• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepatuhan 2.1.1 Pengertian Kepatuhan - Gambaran Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi yang Berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepatuhan 2.1.1 Pengertian Kepatuhan - Gambaran Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi yang Berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2015"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan

nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai

petunjuk pada resep serta mencakup penggunaannya pada waktu yang benar

(Siregar, 2006).

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang artinya taat. Kepatuhan

adalahperilaku pasien dalam melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang

disarankan dokter atau orang lain (Arisman, 2004).

Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan

perilaku yang disarankan. kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitukepatuhan

penuh (total compliance) dan penderita yang tidak patuh (noncompliance).

2.1.2 Faktor-faktor yang Mendukung Kepatuhan

Menurut Feuer Stein dalam Niven (2002) ada beberapa faktor yang

mendukung sifat patuh, diantaranya :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

(2)

pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

b. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial.

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat

penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami

kepatuhan terhadap program pola makan yang sehat.

c. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.

Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien

setelah memperoleh informasi pemilihan pola makan yang sehat.

2.2 Pola Makan

2.2.1 Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai

jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan

mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Lie Hong Gong,

1985). Sedangkan menurut Suhardjo (1989), pola makan adalah cara seseorang

atau sekelompok orang (keluarga) dalam memilih makanan sebagai tanggapan

terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan sosial.

Pola makan suatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa

faktor atau kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:

1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan dan pengedaan bahan pangan.

Dalam kelompok ini termasuk geografi, iklim, kesuburan tanah, yang dapat

mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah.

2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumentaraf sosio ekonomi dan

adat istiadat setempat memegang peranan penting dalam pola konsumsi makan

(3)

rendahnya jumlah konsumsi bahan pangan di suatu daerah. Demikian juga dalam

keluarga, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola konsumsi makan

anggota keluarga. Apalagi dengan pengetahuan, pendapatan yang rendah dan

jumlah anak yang banyak cenderung pola konsumsi akan menjadi berkurang.

2.2.2 Makanan Yang Baik dan Sehat

Keadaan gizi seseorang dipengaruhi oleh makanan yang dimakannya,

beberapa penelitian menunjukkan bahwa makanan adekuat adalah memenuhi

persyaratan kesehatan dan gizi dalam jumlah dan mutu yang cukup,

dipengaruhi terhadap produktifitas seseorang.

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia, tidak ada manusia yang hidup

tanpa makan. Meskipun demikian orang makan dengan cukup kenyang belum

tentu sehat, dapat menderita gejala penyakit. Hal ini disebabkan, meskipun

orang tersebut cukup mendapat dari segi jumlah, tetapi tidak mengandung

zat-zat yang diperlukan tubuh sesuai dengan dibutuhkan.

Makanan yang beranekaragam dijamin dapat memberikan manfaat yang

besar terhadap kesehatan, sebab zat gizi tertentu yang tidak terkandung dalam

satu jenis bahan makanan akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari bahan

makanan yang lain. Demikian juga sebaliknya, masing-masing bahan makanan

dalam susunan aneka ragam menu seimbang akan saling melengkapi.

Kesimpulannya makan dihidangkan yang beranekaragam dapat menjamin

terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga zat pembangunan dan zat pengatur

(4)

Makanan yang kita makan sehari-hari dinilai sehat untuk mencukupi

kebutuhan tubuh, apabila makan tersebut tersusun atau terdiri dari bahan

makanan yang mempunyai tiga kegunaan yang disebut Tri Guna Makanan,

yaitu:

1. Mengandung zat tenaga adalah beras, jagung yang mengandung

karbohidrat, serta minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak.

2. Mengandung zat pembangun berguna untuk pertumbuhan dan mengganti

jaringan tubuh yang rusak. Bahan makanan sumber zat pembangun yang

berasal dari hewan mengandung protein hewani dan protein nabati seperti

telur dan kacang tanah.

3. Mengandung zat pengatur berguna untuk semua fungsi tubuh dan

melindungi tubuh dari penyakit. Bahan makanan sumber zat pengatur

adalah semua jenis sayur-sayuran dan buah-buahan, yang mengandung

berbagai macam vitamin dan mineral.

Setiap orang yang dianjurkan cukup makanan ketiga unsur tersebut dalam

satu hidangan lengkap pada setiap kali malam. Frekuensi makan dalam satu

hari umumnya tiga kali yaitu pagi, siang dan malam. Diantaranya makan pagi

dan makan malam. Apalagi hanya satu atau dua kali makan setiap hari, makan

intake konsumsi mungkin berkurang baik kualitas maupun kuantitas (Soeharjo,

1989).

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk,

(5)

kebutuhan. Dengan bertambahnya umur seseorang ia akan memerlukan

makanan dalam jumlah dan jenis yang berbeda-beda.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan

seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan

adalah sebagai berikut :

1. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi

pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan

pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan

kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan

akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas

maupun kuantitas.

2. Faktor sosio budaya

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar

untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan

yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara

bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk

kebutuhan terhadap pangan.

3. Agama

Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan

individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram

(6)

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan

kebutuhan gizi.

5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan

perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan

keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun

cetak.

Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik

jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak,

kurang mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang

melebihi kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan

(Supariasa, 2002).

Kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi dapat diturunkan jika pola

makan seimbang, sebaliknya penyakit degeneratif dan penyakit kanker

meningkat jika pola makanan tidak seimbang. Di beberapa daerah masalah

penyakit infeksi masih menonjol sehingga dalam transisi epidemiologi kita

menghadapi beban ganda (Double Burden), peningkatan kemakmuran diikuti

oleh perubahan gaya hidup karena pola makan, di kota-kota besar berubah dari

pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat, serat dan

(7)

mengandung protein, lemak, gula dan garam tetapi rendah serat (Depkes RI,

2008).

Gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah

gaya hidup seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal

botolan, minuman kaleng, buah dan sayur yang memakai bahan pengawet,

makanan kaya lemak, makanan kaya kolesterol. Gaya hidup seperti ini tidak

baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi rusak karena

makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit

(Depkes RI, 2008).

2.3 Hipertensi

2.3.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi menurut Sidabutar, RP dan Wiguna P (1990) adalah suatu

keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah (hasil perkalian antara

curah jantung dan resistensi perifer), di mana seseorang dapat dikatakan

menderita hipertensi bila tekanan sistolik sama atau lebih dari 130 mmHg dan

tekanan diastolik sama atau lebih dari 90 mmHg. Tingginya tekanan sistolik

berhubungan dengan besarnya curah jantung sedangkan tingginya tekanan

diastolik berhubungan dengan besarnya resistensi perifer dapat meningkatkan

tekanan darah.

Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.

Pada populasi lanjut usia, Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160

(8)

Kaplan N.M (2006) adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90mmHg.

Pada pengukuran tekanan darah dikenal dua istilah, yaitu tekanan darah

sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan besarnya tekanan

pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi. Tekanan ini

merupakan tekanan tertinggi pada pembuluh darah pada satu waktu tertentu,

yaitu pada saat darah dipompakan dari ventrikel kiri. Tekanan darah diastolik

menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat otot

jantung relaks diantara dua denyutan. Tekanan ini merupakan tekanan terkecil

di pembuluh darah pada satu waktu tertentu, yaitu saat darah kembali ke atrium

kanan.

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang

lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang

lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah

kurang dari 120/80 mmHg dikatakan normal.

Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer yang telah dikalibrasi

dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien

beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak, lengan diatas meja. Lengan

atas dibalut dengan selembar kantong karet yang dapat digembungkan, yang

terbungkus dalam sebuah manset dan yang digandengkan dengan sebuah

pompa dan manometer.

Tekanan darah sistolik berpengaruh terhadap tekanan arteri pada gangguan

(9)

normal (<82 mmHg) tetapi TDS (Tekanan Darah Sistolik) tinggi (>158

mmHg) memiliki risiko terkena gangguan kardiovaskular dua setengah kali

lebih besar daripada seseorang dengan nilai TDD sama tetapi TDS-nya normal

( <130 mmHg).

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami

kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun

dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian

berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Dalam pasien dengan

diabetes melitus atau penyakit Ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa

tekanan darah diatas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor risiko dan

sebaiknya diberikan perawatan.

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di negara maju

maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,

dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan

meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan

jantung dan kerusakan ginjal.

2.3.1 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebab ada dua jenis hipertensi, yaitu :

a. Hipertensi primer (esensial), adalah suatu peningkatan persisten tekanan

arteri yang dihasilkan oleh ketidak teraturan mekanisme kontrol

homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan

(10)

muncul pada usia antara 25-55 tahun, sedangkan usia dibawah 20 tahun

jarang ditemukan.

b. Hipertensi sekunder, adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar

kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan

ini menyangkut +10% dari kasus-kasus hipertensi (Sheps, 2005).

Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. hipertensi

sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa

disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi

pertama kali pada usia diatas 50 tahun atau yang sebelumnya diterapi tapi

mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin mengalami

hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan

estrogen, penyakit ginjal dan lain-lain.

WHO (1999) membagi hipertensi menjadi rendah, sedang, tinggi dan

tinggi sekali. Klasifikasi lain hipertensi dapat juga berdasarkan penyebab,

tingkat klinik, luasnya kerusakan organ tubuh dan peningkatan tekanan

sistolik dan diastolik (Sadan K, 1994).

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7, Tahun 2003

Klasifikasi tekanan

darah

Tekanan Sistolik

(mmHg)

Tekanan Diastolik

(mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Derajat I 140-159 90-99

(11)

2.3.1 Gejala dan Tanda Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, Hipertensi tidak menimbulkan gejala,

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi walaupun sesungguhnya tidak tepat

sepenuhnya. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari

hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik

pada penderita Hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang

normal.

Pada Hipertensi berat atau menahun serta tidak diobati, bisa timbul seperti

gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan

menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung

dan ginjal. Kadang penderita Hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran

dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut

Ensefalopati Hipertensif dan memerlukan penanganan segera.

Sementara itu, faktor risiko diartikan sebagai karakteristik yang berkaitan

dengan kejadian suatu penyakit diatas rata-rata. Faktor risiko memiliki

pengaruh yang sangat kuat dan lemah. Faktor risiko Hipertensi dibedakan

menjadi faktor risiko yang tidak bisa diubah dan faktor risiko yang bisa diubah

(Budistio, 2001).

2.3.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah a. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin

(12)

terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih

besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu

sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Arteri

kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring

bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur

lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya

hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun

paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya

wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini

disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon.

Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu

terjadinya hipertensi.

b. Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka

yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka

prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera

Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di

Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Ahli lain

mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita

dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Sedangkan

menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh

(13)

wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini

disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.

c. Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan riwayat keluarga yang

mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga

dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko

terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki

hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih

besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi.

Menurut Sheps, hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika

seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita

mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua

kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut

60%.

d. Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan

ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot

(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang

mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara

alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan

hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul

(14)

2.3.1 Faktor risiko yang dapat diubah a. Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok

dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari

lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap

perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan

hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti

nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam

aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan

mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan

darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap

rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam

paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin

sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal

pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).

Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa

jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah

merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan

meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30

menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan

menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada

(15)

b. Obesitas

Obesitas atau kegemukan adalah dimana berat badan mencapai indeks

massa tubuh >25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m) juga

merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas

merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi

volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita

hipertensi yang tidak obesitas.

Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas

saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga

ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui

olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30- 45

menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan

darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas

akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya

hipertensi juga akan bertambah.

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang

mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi

karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang

dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Ini berarti

volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat

(16)

c. Inaktivitas Fisik

Olahraga dan aktifitas fisik banyak dihubungkan dengan pengelolaan

hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan

perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan

peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan

meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga

bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi.

Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena

meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga

cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga

otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras

dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan

pada arteri.

d. Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila

stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap

tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan

yang diberikan pemaparan terhadap stres ternyata membuat binatang tersebut

menjadi hipertensi.

Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan

tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya

(17)

pengaruh yang datang dari luar itu. Stres adalah respon kita terhadap

pengaruh-pengaruh dari luar itu. Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung,

bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah)

dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan

memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah

akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha

mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan

patologis.

Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Stres

juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini diduga melalui saraf

simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila

stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang

menetap. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan

bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak

menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress

berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.

e. Konsumsi garam

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam

dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme

timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui

peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini

akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada

(18)

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam pathogenesis

hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan

asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari

menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam

antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%.

Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan

110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.

f. Pola Makan

Menurut Mayo Clinic Staff (2012), banyak makan makanan mengandung

bahan pengawet, garam, dan bumbu penyebab juga dapat menyebabkan

hipertensi. Hal ini disebabkan karena makanan tersebut banyak mengandung

natrium yang bersifat menarik air ke dalam pembuluh darah, sehingga bahan

kerja jantung untuk memompa darah meningkat dan mengakibatkan hipertensi.

Dizaman yang serba aktif seperti sekarang, waktu terkesan sangat sedikit.

Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak dapat menyiapkan

makanan dirumah. Akibatnya, terjadi kenaikan dalam mengkonsumsi makan

siap saji atau makanan yang beku yang banyak dijual dipasar swalayan.

Padahal kondisi makan ini biasanya kurang sehat. Makanan-makanan tersebut

banyak mengandung lemak, kolestrol dan berkalori tinggi. Tentu saja jenis

makanan tersebut sangat tidak sesuai bagi penderita tekanan darah tinggi (Susi,

(19)

2.4 Hemodialisis

2.4.1 Pengertian Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan

biokimiawidarah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan

denganmenggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu

bentukterapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya

menggantikansebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada

penderita PGKstadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury)

yang memerlukanterapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD

dapat dibedakanmenjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD

persiapan/preparative, dan HD

kronik/reguler (Kandarini, 2013).

2.5 Landasan Teori

Menurut Glanz dalam Notoatmodjo 2012, Health Belief Model (HBM)

merupakan salah satu model kepercayaan dari suatu penjabaran model

sosio-psikologi. Model ini muncul didasarkan pada kenyataan bahwa masalah-masalah

kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima

usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh

provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku

pencegahan penyakit (preventif health behavior), yang oleh Becker (1974)

dikembangkan dari teori lapangan (Field theory, 1954) menjadi model

kepercayaan kesehatan (Health Belief Model).

(20)

Merupakan persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu

penyakit. Mereka yang merasa dapat terkena penyakit tersebut akan lebih

cepat merasa terancam. Seseorang akan bertindak untuk mencegah

penyakit bila ia merasa bahwa ia sangat mungkin terkena penyakit

tersebut. Kerentanan yang dirasakan setiap individu berbeda tergantung

persepsi tentang resiko yang dihadapi individu pada suatu keadaan

tertentu.

2. Perceived seriousness (Keseriusan yang dirasakan)

Merupakan pandangan individu tentang beratnya penyakit yang diderita.

Pandangan ini mendorong seseorang untuk mencari pengobatan atas

penyakit yang dideritanya. Keseriusan ini ditambah dengan akibat dari

suatu penyakit.

3. Perceived benefits and barriers (Manfaat dan rintangan-rintangan yang

dirasakan)

Individu akan mempertimbangkan apakah alternatif itu memang

bermanfaat dapat mengurangi ancaman penyakit, persepsi ini juga

berhubungan dengan ketersediaan sumber daya sehingga tindakan ini

mungkin dilaksanakan. Persepsi ini dipengaruhi oleh norma dan tekanan

dari kelompoknya. Sedangkan persepsi rintangan adalah persepsi terhadap

biaya/aspek negatif yang menghalangi individu untuk melakukan tindakan

kesehatan, misalkan: mahalnya biaya berobat, pengalaman yang tidak

menyenangkan, rasa sakit yang dialami.

(21)

Ada faktor pencetus untuk memutuskan menerima atau menolak alternatif

tindakan tersebut, isyarat dapat bersifat:

a. Internal, isyarat untuk bertindak yang berasal dari dalam diri individu,

misal gejala yang dirasakan.

b. Eksternal, isyarat untuk bertindak yang berasal dari interaksi interpersonal,

misal media massa, pesan, nasehat, anjuran, atau konsultasi dengan

petugas kesehatan.

Pesepsi terhadap kerentanan dan keparahan penyakit, petimbangan

manfaat dan biaya melakukan tindakan kesehatan serta isyarat untuk

brtindak dipengaruhi oleh:

a. Variabel demografi yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, latar belakang,

budaya.

b. Variabel sosial-psikologis yaitu keperibadian, kelas sosial, tekanan sosial.

c. Variabel struktural yaitu pengetahuan dan pengalaman masalah

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa health belief model

adalah model kognitif yang menjelaskan dan memprediksi health behavior apa

yang akan dilakukan dengan fokus pada belief individu akan percieved

seriousness, percieved suspectibility, precieved benefits and barries, dan cues

(22)

Gambar 2.1 Health Belief Model Variabel demografi: (umur, jenis kelamin dll)

Variabel sosial psikologi (peer, reference group keperibadian, pengalaman sebelumnya

(23)

2.5.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep`

Kerangka konsep penelitian diatas menjelaskan bahwa ada beberapa hal

yang mempengaruhi kepatuhan pola makan penderita hipertensi yaitu variabel

demografis (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan

(24)

kerentanan, keseriusan, dan ancaman terhadap penyakit hipertensi, menunjukkan

bahwa ketiga indikator ini saling mempengaruhi. Apabila responden mengetahui

ia rentan dan merasa ada ancaman terhadap penyakit hipertensi maka ia akan

mencari apa saja yang menjadi manfaat dan hambatan terhadap kejadian

hipertensi, sehingga responden dapat memutuskan adanya kemungkinan

pengambilan tindakan terhadap pola makan yang berkaitan dengan pemilihan

makanan yang didorong dengan dukungan keluarga, teman, serta petugas

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7, Tahun 2003
Gambar 2.1 Health Belief Model
Gambar 2.2 Kerangka Konsep`

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dan hasil yang dtharapkan dari penelitian mi adalah sebagai ben- kut.. Penelitian mi bertujuan mendeskripsikan morfologi dan sintaksis bahasa Musi sehingga

Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental karena adanya perlakuan pada subjek uji berupa peningkatan jumlah mol asam malonat. Variabel bebas pada penelitian ini

yang tinggi maka diduga ia akan yakin bahwa dirinya mampu menjalani terapi secara efektif, memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menyelesaikan terapi dan pulih

Semua responden melakukan perilaku seksual tidak hanya satu perilaku seksual, penyababnya karena karena kurang pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, terbatasnya upaya

Dari grafik di atas, harga saham AALI justru naik meskipun laba perusahaan sedang mengalami penurunan, penurunan laba tersebut terjadi bukan karena kinerja perusahaan

Lawei he zheng adalah salah satu hidangan tradisional Hunan, merupakan gabungan antara daging babi, ayam, dan ikan yang telah diasap ditambah dengan kaldu ayam dan bumbu... lainnya

bahwa berdasarkan BAB VIII Pasal 103 Perda Nomor 10 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan di Wilayah Kota Tasikmalaya telah diatur ketentuan mengenai

96 Tahun 2018 ini, dapat dipahami bahwa bagi anak diluar kawin, yang beragama non Islam seperti Kristen, Hindu, Budha, yang orang tuanya kawin secara adat