• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM EFEKTIFITAS HUKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM EFEKTIFITAS HUKU"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM

EFEKTIFITAS HUKUM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL

NAMA:FIRHAD AL KHAIR NIM:E1041131024 PRODI: SOSIOLOGI

PROGRAM STUDY SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.

Hukum merupakan disiplin ilmu yang dewasa ini sudah sangat berkembang. Bahkan kebanyakan penelitian sekarang di Indonesia dilakukan dengan mengunakan metode yang berkaitan dengan sosiologi hukum dalam sejarah tercatat bahwa istilah “Sosiologi hukum pertama sekali digunatkan oleh seorang berkebangsaan Itali yang bernama Anzilloti pada tahun 1822 akan tetapi istilah sosiologi hukum tersebut bersama setelah munculnya tulisan-tulisan Roscoe Pound (1870 – 1964 ), Eugen Ehrlich ( 1862 – 1922 ), Max Weber ( 1864 – 1920 ), Karl Liewellyn (1893 – 1962), dan Emile Durkhim (1858 – 1917). ) Pada prinsipnya sosiologi hukum (Sociologi of Law) merupakan cabang dari Ilmu sosiologi, bukan cabang dari dari Ilmu Hukum. Memang ada studi tentang hukum yang berkenaan dengan masyarakat yang merupakan cabang dari Ilmu hukum tetapi tidak di sebut sebagai sosiologi hukum melainkan disebut sebagai Sociologi Jurispurdence. Pemelahan hukum secara sosiologi menunjukan bahwa hukum merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat.

Yakni merupakan refleksi dari unsur unsur sebagai berikut :

1. Hukum merupakan refleksi dari kebiasaan, tabiat, dan perilaku masyarakat.

2. Hukum merupakan refleksi hak dari moralitas masyarakat maupun moralitas universal.

3. Hukum merupakan refleksi dari kebutuhan masyarakat terhadap suatu keadilan dan ketertiban sosial dalam menata interaksi antar anggota masyarakat. Disamping itu, pesatnya perkembangan masyarakat , teknologi dan informasi pada abad kedua puluh, dan umumnya sulit di ikuti sektor hukum telah menyebabkan orang berpikir ulang tentang hukum.

(3)

kesadaran hukum masyarakat masih menjadi salah satu faktor terpenting dari efektivitas suatu hukum yang diperlakukan dalam suatu negara. Sering disebutkan bahwa hukum haruslah sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat. Artinya hukum tersebut haruslah mengikuti kehendak dari masyarakat . Disamping itu hukum yang baik adalah hukum yang baik sesuai dengan perasaan hukum manusia (pelarangan). Maksudnya sebenarnya sama, hanya jika kesadaran hukum di katakan dengan masyarakat, sementara perasaan hukum dikaitkan dengan manusia.

B. Rumusan Masalah.

1. Bagaimanakah ruang lingkup permasalahan hukum?

2. Apa saja contoh kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia? 3. Bagaimana akibat inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia? 4. Bagaimana pengaruh eksistensi masyarakat dalam efektivitas hukum? C. Tujuan Penyusunan

1. Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Sosiologi Hukum.

2. Untuk mengetahui efektivitas berlakunya hukum di dalam masyarakat. 3. Agar mampu menganalisis penerapan hukum di dalam masyaraka.

(4)

BAB II PEMBAHASAN A. Permasalahan Hukum.

` Salah satu fungsi hukum adalah sebagai alat penyelesaian sengketa atau konflik, disamping fungsi yang lain sebagai alat pengendalian sosial dan alat rekayasa sosial. Pembicaraan tentang hukum barulah dimulai jika terjadi suatu konflik antara dua pihak yang kemudian diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga. Dalam hal ini munculnya hukum berkaitan dengan suatu bentuk penyelesaian konflik yang bersifat netral dan tidak memihak. Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam kacamata yang berbeda oleh masyarakat.

Hukum sebagai dewa penolong bagi mereka yang diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang seharusnya bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang mengalami konflik, seringkali bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat dan berkuasa. Seiring dengan runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998, masyarakat yang tertindas oleh hukum bergerak mencari keadilan yang seharusnya mereka peroleh sejak dahulu.

(5)

masyarakat itu sendiri, keluarga, maupun lingkungan terdekatnya yang lain (tetangga, teman, dan sebagainya).

Namun inkonsistensi penegakan hukum ini sering pula mereka temui dalam media elektronik maupun cetak, yang menyangkut tokoh-tokoh masyarakat (pejabat, orang kaya, dan sebagainya). Inkonsistensi penegakan hukum ini berlangsung dari hari ke hari, baik dalam peristiwa yang berskala kecil maupun besar. Peristiwa kecil bisa terjadi pada saat berkendaraan di jalan raya. Masyarakat dapat melihat bagaimana suatu peraturan lalu lintas (misalnya aturan three-in-one di beberapa ruas jalan di Jakarta) tidak berlaku bagi anggota TNI dan POLRI. Polisi yang bertugas membiarkan begitu saja mobil dinas TNI yang melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang dari tiga orang dan kadang malah disertai pemberian hormat apabila kebetulan penumpangnya berpangkat lebih tinggi.

Contoh peristiwa klasik yang menjadi bacaan umum sehari-hari adalah : koruptor kelas kakap dibebaskan dari dakwaan karena kurangnya bukti, sementara pencuri ayam bisa terkena hukuman tiga bulan penjara karena adanya bukti nyata. Tumbangnya rezim Soeharto tahun 1998 ternyata tidak disertai dengan reformasi di bidang hukum. Ketimpangan dan putusan hukum yang tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat tetap terasakan dari hari ke hari.

B. Kasus Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia.

Kasus-kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal. Penulis mengelompokkannya berdasarkan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh masyarakat awam, baik melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri, maupun peristiwa lain yang bisa diikuti melalui media cetak dan elektronik.

(6)

menimbulkan rasa ketidakadilan masyarakat, karena untuk kasus korupsi yang merugikan negara puluhan milyar rupiah, Bob Hasan yang sudah berstatus terpidana hanya dijatuhi hukuman tahanan rumah. Proses pengadilan pun relatif berjalan dengan cepat. Demikian pula yang terjadi dengan kasus Bank Bali, BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), kasus Texmaco, dan kasus-kasus korupsi milyaran rupiah lainnya. Dibandingkan dengan kasus pencurian kecil, perampokan bersenjata, korupsi yang merugikan negara “hanya” sekian puluh juta rupiah, putusan kasus Bob Hasan sama sekali tidak sebanding. Masyarakat dengan mudah melihat bahwa kekayaanlah yang menyebabkan Bob Hasan lolos dari hukuman penjara. Kemampuannya menyewa pengacara tangguh dengan tarif mahal yang dapat mementahkan dakwaan kejaksaan, hanya dimiliki oleh orang-orang dengan tingkat kekayaan tinggi. Kita bisa membandingkan dengan kasus Tasiran yang memperjuangkan tanah garapannya sejak tahun 1985.

Tasiran, seorang petani sederhana, yang terlibat konflik tanah seluas 1000 meter persegi warisan ayahnya, dijatuhi hukuman kurungan tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan pada tanggal 2 April 1986, karena terbukti mencangkuli tanah sengketa. Karena mengulang perbuatannya pada masa percobaan, Tasiran kembali masuk penjara pada bulan Agustus 1986. Sekeluarnya dari penjara, Tasiran berkelana mencari keadilan dengan mondar-mandir Bojonegoro-Jakarta lebih dari 100 kali dengan mendatangi Mahkamah Agung, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Mabes Polri, DPR/MPR, Bina Graha, Istana Merdeka, dan sebagainya. Pada tahun 1996 ia kembali memperoleh keputusan yang mengalahkan dirinya.

2. Tingkat Jabatan Seseorang, Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding ke luar negeri (Australia, Jepang, dan Afrika Selatan) yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D.

(7)
(8)

dilanjutkan dengan alasan demi hukum, nah alasan inilah yang masih menyisakan pertanyaan dimasyarakat. Semestinya Kejaksaan Agung menggunakan wewenang yang diberikan oleh undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kajaksaan yaitu pasal 35 Huruf c, Jaksa Agung berwenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (hak oportinitas. Dengan demikian, oportunitas Jaksa Agung memiliki wewenang mengesampingkan perkara Bibit dan Candra demi kepentingan umum). Penegakan hukum harus mengutamakan rasa keadilan dan berlasdaskan hati nurani. Karena itu, ketika penerapan tidak menunjukkan rasa keadilan dan hati nurani, peraturan itu dapat dilanggar. Saat proses hukum secara formalitas sudah dilaksanakan dengan benar, tetapi dalam penerapannya ternyata juga melanggar hak-hak asasi manusia, maka hak asasi manusia harus menjadi preoritas keputusan.

(9)

C. Akibat Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia.

Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus selama puluhan tahun. Masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action berbeda dengan law in the book. Masyarakat bersikap apatis bila mereka tidak tersangkut paut dengan satu masalah yang terjadi. Apabila melihat penodongan di jalan umum, jarang terjadi masyarakat membantu korban atau melaporkan pelaku kepada aparat. Namun bila mereka sendiri tersangkut dalam suatu masalah, tidak jarang mereka memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum ini. Beberapa contoh kasus berikut ini menunjukkan bagaimana perilaku masyarakat menyesuaikan diri dengan pola inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia.

(10)

menunjukkan aparat memang tidak berniat untuk melanjutkan perkara yang bersangkutan ke pengadilan atas persetujuan dengan pihak pengacara dan terdakwa, oleh karena itu dakwaan disusun secara sembarangan dan sengaja untuk mudah dipatahkan. Beberapa kasus pengadilan yang memutus bebas terdakwa kasus korupsi yang menyangkut pengusaha besar dan kroni mantan presiden Soeharto menunjukkan hal ini. Terdakwa terbukti bebas karena dakwaan yang lemah.

(11)

yang melanggar hukum menurut versinya tersebut. Tidak diperlukan adanya argumentasi dan pembelaan bagi si terdakwa. Suatu kesalahan yang berdasarkan keputusan kelompok tertentu, segera divonis menurut aturan kelompok tersebut.

Pengaruh Eksistensi Masyarakat dalam Efektivitas Hukum Apabila ditilik dari proses perkembangan hukum dalam sejarah terhadap hubungan dengan eksistensi dan peranan dari kesadaran hukum masyarakat ini dalam tubuh hukum positif, terdapat suatu proses pasang surut dalam bentangan waktu yang teramat panjang. Hukum masyarakat primitif, jelas merupakan hukum yang sangat berpengaruh, bahkan secara total merupakan penjelmaan dari hukum masyarakatnya. Masalah kesadaran hukum masyarakat mulai lagi berperan dalam pembentukan, penerapan, dan penganalisan hukum. Dengan demikian, terhadap hukum dalam masyarakat maju berlaku ajaran yang disebut dengan co-variant theory. Teory ini mengajarkan bahwa ada kecocokan antara hukum dan bentuk-bentuk prilaku hukum. Disamping itu berlaku juga doktrin volksgeist (jiwa bangsa) dan rechtsbemu (kesadaran hukum) sebagaimana yang diajarkan oleh Eugen Ehrlich misalanya doktrin-doktrin tersebut mengajarkan bahwa hukum haruslah sesuai dengan jiwa bangsa/kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum dipandang sebagai mediator antara hukum dan bentukbentuk prilaku manusia dalam masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas hukum dalam masyarakat bila membicarakan efektifitas hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Efektifitas hukum yang di maksud berarti mengkaji kembali hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara sosiologis dan berlaku secara filosofis. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat yaitu :

(12)

- Kaidah hukum berlaku secara yuridis apabila penetuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.

- Kaidah hukum berlaku secara Sosiologis apabilah kaidah tersebut efektif artinya kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori Kekuasaa). Atau kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.

- Kaidah hukum berlaku secara filosofis yaitu seseai dengan cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

b. Penegak Hukum Dalam hal ini akan dilihat apakah para penegak hukum sudah betul-betul melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, sehingga dengan demikian hukum akan berlaku secara efektif dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya para penegak hukum tentu saja harus berpedoman pada peraturan tertulis, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan peraturan pemerintah dalam aturan-aturan lainnya yang sifatnya mengatur, sehingga masyarakat mau atau tidak mau, suka atau tidak suka harus patuh pada aturan-aturan yang dijalankan oleh para penegak hukum karena berdasarkan pada aturan hukum yang jelas. Namun dalam kasus-kasus tertentu, penegak hukum dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan yang mungkin tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga aturan yang berlaku dinilai bersifat fleksibel dan tidak terlalu bersifat mengikat dengan tidak menyimpang dari aturan-aturan yang telah ditetapkan.

(13)

secara baik benar dan adil. Sebaliknya dalam masyarakat tradisional kesadaran hukum masyarakat berpengaruh secara tidak langsung pada kepatuhan hukum.

(14)

tentang masalah struktur sosial, nilai-nilai dan larangan-larangan atau hal-hal yang menjadi tabu dalam masyarakat.

Dalam abad Ke-20 terjadi perkembangan diberbagai bidang hukum dimana sebagiaan hukum disebagian negara sudah menyelesaikan pengaturannya secara tuntas, tetapi sebagian hukum di negara lain masih dalam proses pengaturannya yang berarti hukum dalam bidang-bidang tersebut masih dalam proses perubahannya. Hukum merupakan kaidah untuk mengatur masyarakat, karena itu hukum harus dapat mengikuti irama perkembangan masyarakat, bahkan hukum harus dapat mengarahkan dan mendorong berkembangnya masyarakat secara lebih tepat dan terkendali. Kerena terdapatnya ketertiban sebagai salah satu tujuan hukum, dengan begitu terdapat interaksi antara hukum dan perkembangan masyarakat.

(15)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan/keefektivan hukum: 1. Hukum/UU/peraturan.

2. Penegak Hukum (pembentuk hukum maupun penerap hukum). 3. Sarana atau fasilitas pendukung.

4. Masyarakat.

5. Budaya hukum (legal cultur) Perlu ada syarat yang tersirat yaitu pandangan Ruth Benedict tentang adanya budaya malu, dan budaya rasa bersalah bilamana seseorang melakukan pelanggaran terhadap hukum hukum yang berlaku Faktor yang mempengaruhi keefektivan hukum :

a) Mudah tidaknya ketidaktaatan atau pelanggaran hukum itu dilihat/ disidik. Makin mudah makin efektif. Contoh Pelanggaran narkoba (hukum pidana) lebih mudah dari pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

b) Siapakah yang bertanggung jawab menegakkan hukum yang bersangkutan. B. SARAN

Agar hukum dapat berjalan dengan efektif, sebaiknya:

1. UU dirancang dengan baik, kaidahnya jelas, mudah dipahani & penuh kepastian.

2. UU sebaiknya bersifat melarang (prohibitur) dan bukan mengharuskan/ membolehkan (mandatur).

3. Sanksi haruslah tepat dan sesuai tujuan.

4. Beratnya sanksi tidak boleh berlebihan (sebanding dengan pelanggarannya). 5. Mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat.

6. Mengandung larangan yang berkesesuaian dengan moral.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, dan Wiwie Herayani, Sosiologi hukum, Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, Kencana, Jakarta 2004.

Achmad Ali, Pengadilan dan Masyarakat, Hasanudin University Press. Ujung Pandang: 1999.

Doyle, Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z. Lawang, Gramedia. Jakarta: 1986.

Referensi

Dokumen terkait

Dari kenyataan ini terlihat bahwa produk hukum yang dihasilkan pada masa demokrasi terpimpin yang otoriter, dapat menghasilkan hukum yang responsive karena

Karena memang pada masa sekarang ini kebutuhan sekolah merupakan hal yang membutuhkan uang lebih, oleh karena itu mereka yang menjadi pengamen jalanan termotivasi

Oleh karena itu, harta yang diterima oleh ahli waris menurut sistem hukum islam dan hukum adat itu memang hak mereka yang terbebas dari kreditur pewaris,

9 Memang perilaku sebagian kecil ulama Banjar ini menimbulkan berbagai kemungkinan penafsiran, bisa jadi karena disiplin keilmuan yang ditekuni selama ini bukan pada

Persero bukan badan hukum publik, tetapi badan hukum privat yang tunduk kepada hukum privat; Kedua, kekayaan keseluruhan yang pada Persero adalah milik Persero itu sendiri bukan

Gerakan radikal di kampus memang sudah marak terjadi karena pada sebelumnya tidak berani muncul, maka setelah reformasi mereka muncul dengan menawarkan alternatif

Pembebasan tersebut didasarkan pada prinsip bahwa hukum adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya dan hukum itu tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas

Hal ini bukan berarti mereka melanggar akan larangan Rasul tentang penulisan hadis, namun karena memang ada riwayat lain yang menyatakan bahwa Rasul mengizinkan para sahabat untuk