45 BAB II
PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN
II. 1 Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Kabupaten Simalungun bagian timur. Secara geografis Kabupaten Simalungun terletak antara 980,320– 990,350 BT dan 20,360 – 30,180 LU dengan kelembaban udara rata-rata perbulan 83.0 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 86 %, dengan penguapan rata-rata 3,52 mm/hari.43
Dalam satu tahun rata-rata terdapat 15 hari hujan dengan hari hujan tertinggi terdapat pada bulan Oktober sebanyak 24 hari hujan, curah hujan terbanyak pada bulan nopember sebesar 407 mm dengan ketinggian 20-1400 M diatas permukaan laut yang berbatasan dengan:
Sebelah barat : Kabupaten Karo
Sebelah Timur : Kabupaten Asahan
Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Selatan :Kabupaten Toba Samosir
46
Luas wilayah Kabupaten Simalungun ialah mencapai 4.386, 60 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 830986 jiwa dengan kepadatan 189,44 jiwa/ Km2.
Gambar 2. 1: Peta Kabupaten Simalungun
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
47
kelurahan dan 386 Nagori dengan jumlah terbanyak berada di kecamatan Raya yaitu 18 Nagori dan 4 kelurahan.44
II. 2 Kecamatan Dolok Pardamean
Sektor pertanian dan hasil perkebunan menjadi komoditi utama yang dihasilkan di Kabupaten Simalungun. Penggunaan lahan secara keseluruhan didominasi untuk sektor pertanian dan perkebunan dengan penghasil padi, jagung, dan ubi kayu terbesar di Sumatera Utara.
Kecamatan Dolok Pardamean merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Simalungun dengan luas adalah 103, 04 Km2 dengan ketinggian 1247 M diatas permukaan laut yang berbatasan dengan:
Sebelah Timur : Kecamatan Panei
Sebelah Selatan : Danau Toba
Sebelah Barat : Kecamatan Purba
Sebelah Utara : Kecamatan Raya
Kecamatan Dolok Pardamean secara admiinistratif merupakan kecamatan di Kabupaten Simalungun memiliki wilayah paling kecil yaitu 103,04 Km2 dengan jarak 35 Km2 ke kabupaten dan terdiri dari 16 (enam belas) Nagori, diantaranya Bangun Pane, Butu Bayu Panei, Dolok Saribu, Parik Sabungan, Parjalangan, Sibuntuon, Silabah Jaya, Sinaman Labah, Sirube-rube Gunung Purba, Tiga Ras
44
48
dan Togu Domu Nauli, Nagori Bayu, Sihemun Baru, Tanjung Saribu, Pamatang Sinaman, Partuahan. Berikut tabel nama nagori beserta luas dan jumlah penduduk yang terdapat di Kecamatan Dolok Pardamean:
Tabel 2.1 : Nama Nagori berdasarkan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
No Nama Nagori Luas Wilayah Jumlah
Penduduk
1 Bangun Panei 899 Ha 1327 Orang
2 Butu Bayu Panei Raja 904 Ha 1032 Orang
3 Dolok Saribu 1020 Ha 1701 Orang
4 Parik Sabungan 933 Ha 1247 Orang
5 Parjalangan 688 Ha 993 Orang
6 Sibuntuon 967 Ha 1834 Orang
7 Silabah Jaya 987 Ha 1673 Orang
8 Sinaman Labah 1120 Ha 1820 Orang
9 Sirube-rube Gunung Purba 992 Ha 1509 Orang
10 Tiga Ras 1209 Ha 1529 Orang
11 Togu Domu Nauli 1003 Ha 1415 Orang
12 Nagori Bayu 891 Ha 897 Orang
13 Sihemun Baru 1089 Ha 1205 Orang
49
15 Pamatang Sinaman 697 Ha 919 Orang
16 Partuahan 1050 Ha 998 Orang
Sumber: Profil Kecamatan Dolok Pardamean
Adapun jumlah penduduk Dolok Pardamean ialah sekitar 16. 080 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 8. 123 jiwa dan perempuan sebanyak 7.947 jiwa. Dari tabel diatas tampak bahwa wilayah terluas ialah wilayah Nagori Tiga ras yaitu dengan luas 1209 Ha dengan jumlah penduduk yang mencapai 1529 orang.
II.3 Nagori Tiga Ras
Nagori Tiga Ras merupakan salah satu Nagori di Simalungun yang terkenal dengan tempat pariwisatanya, yakni seperti Pantai Paris, Pantai Garoga dan lain sebagainya. Tiga Ras sendiri terdiri dari “tiga” (pajak/ pekan) dan Ras (suku). Dimana pada tahun 1927 didaerah ini terdapat pekan atau pusat perbelanjaan, dan yang berkunjung ke pekan ini datang dari berbagaisuku, diantaranya suku simalungun, suku samosir, dan suku toba.
50 II.3. 1Letak Geografis
Secara geografis Nagori Tiga Ras berada dikecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun. Ketinggian desa rata rata di atas 862-900M diatas permukaan laut dan rata-rata suhu sekitar 25° C dengan kategori daerah Dingin/Sejuk dan dengan luas wilayah sekitar 1209 Ha.
Secara adminitratif Nagori Tiga Ras terdiri dari 5 Dusun, diantaranya Dusun I (Dusun Labuhan), Dusun II (Dusun Parbalohan), Dusun III (Dusun Saragih Ras), Dusun IV (Dusun Partondiaan), Dusun V (Dusun Batu Marandor). Setiap nama dusun disesuaikan dengan dusun masing-masing, seperti Dusun I disebut dusun Labuhan karena di Dusun tersebut terdapat pelabuhan, Dusun II disebut Dusun Parbalohan karena Dusun tersebut merupakan perbatasan dengan nagori yang lain, dan seterusnya.
Nagori Tiga Ras berada dibagian selatan Kabupaten Simalungun yang berbatasan dengan:
Sebelah timur : Kecamatan Pamatang Sidamanik
Sebelah barat : Danau Toba
Sebelah Utara : Nagori Togu Domu Nauli
51 II.3. 2Keadaan Penduduk
Penduduk Nagori Tiga Ras terdiri dari 1529 jiwa dengan jumlah penduduk Laki-laki sebanyak 637 orang dan perempuan berjumlah 892 orang.
Tabel: Jumlah Penduduk Berdasarkan jenis kelamin
NO Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 637 jiwa
2 Perempuan 892 jiwa
Sumber: Profil Nagori Tiga Ras
Penduduk Nagori Tiga Ras terdiri dari beberapa suku, seperti suku Simalungun, Batak Toba, Batak Samosir. Penduduk mayoritas menggunakan bahasa Batak Samosir, dimana mereka meyakini Batak Samosir lebih dekat ke Batak Simalungun dibandingkan ke Batak Toba. Adapun jumlah penduduk berdasarkan suku dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel : Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku
NO SUKU Jumlah Penduduk
1 Batak Simalungun 765 jiwa
2 Batak Samosir 718 jiwa
3 Batak Toba 46 jiwa
Jumlah 1529 jiwa
52
Mata pencaharian penduduk Nagori Tiga Ras mayoritas adalah petani, namun disamping petani ada juga yang bermata pencaharian pedagang, sopir, nelayan, PNS dan lain sebagainya. Agar lebih rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel: Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Pekerjaan Jumlah
penduduk
1 Bertani 1350 jiwa
2 Berdagang 118 jiwa
3 Sopir 15 jiwa
4 Nelayan 34 jiwa
5 PNS 12 jiwa
Jumlah 1529 jiwa
Sumber: Profil Nagori Tiga Ras
53
Nagori Tiga Ras memiliki sarana ibadah seperti gereja dan masjid, dimana Gereja kristen Protestan berjumlah 6 (enam) buah, Gereja Katolik ada 1 (satu) buah, Masjid ada 1 (satu) buah dan dengan Musholah 1 (satu) buah. Ada berbagai agama yang dianut oleh Masyarakat Tiga Ras, seperti Kristen Protestan, Katolik, dan Islam dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2. 2: Jumlah Penduduk berdasarkan Agama
No Agama umlah sarana ibadah Jumlah Umat
1 Kristen Protestan 6 buah 1049 orang
2 Katolik 1 buah 80 orang
3 Islam 2 buah 400 orang
Jumlah 9 buah 1529 orang
Sumber: Profil Nagori Tiga Ras
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwasanya penduduk Nagori Tiga Ras mayoritas menganut agama Kristen Protestan yang mencapai 70%, dan diikuti oleh masyarakat yang menganut agama Islam yang mencapai 26 % dan yang paling sedikit ialah yang menganut agama Katolik yang hanya 4% atau sekitar 12 KK.
54
menentukan terhadap proses pembangunan wilayah sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan.
Di Nagori Tiga Ras sendiri dapat dikatakan masih memprihatinkan, pemerintah sendiri masih kurang memberi perhatian terhadap pendidikan didaerah ini. Didaerah ini hanya terdapat 2 (dua) lembaga pendidikan dan itu hanya bangunan Sekolah Dasar (SD) saja, dan masyarakat yang ingin melanjut pendidikan ketingkat SMP dan SMA harus pergi ke sekolah yang terdapat di tingkat Kecamatan yang berjarak sekitar 7 KM dari Nagori tersebut. Dengan rincian pendidikan masyarakat sebagai berikut:
Tabel 2. 3: Jumlah Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tidak Sekolah 80 orang
2 SD (Sekolah Dasar) 193 orang
3 SMP (Sekolah
MenengahPertama)
254 orang
4 SMA (Sekolah Menengah Atas) 987 orang
5 D3 (Diploma) 6 orang
6 S1 (Sarjana) 9 orang
Jumlah 1529 orang
55
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwasanya tingkat pendidikan masyarakat di Nagori Tiga Ras masih sangat terbelakang dan sangat memprihatinkan. Dimana penduduk mayoritas Nagori Tiga Ras tamat SMA (Sekolah Menengah Atas) dan yang kuliah hanya 15 orang. Dari tingkat pendidikan dapat terlihat bagaimana kualitas sumber daya manusia (SDM) dinagori ini. Hal ini terlihat dari kondisi pembangunan yang terdapat didaerah ini, sebagai lokasi strategis untuk pariwisata dan juga terdapat pelabuhan dapat dikatakan daerah ini masih jauh tertinggal. Dimana minimnya alat transportasi kedaerah ini, yang hanya 2 (dua) angkutan yang sampai kedaerah ini, itu juga hanya tujuan perjalanan Simpang Raya. Disamping alat transportasi, pembangunan jalan juga masih kurang karena sepanjang jalan sampai ke Simpang Raya masih banyak jalan berlobang. Jalan yang bagus malah dari Nagori Tiga Ras ke Tiga Runggu sebagai jalan besar, namun alat transportasi menuju Tiga Runggu itu sendiri tidak ada.
II.3. 3 Struktur Sosial Budaya
Struktur sosial merupakan pranata-pranata yang menentukan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan dengan demikian menyalurkan hubungan pribadi mereka.45
Masyarakat Nagori Tiga Ras terdiri dari suku Simalungun, Batak Samosir, dan Batak Toba meskipun hanya sedikit. Mereka sendiri tidak menerima jika Struktur sosial secara operasional pada hakikatnya bersendikan sistem sosial marga yang patrilineals.
45
56
mereka dinyatakan suku Batak Toba dan tetap bersikeras untuk disebut sebagai masyarakat Batak Samosir karena masyarakat Nagori Tiga Ras berkembang dan berdatangan dari Samosir dikarenakan lokasi Nagori Tiga Ras yang berada di pesisir danau toba dan dekat dengan Pulau Samosir.
Masyarakat Nagori Tiga Ras bisa disebut terdiri dari 50% masyarakat bersuku Batak Samosir dan 50% Batak Simalungun. Namun didaerah ini mayoritas menggunakan bahasa Batak Samosir sedangkan bahasa Simalungun sudah mulai tidak digunakan lagi dan hanya digunakan didalam Gereja saja seperti Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Hal ini mungkin dikarenakan oleh orang Simalungun biasanya berbahasa simalungun dengan mereka yang sesuku dan dengan orang yang lain suku, orang simalungun cenderung menyesuaikan dirinya dengan bahasa lawan bicara.
57
simalungun mampu berbahasa toba, demikian juga yang berbatasan dengan melayu.
Dalam bidang agama masyarakat Nagori Tiga Ras mayoritas agama yang mereka anut ialah agama yang mereka bawa dari daerah asalnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat didaerah ini terbuka untuk menerima masyarakat pendatang dan dapat menerima adanya perbedaan. Masyarakat di daerah ini bersikap sangat ramah terhadap orang yang datang kedaerah itu.
Nilai-nilai keagamaan yang ada di Nagori Tiga Ras sangat banyak memberikan memberikan dampak positif bagi terselenggaranya kekerabatan antar anggota masyarakat. Unsur-unsur budaya dan unsur keagamaan masyarakat yang saling menghormati menjadi ciri masyarakat yang tinggal didaerah Tiga Ras. Sistem sosial yang berlaku didalam kehidupan masyarakat di Nagori Tiga Ras merupakan sistem sosial yang diatur berdasarkan sistem sosial yang berlaku di Indonesia. Peraturan Pemerintah dan sistem norma masyarakat menjadi dasar dari kehidupan sosial masyarakat Nagori Tiga Ras.
58
sangat kental, dimana apabila ada kegiatan keagamaan, mereka saling membantu antara yang satu dengan yang lain.
II.4 Pemerintahan Nagori
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang desa, disebut bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di kabupaten Simalungun sendiri istilah desa diganti dengan istilah Nagori dengan mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No. 13 tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagori. Pada Nagori sesuai dengan Perda No.13 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagori pasal 55 disebutkan, bahwa susunan Pemerintahan Nagori dikepalai oleh Pangulu, dan untuk sekretaris dan kepala urusan disebut dengan Tungkat Nagori, untuk pimpinan wilayah bagian Nagori dilingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan Nagori adalah Gamot, dan untuk wilayah bagian Nagori disebut dengan Huta.
59
Gambar 2. 2 Struktur Organisasi Pemerintahan Nagori Tiga Ras
60 II.4. 1 Pangulu
Pangulu memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Nagori, yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat –istiadat serta kondisi sosial- budaya masyarakat setempat sesuai dengan Perda No. 13 tahun 2006 tentang Nagori.
Sama dengan Kepala Desa, Pangulu juga dipilih oleh dan dari penduduk Nagori dengan masa jabatan Pangulu adalah enam tahun, yang dihitung sejak yang bersangkutan dilantik. Pangulu yang sudah menduduki jabatan Pangulu hanya boleh menduduki jabatan Pangulu lagi untuk satu kali masa jabatan. Pangulu Nagori Tiga Ras sendiri menjabat sejak tahun 2008 hingga tahun 2014, namun dikarenakan adanya kendala pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) baru-baru ini, sehingga khusus kabupaten simalungun dilakukan perpanjangan dengan jabatan pelaksana hingga tahun 2015. Dan ada kemungkinan pemilihan Pangulu dikabupaten simalungun akan dilaksanakan pada tahun 2019 dengan alasan agar pemilihan Pangulu sekabupaten simalungun dilakukan serentak bukan seperti sebelum-sebelumnya yang tidak serentak.
Pangulu mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugas, Pangulu memiliki wewenang, yakni:
61
2. Mengajukan rancangan Peraturan Nagori.
3. Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama Maujana Nagori
4. Menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD
5. Membina kehidupan masyarakat desa 6. Membina perekonomian desa
7. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif
8. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang –undangan
9. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan
II.4. 2 Maujana Nagori
Sesuai dengan Perda No.13 tahun 2006 tentang Nagori, disebutkan bahwa Maujana Nagori merupakan wakil dari penduduk Nagori bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah (huta). Anggota Maujana Nagori terdiri dari pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh pemuka masyarakat lainnya.
62
pemerintahan dan pembangunan, selain itu Maujana Nagori juga diharapkan dapat menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sehingga peran Maujana Nagori dapat dirasakan oleh masyarakat.
Maujana Nagori memiliki tugas dan wewenang, yakni:
1) Membahas rancangan peraturan nagori bersama dengan Pangulu
2) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Nagori dan Peraturan Pangulu
3) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Pangulu 4) Membentuk panitia pemilihan Pangulu
5) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan aspirasi masyarakat 6) Menyusun Tatatertib Maujana Nagori
Sebagai wakil masyarakat, Maujana Nagori wajib menyampaikan informasi hasil kerjanya kepada masyarakat. Sehingga relasi antara Manujana Nagori dengan Masyarakat bisa semakin dekat.
Sesuai dengan Perda No. 13 tahun 2006 tentang Nagori pasal 104 dijelaskan bahwa jumlah anggota Maujana Nagori ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit lima (5) orang dan paling banyak sebelas (11) orang dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan Nagori dengan ketentuan:
63
b) Jumlah pendudk 1501 sampai dengan 2000 jiwa jumlah anggota 7 (tujuh) orang
c) Jumlah penduduk diatas 2001 orang,jumlah anggota 9 (Sembilan) orang. Memicu pada jumlah penduduk yang ada di Nagori Tiga Ras yang berjumlah 1529 orang maka jumlah anggota Maujana Nagori yang ada di Nagori Tiga Ras berjumlah 7 (tujuh) orang dengan ketua dan wakil ketua sehingga keseluruhan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras berjumlah 9 (sembilan) orang.
Gambar 2. 3 Struktur Organisasi Maujana Nagori Tiga Ras
Sumber: Profil Nagori Tiga Ras
Ketua
Taborliman Sidauruk
Sekretaris
Dirga Siallagan Wakil Ketua
Sihar Sitio
Anggota:
1. Jainson Tindaon 2. Rahmat Sitio 3. Hamdan Sitio 4. Marojahan
64 II.5 Peraturan Nagori
Sesuai dengan Perda No. 13 tahun 2006 tentang Nagori, disebutkan bahwa Nagori memiliki weweenang mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat istiadatnya. Dalam rangka mengatur urusan masyarakat setempat tersebut Nagori dapat membuat peraturan nagori. Peraturan Nagori ditetapkan oleh Pangulu bersama Maujana Nagori dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Nagori. Sama seperti peraturan desa, peraturan Nagori merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat serta harus dibentuk berdasarkan asa pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi:
a) Kejelasan tujuan
b) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat c) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan d) Dapat dilaksanakan
e) Kedayagunaan dan kehasilgunaan f) Kejelasan rumusan
g) Keterbukaan
65
maka Pangulu yang menyiapkan rancangan Peraturan Nagori terbut. Jika berasal dari Maujana Nagori maka Maujana Nagori yang menyiapkan semuanya. Terhadap rancangan peraturan Nagori, masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun secara lisan . Selanjutnya rancangan peraturan Nagori dibahas secara bersama oleh pemerintah Nagori dan Maujana Nagori.
Untuk rancangan peraturan nagori tentang anggaran pendapatan dan belanja Nagori, pungutan, dan penataan ruang yang telah disetujui bersama dengan Maujana Nagori, sebelum ditetapkan oleh Pangulu paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan oleh Pangulu kepada Bupati untuk dievaluasi.46
4646
Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Hal. 114
Hasil evaluasi disampaikan oleh Bupati kepada Pangulu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan Nagori tersebut diterima. Apabila Bupati belum belum memberikan hasil evaluasi rancangan anggaran pendapatan dan belanja Nagori tersebut, Pangulu dapat menetapkan rancangan peraturan nagori tentang anggaran pendapatan dan belanja Nagori menjadi peraturan Nagori.
66
Peraturan Nagori disampaikan oleh Pangulu kepada Bupati melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Peraturan Nagori dan peraturan pelaksanaannya wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh pemerintah Nagori.
II.6 Sejarah Nagori di Simalungun
Nama Simalungun menurut sumber lisan turun-temurun berasal dari bahasa simalungun Sima-sima dan lungun. Sima-sima artinya peninggalan dan lungun artinya “yang dirindukan” atau “sepi”. Dahulu pada abad ke-6 atau sekitar tahun 500 Masehi pada masa kerajaan Nagur yang merupakan kerajaan pertama di Simalungun, daerah ini pernah dilanda penyakit sampar (kolera) yang parah sehingga banyak yang meninggal. Akibatnya orang simalungun harus mengungsi keluar dari Nagur menyeberang keseberang Laut Tawar atau Bah Sibongbongan atau yang disebut Danau Toba sekarang dan sampai ke Samosir. Nama Samosir tersebut berawal dari orang Nagur “sahali misir” (Sekali berangkat keseberang). Setelah beberapa tahun, pengungsi ini merasa daerah Nagur sudah aman dari wabah penyakit mematikan itu. Mereka kembali kedaerah asalnya di Nagur dan melihat daerah itu sudah sepi, mereka merindukan daerah itu (malungun) dan sadar bahwa yang tertinggal hanya “sima-sima” (peninggalan) saja. Demikianlah nama daerah itu kemudian dikenal dengan nama “ Simalungun”.
67
dalam tarombo (silsilah) orang Batak Toba. Orang simalungun meyakini bahwa nenek moyangnya datang dari Tanah India yang awalnya bertempat disekitar pesisir Timur (Serdang Bedagai dan Batu Bara sekarang) dan mendirikan kerajaan yang pertama yang bernama Nagur (seperti nama daerah asalnya di India Kerajaan “Nagpur” atau “Nagore”). Raja yang pertama bernama Datuk Parmanik-manik yang selanjutnya berubah menjadi Damanik (“Da” artinya “sang” dan “Manik” artinya “Berwibawa”). Inilah marga penguasa pertama di Simalungun.
68
Kerajaan Si Tonggang dan berakhir Tanah Jawa), dan Raja Nagur Damanik sebagai raja di raja kelompok itu.
Demikianlah sehingga ada empat induk di Simalungun yang kemudian disingkat dengan Si Sa Da Pur, singkatan dari Sinaga, Saragih, Damanik, Purba. Marga yang empat inilah marga Simalungun asli yang menjadi marga pemilik tanah di Simalungun sejak zaman dahulu.47
Zaman dahulu , masyarakat adat Simalungun terbagi atas kasta (pembagian kelas masyarakat karena struktur pemerintahanya yang feodal), yakni:
Belakangan muncullah banyak pendatang ke Simalungun dari suku-suku sekitar yang umumnya dari daerah Samosir dan Toba. Mereka awalnya datang sebagai pekerja upahan atau karena dirampas atau dibeli sebagai budak. Dikarenakan pada masa itu peraturan di Simalungun sangat ketat, dimana hanya mereka yang masuk kedalam empat marga itu yang diakui sebagai kaula merdeka yang dapat diberikan tanah oleh raja-raja Simalungun. Sehingga banyak orang dari Samosir dan Toba memasuki marga yang empat itu di Simalungun sebagai rakyat biasa dan mengaku dirinya orang atau suku Simalungun.
48
1) Raja beserta keluarganya yang bergelar Rajanami (Tuhanta).
2) Para bangsawan beserta keluarganya yang disebut dengan Partuanon atau Gamot.
47
Dr. Budi Agustono dkk, 2012, Sejarah Etnis Simalungun. P. Siantar: Perc. Hutarih Jaya, hlm. 162
48
69 3) Rakyat biasa yang disebut Paruma.
4) Budak dan orang-orang yang ditawan disebut Jabolon.
Kerajaan Nagur inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal masyarakat Simalungun dan cikal-bakal tradisi kerajaan yang diwarisi hingga dipertengahan abad ke-6. Sehingga khususnya bagi masyarakat Simalungun nama Nagur banyak disebut sebagai penyebutan nama kampung , seperti Mariah Nagur, Nagur Raja, Nagur Usang, Nagur Huta, Nagur Bayu, Nagur Tongah.
Sistem feodalisme di Simalungun menempatkan rakyat kebanyakan dalam posisi terendah dalam struktur pemerintahan tradisonal. Rakyat menjadi objek pemerasan para penguasa, kadang-kadang rakyat harus menyerahkan barang bahkan anak gadisnya kepada raja dan keluarganya ini meski dengan hati berat dan paksaan. Rakyat bukan hanya menyerahkan upeti dan kewajiban lainnya, tetapi juga persembahan langsung kepada raja dengan menyediakan dirinya pada waktu dan kondisi tertentu untuk keperluan raja.49 Beberapa penghasilan raja berasal dari pancong alas (sepersepuluh dari hasil hutan), cukai dan pajak ekspor, hasil tiga (pajak pasar atas semua barang dagangan yang dijual di pasar), wang
meja (sepersepuluh dari barang sengketa), parhukuman (denda yang dijatuhkan
dipengadilan), pajak judi (sepersepuluh dari kemenangan judi) dan sewa setengah dolar atas pemakaian tikar dan meja judi.50
49
J. Tideman. 1936 , Simeloengoen. Hlm. 92 50
Anonim. 1909, Nota Penjelasan mengenai Siantar (terjemahan). Hlm. 108
70
hewan itu diperoleh atau disembelih. Rakyat diwajibkan bekerja pada waktu tertentu mengerjakan ladang milik raja (juma bolak) tanpa digaji, membuat jalan, membangun istana raja, menjaga kampung (parari) dan berperang membela kerajaannya melawan musuh atau memperluas wilayah kerajaan.
Dibawah raja ada sebagai penguasa terdapat partuanan yang masih punya hubungan kerabat dengan raja. Partuanan membawahi beberapa pangulu. Mediator para peguasa elit simalungun disebut ulubalang. Ulubalang menyampaikan pesan-pesan pemerintah kerajaan kepada rakyat, apakah itu sekedar pengumuman biasa atau perintah untuk melayani raja atau kepentingan kerajaan.
Pendamping raja dan tuan di daerah adalah harajaan. Di simalungun harajaan ini sifatnya hanya sebatas penasehat raja, didengar atau tidak tergantung pada raja. Pengangkatan menjadi raja harus dengan rapat dan persetujuan harajaan setelah calon raja yang diajukan memenuhi syarat adat. Di samping itu
tiap-tiap struktur pemerintahan terdapat harajaan sampai ketingkat terendah. Sebutan untuk harajaan ini awalnya adalah Si Ompat Suku tetapi belakangan semakin terlupakan seiring dengan masuknya pola pemerintahan modern oleh Belanda sejak 1907. Setiap harajaan memiliki pembantu tersendiri yang disebut
paiduana. Raja juga disebut partongah sebab selain kepala adat dia juga
71
ke tingkat diatasnya sampai ketingkat raja di pamatang. Sistem peradilan ini hanya ditemukan di Simalungun, tidak ada di Toba atau daerah Batak lainnya.51 Keputusan akhir berada ditangan raja sebagai hakim pemutus perkara. Istilah ini diterjemahkan sebagai kesatuan administrasi kampung yang disebut dengan
Nagori yang dikepalai oleh Pangulu (kepala desa) dengan membawahi gamot
(kepala dusun) dalam sistem admisnistrasi pemerintahan nagori di Kabupaten Simalungun. 52
Pembagian kekuasaan (distribution of power) yang diterapkan di Indonesia melalui lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif telah dimulai sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945. Sebagai negara yang baru merdeka , proses membentuk lembaga-lembaga tinggi negara bukanlah hal yang mudah. Pembagian kekuasaan dan sistem pemerintahannya tidaklah langsung berjalan dengan sempurna, namun berbagai perubahan demi perubahan dicapai untuk
Istilah-istilah dalam administrasi pemerintahan nagori tersebut kemudian disahkan dengan dikeluarkannya Perda no. 13 tahun 2006 tentang nagori. Disamping penggunaan kata nagori, pangulu dan gamot dalam administrasi pemerintahan nagori pengubahan nama juga dilakukan untuk sebutan perangkat nagori yang diganti menjadi “ tungkot nagori” dan juga Badan Permusyawaratan Desa menjadi “maujana nagori”.
II.7 Fase Historis Pemerintahan Daerah
51
J. C. Vergowen. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba (terjemahan). Yogyakarta: Lkis. Hlm. 130
52
72
mencapai hasil yang lebih baik. Untuk mengetahui perubahan terhadap hubungan pangulu dengan maujana nagori, berikut dipaparkan:
Pada masa orde baru penyelenggaraan pemerintahan desa masih bersifat sentralistik dimana kepala desa sebagai pusat kekuasaan dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Dengan ditetapkannya UU nomor 5 tahun 1979 maka penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan desa bercorak nasional yang menjamin terwujudnya demokrasi pancasila dengan dibentuknya Lembaga Musyawarah Desa (LMD) sebagai lembaga legislatif yang disamping sebagai sarana demokratisasi didalam desa juga difungsikan sebagai pengontrol terhadap kinerja kepala desa dengan perangkatnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa.53
Berdasarkan pasal 17 UU nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, keanggotaan Lembaga Musyawarah Desa terdiri dari kepala-kepala dusun, Dalam UU nomor 5 tahun 1979 disebutkan bahwa masa jabatan kepala desa adalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali jabatan berikutnya. Penetapan masa jabatan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tenggang waktu tersebut dianggap cukup lama bagi seorang kepala desa untuk dapat menyelenggarakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik dan cukup untuk memberikan jaminan terhindarnya perombakan-perombakan kebijaksanaan sebagai akibat dari pergantian-pergantian kepala desa.
53
73
pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan, pemuka-pemuka masyarakat desa yang yang ditunjuk dan atas persetujuan kepala desa dengan diketuai oleh kepala desa karena jabatannya (ex. Officio) dan sekretaris desa sebagai sekretaris Lembaga Musyawarah Desa karena jabatannya (ex. Officio). Sehingga kepala desa pada saat itu sangat berkuasa dengan mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya kepada bupati melalui camat.54
Berkaitan dengan penyeragaman struktur pada masa orde baru selain dibentuk Lembaga Musyawarah Desa, dibentuk juga Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa sebagai penyempurnaan dan peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa sesuai dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 28 tahun 1980. Namun kembali lagi sama seperti LMD, LKMD
Sehingga Lembaga yang seharusnya bernaung untuk lebih berpihak dan untuk mengutamakan kepentingan masyarakat malah diisi oleh elit-elit desa yang cenderung berpihak kepada pemerintahan.
Melihat ketua LMD dan sekretaris LMD yang diduduki oleh kepala desa dan sekretaris desa, maka tugas LMD sebagai lembaga pengontrol kinerja kepala desa dan perangkatnya dalam menyelenggarakan pemerintahan desa secara otomatis tidak dapat berjalan dengan baik. Sehingga pada masa orde baru sangat memungkinkan bagi pemerintah untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Disinilah tampak secara nyata bagaimana sistem pemerintahan desa yang bersifat sentralistik pada masa orde baru.
54
74
juga diisi oleh kaum elit-elit desa, dimana kepala desa menjabat sebagai ketua LKMD karena jabatan (ex. Deficio) dan yang menjadi anggota LKMD harus atas persetujuan kepala desa. Dalam hal ini semakin tampak sistem pemerintahan di tingkat desa yang sentralistik dan monolitik yang berdampak buruk terhadap sistem pemerintahan desa.
Sejak bergulir era reformasi yang terjadi tahun 1998, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang pedoman umum desa sebagai aturan hukum pelaksananya yang isinya mengatur pemerintahan daerah termasuk pemerintahan desa dimana kekuatan otonomi dikembalikan lagi sesuai dengan porsi yang sebenarnya. Desa dalam Undang-Undang ini diberikan otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab untuk mengurus rumah tangganya. Pemerintahan desa dalam hal ini tidak bertanggungjawab kepada Camat tetapi langsung kepada Bupati dan susunan pemerintah desa dalam hal ini terdapat unsur Badan Perwakilan Desa sebagai alat control yang diambil dari unsur masyarakat masing-masing desa.
75
yang dipilih oleh warga desa sesuai dengan UU nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta diharapkan dapat berperan sebagai kekuatan pengontrol dan penyeimbang (check and balances) kepala desa. Sama dengan LMD, BPD bertugas sebagai pengontrol kinerja kepala desa dan perangkatnya dalam menyelenggarakan pemerintahan desa.
Tetapi dalam perjalanan paruh waktu, pada tahun 2004 Undang-Undang ini diubah dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dimana substansi materi otonomi desa lebih disempurnakan sedangkan pada hal terkait pemerintahan desa terjadi perubahan pada unsur Badan Perwakilan Desa yang menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Karena selama ini dalam banyak kasus, kenyataan yang terjadi anggota Badan Perwakilan Desa dianggap terlampau jauh mancampuri urusan pemerintahan kepala desa dan perangkat desa. Dimana terjadinya kecenderungan BPD bukan tampil sebagai wakil rakyat , melainkan sebagai oligarki baru. BPD hanya merupakan representase dari elit-elit desa yang memegang kekuasaan daripada memperjuangkan permasalahan yang dihadapi masyarakatnya, BPD lebih tertarik untuk mengurusi isu-isu strategis yang dapat menjatuhkan kepala desa.
76
Adapun perbedaan antara BPD dalam UU nomor 22 tahun 1999 dengan UU nomor 32 tahun 2004 dapat dilihat dalam tabel berikut:55
No Badan Perwakilan
Desa ( UU No. 22 tahun 1999)
Badan Permusyawaratan Desa ( UU No. 32 tahun
2004) 1 Keanggotaan Dipilih dari dan oleh
penduduk desa yang memenuhi persyaratan
Wakil-wakil dari penduduk desa yang ditetapkan secara musyawarah dan mufakat bersama kepala desa , menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
55
77 3 Posisi Politik Sangat kuat
• Dapat mengusulkan
pemberhentian
• BPD tidak memiliki fungsi
pengawasan
• BPDtidak dapat
mengusulkan
pemberhentian kepala desa kepada bupati
• Kepala desa tidak lagi
bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD
• BPD tidak memiliki
kewenangan dalam pengelolaan keuangan desa,