• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kabupaten Langkat (Studi Putusan Pn No.197/Pid.B/2011/Pn.Stb, Pt No.431/Pid/2011/Pt.Mdn, Ma-Ri No.579k/Pid/2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kabupaten Langkat (Studi Putusan Pn No.197/Pid.B/2011/Pn.Stb, Pt No.431/Pid/2011/Pt.Mdn, Ma-Ri No.579k/Pid/2012)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Desa adalah Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat kepala desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Desa.2 Penjabat kepala desa berasal dari Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintahan daerah kabupaten/kota3

Untuk mendapatkan seorang Kepala Desa yang diharapkan dapat membawa kepada Pemerintahan Desa yang baik tentunya harus melalui proses yang demokratis yang diwujudkan dengan cara pemilihan Kepala Desa, sebelum melakukan proses pemilihan tersebut tentunya harus melalui tahap penyeleksian bakal calon Kepala Desa yang baik, bersih, dan terbuka agar calon kandidat kepala desa yang akan dipilih melalui proses pilkades merupakan calon-calon yang nantinya jika terpilih dapat membawa pemerintahan desa kearah yang lebih baik. Keluarnya Peraturan Pelaksanaan UU tentang Desa ini berdasarkan pertimbangan untuk melaksanakan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang

2

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia n No.43 tahun 2014 Tentang Peraturan pelaksana Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 1 ayat (1) dan (3)

3 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang

(2)

Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan Desa.

Sumber utama hukum pidana adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),yang terdiri dari 3 Buku. Buku I berisi mengenai aturan umum hukum pidana, Buku II mengenai tindak pidana kejahatan dan Buku III mengenai tindak pidana pelanggaran. Seperti apa yang diterangkan dalam Memorie van Toelichting(MvT), perbedaan dan pengelompokan tindak pidana menjadi kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen) didasarkan pada pemikiran bahwa :4

1. Pada kenyataannya dalam masyarakat ada sejumlah perbuatan-perbuatan yang pada dasarnya sudah mengandung sifat terlarang(melawan hukum), yang karenanya pada pembuatnya patut dijatuhi pidana walaupun kadang-kadang perbuatan seperti itu tidak dinyatakan dalam UU.

2. Disamping itu ada perbuatan-perbuatan yang baru mempunyai sifat terlarang dan kepada pembuatnya diancam dengan pidana setelah perbuatan itu dinyatakan dalam UU.(PAF Lamintang,1983:199-200).

Kenyataannya kejahatan berupa tindak pidana yang lebih berat dari pada pelanggaran. Teranglah bahwa bagi kejahatan pada dasarnya sifat terlarangnya atau tercela perbuatan itu adalah terletak pada masyarakat, sedangkan bagi pelanggaran karena dimuat dalam UU. Kejahatan-kejahatan yang dimuat dalam Buku II, digolongkan ke dalam bentuk-bentuk tertentu, yang pada pokoknya

4

(3)

didasarkan pada kepentingan hukum yang dilanggar/dibahayakan oleh perbuatan itu (Sotochid Kartanegara ).

Ijazah yang seharusnya diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi, bisa didapatkan atau digunakan oleh yang bukan peserta didik. Penggunaan ijzah palsu ini biasanya untuk memenuhi syarat rekruitmen dari suatu jabatan.

Ijazah merupakan suatu bukti bagi seseorang dan sebagai suatu syarat bagi seseorang untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi

Menurut Pasal 1 UU Sisdiknas, Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.5

5

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Bab XX Pasal (1)

(4)

Mereka melakukan cara-cara yang tidak terpuji yang sepintas lalu tampaknya tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan. Apabila ilmu pengetahuan terus berkembang tanpa diimbangi dengan semangat kemanusiaan, maka akan berakibat pada akses-akses yang negatif. Akses-akses negatif dari suatu kemajuan ilmu pengetahuan yang baru disalah gunakan, dimana perwujudan dari suatu perbuatan itu merupakan salah satu dari berbagai macam tindak pidana yang menimbulkan gangguan ketentraman, ketenangan, bahkan sering kali mendatangkan kerugian baik materiil maupun immaterial yang cukup besar bagi masyarakat, bahkan kehidupan negara.

Macam tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat salah satunya adalah kejahatan pemalsuan, bahkan dewasa ini banyak sekali terjadi tindak pidana pemalsuan dengan berbagai macam bentuk dan perkembangannya yang menunjuk pada semakin tingginya tingkat intelektualitas dari kejahatan pemalsuan yang semakin kompleks. Kejahatan mengenai pemalsuan atau disingkat kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (objek), yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya

Kejahatan Pemalsuan Surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat dalam bentuk pokok (bentuk standar ) yang dimuat dalam Pasal 263, yang merumuskan adalah sebagai berikut:6

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

6

(5)

diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal yang dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, dipidana jika pemakaian tersebut dapat menimbulakan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun”

(2) Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja

memakai surat palsu atau yang dipalsukan dapat menimbulkan kerugian Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai Surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah jika pamakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.Wirjono Prodjodikoro mengatakan, tindak pidana ini oleh Pasal 263 ayat (1) KUHP dinamakan (kualifikasi) “pemalsuan surat (Valsheid in Geschriften)”. Dengan kualifikasi pada macam surat: Ke-1: surat yang dapat

menerbitkan suatu hak, suatu perikatan atau pembebasan hutang, Ke-2: surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu kejadian.

Surat (grechrift) adalah suatu lembaran kertas yang diatasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung/berisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik, perinter komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apa pun. Membuat surat palsu (membuat palsu/valschelijk opmaaken sebuah surat) adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.

Membuat surat palsu dapat berupa hal-hal berikut :7

7

Chazawi, Adami. 2001 , Op cit, hal 100

(6)

2. Membuat surat palsu yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain si pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materiil (materiele valschelijk). Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat. Dari berbagai macam tindak pidana pemalsuan surat, salah satunya adalah tindak pidana pemalsuan ijazah atau gelar kesarjanaan.Orang yang menggunakannya juga dikenakan sanksi yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263 dan UU Sisdiknas

Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila si pelaku sanggup mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah penanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas "Tidak dipidana tanpa ada kesalahan" untuk menentukan apakah seorang pelaku tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai kesalahan.

(7)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas,maka penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Sistem Pembuktian Tindak Pidana Dalam Hukum Positif Indonesia terkait dalam kasus Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG.No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012 ?

2. Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu

Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG.No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012) ?

(8)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah di rumuskan secara deklaratif dan merupakan penyertaan-penyertaan tentang apa yang hendak di capai dalam penelitian.8

1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan proses sistem pembuktian tindak pidana dalam hukum positif indonesia bagi pengguna ijazah palsu dengan sanksi pidana yang diterapkan penegak hukum.

2. Untuk mengetahui konsep pertanggungjawaban pidana pelaku pengguna ijazah yang dikeluarkan oleh instasi pendidikan yang terkait tidak terdaftar pada arsip dinas pendidikan.

3. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku pengguna ijazah palsu sesuai putusan (Studi Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012).

8

(9)

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

1. Bagi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan perbendaharaan perpustakaan Fakultas Hukum dan perpustakaan USU yang diharapkan berguna bagi mahasiswa dan mereka yang ingin mengetahui dan meneliti lebih jauh tentang masalah ini.

2. Penulisan skripsi ini dapat memberikan masukan kepada aparat penegak hukum dalam hal menerapkan efektifitas hukum terhadap kategori ijazah palsu dan informasi dalam perkembangan ilmu hukum dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi para akademisi yang menggeluti bidang hukum pidana dan pendidikan khususnya penguna ijazah palsu.

2, Manfaat Praktis

(10)

E. KEASLIAN PENULISAN

Penulisan ini pada prinsipnya dibuat dengan melihat dasar-dasar yang ada, baik yang diperoleh dari buku, perpustakaan, wawancara hakim yang bersangkutan dalam putusan tersebut, serta media cetak maupun elektronik.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penulis di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang :

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT (Studi Putusan PN.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI No.579K/Pid/2012)

Belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa terdahulu yang membahas tentang ijazah palsu, diantaranya yaitu :

1. Tarima Saragih, Aspek Hukum Pidana Dalam Kasus Penggunaan Ijazah Palsu Pada Pencalonan Anggota Legislatif.

2. Khairu Rizki, Analisa Kasus Tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak (Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932/Pid.B/2005/PN.MDN)

(11)

F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1.Pengertian Pertanggungjawaban

Dengan demikian, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena ada kesalahan yang merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, dan telah ada aturan yang mengatur tindak pidana tersebut.

Roeslan Saleh menyatakan bahwa: 9

Dalam bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai,

toerekenbaarheid”, ”criminal responbility”, “criminal liability”. Bahwa

pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak terhadap tindakan yang dilakukannya itu.

“Dalam membicarakan tentang pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapat dilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandangan-pandangan falsafah. Satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas. Pertanggungjawaban pidana sebagai soal hukum pidana terjalin dengan keadilan

Pepatah mengatakan: “Tangan menjinjing, bahu memikul”, artinya seseorang harus menanggung segala akibat dari tindakan atau kelakuannya.

10

9

Saleh, Roeslan. 1982. Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta:Ghalia Indonesia. hal 10

10

(12)

Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan. Jika ia dipidana, harus ternyata bahwa tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Artinya tindakan tersebut tercela tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas perbuatan yang dilakukan. Tiap orang dipandang sehat jiwanya dan karenanya juga mampu bertanggung jawab sampai dibuktikan sebaliknya. Ini merupakan suatu asas dalam hukum pidana. Kemampuan bertanggung jawab juga tidak merupakan unsur tertulis dari suatu pasal tindak pidana sehingga tidak perlu dibuktikan. Dengan Demikian seseorang mendapat pidana,tergantung pada dua hal :

1. Harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau dengan kata lain harus ada unsur melawan hukum. Jadi ada unsur objektif.

2. Terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan atau kealpaan,sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat di pertanggung jawabkan kepadanya. Jadi ada unsur subjektif.

(13)

haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang yang normal, sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan ukuran-ukuran yang dianggap baik ole masyarakat.11

Sementara bagi orang yang jiwanya tidak sehat dan normal, maka ukuranny sebagaimana di tegaskan ketentuan Bab III Pasal 44 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

Suatu perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) belumlah cukup untuk menjatuhkan pidana. Di samping perbuatannya yang melawan hukum harus ada seorang pembuat yang bertanggung jawab atas perbuatannya, yaitu unsur kesalahan dalam arti kata bertanggung jawab (strafbaarheid van de dader). Apabila Kesehatan jiwa seseorang diragukan barulah dilakukan pemeriksaan oleh ahli psikiatri, dengan kemungkinan diberikan keterangan bahwa yang bersangkutan tidak mampu bertanggung jawab.

12

a. Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum.

b. Jika nyata perbuatan itu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan di rumah sakit gila selama-lamanya stu tahun untuk di periksa.

c. Yang di tentukan dalam ayat diatas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

11

Hamzah, Andi. 1986. Bunga Rampai HUkum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. hal. 78

12

(14)

Ada beberapa metode untuk menentukan suatu keadaan tidak mampu bertanggung jawab pada seseorang,sehinnga ia tidak di pidana :13

1. Metode Biologis

Metode biologis yaitu suatu cara dengan menguraikan atau meninjau jiwa seseorang. Seseorang psikiater telah menyatakan seseorang sakit gila dengan sendirinya orang tersebut tidak di pidana

2. Metode Psikologis

Metode psikologis yaitu dengan cara menunjukkan hubungan keadaan jiwa abnormal dengan perbuatannya. Metode ini yang dipentingkan adalah akibat penyakit jiwa terhadap perbuatannya, sehingga dapat dikatakan tidak mampu bertanggung jawab dan tidak dipidana.

3. Metode Gabungan

Metode gabungan dari kedua cara tersebut,yakni metode biologis dan metode psikologis,dengan menunjukanan di samping menyatakan keadaan jiwa dan oleh sebab itu keadaan jiwa itu,kemudian dinilai dengan perbuataannya untuk dinyatakan tidak mampu bertanggung jawab (E.Mezger,1949:287).

Beberapa pendapat tentang pengertian kemampuan bertanggung jawab ,yaitu : 1. G.A.van Hamel menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan

toerekeningsvatbaarheid (kemampuan bertanggung jawab) adalah suatu keadaan normalitas psikis dan kemahiran, yang membawa tiga macam kemampuan (kecakapan) yaitu : (1) mampu untuk dapat mengerti makna dan akibat sungguh-sungguh dari perbuatan-perbuatan sendri; (2) mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan-perbuatan itu bertentangan dengan ketertiban masyarakat; (3) mampu untuk menentukan kehendak berbuat.14

13

Prodjohamiidjojo, Martiman. 1997. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2.

Jakarta:: PT.Pradnya Paramita. hal 36 14

(15)

2. D.Simon memberikan pendapat bahwa mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarheid) adalah : (a) jika orang mampu menginsyafi perbuatannya yang bersifat melawan hukum; dan (b) sesuai dengan penginsyafan itu dapat menentukan kehendaknya.15

3. W.P.J.Pompe menyatakan bahwa unsur-unsur kemampuan bertanggung jawab adalah :

a. Suatu kemampuan berpikir (psychis) pada pembuat yang memungkinkan pembuat menguasai pikirannya dan menentukan kehendaknya,

b. dan oleh sebab itu,pembuat dapat mengerti makna dan akibat kelakuannya, c. dan oleh sebab itu pula, pembuat dapat menentukan kehendaknya sesuai

dengan pendapatnya(tentang makna dan akibatnya kelakuannya)

4. Satochid Kartanegara menyatakan seseorang dapat dipertanggungjawabkan jika :16

a. Keadaan jiwa orang adalah sedemikian rupa sehingga ia dapat mengerti atau tahu akan nilai dari perbuatannya itu juga akan mengerti akan akibatnya.

b. Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa sehingga ia dapat menentukan kehendaknya atas perbuatannya yang dilakukan.

c. Orang itu harus sadar dan insyaf bahwa perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang terlarang atau tidak dibenarkan dari sudut hukum masyarakat maupun tata susila

5. Roeslan Saleh menyatakan bahwa dalam membicarakan tentang pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapat dilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandangan-pandangan falsafah. Satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas.

Dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya, E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa unsur mampu bertanggung jawab mencakup:

a. Keadaan jiwanya:

1. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara (temporair);

2. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya), dan

3. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflexe bewenging, melindur/slaapwandel, menganggu karena demam/koorts, nyidam dan lain sebagainya. Dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar.

b. Kemampuan jiwanya:

1. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;

2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan

3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

15

Poernomo, Bambang. 19789. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. hal 142 16

(16)

Lebih lanjut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa Kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan “jiwa”(geestelijke vermogens), dan bukan kepada keadaan dan kemampuan “berfikir”(verstanddelijke vermogens), dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstanddelijke vermogens. untuk terjemahan dari verstanddelijke vermogens sengaja digunakan istilah “keadaan dan kemampuan jiwa seseorang”

Pertanggungjawaban pidana disebut sebagai “toerekenbaarheid” dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak.

Dari pendapat para pakar hukum pidana tersebut diats,dapat ditarik kesimpulan :

1. Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dalam arti luas (schuld in riumezin) mempunyai tiga bidang,yaitu :

a. Kemampuan bertanggung jawab orang yang melakukan perbuatan(toerekeningsvatbaarheid).

b. Hubungan batin (sikap psikis) orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya:

(1) Perbuatan yang ada kesengajaan,atau

(2) Perbuatan yang lalai atau kurang hati-hati atau kealpaan (culpa schuld in enge zin).

(17)

2. Tindak Pidana Pemalsuan dalam KUHP a. Definisi Tindak Pidana Pemalsuan

Tindak pidana adalah Perbuatan yang melanggar yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanski pidana.17

Menurut Simon ‘’strabaar feit”dapat diartikan sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.

Tindak Pidana adalah istirah yang dikenal dari hukum pidana belanda yaitu ‘’strabaar feit”Beberapa istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut

antara lain : Peristiwa pidana, Perbuatan pidana, Hal yang di ancam dengan hukuman, Perbuatan yang dapat di Hukum.

18

a. Bahwa kata feit dalam istilah ‘’strabaar feit” mengandung arti kelakuan atau tingkah laku.

Sedangkan menurut Van hammel‘’strabaar feit” adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

Disimpulkan bahwa ‘’strabaar feit” pada dasarnya mengandung pengertian seperti berikut :

b. Bahwa pengerian ‘’strabaar feit”dihubungkan dengan kesalahan orang yang mengadakan kelakuan tersebut.

17

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hal 1989

18

(18)

Moeljatno memberi unsur tindak pidana sebagai berikut:19 a. Perbuatan

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum) c. Ancaman Pidana (bagi yang melanggar)

Dalam rancangan KUHP baru Tahun 2004 pengertian tindak pidana diatur dalam Bab II buku kesatu mulai pasal 11 sampai dengan pasal 29.20

Berdasarkan rumusan pasal-pasal tersebut disimpulkan, bahwa menurut Rancangan KUHP baru tindak pidana menurut unsur-unsur :

Didalam ketentuan pasal 11(1) Rancangan KUHP Baru batasan/pengertian tindak pidana dirumuskan sebagai berikut :”Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang boleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.”

21

1. Adanya perbuatan baik perbuatan yang bersifat positif maupun negatif yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undang

2. Harus bertentangan dengan hukum, dalam arti bertentangan dengan kesadaran hukum masyrakat,

3. Tidak ada alasan pembenar.

Di dalam kamus Besar Bahasa indonesia, pemalsuan menurut bahasa berarti proses,perbuatan atau cara memalsukan. Pemalsuan berasal dari kata palsu yang artinya tidak tulen, tidak sah, tiruan, gadungan, tidak jujur, sumbang. Pemalsuan berarti22

19

Hamzah,Andi. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jarkarta: PT Bineka Cipta. hal 91 20

Tongat. 2009. Op cit. hal 113 21

Tongat. 2009. Op cit. hal 117 22

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Op cit. hal 639

(19)

pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain. Sedangkan Surat menurut bahasa selembaran kertas yang berisi huruf, angka, atau tulisan.

Pemalsuan adalah suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa izin yang bersangkutan. Juga disebut melanggar hak cipta orang lain. Perbuatan-perbuatan itu dapat penghapusan kalimat, kata, angka, tanda tangan, dapat berupa penambahan dengan satu kalimat, kata atau angka dapat berupa penggantian kalimat, kata, angka, tanggal atau tanda tangan.

Tindak pidana pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejahatan penipuan, tetapi tidak semua perbuatan penipuan adalah pemalsuan. Tindak pidana pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan, apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas sesuatu barang (surat) seakan-akan asli atau kebenaran tersebut dimilikinya. Karena gambaran ini orang lain terpedaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas barang/surat tersebut itu adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan/surat terjadi apabila isinya atas surat itu yang tidak benar digambarkan sebagai benar.

(20)

bertentangan dengan yang sebenarnya. Kejahatan pemalsuan yang dimuat dalam Buku II KUHP dikelompokkan menjadi 4 golongan ,yakni :23

1. Kejahatan Sumpah Palsu (Bab IX ) 2. Kejahatan pemalsuan uang (Bab X )

3. Kejahatan pemalsuan materai dan merek (Bab XI ) 4. Kejahatn pemalsuan surat (Bab XII )

Maraknya tindak pidana pemalsuan ijazah sangat memprihatinkan di dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat masih rendah dan lemahnya pengawasan terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Kegiatan pendidikan seharusnya menjadi investasi sumber daya manusia menuju suatu kualitas yang diharapkan dengan standar kompetensi dan kualifikasi tertentu yang harus dikuasai bagi kelangsungan hidup manusia.

Untuk menentukan asli atau palsu suatu ijazah maka diperlukan suatu pembuktian. Pembuktian ini merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam proses pengadilan. Supaya dapat dihukum menurut Pasal 263 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), maka pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan dengan kata lain pemalsuan secara materil hampir selalu telah dilakukan orang dengan maksud yang jelas yakni untuk menggunakan atau membuat orang lain untuk menggunakan dengan tujuan yang sejelas-jelasnya bahwa yang dilakukannya adalah suatu kebohongan yang diterangkan atau dinyatakan orang dalam suatu tulisan.

23

(21)

b. Macam – Macam Tindak Pidana Pemalsuan

Secara umumkejahatn mengenai pemalsuan dapat kita temukan dalam buku II KUHP yang dapat dikelompokkan menjadi empat golonganaitu :24

A. KEJATAN SUMPAH PALSU DAN KETERANGAN PALSU (Bab IX KUHP)

B. KEJAHATAN PEMALSUAN UANG DAN UANG KERTAS (Bab X KUHP)

i. Meniru atau Memalsu Uang (Pasal 244) ii. Mengedarkan Uang Palsu (Pasal 245) iii. Merusak Uang (Pasal 246)

iv. Mengedar Uang Rusak (Pasal 247)

v. Mengedar Uang Palsu yang lain (Pasal 245,247,249)

vi. Membuat atau Mempunyai Persediaan Benda atau Bahan untuk Memalsu Uang (Pasal 250)

vii. Menyimpan Kepingan Perak yang Dianggap mata uang (Pasal 251)

C. KEJAHATAN PEMALSUAN MATERAI DAN MEREK (Bab XI KUHP)

i. Pemalsuan Materai ii. Pemalsuan Merek

24

(22)

D. KEJAHATN PEMALSUAN SURAT (BAB XII KUHP)

i. Pemalsuan surat pada umumnya bentuk pokok pemalsuan surat(KUHP Pasal 263 )

ii. Pemalsuan surat yang di perberat (KUHP Pasal 264)

iii. Menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik (KUHP Pasal 266)

iv. Pemalsuan surat-surat keterangan dokter(KUHP Pasal 267-268)

v. Pamalsuan surat-surat tertentu (KUHP Pasal 269,270 dan 271) vi. Pemalsuan keterangan pejabat tantang hak milik (KUHP Pasal

274)

vii. Penyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (KUHP Pasal 275)

(23)

3. Ringkasan Putusan PN Stabat(No.197/Pid.B/2011) , Putusan PT(No.431/Pid/2011), Putusan MA(No.579K/Pid/2012).

Bahwa SUPRIADI telah dua periode menjabat Kepala Desa di Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dengan menggunakan ijazah yang sama, pada pencalonan Kepala Desa periode yang kedua,kami sebagai masyarakat mengingat kepada panitia pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa agar meneliti berkas-berkas pencalonan Kepala Desa tersebut.

Bahwa pada tanggal 5 s/d 9 November 2009 dimulai pendaftaran bakal calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dan setelah dilakukan seleksi oleh panitia ternyata yang lulus Administrasi ,ujian tertulis dan wawancara sebanyak 5 orang masing-masing bernama:

1. Tanda gambar Padi sebagai identitas saudara SUPRIADI 2. Tanda gambar Jagung sebagai identitas saudara JONTARI 3. Tanda gambar Kelapa sebagai identitas saudara LEGIMIN 4. Tanda gambar Pisang sebagai identitas saudara NURIADI 5. Tanda gambar Nenas sebagai identitas saudara SUNYOTO Syarat-syarat administrasi Pencalonan adalah sebagai berikut :25

a. Syarat Permohonan Bakal Calon Kepala Desa yang dibubuhi materai Rp.6000,-

b. Daftar Riwayat Hidup

c. Surat Pernyataan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa

d. Surat Pernyataan Setia dan Taat Kepada Pancasila ,UUD 1945,Negara dan Pemerintah Republik Indonesia

e. Surat Keterangan Catatan Kriminal(SKCK)dari polsek setempat

f. Fotocopy Ijazah Sekurang-kurangnya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama(SLTP) atau sederajat /setara yang dibuktikan dengan STTB /ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwewenang,tidak dibenarkan hanya Surat Keterangan dari pihak mana juga.

25

(24)

g. Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani dari Dokter Pemerintah. h. Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Calon Kepala Desa yang diketahui

oleh Kepala Desa setempat.

i. Berumur sekurang-kurangnya 25 tahun dan telah menikah dan Surat Keterangan Kelahiran dari Catatan Sipil

j. Pas photo hitam putih ukuran 4x6cm=3 lembar

Bahwa pada tanggal 5 s/d 9 November 2009 dimulai pendaftaran bakal Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dan setelah dilakukan seleksi oleh panitia ternyata yang lulus administrasi, ujian tertulis dan wawancara sebanyak 5 dan salah satu persyaratan yang harus dilengkapi para calon adalah melampirkan foto copy ijazah sekurang-kurangnya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang sederajat yang dibuktikan dengan STTB/Ijazah yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Kemudian pada tanggal 14 Desember 2009 sekitar pukul 08.00 wib s/d pukul 14.00 wib dimulai pemilihan Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, dan sekitar pukul 17.00 wib hasil pemilihan Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat telah diumumkan yang mana pemilih Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dimenangkan oleh terdakwa dengan jumlah suara 791,sementara calon lainnya masing-masing Legimin jumlah suara 335,Jontari jumlah suara 328,Sunyoto jumlah suara 167 dan Nuriadi jumlah suara 163.

(25)

atas nama SUPRIADI (terdakwa) diduga palsu, yang kemudian membuat laporan pengaduan ke Polres Langkat untuk dilakukan proses lebih lanjut.

(26)

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat 2 KUH Pidana

Putusan Pengadilan Negeri Satabat, bertanggal 06 Juni 2011, Nomor :197/Pid.B/2011/PN-Stb, yang amarnya berbunyi sebagai berikut L

1. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas anam terdakwa SUPRIADI dengan No.PDM-131-I/Stabat/02/2011 tertanggal 07 Maret 2011 tidak dapat diterima;

2. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan; 3. Membebankan biaya perkara kepada Negara;

Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 431/PID/2011/PT.MDN tanggal 11 Agustus 2011 yang amar lengkapnya sebagai berikut:

1. Menerima permintaan banding dari Jaksa Penutut Umum

2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Stabat tanggal 6 Juni 2011 Nomor 197/Pid.B/2011/PN-STB yang dimintakan banding tersebut;

Menyatakan terdakwa SUPRIADI telah telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:”dengan sengaja memakai surat palsu,”. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUPRIADI tersebut dengan pidana penjara 10 (sepuluh) bulan;

Menyatakan bahwa lamanya terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Menetapkan barang bukti berupa :

(27)

b. 1(satu) lembar foto copy Ijazah/STTB SMP Sekolah INSANI Medan atas nama SUPRIADI yang telah dilegalisir oleh Pengadilan Medan;

c. Dokumen Calon Kades Kebun Balok atas nama SUPRIADI;

d. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat pertmana sebesar RP.2.000,-(dua ribu rupiah) dan tingkat banding sebesar Rp.2.500,-(dua ribu lima ratus rupiah);

Putuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa tanggal 22 Januari 2013

1. Menolak permohonan kasasi dari Permohonan Kasasi/Terdakwa : SUPRIADI tersebut ;

2. Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini kepada Pemohon Kasasi/Terdakwa sebesar Rp.2.5000,-(dua ribu lima ratus rupiah)

(28)

G. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto menyatakan 2 (dua) jenis penelitian hukum adalah:

a. Penelitian hukum normatif (normative legal research) yaitu penelitian atas pasal pasal aturan hukum untuk menentukan asas-asas hukum, mengetahui sinkronisasi vertical, horizontal, mengetahui aspek sejarah hukum dan mengetahui perbandingan antara sistem hukum.

b. Penelitian hukum empiris (empirical legal research) yaitu penelitian hukum dilapangan yang ingin mengetahui efektifitas aturan hukum, ketaatan masyarakat akan hukum, persepsi masyarakat akan hukum dan ingin mengetahui faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi pembuatan dan penerapan hukum.26

Soetandyo Wignyosoebroto menyebutkan, penelitian hukum normatif dengan istilah “Penelitian Hukum Doktrinal” (Doctrinal Legal Research), sementara penelitian hukum empiris disebutnya dengan istilah “Penelitian Hukum Non Doktrinal” (Non Doctrinal Research).27

26

Soekanto, Soerjono. 1985. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Penerbit Rajawali. hal. 40 27

Soetandyo Soekanto, 1989, Penelitian Hukum Sebuah Tipologi Masyarakat Indonesia, Penerbit Unair, Surabaya. Selanjutnya disebut Soetandyo Wignyosoebroto I, hal. 98.

(29)

hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis yang dimuat di media massa yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan berupa pendapat para sarjana dan disertai dengan wawancara

b. Tipe Penelitian

Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisa yuridis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur dan berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti apakah kumpulan norma hukum dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada cukup mampu menampung permasalahan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu. Pendekatan analitis dilakukan untuk mengetahui penerapan hukum aturan perundang-undang apakah sudah diterapkan dalam praktik peradilan dan putusan hukum suatu kasus tindak pidana pengguna ijazah palsu.

c. Sumber data

1. Bahan hukum primer yakni digunakan berpusat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas berkaitan dengan pengaturan pertanggungjawaban pengguna ijazah palsu.

(30)

hukum, karya tulis atau pendapat para ahli hukum baik yang di muat di media massa perihal pertanggungjawaban pidana pengguna ijazah palsu Kegunaan bahan hukum sekunder adalah:

1. Sebagai bahan rujukan sebagai bahan materiil.

2. Untuk mengembangkan hukum sebagai suatu sistem normatif yang Komprehensif dan tuntas, baik dalam maknanya yang formal maupun dalam maknanya yang materiil.28

2. Bahan hukum tersier yakni penelitian yang menyangkut seperti kamus atau ensiklopedia yang memberikan pengertian secara etimilogi, arti kata atau gramatikal untuk istilah-istilah yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat untuk memberi petunjuk atau arahan penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

d. Metode Pengumpulan Data

Library Research (penelitian kepustakaan)

Library research adalah dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan, yakni buku-buku, pendapat sarjana, peraturan perundang– undangan, artikel, surat kabar, koran, internet, media massa yang behubungan dengan masalah PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT yang dibahas dalam putusan Nomor PN.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT No.431/Pid/2011/P€€T.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012

28

(31)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh sesuai dengan aturan dan penulisan karya ilmiah, maka penulisan dibuat secara sistematika penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari lima bab, yaitu: BAB I : Berisikan Pendahuluan yang menguraikan latar belakang

judul penelitian penelitian diangkat, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keasliaan penulisan, metode penulisan, tinjauan kepustakaan dan sistematika penulisan. BAB II : Bab ini berisikan bagaimana Pengaturan Sistem Pembuktian

Tindak Pidana Dalam Hukum Positif Indonesia

BAB III : Bab ini berisikan, bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu (Studi Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb,PT.REG.No.431/Pid/2011/PT.Md n, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012)

BAB IV : Bab ini berisikan analisis Yuridis Dasar-Dasar Pertimbangan Hakim (Studi Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012 BAB V : Bab ini berisikan kesimpulan dari bab- bab terdahulu serta

Referensi

Dokumen terkait

adalah suatu tindakan dokter mengakhiri kehidupan pasien dengan memberikan suntikan yang mematikan, sedangkan eutanasia pasif adalah keputusan medis untuk

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahasa sebagai alat komunikasi bermakna bahwa bahasa merupakan deretan bunyi yang bersistem, berbentuk

Ukuran kinerja yang digunakan untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan dapat memberikan hasil yang cukup bagi bank untuk menambah modal (baru)

GHQJDQ ´IRUPXODVL VWUDWHJL´ GDQ SURVH s formulasi itu oleh para manajer adalah merumuskan strategi bersama-sama yang diberi nama perencanaan strategis. Formulasi

Kata disusun oleh satu atau beberapa morfem. Kata bermorfem satu disebut monomorfemis, sedangkan kata bermorfem lebih dari satu disebut kata polimorfemis. Afiks

Dismenorea pada responden setelah dilakukan teknik relaksasi 100% mengalami penurunan tingkat dismenorea setelah melakukan teknik relaksasi yaitu 81 (98,78%)

Buku ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pengajaran sejarah di sekolah, karena inti pokok yang dibicarakannya ialah tentang epistemologi sejarah, yaitu suatu perdebatan

Pengaruh Kemampuan Berargumentasi Pada Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X Mata Pelajaran Biologi SMA Negeri.. Patikraja Tahun Ajaran 2012/2013 Oleh