 2007).

c. Jantung

Penyakit DM dapat menyebabkan berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah(kardiovaskuler) antara lain angina(nyeri dada), serangan jantung, tekanan darah tinggi, penyakit jantung.DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah yang mengakibatkan suplai darah berkurang dan tekanan darah meningkat. Keluhan sakit jantung sangat bervariasi, biasanya tidak ada keluhan, tetapi selanjutnya akan timbul gejala akibat penyumbatan antara lain sesak nafas, nyeri dada, rasa lelah, sakit kepala, detak jantung cepat dan tidak teratur, berkeringat banyak. Akan tetapi, kadang pada penderita DM disertai tanpa rasa nyeri. Hal ini disebabkan karena saraf yang mengantar rasa nyeri telah rusak (Tandra, 2007).

d. Kerusakan Ginjal (Nefropati Diabetik)

(28)

saringan ginjal timbul akibat glukosa darah yang tinggi (umumnya di atas 200mg/dl) dan dipengaruhi oleh tekanan darah yang tinggi (Rindiastuti, 2007).

Semakin lama terkena DM, pasien akan lebih mudah mengalami kerusakan ginjal. Pada awalnya terjadi peningkatan Glomerular Filtration Rate hingga 150ml/menit pada penderita DM. Apabila keadaan ini berlanjut bertahun-tahun akan ada sedikit protein yang keluar ke dalam urine. Keadaan ini disebut sebagai mikroalbuminuria yaitu keluarnya protein albumin dalam jumlah 30-300 mg dalam 24 jam. Selanjutnya akan menimbulkan makroalbuminuria atau keluarnya protein dalam jumlah banyak dalam urin(proteinuria) yang akan menjurus ke nefropati stadium lanjut atau end-stage renal disease (Tandra, 2007).

2.3Gangren

(29)

2.3.1 Definisi Gangren

Gangren adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan kematian area tubuh. Ini terjadi ketika pasokan darah terpotong ke bagian yang terganggu sebagai akibat dari berbagai proses, seperti infeksi, pembuluh darah (berkaitan pembuluh darah), penyakit atau trauma, Gangren dapat melibatkan bagian manapun dari tubuh; situs yang paling umum termasuk jari kaki, jari, kaki, dan tangan (Nirwana, 2011).

Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Tambunan, 2006).

(30)

2.3.2 Klasifikasi Gangren

Ada berbagai macam klasifikasi gangren, mulai dari klasifikasi oleh Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi wagner, klasifikasi texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh International Working Group On Diabetic Foot karena dapat menentukan kelainan

apa yang lebih dominan, vascular, infeksi, neuropatik, sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju dengan baik. Klasifikasi menurut Wagner (Ernawati, 2013):

Derajat 0 = tidak ada lesi luka, kulit utuh dan mungkin disertai kelainan bentuk kaki atau selulitis.

Derajat 1 = ulkus superfisial dan terbatas di kulit

Derajat 2 = ulkus dalam mengenai tendon, kapsula sendi atau fasia yang dalam tanpa akses

Derajat 3 = ulkus yang dalam disertai abses, osteomyelitis atau sepsis sendi Derajat 4 = gangren yang terlokalisasi pada kaki bagian depan atau tumit Derajat 5 = gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah.

2.3.3 Jenis-jenis Gangren

Jenis-jenis gangren menurut Nirwana (2011):

(31)

menjadi dingin dan hitam, mulai mengering, dan akhirnya Sloughs off. Ganggren kering sering terlihat pada orang dengan penyumbatan arteri ( Arterisklerosis ) akibat peningkatan kadar kolesterol, diabetes, merokok, dan faktor genetik dan lainnya.

b. Gangren basah atau lembab berkembang sebagai komplikasi dari luka yang terinfeksi yang tidak diobati, pembengkakan akibat infeksi bakteri menyebabkan penghentian tiba-tiba aliran darah, penghentian aliran darah memfasilitasi invasi otot-otot oleh bakteri dan perkalian dari bakteri karena melawan penyakit sel ( sel darah putih ) tidak bias mencapai bagian yang sakit.

c. Gangren Gas adalah Jenis gangren basah yang disebabkan oleh bakteri yang dikenal sebagai clostridia. Clostridia adalah jenis infeksi bakteri penyebab yang tumbuh hanya dalam ketiadaan oksigen, sebagai clostridia tumbuh, mereka memproduksi racun dan gas beracun, sehingga kondisi ini disebut gas gangren. 2.3.4 Penyebab Gangren

Penyebab gangren menurut Nirwana (2011):

a. Kondisi selanjutnya merupakan faktor risiko untuk pengembangan gangren; b. Cedera atau trauma, seperti cedera naksir, luka bakar berat, atau radang dingin; c. Penyakit yang mempengaruhi sirkulsi darah, seperti arterisklerosis, diabetes,

(32)

2.3.5 Gejala Gangren

Menurut Nirwana (2011) gejala gangren dapat dibedakan berdasarkan jenisnya yaitu:

a. Gangren Kering :

1) Daerah yang terkena menjadi dingin dan mati rasa. 2) Awalnya ,daerah yang terkena menjadi merah.

3) Kemudian , mengembangkan perubahan warna coklat. 4) Akhirnya, menjadi hitam dan keriput.

b. Gangren Basah atau Lembab :

1) Daerah yang terkena menjadi bengkak dan meluruh 2) Menyakitkan

3) Daerah luka berdarah

4) Luka menghasilkan bau busuk 5) Luka menjadi hitam

6) Timbul demam. c. Gangren Gas

1) Luka terinfeksi.

2) Sebuah debit coklat atau merah atau berdarah dan cairan dari jaringan yang terkena.

(33)

4) Terjadi pembengkakan.

5) Nyeri parah pada daerah yang terkena.

6) Timbul demam, denyut jantung meningkat dan bernafas cepat jika racun menyebar ke aliran darah.

2.4Landasan Teori

DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin(Soegondo dkk,2011).

Faktor risiko yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler dibagi dalam 2 kategori, yaitu : dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi adalah: merokok, dislipidemia, hipertensi, DM, obesitas, faktor diet, faktor thrambogenic, rendahnya aktifitas fisik, dan konsumsi alkohol berlebihan. Sedang yang tidak dapat dimodifikasi yaitu adanya riwayat penyakit jantung, usia dan gender (Permana, 2009).

Dalam penelitian ini, faktor risiko yang memengaruhi penyakit DM komplikasi gangren:

a. Kontrol kadar gula darah

(34)

terhindar dari berbagai komplikasi. Status metabolik dapat dinilai dari beberapa parameter, seperti :

a) Perasaan sehat secara subjektif b) Perubahan berat badan

c) Kadar glukosa darah dan HbA1C/A1c d) Kadar glukosa urine dan keton urine e) Kadar lemak (lipid) darah

Pemeriksaan glukosa darah secara berkala memang penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan sasaran terapi diabetes dan melakukan penyesuaian dosis obat, bila sasaran belum tercapai. Namun pemeriksaan glukosa urine hanya dapat mendeteksi kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia), tetapi tidak dapat membedakan glukosa darah normal dan rendah (hipoglikemia). Hasil pemeriksaan sangat tergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat digunakan untuk menilai keberhasilan terapi (Nabil, 2009).

(35)

insulin yang dihasilkan sebagai reaksi terhadap peningkatan kadar glukosa darah (Beck, 2011).

Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan di laboratorium dengan metode oksidasi glukosa atau o-toluidin memberikan hasil yang lebih akurat. Oleh karena itu untuk dianjurkan pemeriksaan menggunakan metode o-toluidin dalam mendiagnosa DM. Namun dengan adanya uji strip glukosa darah baik yang menggunakan glucometer maupun secara kasat mata, memungkinkan pasien melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sendiri di rumah (Soegondo, 2011).

Menurut Arisman (2010), pemeriksaan kadar gula darah diperlukan untuk menentukan jenis pengobatan serta modifikasi diet. Ada dua macam pemeriksaan untuk menilai ada/ tidaknya masalah pada glukosa darah seseorang :

1) Pertama, pemeriksaan gula darah secara langsung setelah berpuasa sepanjang malam. Uji kadar gula darah puasa (Fasting blood glucose tes) merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard) untuk diagnosis DM. Seseorang didiagnosis DM manakala kadar gula darah puasanya, setelah dua kali pemeriksaan, tidak beranjak dari nilai di atas 140 mg/dl.

(36)

Tabel 2.4. Patokan Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa untuk Menyaring dan Mendiagnosis DM

Bukan Belum pasti Pasti

Segera setelah darah diperoleh, pasien diberi minuman yang mengandung 75 gram glukosa (1,75 g/kgBB) untuk anak-anak dan 100 g untuk wanita hamil). Darah pasien kemudian diambil lagi setelah ½, 1 . 2, 3 jam untuk diperiksa. Kadar gula darah ≤ 110 mg/dl dianggap sebagai respon gula darah normal. Gula darah puasa disimpulkan terganggu (impaired fasting glucose)jika hasil pemeriksaan menunjukkan pada kisaran angka ≥110 hingga ≤126 mg/dl. Jika hasil gula darah mencapai angka ≥140 sampai <200 mg/dl pada 2 jam postprandial, dilakukan sebagai toleransi glukosa terganggu(impaired glucose postpranadial). Pasien dipastikan mengidap DM seandainya kadar gula darah 2 jam post pranadial bernilai ≥200 mg/dl.

b. Aktivitas fisik / olahraga

(37)

Untuk memastikan apakah gula darah berada dalam keadaan stabil sebaiknya para penderita DM memeriksakan diri 30 menit dan beberapa saat sebelum kegiatan dilangsungkan.Tujuan pemeriksaan ini ialah untuk menentukan apakah gula darah turun begitu cepat atau cukup stabil. Jika gula darah cepat sekali anjlok, harus ditambah kudapan sebelum melakukan kegiatan. Cara ini bermamfaat dan sangat membantu, terutama jika kegiatan akan dilangsungkan ketika insulin kerja panjang telah mencapai kadar puncak. DM harus didorong untuk menguji gula darah setiap 30–45 menit, mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Panduan ini merupakan upaya pasien untuk memastikan pengaruh olah raga terhadap pengendalian gula darah(Arisman, 2010).

Olahraga selama 30-40 menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel sebesar 7-20 kali lipat dibandingkan tanpa olah raga. Olahraga yang tepat untuk DM adalah jalan, jogging, renang, dan bersepeda aerobik (Soegondo dkk, 2011).

c. Diet

Menurut Beck (2011), diet DM bagi penderita DM bertujuan untuk :

1) Memulihkan dan mempertahankan kadar gula glukosa darah dalam kisaran nilai yang normal sehingga mencegah terjadinya glikosuria beserta gejala-gejalanya. 2) Mengurangi besarnya perubahan kadar glukosa darah postprandial. Selain

(38)

3) Memberikan masukan semua jenis nutrient yang memadai sehingga memungkinkan pertumbuhan normal dan perbaikan jaringan

4) Memulihkan dan mempertahankan berat badan yan normal.

Diet DM dirancang berdasarkan jumlah kalori yang dibutuhkan serta kandungan karbohidrat (gram) dalam makanan yang tersedia. Bagi DM yang memerlukan insulin, diet mesti disusun bukan hanya berdasarkan jumlah kebutuhan akan kalori dan kandungan karbohidrat dalam makanan, tetapi juga berpedoman pada jenis insulin yang akan digunakan. Karena itu, onset, puncak, dan lama kerja insulin yang akan digunakan harus diketahui dan dimengerti.

Waktu makan dan saat pemberian insulin mesti diterapkan setiap hari agar gula darah dapat terkendali secara efektif . Pemberian insulin tanpa diikuti pemberian glukosa (melalui makanan) akan membuahkan kondisi hipoglikemia, sementara pemberian glukosa tanpa insulin menyebabkan keadaan hiperglisemia.

Berdasarkan catu energi yang dianjurkan PERKENI (2006) dalam Arisman (2010), kontribusi karbohidrat, lemak, dan protein sebagai pemasok energi untuk penderita DM berturut-turut 325 gram karbohidrat, 75 gram lemak, dan 44 gram protein. Adapun langkah-langkah penghitungan diet DM:

1. Susu, dikonsumsi 2 kali sehari (1 gelas susu = 9 gram karbohidrat dan 7 gram protein).

2. Buah, bias dikonsumsi tiap kali makanan utama dan kudapan (2 porsi, dan tiap 1 porsi = 10 gram karbohidrat).

(39)

4. Nasi, dikonsumsi 5½kali (1 porsi = 40 gram karbohidrat dan 4 gram protein). 5. Minyak, dikonsumsi 5 porsi (1 porsi = 5 gram lemak).

Petugas kesehatan menganjurkan semua pasien DM mengikuti beberapa nasehat diet yaitu:

1) Bagi pasien DM yang tidak memerlukan suntikan insulin tetap membutuhkan nasehat guna menjamin penggunaan insulin tubuh yang ada secara efisien.

2) Bagi pasien DM yang memerlukan suntikan insulin membutuhkan nasehat guna menjamin jadwal makan yang tepat dan jumlah hidratarang dalam makanan yang sesuai dengan aktivitas hormon insulin yang disuntikkan.

3) Bagi pasien DM yang obes perlu memperoleh nasehat diet untuk mengurangi berat badan (Beck, 2011).

Untuk mengetahui jenis-jenis diet pasien DM, Beck (2011) menggolongkan menjadi:

1. Diet Rendah Kalori

(40)

2. Diet Bebas Gula

Jenis ini digunakan untuk pasien DM yang berusia lanjut dan tidak memerlukan suntikan insulin. Diet bebas gula diterapkan berdasarkan prinsip yaitu tidak memakan gula dan makanan yang mengandung gula dan mengkonsumsi makanan sumber hidratarang sebagai bagian dari keseluruhan hidangan secara teratur. Makanan bagi pasien DM harus mengandung hidratarang dalam bentuk pati dan dibagi menjadi beberapa bagian dengan interval yang teratur selama sehari. Pemberian hidratarang dalam bentuk pati secara teratur akan memberikan keseimbangan yang baik antara masukan hidratarang dan insulin yang tersedia.

3. Sistem Penukaran Hidratarang

Sistem ini bertujuan untuk menghasilkan suatu metode pengaturan hidratarang yang tepat. Sistem penukaran hidratarang digunakan pada pasien DM yang mendapat suntikan atau obat-obat hipoglikemik oral dengan dosis tinggi. Diet ini lebih rumit diikuti, tetapi mempunyai kelebihan yaitu lebih fleksibel dan bervariasi ketimbang diet jenis bebas gula.

(41)

diperbolehkan mendapatkan 12 SP (120 gram) hidratarang/ hari sedangkan untuk pasien DM dengan berat badan ideal boleh diberikan 30 SP(300 gram) hidratarang/ hari.

Cara pembagian satuan penukar hidratarang dalam sehari tergantung kepada jenis terapi yang diberikan untuk seorang pasien DM. Tujuan pembagian ini adalah untuk mengimbangkan aktivitas insulin dengan makanan sehingga dapat mencegah keadaan hipoglikemia maupun hiperglikemia. Pasien DM yang diobati dengan slowacting insulin atau preparat hipoglikemik oral harus makan dengan pembagian

hidratarang yang merata dalam sehari. Namun bagi pasien yang memperoleh terapi campuran insulin (fast acting insulin), sebagian besar hidratarang harus dimakan pada saat aktivitas insulin mencapai pundaknya.

d. Kepatuhan Minum Obat

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah.Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009).

(42)

lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan).

Perilaku sehat manusia mempunyai kontribusi, yang apabila dianalisis lebih lanjut kontribusinya lebih besar, sebab disamping berpengaruh langsung terhadap pasien DM, juga berpengaruh tidak langsung melalui lingkungan terutama lingkungan buatan manusia, sosio, budaya, serta faktor pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan di rumah sakit.

Selanjutnya dapat digambarkan dengan kerangka teori menurut H.L Blum sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Teori Blum Sumber: Notoatmodjo, 2010

Status Kesehatan

Lingkungan (Environment) Pelayanan

Kesehatan

Keturunan

(43)

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas, selanjutnya dapat digambarkan bagan kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Risiko :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kasus DM Komplikasi

Gangren Pelayanan Kesehatan :

- Kadar gula darah - Kepatuhan minum obat

Perilaku :

Gambar

Tabel 2.1. (Lanjutan)
Tabel 2.2.  Daftar Gizi Seimbang
Tabel 2.3. Daftar Indeks Glikemik Beberapa Makanan
Tabel 2.4. Patokan Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa untuk
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan temuan tersebut saran yang dapat disampaikan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Sukoharjo adalah menerapkan kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi BPK terkait kepuasan relasional bagi pegawai yang terpisah secara geografis dengan suami/istri,

Data yang terkumpul dari kedua benda kerja pada titik tersebut dapat digambarkan pada grafik Hubungan Antara Kekasaran Permukaan Aritmatik Benda Kerja Dudukan Bearing

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh metode bermain terhadap kemampuan teknik dasar passing atas, jika diberikan dalam bentuk bermain pada siswa

Pemberian secara subkutan zat karsinogenik benzo( α) piren pada tubuh mencit secara statistik ( One Way ANOVA, α=0,05) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan

Ada pula yang mengatakan maksudnya adalah ‘Isa bin Maryam, ada yang mengatakan Al Qur’an, ada yang mengatakan wahyu, dan ada yang mengatakan malaikat yang berdiri sendiri sebagai

aktivitas masyarakat yang melakukan ziarah dengan motivasi sebagai. peluang untuk mendapatkan

aksesnya cepat, Aspek Ergonomi dari sisi Pengguna OPAC tergolong Baik sehingga pemustaka merasa nyaman berada dalam ruangan perpustakaan, dan Peran Pustakawan dalam