LAPORAN PRAKTIKUM
RESPON FUNGSIONAL DAN NUMERIKAL PREDATOR
Oleh:
Golongan A/ Kelompok 7
1. Nur Astrifa Maulidina (151510501235) 2. Keke YunadiaKumala Dewi (151510501227) 3. Yudistira Amarta Putra (151510501273) 4. Muhammad Faqih Zakariyah (151510501276) 5. Fauziah Nurul Laili (151510501278)
LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengendalian hayati sebagai komponen utama PHT pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja secara "terkait kepadatan populasi" sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama.
Serangga predator merupakan serangga yang memakan atau memangsa serangga lain. keberadaanya sangat penting terutama bagi manusia sebagai musuh alami berbagai jenis hama sehingga bisa mengendalikan populasi hama tersebut tanpa campur tangan manusia. Karena itulah serangga predator banyak di teliti untuk upaya pengendalian hayati. Peningkatan populasi inang akan di tanggapi secara numerik (respon numerik) yaitu dengan meningkatnya jumlah predator dan respon funggsional di harapkan jumlah inang akan berkurang.
Respon fungsional predator merupakan faktor yang mengatur dinamika populasi antara predator-mangsa. Hal ini menggambarkan di mana predator membunuh mangsanya dan dengan demikian dapat menentukan efisiensi dari predator dalam mengatur populasi mangsa. Tanggap fungsional juga memberikan deskripsi kuantitatif perilaku predator ketika bertemu mangsanya dengan kepadatan yang berbeda dan salah satu kunci komponen dalam pemilihan agen pengendali biologis.
tindakan kolektif individu predator, dimana perilaku mencari makan biasanya sangat dipengaruhi oleh tingkat dan sifat bertemu mangsa. Memahami hubungan antara predator dan mangsa adalah tujuan utama dalam ekologi dan salah satu komponen hubungan predator-mangsa adalah tingkat makan dari predator pada mangsa.
Cara pengendalian ramah lingkungan yang telah mendapat perhatian dan dikembangkan untuk menanggulangi serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah dengan pengendalian hayati. Pengendalian hayati diartikan sebagai penggunaan musuh alami, yaitu predator. Predasi diasumsikan salah satu faktor biotik untuk mengurangi populasi serangga hama dan telah menjadi perhatian banyak orang dalam program pengendalian serangga hama untuk mengurangi penggunaan insektisida. Untuk meningkatkan strategi kontrol biologis pentingnya memahami interaksi antara predator-mangsa.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui aktivitas predasi dari predator
2. Mengetahui kemampuan predasi melalui respon Fungsional dan Numerikal predator
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Serangga merupakan komponen penting pada ekosistem. Serangga sendiri dibagi dalam dua kategori, yaitu yang merugikan dan menguntungkan. Serangga yang menguntungkan dapat berupa serangga polinator maupun predator alami bagi serangga hama. Sedangkan serangga yang menyebakan kerusakan yang berpengaruh pada hasil produksi disebut hama merugikan. Serangga dapat menjadi hama bagi tanaman budidaya apabila serangga tersebut merusak bagian tanaman yang menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Bagi serangga merugikan harus dilakukan pengendalian agar tidak menyebabkan kerugian Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. (Aminatun dkk., 2012). Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak semua serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk, pemakan bangkai, predator dan parasitoid. setiap serangga mempunyai sebaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan populas (Siregar dkk., 2014).
alami hama. Salah satunya adalah bakteri yang mempunyai peran penting dalam mengendalikan populasi hama dengan cepat. Bakteri dapat memanipulasi biologi reproduksi atau partenogenesis induks yang menginfeksi bagian reproduksi pada serangga sehingga serangga tidak memiliki keturunan (Prakash et al., 2014).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu metode dalam pengelolaan atau pengendalian hama menggunakan berbagai kombinasi teknik yang diketahui dengan tujuan mengurangi tingkat populasi dan status hama ke dalam tingkat toleransi tertentu sehingga dapat dikendalikan secara alamiah (dengan musuh alami). Pengendalian ini dilakukan dengan strategi dan taktik PHT harus pula berdasarkan pada kondisi ekologi, ekonomi dan sosial. Strategi dan taktik PHT di antaranya adalah strategi tanpa tindakan, mengurangi jumlah populasi hama, mengurangi kerentanan tanaman terhadap hama serta kombinasi mengurangi jumlah populasi hama dan mengurangi kerentanan tanaman terhadap hama (Nurhidayanti dkk., 2008).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengendalian Hayati acara “Respon Fungsional dan Numerikal Predator” dilakukan pada hari Senin, 10 April 2017 jam 10.40-selesai bertempat di HPT, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
1. Mitela 2. Stopwatch
3.2.2 1. Amplas
2. Pines atau paku payung 3. Sterofoam
3.3 Pelaksanaan Praktikum 3.3.1 Respon Fungsional
1. Menyiapkan steroform sebagai ruang atau tempat untuk meletakkan amplas, anggap amplas tersebut sebagai kutu daun yang merupakan prey/mangsa dari lalat syrphidae.
2. Memilih satu teman anda dalam 1 kelompok untuk memperagakan predator larva lalat Syrphidae yang akan memangsa kutu daun.
3. Menutup mata teman anda yang bertindak sebagai predator dengan menggunakan mitela. Salah satu karakter penting dari lalat syrphidae adalah tidak mempunnyai mata/buta, larva lalat syrphidae dibantu oleh organ sensorik atau lokomotorik untuk menemukan mangsa.
4. Meletakkan amplas (prey/mangsa) pada steroform secara menyebar sejumlah perlakuan berikut:
Kelompok 2 : 1 predator + 20 mangsa
Kelompok 3 : 1 predator + 30 mangsa
Kelompok 4 : 1 predator + 40 mangsa
Kelompok 5 : 1 predator + 50 mangsa
5. Mengambil amplas yang tertancap pda steroform menggunakan tangan dalam jangka waktu 30 detik dalam kondisi mata tertutup, 3 kali ulangan.
6. Mengamati dan hitung jumlah amplas yang berhasil diambil oleh teman anda.
3.3.2 Respon Numerikal
1. Menyiapkan steroform sebagai ruang atau tempat untuk meletakkan amplas, anggap amplas tersebut sebagai kutu daun yang merupakan prey/mangsa dari lalat syrphidae
2. Berbeda dengan respon fungsional, respon numerikal dilakukan dengan perlakuan sebagai berikut
Kelompok 6 : 1 predator + 50 mangsa
Kelompok 7 : 1 predator + 50 mangsa
Kelompok 8 : 1 predator + 50 mangsa
Kelompok 9 : 1 predator + 50 mangsa
Kelompok 10: 1 predator + 50 mangsa
3. Memilih teman anda untuk memperagakan sebagai predator larva lalat syrphidae yang akan memangsa kutu daun.
4. Menutup mata tean anda yang bertindak sebagai predator menggunakan mtela. Salah satu karakter penting dari lalat syrphidae adalah tidak mempunnyai mata/buta, larva lalat syrphidae dibantu oleh organ sensorik atau lokomotorik untuk menemukan mangsa.
5. Meletakkan 50 amplas (prey/mangsa) secara menyebar pada steroform. 6. Bagi yang bertindak sebagai predator, ambil amplas yang tertancap pada
steroform menggunakan tangan dalam jangka waktu 30 detik dalam kondisi mata tertutup, lakukan 3 kali ulangan
3.3 Variabel Pengamatan
Praktikum acara “Respon Fungsional Dan Numerikal Predator” tersebut melakukan pengamatan terhadap perilaku memangsa predator dengan variabel pengamatan yang berupa cara respon fungsional (kemampuan memangsa) dan respon numerikal (populasi).
3.4 Analisis Data
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Data Hasil Pengamatan Respon Fungsional
Kelompok
Jumlah Prey/mangs
a
Ulangan
Rata-rata
1 2 3
1 10 10 9 8 9
2 20 17 18 19 18
3 30 27 27 29 28
4 40 31 37 37 35
5 50 47 47 50 48
4.1.2 Gambar Kurva
Respon Fungsional
Menurut Purnomo (2010), keberadaan predator dalam suatu lahan dapat digunakan sebagai musuh alami dalam mengendalikan banyaknya serangga hama. Kemampuan predator dalam memangsa prey dapat diketahui melalui respon yang ditunjukkan oleh predator. Kemampuan predasi suatu predator dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu respon fungsional dan respon numerikal. Respon fungsional merupakan kemampuan predator dalam menanggapi kelimpahan mangsa (prey) yang ada dilapangan. Respon numerikal yaitu laju pertumbuhan predator dalam menanggapi kelimpahan jumlah mangsa (prey). Berdasarkan praktikum mengenai respon fungsional predator diketahui bahwa peningkatan jumlah mangsa akan berpengaruh terhadap kemampuan makan atau kemampuan memangsa suatu predator. Jumlah prey dalam suatu lahan yang mengalami peningkatan sedangkan jumlah predator tetap akan berpengaruh terhadap aktivitas makan predator. Aktivitas makan predator dalam jumlah prey yang semakin meningkat akan menyebabkan predator semakin ganas dalam memakan mangsa. Kerapatan jumlah mangsa yang ada akan menyebabkan predator semakin mudah dalam menemukan mangsanya, terlebih apabila jumlah predator tetap. Berdasarkan praktikum mengenai respon numerikal diketahui bahwa kemampuan predator dalam memangsa prey dipengaruhi oleh banyaknya jumlah predator
dalam mengkonsumsi mangsanya dibutuhkan waktu untuk menangkap da mengkosumsi adalah proposional terhadap ukuran tubuh mangsanya, hal ini dikarenakan predator membutuhkan waktu lebih lama untuk memakan inang yang lebih besar. Predator akan membutuhkan waktu lebih lama untuk istirahat sebelum memangsa mangsa lain akibat kekenyangan setelah memakan mangsa yang berukuran besar (Arobi dkk., 2013).
Kefektifan dan efisiensi dari predator dalam perannya sebagai musuh alami sangat bergantung pada kemampuan mencari dan menangani mangsanya pada keadaan kualitas dan kepadatan mangsa. Kepadatan mangsa merupakan hal yang sangat penting, karena kerapatan mangsa akan menggambarkan bagaimana respon predator terhadap ketersediaan mangsanya yang dapat dilihat atau dianalisis dalam kemampuan konsumsi dan fekunditas. Predator pada umumnya menemukan dan menangkap mangsanya melalui beberapa cara diantaranya pencarian secara random, pencarian secara langsung, pencarian aktif, sergapan, jebakan dan keterkaitan. Laju pemangsaan pada kepadatan mangsa yang berbeda dapat mempengaruhi kinerja predator sebagai agensia pengendalian hayati (Lamin dkk., 2013).
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Jumlah prey akan mempengaruhi respon fungsional (kemampuan memangsa) dan respon numerikal (pertambahan populasi) dari predator. Jumlah prey yang semakin meningkat akan menyebabkan predator semakin ganas dalam memakan mangsa, selain itu ketika jumlah prey banyak maka akan menyebabkan predator semakin baik dalam bereproduksi.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aminatun T., E. Martono, S. Woro, dan S. Tandjung. 2012. Analisis Pola Interaksi Serangga-Gulma Pada Ekosistem Sawah Surjan Dan Lembaran Yang Dikelola Secara Organik Dan Konvensional. J. Manusia Dan Lingkungan, 19(3): 207 – 216.
Arobi, Y., S. Oemry dan F. Zahra. 2013. Daya Predasi Cecopet (Forficula auricularia) (Demaptera : Nisolabididae) pada Berbagai Instar Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium. Agroekoteknologi. 1 (2): 296-303.
Junaedi, D., D. Bakti, dan F. Zahara. 2015. Daya Predasi Myopopone castaneae (Hymenoptera: Formicidae) terhadap Larva Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae) di Laboratorium. Agroekoteknologi, 3(1): 112-117.
Lamin, S., M. Kamal dan Fatimahulzahra. 2013. Kemampuan Memangsa, Fekunditas Menochillus sexmaculata Fabr. (Coleoptera : Coccinellidae) pada Kepadatan Aphis gossypii Glov. yang Berbeda. Semirata FMIPA Unila. 1 (1): 415-420.
Maramis, R. T. D. 2014. Diversitas Laba-laba (Predator Generalis) pada Tanaman Kacang Merah (Vigna angularis) di Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa. Bioslogos, 4(1): 1-8.
Purnomo, H. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta: ANDI.
Prakash. B. M, A .Prathima, H. C. Huchesh, H. Ravikumar, H. P. Puttaraju. 2014. Wolbacia: A Friend or Foe for Uzi Flies. Journal of Entomology and Zoology Studies, 2(2):130-132.
Rahman, V. J., A. Babu, A. Roobakkumar, and K. Perumalsamy. 2012. Functional and Numerical Responses of the predatory mite, Neoseiulus longispinosus, to the red spider mite, Oligonychus coffeae, infesting tea. Insect Sciense, 12(1): 1-12.