• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peradilan Adat Suku Dani dalam Penyelesaian Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten Nabire

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peradilan Adat Suku Dani dalam Penyelesaian Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten Nabire"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Kehadiran suku Dani di Kabupaten Nabire bersamaan dengan struktur

budayanya sendiri serta adat-istiadat yang berbeda dengan suku-suku lainnya. Dengan

latar belakang budaya dan adat-istiadat yang berbeda ini, jelas menimbulkan

masalah-masalah sosial, dimana adanya fenomena yang muncul dalam realitas kehidupan

bermasyarakat. Dalam kehidupan keseharian fenomena tersebut hadir bersamaan

dengan fenomena sosial yang lain, setiap masyarakat betapa pun sederhananya

masyarakat itu, secara pasti memiliki nilai-nilai dan norma-norma atau kaidah-kaidah

dalam kehidupan budayanya. Salah satu norma yang ada dalam masyarakat yang

terwujud dari perilaku masyarakat yang dilakukan secara berulang-ulang dalam pola

yang sama, sering disebut dengan norma adat dan hukum adat.1 Misalnya

penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas secara hukum adat oleh suku Dani.

Penyelesaian kecelakaan lalu lintas yang telah mengakibatkan kerugian harta

benda dan jiwa manusia atau mengakibatkan orang mati atau luka, sudah diatur

dengan jelas dan tegas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan. Dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.2 Hal ini diharapkan sebagai aturan

yang mengatur penyelesaian perkara pidana secara formil dan materil. Dan menjadi

1

Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, SH., MH., SE., MM,2010, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, PT Refika Aditama, Bandung, 2010, h. 12.

2

(2)

2 pedoman dalam mengantisipasi terjadinya permasalahan lalu lintas dan kecelakaan

yang dapat mengakibatkan kerugian materi maupun korban jiwa.

Namun persoalan kecelakaan lalu lintas pada kenyataannya diselesaikan

secara hukum adat yaitu dengan permintaan ganti rugi oleh korban terhadap tersangka

berupa uang atau ternak babi. Jumlah yang diminta dalam penggantian kerugian

relatif besar sehingga benar-benar memberatkan sang pelaku. Namun masyarakat

Papua beranggapan bahwa dengan penyelesaian secara adat akan diperoleh keadilan

bagi kedua belah pihak yang bermasalah.3 Contoh konkrit penyelesaian kasus dapat

dilihat pada gambar foto di bawah ini :

Gambar 1. Dokumentasi Penyelesaian Masalah Kecelakaan Lalu Lintas

Sumber gambar : Satlantas Polres Nabire

Kasus I : Penjelasan gambar foto diatas, adalah penyelesaian masalah Laka Lantas di Polres

Nabire, dimana terjadinya tindak pidana kecelakaan lalu lintas jalan yang terjadi

pada hari Minggu tanggal 16 Juli 2017, sekitar jam 04.00. Wit di jalan Jenderal

Sudirman tepatnya turunan jalan dekat Gereja Katholik Bukit Merian Kabupaten

3

(3)

3

Nabire, dimana sepeda motor Yamaha Vixion DS 2380 KR yang dikendarai Sdr.

Jekson Anouw yang diduga berboncengan dengan Sdr. Agus Howay terpengaruh

alkohol saat berkendaraan tidak dapat mengendalikan laju kendaraannya, hingga

terjatuh Sdr. Agus Howay mengakibatkan meninggal dunia saat mendapat

perawatan di RSUD Kabupaten Nabire. Dari peristiwa kecelakaan lalu lintas

tersebut, maka sesuai dengan putusan adat sanksi adat yang diberikan kepada pihak

pelaku oleh pihak korban, yaitu pihak pelaku memberikan denda uang sebesar

Rp.200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) kepada pihak korban sebagai bantuan

santunan duka dan pemakaman (Data Terlampir).

Kasus II : ( Foto dan Data Terlampir). Terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan yang terjadi

pada hari Senin tanggal 1 Oktober 2016 sekitar pukul 17.15 Wit yang terjadi di

jalan CH. Marthatiahahu Kelurahan Kalibobo Kabupaten Nabire, antara sepeda

motor Honda Supra X DS. 3141 KF yang dikendarai oleh Sdr. Umar Faruk dengan

pejalan kaki atas nama Falentino Bisararesi sehingga mengakibatkan korban

penumpang Wald Dogopia pada akhirnya meninggal dunia di RSUD Nabire setelah

mendapatkan perawatan. Dengan meninggal dunia Sdr. Wald Dogopia, maka

tuntuntan adat atau sanksi adat yang diberikan kepada pihak pelaku pengendara

sepeda motor yaitu Sdr. Umar Faruk pembayaran denda adat sebesar Rp.

20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah).

Kepolisian Resort Nabire mencatat, selama tahun 2016 terjadi 235 kecelakaan

(4)

4 orang meninggal dunia, 69 orang luka berat dan 224 orang luka ringan. Kecelakaan

lalu lintas salah satunya juga terjadi akibat adanya pelanggaran.4

Pelanggaran lalu lintas yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang kerap

terjadi di Kabupaten Nabire disebabkan oleh beberapa faktor, yang menurut Kepala

Urusan Pembinaan Operasional Lantas Polres Nabire Iptu John Nuboba, mengatakan,

bahwa ada 4 (empat) faktor yang paling banyak menyebabkan kecelakaan lalu lintas

di Kabupaten Nabire yaitu faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan, dan faktor

alam.

Khusus faktor manusia atau kecelakaan yang disebabkan oleh kelalaian

pengendara itu sendiri, lanjut Iptu John Nuboba, adalah yang paling banyak terjadi di

kota Nabire, misalnya mabuk-mabukan saat berkendaraan, tidak menggunakan

kelengkapan berkendara, dan tidak memahami peraturan rambu rambu lalu lintas.5

Dalam penegakan Hukum Adat Suku Dani yang berdomisili di Kabupaten

Nabire dilakukan oleh ketua adat atau kepala suku yaitu orang yang ditunjuk

dipercaya untuk menyelesaikan segala bentuk permasalahan yang timbul di

wilayahnya untuk memutuskan perkara tersebut.

Pada dasarnya, fenomena ini merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan

harapan masyarakat pada umumnya, karena kondisi ini selalu dipertahankan sesuai

dengan kebiasaan adat-istiadatnya. Oleh karenanya, wajar kalau kemudian

4

https://nabirekab.bps.go.id/index.php/publikasi/3dikunjungi pada tanggal 16 September hari sabtu pukul 12.44 wib.

5

(5)

5 permasalahan kasus secara peradilan adat suku Dani kemudian selalu mendorong

adanya usaha untuk mengubah dan memperbaikinya. Upaya melakukan perubahan

dan perbaikan perlu dilandasi oleh analisis untuk memperoleh pemahaman tentang

kondisi dan latar belakang gejala, terutama tuntutan pembayaran sehingga tidak

memberatkan pihak lain dalam menata suatu kehidupan sosial yang lebih baik di

Kabupaten Nabire.

Tiap-tiap peristiwa yang bertentangan dengan hukum adat yang mengganggu

keseimbangan masyarakat harus dikembalikan seperti semula melalui perdamaian

atau penjatuhan hukuman. Hal ini dikarenakan perdamaian atau penjatuhan hukuman

merupakan kebiasaan yang lazim dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dan

khususnya Suku Dani. Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo yang dikutip oleh

Soerjono Soekanto dalam bukunya “Kedudukan Kepala Desa Sebagai Hakim

Perdamaian” menjelaskan bahwa hak dan kewajiban kepala desa, meliputi :

1. Mengurus rumah tangga desa;

2. Mengurus dan memelihara pekerjaan umum;

3. Mengurus dan memelihara segala harta benda milik desa;

4. Mengurus dan memelihara lembaga-lembaga desa;

5. Mengawasi segala hal yang menyangkut kepentingan desa;

6. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan;

7. Bertanggung jawab atas segala kerugian yang disebabkan oleh

kesalahannya.6

6

(6)

6 Dengan demikian, bahwa kepala desa atau kepala adat berwenang untuk

menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi di desanya, guna memulihkan kembali

keseimbangan hukum dalam desa seperti keadaan semula.

Pada saat Irian Barat yang sekarang disebut dengan nama “Papua” bergabung

dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963.7 Dan Paska

Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang bagi timbulnya pemikiran dan

kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan besar bangsa Indonesia

dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Kemudian melalui

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan perlunya

pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya sebagaimana

diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis

Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 Bab IV huruf (g) angka 2. Dalam Ketetapan

MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam

Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang antara lain menekankan tentang pentingnya

segera merealisasikan Otonomi Khusus tersebut melalui penetapan suatu

undang-undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dengan memperhatikan aspirasi

masyarakat Papua.8 Dengan disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor

21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, yang disingkat dengan

UU Otsus Papua telah memberikan kewenangan dan pengakuan terhadap hak-hak

masyarakat adat dan hukum adat di Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri.

7

Samparisna E.M Kbarek,2014,Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor Dalam Sistem Hukum di Indonesia, Skripsi, UKSW, 2014, h. 1.

8

(7)

7 Hukum adat bagi masyarakat Papua merupakan sarana yang telah lama

digunakan dalam penyelesaian setiap permasalahan yang dihadapi. Atas dasar itulah

maka dalam UU Otsus Papua diatur secara khusus tentang Peradilan adat sebagai

konsekuensi logis dari eksistensi hukum adat di Papua. Pengaturan tentang Peradilan

adat tersebut terdefenisikan dalam Pasal 50 ayat (2) dan Pasal 51 ayat (1), (2), dan (3).

Peradilan adat ini kemudian diatur secara spesifik lagi dalam Peraturan Daerah No. 20

tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua atau yang disingkat (Perdasus) yang

kemudian memberikan definisi secara jelas tentang peradilan adat yang diatur dalam

Pasal 4, Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3).9

Keberadaan hukum adat di Indonesia selain diatur dalam peraturan

perundang-undangan, secara tegas juga telah diakui dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: Pasal 18B ayat (1) dan (2). Pada ayat (1)

secara eksplisit negara mengakui satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus

dan istimewa, sedangkan pada ayat (2) menyatakan, “Negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”.

Selanjutnya Pasal 28I ayat (3) menyatakan: “Identitas budaya dan hak masyarakat

tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.10

Berdasarkan kedua Pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 tersebut, telah memberikan ruang bagi pengembangan budaya

9

Pasal 4, Pasal 8, Peraturan Daerah Khusus nomor 20 tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua.

10

(8)

8

masyarakat hukum adat, antara lain: Pertama, negara mengakui dan menghormati

eksistensi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya;

Kedua, negara menghormati identitas budaya dan hak masyarakat tradisional sebagai

bagian dari hak asasi manusia yang harus mendapat perlindungan, pemajuan,

penegakan, dan pemenuhan dari negara, terutama pemerintah. Dengan demikian,

Negara memberi pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak kesatuan

masyarakat hukum adat dalam UUD RI Tahun 1945.

Maka dapat dilihat bahwa Ketentuan dalam UU Otsus Papua dan Peraturan

Daerah serta penyelesaian secara adat di Kabupaten Nabire tersebut menunjukkan

fakta dan bukti bahwa Peradilan adat di Papua hingga sekarang masih ada dan masih

hidup dalam kesatuan masyarakat hukum adat di Papua. Pengakuan terhadap hukum

yang hidup (living law) khususnya Peradilan adat ini, disamping badan Peradilan

Umum Pemerintah telah mengakui adanya Peradilan adat di dalam masyarakat hukum

adat tertentu.

Berdasarkan masalah diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji

dengan menetapkan topik penelitian sebagai berikut:“Peradilan Adat Suku Dani

Dalam Penyelesaian Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Di Kabupaten Nabire”.

Judul yang telah ditetapkan diatas, dimaksudkan memberikan pemahaman

yang ditinjau dari perspektif yuridis sosiologis melihat efektifitas hukum tersebut.

Dengan melihat realita sosial pada tataran norma-norma hukum adat yang tertuang

dalam hukum adat masyarakat setempat serta putusan-putusan masyarakat adat

(9)

9

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan yang uraiankan pada latar belakang masalah dan

kemudian telah diidentifikasikannya memerlukan suatu asumsi lebih lanjut. Oleh

karena itu, masalah yang diteliti dapat dirumuskan, sebagai berikut :

1. Bagaimana proses-proses hukum adat Suku Dani dalam penyelesaian kasus

kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Nabire?

2. Bagaimana kewenangan penyidik (polisi) terhadap penyelesaian kasus lalu

lintas secara hukum adat yang terjadi di Kabupaten Nabire?

C.

Pembatasan Masalah

Memperhatikan perumusan masalah diatas mungkin ruang lingkup

pengkajiannya sangat luas, mengingat waktu, tenaga, dan biaya, sehingga penulis

batasi pada hal-hal yang spesifik dan dititikberatkan pada proses penyelesaian hukum

adat suku Dani dalam putusan pembayaran ganti rugi terhadap korban kecelakaan lalu

lintas oleh pelaku (terdakwa), dan tindak lanjut hukum positif terhadap kasus

(10)

10

D.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Dalam melaksanakan suatu pekerjaan pasti mempunyai tujuan, sama halnya

dengan kegiatan penelitian. Dengan demikian, penelitian ini dilaksanakan dengan

tujuan :

a) Untuk mengetahui dan menganalisis masalah yang berkaitan dengan peradilan

adat suku Dani dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas di Kabupaten

Nabire, tidak bertentangan dengan hukum positif dari negara.

b) Untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya Polres Nabire terhadap

eksekusi dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas yang diselesaikan

secara hukum adat oleh suku Dani.

2. Manfaat

Kegiatan penelitian selain mempunyai tujuan juga mempunyai manfaat, antara

lain :

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan sumbangsih pemikiran

terhadap pemgembangan ilmu pengetahuan, terutama Ilmu Hukum di

Indonesia, khususnya bagi pengembangan hukum acara pidana untuk

mengkaji lebih mendalam sistem peradilan hukum adat di Indonesia terutama

sistem peradilan hukum adat di Papua. Disamping itu pula, dalam praktek

penyelenggaraan sistem hukum di Indonesia, eksistensi peradilan adat secara

(11)

11 merupakan suatu aset dan produk bangsa sendiri yang berkembang secara

turun-temurun dalam ribuan tahun dan bukan hasil adopsi dari negara lain

yang diterapkan di Indonesia. Kemudian hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi orang lain atau peneliti lain yang ingin memperdalam kajian

penelitian terhadap peradilan adat suku Dani dalam penyelesaian kasus

kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Nabire.

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan sebagai masukan bagi

pemerintah Kabupaten Nabire dan lembaga legislatif untuk membantu dan

mengkaji norma-norma hukum yang berlaku dalam hukum adat secara umum,

khususnya hukum adat suku Dani dapat diakui sebagai produk hukum yang

sifatnya tidak tertulis dan tidak bertentangan dengan peradilan negara yang

menerapkan hukum positif serta turut membantu peradilan negara dalam

menjatuhkan vonis hukuman terhadap terdakwa dalam kasus kecelakaan lalu

lintas yang mengakibatkan korban dari masyarakat adat Papua.

E.

Metode Penelitian

1. Jenis Pendekatan

Dalam melaksanakan penelitian ini yang digunakan yaitu hukum dalam

kenyataan didalam kehidupan sosial kemasyarakatan, pengkajian hukum yang

seperti inilah yang disebut pendekatan yuridis empiris. Yuridis empiris atau yang

(12)

12 ilmu pengetahuan hukum dan dapat diketahui dengan mempelajari fenomena

sosial dalam masyarakat yang tampak aspek hukumnya.11

Penelitian yuridis empiris atau disebut sosiologi adalah ilmu hukum yang

memandang hukum sebagai fakta yang dapat dikonstatasi atau diamati. Ilmu

hukum empiris bertugas memaparkan fakta dan menjelaskannya dengan bantuan

hipotesis yang sesuai dengan hukum. Caranya dengan menjelaskan fakta sosial

melalui bantuan hukum.12

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, penelitian yang

perlu dilakukan seusai suatu masalah diteliti secara kuantitatif, tetapi belum

terungkap penyelesaiannya. Boleh dikatakan, jika kita belum puas dan ingin

mengetahui lebih mendalam tentang suatu masalah, pada hal kita tidak bisa

menduga atau sukarnya membuat asumsi-asumsi (karena banyaknya kemungkinan

penyelesaian/cara yang terjadi), maka penelitian kualitatif cocok dilakukan.13

Dengan model penelitian semacam ini, peneliti akan menggambarkan dan

menterjemahkan fakta aktual di lapangan. Sementara itu, untuk memperoleh

informasi yang lebih detail mengenai gejala sosial yang terjadi, maka penelitian

ini pendekatan kualitatif. Karena penelitian ini merupakan studi yang mencoba

untuk mempelajari dan menggambarkan suatu kasus lebih valid mengenai kondisi

11

Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,2009, h. 13.

12

Dr. Bahder Johan Nasution, SH., SM., M.Hum., Metode Penelitian Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, h. 81-82.

13

(13)

13 atau peristiwa yang terjadi di suatu lokasi dan pada suatu golongan masyarakat

tertentu.

3. Sumber Data

Mengenai sumber data, dapat diketahui bahwa dalam penelitian dikenal

dua macam sumber data, antara lain :

1. Sumber data primer, diperoleh langsung dari sumber pertama, antara lain,

yakni perilaku masyarakat melalui penelitian.14

2. Sumber data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, undang-undang

dan peraturan yang berhubungan dengan penelitian.

Mengenai sumber data primer dan sumber data sekunder, biasanya kedua

jenis data ini saling mendukung dan seringkali disajikan dalam desain penelitian

seakan-akan sumber data berlawanan atau berbeda satu sama lain. Tetapi

rancangan penelitian yang baik, keduanya tetap merupakan perpaduan yaitu saling

melengkapi. Sumber data secara primer yang digunakan, pada intinya dihadapkan

pada pilihan untuk menentukan orang yang akan dijadikan informan. Informan

yang ditetapkan adalah informan yang sesuai dengan suatu kategori penelitian

(unit analisis).

Informan adalah orang dalam lokasi tempat penelitian diadakan, atau dapat

juga orang yang merupakan anggota masyarakat setempat atau informan adalah

14

(14)

14 orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi

lokasi penelitian.15

Berdasarkan pengertian ini, maka sumber data yang diperoleh dari

informan dalam penelitian ini, biasanya dikategorikan ke dalam bentuk tanya

jawab dengan menggunakan sistem wawancara, sehingga informan yang

dimaksudkan disini adalah orang yang diwawancarai oleh pewawancara (peneliti).

Hal ini dimaksudkan untuk meminta keterangan/informasi dan diperkirakan

informan tersebut mengetahui dan memahami masalah yang diteliti dengan

sebenar-benarnya.

Dalam hal ini, yang menjadi informan untuk sumber data primer adalah

sebagai berikut:

a. Kelompok informan yang berkenaan dengan sistem hukum adat Suku Dani

seperti ketua adat / kepala adat selain ketua adat ada juga toko agama.

Pemilihan informan ini dikarenakan pertimbangan bahwa mereka memiliki

pengalaman hidup dan pengetahuan yang cukup memadai berkaitan

dengan pelaksanaan penyelesaian perkara terhadap kecelakaan lalu lintas

menurut hukum adat Suku Dani di Kabupaten Nabire.

b. Kelompok infoman yang berkenaan dengan instansi yang berwenang

seperti : Pengadilan umum Nabire, Kasat Lantas Polres Kabupaten Nabire.

Pemilihan informan ini dikarenakan pertimbangan bahwa sangat berkaitan

dengan penelitian.

15

(15)

15 Selain data yang diperoleh dari informan sebagai sumber data, juga tidak

terlepas dari sumber data lain yang merupakan data sekunder, dimana data

diperoleh melalui metode dokumentasi. Kajian dokumen merupakan sarana

pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara

membaca surat-surat, pengumuman, ikhtisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan

tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya.16

Dengan demikian sumber data sekunder melalui dokumentasi ini sangat

membantu peneliti untuk mengecek, apakah permasalahan yang diteliti oleh

peneliti masih tersimpan dalam suatu dokumen, sehingga hal ini diharapkan dapat

mendukung data primer yang diperoleh dari informan.

4. Prosedur Pengumpulan data

Dalam prosedur pengumpulan data, peneliti menggunakan instrumen

penelitian sebagai alat atau fasilitas untuk mendapatkan data secara lebih baik.

Oleh sebab itu, peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah

dan hasilnya lebih baik, maka peneliti mempergunakan instrumen penelitian,

antara lain :

1. Observasi (pengamatan), Metode observasi adalah metode pengumpulan

data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data penelitian

tersebut dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti bahwa data tersebut

16

(16)

16 dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan pancaindera

dan dicatat secara sistematik.17

2. Wawancara (interview), Metode wawancara adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang

diwawancarai. Oleh karena itu, dalam pengumpulan data melalui metode

ini, peneliti mempergunakan bentuk wawancara sistematik. Wawancara

sistematik adalah wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu

pewawancara mempersiapkan pedoman (guide) tertulis tentang apa yang

hendak ditanyakan kepada informan.18

3. Dokumentasi, Metode dokumen adalah merupakan catatan peristiwa yang

telah lalu. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya

menumental dari seseorang lainnya. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita biografi,

peraturan, kebijakan, dan laporan. Dokumen yang berbentuk gambar

misalnya foto, gambar hidup, sketsa, film, video, CD, DVD, cassette, dan

lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, karya lukis,

patung, naskah, tulisan, prasasti dan lain sebagainya.19

17Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, M.Si, Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi : Format-format

Kuantitatif dan Kualitatif untuk studi Sosiologi, Kebijakan Publik, Komunikasi, Manajemen, dan Pemasaran, Ed.1, Cet.2, Penerbit Kencana, Jakarta, 2015, h.142.

18

Bungin, Loc.cit, h. 133.

19

(17)

17

5. Analisis data

Setelah tahap teknik pengumpulan data selesai dilakukan, maka tahap

selanjutnya sebelum dianalisis harus diadakan pengolahan data, dimana data yang

dikumpulkan diperiksa dengan cermat dengan melakukan pencatatan secara

sistematis. Apabila data yang dikumpulkan melalui suatu hasil rekaman, maka

data itu harus didengar dan dicatat sebagai masukan hasil penelitian, yang

kemudian dalam pembahasannya dapat dianalisis. Analisis data dalam penelitian

kualitatif adalah aktivitas yang dilakukan secara terus-menerus selama penelitian

berlangsung, dilakukan mulai dari pengumpulan data sampai pada tahap penulisan

laporan.20

Selanjutnya dapat dikatakan, bahwa data mentah yang telah dikumpulkan

oleh peneliti tidak ada gunanya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan

bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisislah, data

tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah

penelitian.21

Adapun data yang dihimpun merupakan kombinasi dari hasil observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Penggunaan berbagai metode yang saling

melengkapi ini merupakan triangulasi. Dalam penelitian kualitatif “triangulasi”

sangat penting dilakukan untuk mengkonfirmasikan tingkat kepercayaan temuan

penelitian.

20

Prof. Dr. Afrizal, M.A, Metode Penelitian Kualitatif : Sebuah Upaya Mendukung Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu, Rajawali Pres, Jakarta, 2016, h. 176-177.

21

(18)

18 Triangulasi merupakan metode sintesa data terhadap kebenarannya dengan

menggunakan metode pengumpulan data yang lain. Data yang dinyatakan valid

(kredibel) melalui triangulasi akan memberikan keyakinan terhadap peneliti

tentang keabsahan datanya sehingga tidak ragu dalam pengambilan kesimpulan

penelitian.22

Dalam mengecek keabsahan (validitas) data menggunakan teknik

triangulasi, data dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara

memperoleh data dari sumber lain misalnya, dari pihak kedua, ketiga, dan

seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya ialah

membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai

pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data. Cara ini juga mencegah

bahaya-bahaya subyektif dan memudahkan.

22

Gambar

Gambar 1. Dokumentasi Penyelesaian Masalah Kecelakaan Lalu Lintas

Referensi

Dokumen terkait

sehingga tanah yang lebih tinggi kedudukannya cenderung bergerak kearah bawah yang disebut dengan gaya potensial gravitasi yang menyebabkan terjadinya longsor. Sehingga,

Sebagai orang tua juga berperan dalam mengajarkan anak untuk toleransi dan membiasakan selalu mengajarkan kepada anak untuk berbuat baik kepada teman, tidak mengejek dalam bermain,

Skripsi berjudul Hubungan Penyakit Gondok dengan Tingkat Intelegensia Pada Siswa Sekolah Dasar di (SDN) Darsono 2 Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember telah diuji

(2) Pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pejabat Publik dan tidak menjadi beban keuangan Badan Publik jika dapat dibuktikan tindakan yang

Berdasarkan nilai IDR gula kristal putih yang disajikan pada Tabel 4, terlihat bahwa Indonesia memiliki ketergantungan impor gula jenis gula kristal putih. Pada

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat

Bagi perusahaan pajak merupakan beban yang wajib dibayarkan oleh perusahaan kepada negara yang berdampak pada penurunan laba bersih yang dihasilkan selama satu

Bahaya atau yang sering disebut dengan hazard adalah suatu sumber yang memilki potensi untuk menimbulkan kerugian baik berupa cidera pada manusia, kesakitan,