Pemicu 4
Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk disertai bercak darah sejak 2 hari yang lalu. Batuk disertai dahak berwarna putih kekuningan disertai bercak darah. Pasien kadang-kadang mengeluhkan sesak nafas sejak 2 minggu terakhir. Sesak dirasakan ketika pasien beraktivitas berat.
I. Klasifikasi dan Definisi
-II. Kata Kunci
1. Pria, 35 tahun batuk dengan bercak darah 2. Sesak nafas saat beraktivitas berat
3. Batuk berdahak putih kekuningan III. Rumusan Masalah
Pria, 35 tahun batuk berdarah dan sesak nafas saat beraktivitas berat. IV. Analisis Masalah
V. Hipotesis
VI. Pertanyaan Diskusi
1. Apa saja kemungkinan penyebab batuk disertai bercak darah?
2. Bagaimana patofisiologi batuk berdahak disertai bercak darah?
3. Apa saja kemungkinan penyebab sesak nafas saat beraktivitas berat?
4. Bagaimana perbedaan dan kriteria diagnosis untuk Differential Diagnosis (TB Paru, Kanker paru, CHF (Congestif Heart Failure), Pneumonia, Bronkitis, dan PE (Pulmonaly Embolism)) ? (dalam bentuk tabel mencakup manifestasi klinis, faktor resiko, dll)
5. Diagnosis kerja dan tatalaksana kasus secara farmako dan non-farmako?
6. Komplikasi dan prognosis yang mungkin terjadi pada kasus ini?
7. Apakah pasien dalam kasus perlu dirujuk?
8. Bagaimana interaksi obat yang diberikan?
PEMBAHASAN
2. Bagaimana patofisiologi batuk berdahak disertai bercak darah?
Batuk adalah suatu ekspirasi kuat yang didahului inspirasi cepat dan penutupan glottis yang menghasilkan ekspirasi udara yang kuat dan cepat dan secara tiba-tiba mendorong glotis hingga terbuka dan mengirimkan udara keluar dari saluran pernapasan.
Batuk bisa bersifat volunter, involunter, atau kombinasi keduanya jika pasien mencoba mengendalikan batuk yang involunter. Stimulus untuk refleks batuk berupa mekanik, proses peradangan, dan psikogenik. Stimulus mekanik dan kimia seperti asap rokok, debu, atau benda asing dapat disertai proses peradangan sehingga menimbulkan refleks batuk. Pengaruh psikis seperti rasa cemas dan stress dapat menimbulkan batuk.
Batuk dengan darah (hemoptisis) mengindikasikan adanya ruptur pembuluh darah, bisa dari nasofaring, bronkus, paru-paru, hidung atau tenggorokan. Proses infeksi seperti tuberkulosis atau keganasan seperti karsinoma paru memiliki manifestasi batuk berdarah. Proses angiogenesis yang disertai dengan ruptur pembuluh darah menyebabkan darah merembes ke saluran pernapasan. Oleh refleks normal, darah akan dibatukkan keluar bersamaan dengan sputum.
Jumlah darah yang dikeluarkan dapat minimal atau dapat masif. Hemoptisis masif merupakan salah satu kegawatdaruratan medis yang membutuhkan evaluasi dan tatalaksana segera.
Tatalaksana hemoptisis yang paling utama adalah tangani keadaan yang mendasarinya. Bila batuk darah disebabkan oleh Tb paru, maka diberikan regimen OAT sesuai protokol pengobatan. Selain itu penanganan batuk darah adalah dengan tirah baring dengan kepala lebih rendah dan miring kesisi yang sakit dan penekanan batuk dengan opiate (kodein 15-30 mg, atau hidrokodon 5 mg setiap 4-6 jam).
Sesak nafas berasal dari sistem sirkulasi manusia, biasanya terjadi pada penyakit jantung, penyakit paru-paru, dan anemia. Sesak akibat jantung dicirikan “dyspnea on exercise” artinya sesak muncul ketika beban kerja jantung meningkat, padahal terdapat riwayat penyakit jantung (penyakit jantung koroner) menyebabkan penderita merasa sesak setelah berkativitas. Pada keadaan yang amat berat, pasien bahkan tetap merasakan sesak saat beristirahat. Sesak nafas karena penyakit paru-paru biasanya diakibatkan penyempitan atau obstruksi jalan nafas ditandai perubahan bunyi paru-paru. Pasien biasanya memiliki riwayat COPD atau asma. 4
4. Bagaimana perbedaan dan kriteria diagnosis untuk Differential Diagnosis (TB Paru, Kanker paru, CHF (Congestif Heart Failure), Pneumonia, Bronkitis, dan PE (Pulmonaly Embolism)) ? 5,6
Diagnosis penarikan paru, dia-fragma, dan medias-tinum.
Pada auskultasi, ditemu-kan kelainan paru pada umumnya yang terletak di daerah lobur superior terutama daerah apeks dan segmen posterior hemoptisis, batuk, dispnea, sakit di daerah dada.
Stigmata of COPD, superior vena cava syndrome, lymphadenopathy
Gagal
Jantung 6 CAD atau faktor resiko,hipertension, konsumsi alkohol berlebihan, PND
S3, JVD, bunyi gemersik saat
pemeriksaan CXR, radiograpi, BNP,Ekokardiografi
Pneumoni
a 6 demam, batuk produktif,kelompok resiko tinggi HIV/AIDS
Frekuensi nafas meningkat, sisi sakit gerak nafas tertinggal, nafas dangkal, sianosis, takikardi, suara bronkial akut, ronki inspirasi nada tinggi, bising gesek pleura, bunyi paru gemersik, demam,
CXR, HIV & CD4
Bronkitis 6 batuk, demam ringan, dispnea Demam, suara nafas normal, bunyi paru gemersik,
Paru 6 Dispnea dengan onset tiba-tiba,pleritik, sakit dada, kanker, riwayat bedah, riwayat immobilisasi, terapi estrogen.
Frekuensi nafas meningkat, sisi sakit gerak nafas tertinggal, sianosis sentral, takikardi, bising gesek pleura,
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
4. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
5. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru. Diagnosis TB Ekstra Paru.
6. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
7. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dilaksanakan sesuai alur sebagaimana dalam
Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien TB 5
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra paru);
2. Bakteriologi dilihat dari hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis (BTA positif atau BTA negatif);
3. Tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat);
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati).
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 5
1. TB paru. TB paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:5
1. TB paru BTA positif
2. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 3. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran TB.
4. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. 5. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
6. TB paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif 2. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.
3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.5
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: 3. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
4. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
1. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
2. Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya 5
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
1. Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Pengobatan setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
7. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
5. Diagnosis kerja dan tatalaksana kasus secara farmako dan non-farmako? Hasil anamnesis :
Identitas : Nama : Abdurrahman Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Swasta (penjaga toko buku) Status pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Keluhan utama : batuk disertai bercak darah sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang : batuk disertai dahak berwarna putih kekuningan disertai bercak darah. Pasien kadang-kadang mengeluhkan sesak nafas sejak 2 minggu terakhir. Sesak dirasakan ketika pasien beraktivitas berat. Pasien mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien berkeringat malam hari tanpa aktivitas. Nafsu makan pasien menurun sejak 1 bulan sehingga berat badan pasien menurun 2 kg. BAB (Buang Air Besar) dan BAK (Buang Air Kecil) tidak ada keluhan. Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu : sebelumnya belum pernah mengalami batuk serupa. Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien meninggal 5 bulan yang lalu karena penyakit paru, tetapi pasien tidak mengetahui dengan pasti diagnosisnya. Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-).
Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien bekerja sebagai penjaga toko buku. Lama bekerja 2 tahun. Pasien sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 3 tahun. Keadaan rumah pengap, tanpa ventilasi yang baik. Pasien merokok 2-3 batang sehari. Kebiasaan merokok sudah sejak 5 tahun yang lalu dan sampai saat ini masih merokok
a. Ronki basah paru kanan pada apeks sampai bagian tengah paru
b. BTA
+/+/-c. Foto toraks ditemukan fibroinfiltrat pada apeks paru kanan
Dari data-data tersebut disimpulkan diagnosis kerja adalah TB Paru dengan BTA positif dan akan dilakukan pengobatan OAT kategori I yakni OAT Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol untuk 1 bulan pertama, kemudian pasien kontrol kembali dan diberikan obat yang sama untuk 1 bulan berikutnya.
Pengobatan TB Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Tabel Jenis, sifat dan dosis obat
Paduan OAT dan peruntukannya. i. Kategori-1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: b. Pasien baru TB paru BTA positif.
c. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif d. Pasien TB ekstra paru
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 sebagaimana dalam Tabel Dosis paduan OAT KDT Kategori 1
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R3 sebagaimana dalam Tabel Dosis paduan OAT kombipak kategori 1 Tabel Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1
ii. Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
e. Pasien kambuh f. Pasien gagal
g. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3 sebagaimana dalam Tabel Dosis paduan OAT KDT Kategori 2
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/5H3R3E3) sebagaimana dalam Tabel Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2.
Tabel Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2
Catatan:
1. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan. 2. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. 3. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
iii. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel Dosis KDT Sisipan : (HRZE)
Tabel Dosis KDT Sisipan : (HRZE)
Paket sisipan Kombipak adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel Dosis OAT Kombipak Sisipan.
Tabel Dosis OAT Kombipak Sisipan.
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama, disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
Menurut PDPI tahun 2006, pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah: 9
- Efusi pleura
- Pneumotoraks
- Batuk darah
- Luluh paru
- Gagal napas
- Gagal jantung
1. Pleuritis dan Empiema
Pleuritis adalah peradangan jaringan tipis yang meliputi paru-paru dan melapisi dinding rongga dada bagian dalam (pleura). Empiema adalah berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas organ berongga yaitu paru-paru. 10
Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan, dapat dipengaruhi melalui tiga cara yang berbeda:
a. Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya infeksi primer.
b. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Keadaan ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema) walaupun jarang terjadi.
Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.
2. Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam paru dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan dan kesulitan bernapas. Pneumotoraks spontan dapat terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba bersamaan dengan sesak napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema tuberkulosis.10,11
3. Laringitis Tuberkulosis
Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan gejala serak, perubahan suara dan gatal pada kerongkongan. Keganasan pada laring jarang menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif, tetapi diagnosis mungkin perlu diitegakkan dengan biopsi pada kasus-kasus yang sulit. Tuberkulosis laring memberikan respon yang sangat baik terhadap kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat yang tidak cepat hilang dengan pengobatan, tambahkan prednisolon selama 2-3 minggu. 10,11
4. Kor Pulmonale
lagi, dimana banyak meninggalkan jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini. 10,11
5. Apergilomata
Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A. fumigatus yaitu spesies jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di dalam udara dengan dihirup secara terus menerus. 10
Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada dalam kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis (batuk darah) yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena tuberkolosis lama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.
Prognosis
Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati. Makin dini penyakit ini di diagnosis dan di obati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius yang menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognosis untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya pada 10%-30% pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan menetap. Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal bila tidak terdiagnosis. 9,11
7. Apakah pasien dalam kasus perlu dirujuk?
dimana tidak terjadi kegawatdaruratan medis pada gejala batuk berdarah, maka berdasarkan hasil diskusi, diputuskan bahwa pasien dalam kasus belum perlu dirujuk. Apabila pasien mengalami kegawatdaruratan medis berupa batuk berdarah masif. 2
8. Bagaimana interaksi obat yang diberikan?
Interaksi OAT
1. Rifampisin dan Isoniazid
Salah satu masalah terapi obat OAT yang cukup penting adalah interaksi obat. Interaksi obat dengan OAT dapat menyebabkan perubahan konsentrasi dari obat-obat yang diminum bersamaan dengan OAT tersebut. Hal tersebut dapat menyebabkan toksisitas atau berkurangnya efikasi dari obat tersebut. Secara relatif hanya sedikit interaksi yang mempengaruhi konsentrasi OAT.
Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat
untuk cytochrome P-450 isoenzymes, mengakibatkan
turunnya konsentrasi serum obat-obatan yang dimetabolisme
oleh isoenzyme tersebut. Obat obat tersebut mungkin perlu
ditingkatkan selama pengobatan TB, dan diturunkan kembali
2 minggu setelah Rifampisin dihentikan. Obat-obatan yang
berinteraksi: diantaranya : protease inhibitor, antibiotika
makrolid, levotiroksin , noretindron, warfarin, siklosporin, fenitoin, verapamil, diltiazem, digoxin, teofilin, nortriptilin,
alprazolam, diazepam, midazolam, triazolam dan beberapa
obat lainnya.
Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450
Pemakaian Isoniazide bersamaan dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat menimbulkan risiko toksis. Antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin adalah yang sangat terpengaruh oleh isoniazid.
Efek rifampisin lebih besar dibanding efek isoniazid, sehingga efek keseluruhan dari kombinasi isoniazid dan rifampisin adalah berkurangnya konsentrasi dari obat-obatan tersebut seperti fenitoin dan karbamazepin.
Menurut pustaka interaksi obat dibagi menjadi 3 kelas a. Interaksi Kelas 1:
Hindari kombinasi obat obat ini. Risiko dari adverse
patient outcome melebihi keuntungannya. b. Interaksi Kelas 2:
Hindari kombinasi obat ini kecuali pertimbangan keuntungan pemakaiannya melebihi risiko. Kalau memungkinkan dicarikan alternatif obat lain. Penderita harus dimonitor bila memakai kelompok kombinasi ini. c. Interaksi Kelas 3:
Banyak cara mengelola kombinasi kelompok obat ini. Dicari alternatif obat yang tidak berinteraksi. Merubah dosis atau rute dapat mengurangi risiko interaksi.
Dianjurkan memonitor penderita yang memakai kombinasi ini. Umumnya interaksi dengan obat obat TB termasuk dalam kelompok interaksi kelas 3.
d. Etambutol
e. Streptomisin
Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin, sisplatin menaikkan risiko nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat meningkatkan risiko hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler, diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot yang non depolarising, melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan piridostigmin.
Kesimpulan : Laki-laki, 25 tahun, mengalami TB paru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickly, Linn S, 2012. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Ed. 8, Jakarta : EGC.
2. Purwadianto, A dan Sampurna, A.,2013, Kedaruratan Medik; Pedoman Penatalaksaan Praktis, Tangerang Selatan: Binarupa Aksara
4. Fishman AP, Jack AE, Jay AF, Michael AG, Robert MS, Allan IP: Approach to the patient with respiratory symptoms. Fishman’s pulmonary diseases and disorders volume 1 & 2, 4th ed. New York: MacGraw-Hill. 2008. 387-426
5. Alsadaff, H., Mukty, H. A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya. Airlangga University Press.
6. Stern DC, Cifu AS, Altkorn D. I have a patient with dyspnea how do I determine the cause? Symptom to diagnosis an evidence-based guide, 2nd ed. New York: McGraw-Hill. 2010)
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/menkes/sk/v/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (tb). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2009
8. Isbaniyah, Fattiyah dkk. 2011. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
9. PDPI, 2006, Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
10. Crofton Jhon, dkk. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2, Cet.1, Widya Medika: Jakarta.
11. Gayatri Arun. 1995. Kamus Kesehatan. Arcan: Jakarta