• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA ANAK JALANAN: PENGAMEN di PASAR PARUNG, BOGOR (STUDI ANALISIS STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA ANAK JALANAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FENOMENA ANAK JALANAN: PENGAMEN di PASAR PARUNG, BOGOR (STUDI ANALISIS STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA ANAK JALANAN)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA ANAK JALANAN: PENGAMEN di

PASAR PARUNG, BOGOR (STUDI ANALISIS

STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA ANAK

JALANAN)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh:

Vickyargo Prastyo NIM: 1113015000066

JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TERBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020

(2)

i

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Vickyargo Prastyo

NIM : 1113015000066

Jurusan/konsentrasi : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial/Sosiologi Alamat : Jl.Abdul Rochim, Rt 03/05 No.74, Bojongsari Baru,

Sawangan, Depok

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Fenomena Anak Jalanan: Pengamen Pasar Parung, Bogor (Studi Analisis Status Sosial Ekonomi Orang tua Anak Jalanan) adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing I : Cut Dhien Nourwahida, MA

NIP : 197912212008012016

Nama Pembimbing II : Annisa Windarti, M.Sc

NIP : 198208022011012005

Dengan surat pernyataan yang saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 20 Desember 2020 Yang menyatakan,

(3)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Fenomena Anak Jalanan: Pengamen Pasar Parung, Bogor (Studi Analisis Status Sosial Ekonomi Orang tua Anak Jalanan)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Vickyargo Prastyo NIM: 1113015000066

Mengesahkan, Pembimbing I

Cut Dhien Nourwahida, MA NIP. 197912212008012016

Pembimbing II

Annisa Wimdarti, M.Sc NIP.198208022011012005

JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN DAN KEGURUAN UNIVERSITAS NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Fenomena Anak Jalanan: Pengamen Pasar Parung, Bogor (Studi Analisis Status Sosial Ekonomi Orang tua Anak Jalanan) di susun oleh Vickyargo Prastyo, NIM. 1113015000066 Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak yang diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang di tetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 03 Februari 2020

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I

Cut Dhien Nourwahida, MA NIP. 197912212008012016

Pembimbing II

Annisa Wimdarti, M.Sc NIP.198208022011012005

(5)

iv

LEMBAR UJI REFERENSI

Seluruh Referensi yang digunakan dalam penelitian skripsi yang berjudul Fenomena Anak Jalanan: Pengamen Pasar Parung, Bogor (Studi Analisis Status Sosial Ekonomi Orang tua Anak Jalanan) yang disusun oleh Vickyargo Prastyo, NIM. 1113015000066 Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada tanggal Januari 2020.

Diuji Oleh,

Pembimbing I

Cut Dhien Nourwahida, MA NIP. 197912212008012016

Pembimbing II

Annisa Wimdarti, M.Sc NIP.198208022011012005

(6)
(7)

vi ABSTRAK

Vickyargo Prastyo (1113015000066), Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, Judul Skripsi Fenomena Anak Jalanan: Pengamen Pasar Parung, Bogor (Studi Analisis Status Sosial Ekonomi Orang tua Anak Jalanan). Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana hubungan Status Sosial Orang tua apakah berpengaruh terhadap anak jalanan, seperti pengamen. Penelitian ini didasari oleh teori status sosial ekonomi yang menjelaskan suatu kedudukan yang diatur secara social dan menempatkan seseorang pada posisi teretntu di dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan peneliti yaitu tekhnik purposive sample. Sumber data pada penelitian ini diperoleh dari anak jalanan, dan orang tua anak jalanan. Tekhni pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun tekhnik pengolahan data yang peneliti gunakan adalah penyajian data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Dari hasil penelitian ini telah ditemukan bahwa pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan orang tua dapat mempengaruhi anak untuk membantu dan mencari uang sendiri dengan harapan agar mereka dapat meringankan kebutuhan ekonomi keluarganya

(8)

vii ABSTRACT

Vickyargo Prastyo (1113015000066), Department of Social Sciences Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, Thesis Title "Relationship of Socio-Economic Status of Parents Against Street Children Phenomenon: Buskers in Parung Market, Bogor".

This study aims to determine how the relationship of Social Status of the Parents does affect street children, such as buskers. This research is based on the socioeconomic status theory which explains a socially regulated position and places a person in a particular position in society. This research uses a qualitative approach with descriptive methods. The sampling technique used by researchers is the purposive sample technique. Sources of data in this study were obtained from street children, and parents of street children. The data collection techniques used are observation, interview and documentation. The data processing techniques that researchers use are data presentation, data reduction, and drawing conclusions. From the results of this study it has been found that education, income, and employment of parents can influence children to help and earn their own money in the hope that they can ease the economic needs of their families

(9)

viii

KATA PENGANTAR

ِميِحهرلٱ ِن َٰ م ۡحهرلٱ ِ هللَّٱ ِم ۡسِب

Rasa syukur kepada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Fenomena Anak Jalanan: Pengamen Pasar Parung, Bogor (Studi Analisis Status Sosial Ekonomi Orang tua Anak Jalanan) sebagai salah satu syaratuntuk mendapatkan gelar sarjana. Tanpa akal, berkah dan rahmat-Nya yang diberikan penulis pasti tidak akan sampai pada fase akhir di perkuliahan ini.

Sholawat serta salam tak lupa pula penulis sanjungkan kepada pemimpin ulung setiap umat yaitu Baginda Rasulullah SAW, dengan bercermin dari perjuangan beliau maka semangat untuk terus menggali ilmu pengetahuan selalu ada, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh semangat.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan dan penuh dengan hambatan yang harus dilalui. Tanpa dukungan dari seluruh pihak yang telah membantu pastinya skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial yang senantiasa memberikan banyak perhatian, bimbingan, serta motivasi kepada mahasiswa tingkat akhir disela-sela kesibukannya.

3. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sekaligus Dosen Pembimbing Akademik, yang juga senantiasa memberikan banyak perhatian dan motivasi kepada mahasiswa tingkat akhir disela-sela kesibukannya.

4. Ibu Cut Dhien Nourwahida, MA, selaku dosen pembimbing pertama dan, Annisa Windarti, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu serta selalu memberikan motivasi, bimbingan dan nasehat selama penulisan skripsi ini.

(10)

ix

5. Seluruh dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan ilmu selama penulis mengenyam pendidikan di kampus ini.

6. Kepada kedua orang tua, Bapak Sugimanto dan Ibu Martiningsih terimakasih atas seluruh doa dan dukungan moril maupun materil serta kasih sayang yang selalu mengiringi langkah penulis hingga saat ini.

7. Kepada adikku, Luthfi Ilham Rizaldi serta. Terimakasih atas seluruh perhatian, dukungan dan doa dari adik Luthfi.

8. Kepada Tiara Nur Fauziah yang Selalu mendukung, memberi semangat, mendoakan, menemani kesana-kesini dengan sabar, terima kasih banyak sweety, akhirnya aku lulus juga.

9. Kepada sahabat-sahabat terbaikku selama masa perkuliahan, Casan,Yasin, Iwan, Boim, Ari, Irul, Septian terimakasih telah menjadi teman yang sangat menghibur saat suka maupun duka saat penulis mengerjakan skripsi, thank you so much KES(Kocik).

10. Kepada Fajar, Birju, Nina, terimakasih karena telah menghiburdan mendoakan penulis agar semangat mengerjakan skripsi.

11. Kepada Adit, Ari (Bokay), Farid, Aji terimakasih telah meluangkan waktu dan kosannya dikala peneliti sedang membutuhkan tempat untuk mengerjakan skripsi.

12. Kepada teman-teman team futsal MATAR (Mahasiswa Tarbiyah) Adit, Dedi, Rifki, Fikri, Hardi, Dayat, Fatur, Ucon, Wafi, Rafli, ucup dan yang lainnya, terimakasih sudah menjadi bagian team yang solid selama membela Tarbiyah di semua kompetisi futsal.

13. Teman-teman Jurusan Pendidikan IPS angkatan 2013 terutama konsentrasi Sosiologi atas kekompakannya selama ini, baik di kelas ataupun saat praktikum

(11)

x

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR KETERANGAN UJI REFERENSI

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...4

C. Pembatasan Masalah ...4

D. Rumusan Masalah ...5

E. Tujuan ...5

F. Manfaat Penelitian ...5

BAB II KONSEP TEORI ...7

A. Status Sosial Ekonomi ...7

1. Pengertian Status Sosial Ekonomi ...7

B. Anak Jalanan ...18

1. Pengertian Anak Jalanan ...18

2. Faktor Penyebab Anak Jalanan ...21

C. Penelitian yang Relevan ...23

(12)

xi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...28

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...28

1. Tempat Penelitian ...28

2. Waktu Penelitian ...28

B. Metode Penelitian...28

C. Populasi dan Sampel ...29

D. Prosedur Pengumpulan Data ...30

E. Teknik Pengumpulan Data ...31

1. Observasi Langsung ...31 2. Wawancara ...32 3. Dokumentasi ...33 F. Instrumen Pertanyaan ...34 1. Pedoman wawancara ...34 2. Pedoman Observasi ...36

G. Tekhnik Pengolahan dan Analisis Data ...37

H. Pengecekan Keabsahan Data...38

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ...43

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ...43

1. Kecamatan Parung ...43

2. Sejarah Pasar Parung ...44

B. Informasi Narasumber ...46

C. Hasil Interpretasi Data...47

D. Hasil Observasi ...48

1. Anak jalanan ...48

2. Orang tua ...51

E. Hasil wawancara anak jalanan ...53

F. Hasil wawancara Orang tua ...60

G. Pembahasan ...67

(13)

xii BAB V PENUTUP ...73 A. Kesimpulan ...73 B. Saran ...73 DAFTAR PUSTAKA ...75 LAMPIRAN ...79

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi seperti sekarang ini dan semakin berkembangnya teknologi khususnya di Indonesia telah menyebabkan terjadinya pergeseran atau lunturnya nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat. Yang mana nilai budaya ini tentu saja berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat dan tak terkecuali berpengaruh kepada keluarga. Keluarga yang baik merupakan tempat pendidikan yang baik bagi anak, karena keluarga merupakan agen sosialisasi pertama bagi anak. William J.Goode mengatakan bahwa orang tua berkewajiban untuk mensosialisir anak-anak mereka tetapi pula mempertahankan kontrol sosial apabila anak-anak meninggalkan rumah.1 Mengingat betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pembentukan kepribadian anak, maka tingkah laku dan pergaulan serta harmonisasi atau kerukunan orang tua menjadi perhatian dan teladan bagi anak. Pergeseran nilai-nilai budaya di keluarga dapat terlihat dari perubahan pola kehidupan keluarga dalam berbagai aspek dan mempengaruhi secara mendasar hubungan antara orang tua dengan anak.

Dalam mengasuh anak tingkat pendidikan orang tua mempunyai korelasi yang positif terhadap cara mendidik anak. Tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan lebih banyak memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah. Selain itu pekerjaan orang tua dan juga penghasilan orang tua di anggap memiliki peranan dalam keluarga khususnya terhadap pola asuh yang diterapkan. Karena, disini orang tua mempunyai peranan dalam 2 hal pokok yaitu peran memelihara dan mendidik anak. Dalam peran memelihara ini orang tua dituntut untuk memenuhi kebutuhan anak seperti sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan material lainnya.

(15)

2

Dari pernyataan tokoh diatas menyebutkan bahwa faktor status sosial ekonomi orang tua ternyata mempunyai pengaruh terhadap pola pengasuhan kepada anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan KPAI dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan yang signifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus,”. Dia memaparkan, 5 kasus tertinggi dengan jumlah kasus per bidang dari 2011 hingga april 2015. Pertama, anak berhadapan dengan hukum hingga april 2015 tercatat 6006 kasus. Selanjutnya, kasus pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764 kasus, kesehatan dan napza 1366 kasus serta pornografi dan cybercrime 1032 kasus.2

Dari data tersebut semakin memperlihatkan bahwa latar belakang ekonomi mempunyai peranan kuat dalam hal mengasuh anak. Adanya kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan orang tua memperlakukan anak dengan kurang perhatian, penghargaan, dan pujian untuk mengikuti peraturan, serta kurangnya latihan dan penanaman moral. Orang tua dengan status sosial rendah pasti cenderung lebih memikirkan untuk mencari nafkah dan jarang memperhatikan perilaku anak, bahkan mereka juga sering kali memerintahkan anak untuk bekerja agar bisa membantu perekonomian keluarga, status sosial yang rendah ini di dapatkan dari tingkatan jenjang pendidikan seseorang, seberapa jauhkah jenjang pendidikan seseorang didapatkan. Sehingga tingginya pendidikan seseorang akan “berpengaruh terhadap pola kehidupannya orang tersebut”3, dan dari hal inilah

yang menyebabkan sebagian orang tua anak jalanan membiarkan anaknya sebagai pengamen jalanan.

Sunusi Makmur mendefinisikan anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan baik bekerja maupun tidak bekerja,

2 Davit Setyawan, KPAI: Pelaku Kekerasan Terhadap Anak Tiap Tahun Meningkat,

https://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat (data dari internet, di akses pada tanggal 11 Januari 2019)

3 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala

(16)

3

mempunyai ikatan dengan keluarganya maupun tidak mempunyai ikatan dan mempunyai strategi untuk mempertahankan hidupnya.4

Keberadaan anak jalanan bukanlah pemandangan asing bagi kota-kota terutama kota besar yang ada di Indonesia. Mereka harus mencari cara agar bisa bertahan hidup dan membantu perekonomian keluarga. Walau kadang keberadaannya sering meresahkan masyarakat karena dianggap suka bertindak kriminal seperti halnya mencopet namun masih banyak anak jalanan yang benar-benar memiliki niat untuk mencari nafkah. Status sosial ekonomi di anggap berpangaruh terhadap gaya hidup yang mereka tampilkan. Keluarga yang ekonominya kekurangan(berada di bawah garis kemiskinan) kemungkinan akan menyebabkan anak-anaknya kekurangan gizi dan kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya kurang terpenuhi. Apalagi bagi mereka yang tinggal dikawasan yang cukup maju, seperti halnya di kawasan Parung, Bogor.

Parung terletak di daerah Bogor, sebagai salah satu kawasan yang sangat padat penduduk, baik penduduk asli maupun para pendatang. Pasar Parung merupakan tempat ekonomi yang berada di Parung karena ditempat itulah para masyarakat berlalu lalang untuk belanja, berjalan menuju angkutan umum untuk ketempat kerja mereka, atau bahkan hanya sekedar jalan-jalan. Hal ini yang membuat munculnya anak jalanandikawasan pasar Parung. Di kawasan ini dulunya merupakan kawasan yang belum ramai dari berbagai macam pedagang, pedagang di kawasan ini dulunya masih berjualan dipinggir jalan, namun seiring berjalannya waktu kawasan ini menjadi salah satu pusat perbelanjaan kebutuhan sehari-hari, sehingga menjadi sasaran utama dari anak jalanan untuk mencari rezeki.

Dari beberapa perbedaan faktor tersebut, penulis akan berfokus pada status sosial ekonomi orang tua dalam sebuah keluarga, karena status sosial ekonomi secara tidak langsung juga mempengaruhi faktor-faktor lainnya.

4Simanjuntak, “Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia”,( Jakarta: Fakultas Ekonomi

(17)

4

Sehingga dirasa penting untuk dilihat secara mendalam, apakah status sosial ekonomi orang tua memiliki hubungan dengan adanya fenomena anak jalanan.

Oleh karena itu penulis mengambil tema : Fenomena Anak Jalanan: Pengamen Pasar Parung, Bogor (Studi Analisis Status Sosial Ekonomi Orang tua Anak Jalanan)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas dapat di pahami bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

fenomena anak jalanan, yaituadalah Status Sosial Ekonomi. Jika permasalahan tersebut dihubungkan dengan anak jalanan, dapat diidentifkasi masalah, antara lain :

1. Kurangnya perhatian orangtua dalam mengasuh anak sehingga membuat anak mencari kehidupan yang berbeda di jalanan.

2. Penghasilan orangtua yang kurang berkecukupan membuat anak untuk membantu orangtua dengan cara mengamen

3. Pengaruh teman dan lingkungan sekitar tempat tinggal dekat dengan pusat keramaian.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan Identifikasi masalah yang telah di jelaskan diatas, agar penulisan proposal skripsi yang akan penulis susun ini lebih terarah dan tidak terlalu melebar pembahasannya, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Status Sosial Ekonomi orangtua menyebabkan munculnya anak jalanan, dalam pembahasan ini status sosial ekonomi dilihat dari jenis pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan orang tua yang menyebabkan munculnya anak jalanan.

(18)

5

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka masalah yang akan dirumuskan sebagai berikut: ditinjau dari masalah status sosial ekonomi orang tua terhadap fenomena anak jalanan di Pasar Parung, Bogor?

E. Tujuan

Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah yang sudah dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah status sosial ekonomi orang tua terhadap anak jalanan di Pasar Parung, Bogor.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status sosial ekonomi orang tua terhadap fenomena anak jalanan terutama pengamen dan juga mengetahui status sosial ekonomi orang tua serta menganalisa pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap fenomena anak jalanan terutama pengamen. Dalam penelitian ini juga mampu diharapkan menghasilkan :

1. Manfaat akademik : Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi sosiologi perkotaan maupun mata kuliah pengantar sosiologi khususnya dalam melihat hubungan status sosial ekonomi orang tua terhadap fenomena anak jalanan terutama pengamen.

2. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap fenomena anak jalanan terutama pengamen. Dan bermanfaat bagi referensi di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan jurusan Ilmu Pengetahuan Ilmu Sosial khususnya konsentrasi Sosiologi dan bagi pemerintah supaya anak jalanan di Indonesia, khususnya anak jalanan yang ada di daerah pasar Parung.

3. Manfaat penelitian ini bagi pemerintah adalah : Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kondisi anak jalanan yang ada di Indonesia dalam hal ini kasusnya di Pasar Parung.

(19)

6

4. Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah : Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang keberadaan anak jalanan agar masyarakat bisa lebih memperhatikan tingkah laku anak jalanan.

(20)

7 BAB II KONSEP TEORI

A. Status Sosial Ekonomi

1. Pengertian Status Sosial Ekonomi

Di dalam kehidupan masyarakat status sosial ekonomi punya perannya sendiri dalam membentuk kehidupan yang lebih baik, sehingga munculah berbagai pendapat dari para ahli tentang status sosial ekonomi, dijelaskan dalam kamus besar Bahasa Indonesia status adalah “keadaan atau kedudukan (orang, badan, dsb) dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya”.5

Menurut Amin Nurdin “status adalah posisi sosial seseorang pada kedudukan tertentu yang mendapat pengakuan sosial”.6 Sejalan dengan

pendapat sebelumnya, Mayor Polak mengatakan, “status dimaksudkan sebagai kedudukan sosial seorang oknum dalam kelompok serta dalam masyarakat”.7

Soerjono Soekanto membedakan status dengan status sosial, status bisa diartikan sebagai posisi atau tempat seseorang dalam kelompok sosial, hubungan antara seseorang dalam satu kelompok atau lebih besar dalam kelompok tersebut. Sedangkan status sosial diartikan sebagai tempat seseorang dalam masyarakat yang saling berkaitan, dalam arti lingkungan pergaulannya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.8

Sementara pengertian sosial berasal dari bahasa Inggris society yang berasal dari kata socius yang berarti kawan. Selanjutnya yang dimaksud dengan sosial adalah segala sesuatu mengenai masyarakat dan

5Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet.1, hal.858

6Amin Nurdin & Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi: Pengantar untuk Memahami Konsep-

Konsep Dasar, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006),

Cet.1,h. 45

7Abdulsyani, Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),Cet.4,

h.91-92

(21)

kemasyarakatan9. Sedangkan menurut Soedjono Soekanto, bahwa yang dimaksud dengan sosial adalah prestise secara umum dari seseorang dalam masayarakat.10

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia “Ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakain barang-barang serta kekayaan (seperti hsl keuangan, perindustrian, dan perdagangan)”.11

Adapun istilah ekonomi itu lahir di Yunani, dan dengan sendiriinya istilah ekonomi itu pun berasal dari kata-kata bahasa Yunani. Asal katanya adalah Oikos Nomos. Orang barat menerjemahkannya dengan management

of household or estate (tata laksana rumah tangga atau pemilikan)”.12

Damsar mengatakan ekonomi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu economy. Sementara kata economy itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikonomike yang berarti pengelolaan rumah tangga. Adapun yang dimaksud dengan ekonomi sebagai pengelolaan rumah tangga adalah suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya rumah tangga yang terbatas diantara berbagai anggotanya, dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan keinginannya masing-masing.13 Berbeda dari pendapat sebelumnya, Lukman yaitu “suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana tingkah laku manusia dalam usaha memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas, dengan mengadakan pemilihan diantara berbagai alternatif pemakaian atas alat-alat pemuas kebutuhan yang tersedianya relatif terbatas atau langka”.14

Menurut Malo batasan tentang status sosial ekonomi yaitu “Status Sosial ekonomi merupakan suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), cet. Ke-1, hal.918

10Soedjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), Cet. Ke-1, hal.347 11Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op.cit, hal.220

12Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro

& Makro, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet.11, hal.4

13Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2009), Ed.Pertama, Cet. 1,

hal.9-10

14Lukman, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Penelitia UIN Jakarta &

(22)

menempatkan seseorang pada posisi tertentu di dalam struktur tertentu dalam sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang baru dimainkan oleh si pembawa status”.15 Sehingga setiap masyarakat mempunyai tugas dan perannya

masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat, tidak jauh berbeda dari pendapat Malo, menurut Omrod status sosial ekonomi sebuah keluarga, baik status sosial ekonomi yang tinggi, status sosial ekonomi menengah, ataupun status sosial ekonomi yang rendah, memberi petunjuk pada kita tentang kedudukan keluarga di dalam masyarakat. Seberapa besar flektabilitas yang dimiliki anggota keluarga dalam hal tempat tinggal dan apa yang mereka beli, seberapa besar pengaruh mereka dalam pengambilan keputusan secara demokratis atau otoriter, kesempatan pendidikan apa yang dapat mereka dapat tawarkan kepada anak-anak mereka, dan masih banyak lagi.16

Menurut Soerjono Soekantostatus sosial ekonomi seseorang dapat diukur dari 17:

a. Ukuran kekayaan

Adalah harta benda atau materi yang dimiliki seseorang. Barang siapa memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yangbersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.

b. Ukuran kekuasaan

Adalah wewenang atau kewenangan seseorang yang dimilikinya karena kedudukan dalam masyarakat, lembaga atau perusahaan yang

15Ade Citra Fadila & Dewi Ayu Hidayanti, “Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orangtua

terhadap Perilaku Anak”, Jurnal Sociologie, Vol.1, 2013, h.26

16Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Perkembangan,

Jilid , (Jakart: Erlangga, 2008), Ed.6, hal.187

17Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Universitas Indonesia:

(23)

dipimpinnya. Atau dengan kata lain barang siapa memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atas. c. Ukuran kehormatan

Adalah kewibawaan yang dimiliki oleh seseorang karena pembawaan atau kedudukan atau hal lain yang dianggap oleh orang lain sesuatu yang terpandang.

d. Ukuran ilmu pengetahuan

Adalah tingkat pendidikan seseorang, baik pendidikan formal maupun informal.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah kedudukan atau tingkat seseorang atau keluarga yang berada di dalam masyarakat dan posisi yang dimiliki dikaitkan dengan berbagai faktor seperti pendidikan, tingkat pendapatan, dan jenis pekerjaan orangtua.

Status sosial ekonomi sendiri merupakan pengelompokan manusia dengan karakteristik pekerjaan, pendidikan, dan ekonomi yang sama. Status sosial ekonomi menyiratkan ketidakadilan tertentu. Secara umum anggota masyarakat memiliki :

1) Pekerjaan dengan bermacam-macam gengsi, dan beberapa orang memiliki akses lebih dibandingkan yang lain terhadap pekerjaan yang statusnya lebih tinggi.

2) Tingkat pencapaian pendidikan yang berbeda, dan beberapa orang memiliki akses pendidikan yang lain terhadap pendidikan tinggi. 3) Sumber daya ekonomi yang berbeda

4) Tingkat kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi lembaga-lembaga masyarakat. Perbedaan dalam kemampuan mengontrol sumber daya dan untuk berpartisipasi dalam mendapatkan reward sosial ini memberikan peluan yang tidak seimbang bagi anak.18

(24)

Adapun cara seseorang memperoleh status sosial yang didapatkan yaitu “diperoleh secara alami (ascribe status), dan diperoleh melalui berbagai usaha (achieved status)”.19

a. Ascribed Status (status yang diperoleh)

Status ini di dapatkan seseorang “secara alamiah artinya melekat pada diri seseorang di peroleh tanpa melalui serangkaian usaha”.20

Biasanya status ini bersifat natural tidak butuh usaha untuk mendapatkannya karena tuhan sudah mengaturnya.

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip membagi status ini dalam beberapa aspek:

1. Status Perbedaan Usia (age stratification)

Status ini dibedakan berdasarkan umur manusia biasanya atas dasar senioritas dan penghormatan terhadap yang lebih tua, Elly mencontohkan “dalam suatu kehidupan rumah tangga, anak yang usianya lebih tua memiliki strata keluarga yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang usianya lebih muda atau adiknya”.21

2. Stratifikasi berdasarkan jenis kelamin (gender sex stratification)

Dalam status ini “biasanya penstrataan sosial berdasarkan jenis kelamin ini biasanya dipengaruhi oleh adat tradisi dan bahkan ada sebagian ajaran agama yang membedakan antara hak dan kewajiban berdasarkan jenis kelamin”.22

3. Status yang didasarkan pada sistem kekerabatan

Dalam status ini “dapat dilihat dalam peran yang harus diperankan oleh masing-masing anggota keluarga dalam rumah tangga”.23 Misalnya

seorang ayah sebagai kepala keluarga, ibu sebagai ibu rumah tangga dan anak sebagai anggota keluarga, yang masing-masing memiliki peran tersendiri.

19Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), hal.430

20Elly.M. Setiadi dan Usman Kolip, Ibid, hal.430 21Elly.M. Setiadi dan Usman Kolip, Ibid, hal.430 22Ibid, hal.431

(25)

4. Stratifikasi berdasarkan kelompok tertentu

Pandangan ini lebih mengarah pada bentuk ras seseorang dimana menurut elly mencontohkan "pemahaman orang bahwa ras berkulit putih lebih superior dibanding ras berkulit hitam”.24 Ketika seseorang

dari mana ras seseorang berasal akan mempengaruhi prestise seseorang. b. Achieved Status (status yang diraih)

Menurut Soerjono Soekanto status ini lebih mengarah pada bagaimana seseorang mendapatkan “kedudukan yang dicapaioleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja”.25 Tidak jauh berbeda dengan pendapat soekanto, Elly mengatakan bahwa status ini di dapatkan “melalui perjuangan”.26 Dari pendapat kedua ahli tersebut dapat

disimpulkan bahwa achieved status merupakan status seseorang yang di dapatnya dari usaha-usaha dan perjuangannya untuk mendapatkan status tersebut. Aspek-aspek yang diukur dalam status ini menurut Elly M.Setiadi dan Usman Kolip adalah:27

1. Stratifikasi berdasarkan jenjang pendidikan

Stratifikasi ini di dapatkan pada jenjang pendidikan seseorang, seberapa jauhkah jenjang pendidikan seseorang didapatkan. Sehingga tingginya pendidikan seseorang akan “berpengaruh terhadap pola kehidupannya orang tersebut”.28

2. Stratifikasi berdasarkan senioritas

Dari pekerjaan hingga pendidikan seseorang akan terjadi senioritas, senioritas ini “ditentukan berdasarkan tingkat tenggang waktu”.29

Seberapa jauh seseorang mendahului tempat pekerjaan dan pendidikan akan berpengaruh pada pola-pola hidup.

3. Stratifikasi di bidang pekerjaan

24Elly.M. Setiadi dan Usman Kolip, Ibid, hal.431 25Ibid, hal.211

26Ibid, hal.432 27Ibid, hal.432-433 28Ibid, hal.432 29Ibid, hal.433

(26)

Dalam pekerjaan seseorang menduduki jabatan dan bagian-bagian tertentu sehingga masing-masing kedudukan akan berbeda dalam berinteraksi.

4. Stratifikasi di bidang ekonomi

Status ini lebih kearah tinggi rendahnya ekonomi seseorang dalam bekerja sehingga pendapatan inilah yang dapat mengukur status achievednya.

c. Assigned Status

“Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang atau sekelompok orang dari pemberian. Akan tetapi, status sosial yang berasal dari pemberian ini sebenarnya juga tak luput dari usaha-usaha seseorang atau sekelompok orang sehingga dengan usaha-usaha tersebut ia memperoleh penghargaan”.30

Dalam assigned status ini seseorang bisa mendapatkannya ketika orang tersebut memberikan jasa ke pada masyarakat dan diakui oleh masyarakat banyak, contohnya memberikan penghargaan kepada para pahlawan.

2. Variabel Status Sosial Ekonomi

Banyak tokoh yang menjelaskan tentang variabel status sosial ekonomi, berikut ada beberapa tokoh mengenai variabel status sosial ekonomi :

Nasution menjelaskan bahwa adapun “kriteria sosial ekonomi untuk membedakan berbagai golongan sosial seperti jabatan, jumlah dan sumber pendapatan, tingkat pendidikan, agama, jenis dan luas rumah, lokasi rumah, asal keturunan, partisipasi dalam kegiatan organisasi, dan hal-hal yang berkaitan dengan status sosial seseorang”.31

30Elly.M. Setiadi dan Usman Kolip, Ibid, hal.434

(27)

Menurut Gerungan “yang menjadi kriteria rendah-tingginya status sosial ekonomi adalah jenis dan lokasi rumahnya, penghasilan keluarga, dan beberapa kriteria lainnya mengenai kesejahteraan keluarga”.32

Ormrod juga mengatakan “konsep status sosial ekonomi (seringkali disingkat SES) mencakup sejumlah variabel, termasuk penghasilan keluarga, tingkat pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua”.33 Dari

pendapat para tokoh di atas mengatakan bahwa variabel status sosial ekonomi bisa dibedakan melalui kriteria seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ada faktor yang utama dalam variabel Status Sosial Ekonomi : a. Penghasilan

Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli dan sumber mengenai penjelasan dari pengahsilan ini.

Menurut Suherman menjelaskan “adanya pembedaan yang sering kali membingungkan tentang pengertian pendapatan (income) dan penghasilan (earning), karena penghasilan bisa jadi lebih besar daripada pendapatan sebab secara teoritis, penghasilan bruto atau biasa disebut sebagai penghasilan bersih harus dikurangi dengan setiap ongkos yang dikorbankan oleh seseorang demi mendapatkannya pendapatannya”.34

Selanjutnya dari kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan bahwa “penghasilan adalah perbuatan (cara, proses) menghasilkan atau bisa disebut sebagai pendapatan, yaitu perolehan (uang yang diterima dsb)”.35

Menurut Tulus T.H Tambunan “pendapatan artinya pembayaran yang didapat karena bekerja atau menjual jasa, tidak sama dengan pengertian kekayaan”.36 Dari sumber diatas kita dapat mengetahui bahwa

32Gerungan W.A, Psikologi Sosial, Ed.3, (Bandung: Refika Aditama, 2004), Cet.1, hal. 197 33Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan

Perkembangan, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2008), Ed.6, h.187

34Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekeatan Kepada Teori Ekonomi

Mikro & Makro, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet.11, hal.101

35Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet.1, hal.300

36Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Cet.

(28)

penghasilan itu di dapat dari proses seseorang bekerja atau menjual jasa supaya mendapat upah atau gaji.

b. Pekerjaan

Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, manusia harus bekerja untuk mendapatkan pendapatan agar kebutuhan hidupnya tercapai, maka dari itu setiap manusia harus memiliki pekerjaan atau profesi yang dijadikan sebagai identitas dirinya, “profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang biasanya memerlukan persiapan dan keahlian dan biasanya memiliki kode etik”.37

Adapun dalam kamus besar Bahasa Indonesia “pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan, dsb); tugas kewajiban; hasil bekerja; perbuatan”.38

Menurut Yusuf dan Yani pekerjaan dikelompokkan ke dalam 9 sektor, yaitu: petani, buruh tani, industri rumah tangga/ kerajinan, buruh industri, buruh bangunan, angkutan, dagang, jasa dan professional tata laksana administrasi. Masing-masing sektor dibagi lagi dalam sub-sub sektor yang kesemuanya berjumlah 56 jenis kegiatan. Untuk penyederhanaan dalam analisa, maka dalam tabel-tabel yang disajikan, kegiatan/ pekerjaan dikelompokan kedalam 6 kegiatan, yaitu: usaha tani padi, usaha tani non padi, buruh tani, dagang, industri rumah tangga/ kerajinan dan buruh non pertanian.39

Menurut Jeffries “pekerjaan merupakan segi penting dari kelas. Dikemukakannya pula bahwa pendidikan sering menjadi prasyarat bagi pekerjaan tertentu”.40 Sehingga pekerjaan itu adalah suatu kegiatan yang

wajib dilakukan oleh setiap individu untuk memenuhi kebutuhan atau

37 Kaare Svalastoga, Diferensi Sosial, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), Cet.1, hal. 27-28 38Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet.1, hal. 428

39Yusuf Saefudin dan Yuni Marisa, ”Perubahan Pendapatan dan Kesempatan Kerja”, Rural

Dynamics Series, No. 26, 1984, hal. 11

40Sunarto Kamanto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UniversitIndonesia,

(29)

mendapatkan penghasilan supaya bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya dan dirinya sendiri.

c. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan, yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah sepanjang hidup untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa kini ataupun masa yang akan datang.41 Sehingga pendidikan sangat dibutuhkan seseorang untuk mencapai sesuatu yang lebih baik lagi kedepannya, dengan demikian ketiga faktor ini memang saling berkaitan satu sama lain yang dimulai dari pendidikan, ketika seorang individu mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi maka ia akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, setelah mendapatkan pekerjaan secara otomatis akan mendapatkan pengahsailan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok keluargnya maupun dirinya sendiri.

3. Tingkatan Status Sosial Ekonomi

Untuk mengukur status sosial ekonomi seseorang bisa dilihat dari enam kelas yaitu: kelas atas-atas (upper-upper), atas-bawah (lower-upper), menengah-atas (upper-middle), menengah-bawah (lower-middle), bawah-atas (upper-lower), bawah-bawah (lower-lower). Tetapi peneliti hanya melihat dari dua kelas saja yaitu kelas atas dan bawah.Umumnya perbedaan masyarakat yang berdasarkan kepemilikan materi disebut kelas sosial (social class). Secara umum, kelas sosial dapat dibagi kedalam tiga golongan yaitu:42

a. Kelas Atas (Upper Class)

Mereka adalah golongan yang kaya raya seperti kelompok konglomerat, eksekutif, dan lainnya. pada kelas ini semua kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan mudah, sehingga tumbuh kembang anak

41Abdul Kadir, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2012), Ed.Pertama, hal. 60 42 Arifin, M. Noor, “Ilmu-ilmu Sosial”, (Bandung: Pustaka Setia, 2007)

(30)

juga sangat diperhatikan dengan baik, karena segala kebutuhan dan keinginan anak dapat terpenuhi dengan sarana-prasana yang memadai. b. Kelas Menengah (Middle Class)

Kelas menengah biasanya diisi oleh para kaum professional dan para pemiliktook atau bisnis yang lebih kecil. Biasanya ditempati oleh orang-orang kebanyakan yang tingkat kekayaannya sedang-sedang saja. Orang tua juga memperhatikan tumbuh kembang anak dan dapat memenuhi kebutuhannya, walaupun pengasilan meraka tidaklah berelebihan seperti kelas atas. Pada kelas ini biasanya orang tua lebih memiliki banyak waktu dengan anak.

c.Kelas Bawah (Lower Class)

Kelas bawah biasanya memperoleh pendapatan atau penerimaan imbalan dari kerja mereka jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya. Golongan ini biasanya asisten rumah tangga, tukang becak, dll. Untuk memenuhi kebutuhan anak pun mereka kerap kesulitan, karena pengasilan mereka pun sangat minim, waktu dengan pun sangat jarang karena mereka lebih sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan dan memperhatikan anak terhalang karena alasan-alasan ekonomi dan sosial.43

Dalam ruang lingkup status sosial ekonomi meliputi tingkat pendidikan dan pekerjaan (pendapatan) karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan dan perekonomian individu. Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur status sosial ekonomi seseorang. Dimana pendapatan adalah semua penghasilan yang di terima oleh setiap orang dalam kegiatan ekonomi pada suatu periode. Pendapatan adalah penghasilan yang berupa gaji atau upah, bunga, denda, keuntungan, dan suatu arus uang yang diukur pada suatuperiode tertentu.44

43 Arifin, M. Noor, “Ilmu-ilmu Sosial”, (Bandung: Pustaka Setia, 2007)

44 Simanjuntak, “Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia”,( Jakarta: Fakultas Ekonomi

(31)

B. Anak Jalanan

1. Pengertian AnakJalanan

Istilah anak jalanan berkembang sedemikian rupa dalam berbagai lini, mulai dari aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan. Anak jalanan sebagai sebuah fenomena sosial mempunyai definisi tersendiri dari beberapa tokoh sosiologi. Ada beberapa pengertian anak jalanan yang dikemukakan oleh berbagai tokoh.

Menurut Soedijar dalam bukunya memberikan batasan anak jalanan adalah anak-anak usia 7-15 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang dapat menggangu ketentraman dan kenyamanan orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya. Panji Putranto, mendefinisikan anak jalanan adalah mereka yang berusia 6-16 tahun yang tidak bersekolah dan tidak tinggal bersama orang tua mereka, dan bekerja seharian untuk memperoleh penghasilan di jalanan, persimpangan, dan tempat-tempat tinggal. Sedangkan Sunusi Makmue mendefinisikan anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan baik bekerja maupun tidak bekerja, mempunyai ikatan dengan keluarganya maupun tidak mempunyai ikatan dan mempunyai strategi untuk mempertahankan hidupnya.45

Anak jalanan menurut Rano Karno ketika ia menjabat sebagi Duta Besar UNICEF, yang diikuti oleh Bagong Suyanto, mengatakan bahwa, anak jalan sesungguhnya mereka adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teraliensi dari perlakuan kasih sayang, karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersabat.46 Jadi anak jalanan adalah anak yang teraliensi dari perlakuan kasih sayang, yang membuatnya sejak kecil sudah masuk ke dalam lingkungan kota dan jalanan.

45Sunusi Makmur, Beberapa Temuan Lapangan Survey Anak Jalanan dan Rencana

Penanganan di Jakarta dan surabaya (Jakarta:Depsos)

46Bagong suyanto, masalah sosial anak, (Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Grup, 2013)

(32)

Menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen Sosial RI, “Anak jalanan adalah anak berusia antara 5 tahun sampai dengan 21 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah, berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum”.47

Dari beberapa pengertian yang ada diatas bisa disimpulkan bahwa anak jalanan merupakan anak yang berada dibawah usia 17 tahun, yang sebagian waktunya mereka habiskan di jalanan atau di tempat umum. Aktifitas mereka bukan hanya sekedar mencari uang dan nafkah saja, mereka juga bisa bermain, istirahat, tidur, dan belajar pun dijalanan.

Hampir di setiap sudut kota kita bisa menemui anak jalanan, mereka bertahan hidup dengan cara yang kurang sosial atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, hanya sekedar untuk mencari uang tambahan ataupun menafkahi keluarganya. Tidak jarang mereka sering di cap pengganggu ketertiban dengan adanya keberadaan mereka.

Menurut Bagong “Marginal, rentan, dan eksploitatif, adalah istilah-istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan”.48 Anak jalanan bisa di katakan marginal karena mereka

melakukan sebuah pekerjaan yang tidak jelas untuk jenjang karirnya, kurang dihargai, dan tidak menjadikan masa depan mereka cerah. Pekerjaan yang dilakukan anak-anak jalanan juga sangat beresiko, karena jam kerja mereka yang tidak punya batas waktu bisa mempengaruhi kesehatan mereka maupun kekerasan sosial seperti diganggu dan diperlakukan sewenang-wenang oleh oknum atau preman yang tidak bertanggung jawab.

Menurut Farid yang dikutip oleh Bagong Suyatno dalam buku Masalah Sosial Anak, sebagai bagian dari pekerjaan anak (child labour), anak jalanan sendiri sebenarnya bukanlah kelompok yang homogen. Mereka cukup beragam, dan dibedakan atas dasar pekerjaannya,

47Murdiyanto, “Pengaruh Penyuluhan dan Bimbingan Sosial, Terhadap Persepsi Stakeholder

Pada Anak Jalanan di Palembang” (Yogyakarta: Citra Media, 2008), cet 1, hal.14

(33)

hubungannya dengan orangtua, atau dewasa terdekat, waktu dan jenis kegiatannya dijalanan, serta jenis kelaminnya.49

Berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok yaitu: Children on the street, children

from children of the street dan children from families on the street.50

Pertama, Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan yang mereka dapatkan dijalanan akan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.

Kedua, children of the street, yakni anak-anak jalanan yang berpartisipasi dijalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab, biasanya karena kekerasan, lari atau pergi dari rumah. Anak jalanan pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan yang salah, baik secara sosial dan emosional, fisik maupun seksual.

Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari suatu tempat ke tempat yang lainnya dengan segala resiko yang akan dihadapinya.

49Ibid, hal.203 50Ibid, hal.200

(34)

2. Faktor Penyebab Anak Jalanan

Secara umum ada tiga tingkatan penyebab keberadaan anak jalanan : a. Tingkat mikro (immediate causes), yaitu faktor yang berhubungan

dengan anak dan keluarganya.

b. Tingkat messo (underlying causes), yaitu faktor yang ada di masyarakat.

c. Tingkat makro (basic causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur makro.51

Adapun uraian untuk tiga tingkatan yang telah dikemukakan di atas adalah sebagai berikut :

1) Tingkat Mikro

Pada tingkat ini, biasanya anak menjadi anak jalanan di sebabkan faktor internal dalam keluarga, yaitu:

a) Keluarga mengalami kesulitan ekonomi, sehingga anak dengan sangat terpaksa lari dari keluarga, berusaha untu mandiri dan berjuang sendiri mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhannya.

b) Orang tua mengalami perceraian, perceraian menyebabkan berkurangnya perhatian, kasih sayang dan rasa aman yang diterima anak dari keluarga, sehingga anak mencari kebutuhan dengan cara menjadi anak jalanan.52

2) Tingkat Messo

Pada tingkat messo, faktor penyebab dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a) Masyarakat atau komunitas miskin mempunyai pola hidup dan budaya miskinnya sendiri. Pola hidup yang tidak teratur dab memandang anak sebagai aset untuk menunjang hidup keluarga yang menyebabkan hilangnya kebutuhan-kebutuhan anak sesuai

51Dwi Astusi Penelitian rumah Singgah Se-Jawa Timur, 2013,

( www. Damadiri.or.id/dwiastutiunairbab2.pdf)

52 Modul Pelayanan Sosial Anak Jalanan Berbasis Panti, (Jakarta: Direktorat Pelayanan

Sosial Anak, Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Departemen Sosial RI, 2006), hal.5

(35)

tugas perkembangannya. Sehingga kadang anak harus bekerja dan tidak bersekolah. Nilai bagaimana nantinya, tidak ada orientasi masa depannya menyebabkan mereka dalam kondisi yang rentan dalam berbagai hal. Seperti ketika sakit, tidak mempunyai uang untuk berobat. Di lain pihak pekerjaan tidak jelas.

b) Pola Urbanisasi ke kota-kota besar tanpa pembekalan yang memadai.

c) Penolakan masyarakat terhadap anak jalanan sebagai calon kriminal.53

3) Tingkat Makro

Pada tingkat makro, faktor penyebab dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a) Ekonomi. Peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal keahlian, mereka harus lama di jalanandan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi.

b) Pendidikan. Biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang diskriminatif, dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokratis yang mengalahkan kesempatan belajar

c) Belum beragamnya unsur-unsur pemerintah memandang anak jalanan antara sebagai kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan) dan pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai trouble maker atau pembuat masalah. Pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah pendekatan pengamanan (security approach)54

Dwi Astuti mengutip dari BKSN mengemukakan faktor penyebab anak turun kejalan untuk bekerja dan hidup dijalanan adalah sebagai berikut:

53Ibid, hal.9

(36)

1. Faktor pendorong :

a. Keadaan ekonomi keluarga yang semakin dipersulit oleh besarnya kebutuhan yang ditanggung kepala keluarga, sehingga tidak memenuhi kebutuhan keluarga, maka anak-anak disuruh ataupun dengan sukarela membantu mengatasi kondisi ekonomi tersebut. b. Ketidak serasian dalam keluarga, sehingga anak tidak betah

tinggal di rumah atau anak lari dari keluarga. Hal itu dikarenakan adanya kekerasan atau perlakuan salah dari orangtua terhadap anaknya sehingga anak lari dirumah. Lalu, kesulitan hidup di kampung, anak melakukan urbanisasiuntuk mencari pekerjaan mengikuti orang dewasa.

c. Faktor penarik dalam kehidupan dijalanan yang menjanjikan, dimana anak mudah mendapatkan uang, anak bisa bermain dan bergaul dengan bebas karena diajak dengan teman, kemudian adanya peluang di sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian.55

Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat disimpulkan, sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan jalanan, seperti: tekanan kemiskinan, ketidak harmonisan keluarga, pengaruh teman atau kerabat juga ikut menentukan keputusan untuk hidup dijalanan. Selain itu juga alasan anak memilih hidup dijalanan adalah karena kurang biaya sekolah dan membantu pekerjaan orang tua. Kombinasi dan faktor-faktor tersebut sering kali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri di jalanan.

C. Penelitian yang Relevan

Agar penelitian ini menjadi relevan, tentu dibutuhkan dengan perbandingan dengan penelitian yang terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan tema yang sama yaitu status sosial ekonomi. Berikut ini

(37)

peneliti akan memaparkan berbagai penelitian yang terkait dengan status sosial ekonomi untuk meletakan peta penelitian ini.

Pertama, skirpsi yang ditulis oleh Mauzuna (2015) Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul Pengaruh Pola Asuh dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Purworejo Nogosari Boyolali Tahun Ajaran 2014/2015. Penelitian ini sendiri menggunakan metode kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data yaitu angket, dokumentasi, dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pola asuh orang dan status sosial ekonomi orang tua sama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi belajar.56

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Riza Afriani (2014) Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswi (studi kasus: mahasiswi FISIP UIN). Penelitian ini sendiri dilakukan untuk menganalisa hubungan antara status sosial ekonomi dengan perilaku konsumtif mahasiswi, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil pnelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan perilaku konsumtif.57

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh May Suhardiyanto (2013) dengan judul

Fenomena pekerja anak sebagai “Pak Ogah” di Kecamatan Ciputat Tanggerang Selatan. Skripsi ini mengkaji tentang pekerja anak yang bekerja sebagai “Pak Ogah” di Kecamatan Ciputat Tanggerang Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran anak yang bekerja sebagai ”Pak Ogah” serta menjelaskan sebab kenapa mereka bekerja, penelitian menggunakan metode kualitatif . Hasil penelitian ini menunjukan bahwa seluruh informan di wilayah penelitian ini merupakan anak laki-laki berusia

56 Alfida Pratiwi, “Hubungan status sosial ekonomi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar

Siswa Kelas V SD Negeri Purworejo Nogosari Boyolali”, Skripsi pada Program Sarjana

FISIP UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2014

57 Riza Afriani, “Hubungan Statu Sosial Ekonomi dan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswi”

(Studi Kasus: Mahasiswa FISIP UIN)”, Skripsi pada Mahasiswi pada Program Sarjana FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014

(38)

13-17 tahun yang berasal dari suku betawi dan jawa dan beragama Islam, penyebab informan bekerja karena adanya faktor pendorong yang berasal dari kemauan mereka sendiri untuk mencari uang.58

Keempat, skripsi yang ditulis oleh Muhammad Hasan (2010) dengan

judul Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Status Sosial Ekonomi Dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa X SMA Negri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa X SMA Negeri dan mendeskripsikan hubungan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negri. Hasil penelitian ini menjelaskan tentang status sosial ekonomi mempunyai pengaruh cukup besar dalam perkembangan pendidikan anak-anaknya. Dapat diasumsikan, misalnya yang status sosial ekonominya berkecukupan akan cendserung menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup, sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial yang rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang memperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan fasilitas belajar yang memadai. Hal ini dimungkinkan karena mereka cenderung mempunyai latar belakang pendidikan rendah, disamping lebih mementingkan untuk pemenuhan primernya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negri 1 Mojolaban. Hal ini berarti pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi secara bersama-sama mempunyai korelasi dengan prestasi belajar. Pola asuh orangtuadalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus seimbang dengan keadaan status sosial ekonomi orang tua

58 May Suhardiyanto, ” Fenomena pekerja anak sebagai “Pak Ogah” di Kecamatan Ciputat

Tanggerang Selatan”, (Studi Kasus: Mahasiswa FISIP UIN)”, Skripsi pada Mahasiswi pada

(39)

dalam memenuhi semua kebutuhan sarana dan prasarana belajar anak sehingga prestasi belajar yang diperolehnya pun akan sangat baik59.

Adapun persamaan dan perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu peneliti sebelumnya lebih melihat kepada status sosial ekonomi dihubungkan dengan faktor lain, adapun persamaannya sama-sama menggunakan status sosial ekonomi akan tetapi penelitian ini lebih memfokuskan status sosial ekonomi terhadap fenomena anak jalanan. Jika penelitian sebelumnya banyak melakukan penelitian di universitas dan sekolah, peneliti ini mencoba melakukan penelitian di daerah Pasar Parung dengan menjadikan anak jalanan terutama pengamen sebagai sumber data.

Selain itu tingkat pendidikan juga merupakan salah satu indikator dalam status sosial ekonomi. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya keluarga, sector pendidikan khususnya pendidikan formal memegang peranan penting. Pendidikan formal mempunyai manfaat dalam meningkatkan kualitas hidup. Yaitu jalur pendidikan formal sangat penting sebagai pedoman dasar-dasar pengetahuan, sikap, mental, kreativitas, dan keinginan untuk maju. Salah satu dampak postif dari pengaruh pendidikan adalah semakin meningkatnya kualitas sumber daya manusia dan juga peningkatan mutu kerjanya. Maka status sosial ekonomi merupakan suatu kondisi dam kedudukan seseorang yang diukur dan terkait dengan pendidikan, pekerjaan, penghasilan, fasilitas dan jenis tempat tinggal.

D. Kerangka Berfikir

Status sosial ekonomi merupakan gambaran tentang keadaan seseorang atau masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi. Anak jalanan merupakan anak yang kesehariannya mereka habiskan dijalanan untuk mencari penghasilan tambahan bagi keluarganya maupun untuk dirinya sendiri. Sehingga status sosial ekonomi bisa mempengaruhi anak untuk turun ke jalanan, karena anak jalanan ini biasanya berasal dari keluarga yang

59 Muhammad Hasan, “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Status Sosial Ekonomi

Dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa X SMA Negri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010” Skripsi pada mahasisswa Program Sarjana Universitas Sebelas Maret , 2010

(40)

mempunyai pendidikan dan penghasilan yang rendah, serta pekerjaan yang kurang layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Anak jalanan banyak melakukan aktifitasnya di jalan, pasar, terminal, dan tempat umum yang terdapat keramaian. Turunnya mereka ke jalanan di karenakan kurangnya penghasilan orangtua mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Seperti anak jalanan yang berada di Pasar Parung, Bogor banyak anak jalanan yang mencari penghasilan dengan cara mengamen dari satu toko ke toko lain. Penelitian ini dilakukan melalui pengamatan, wawancara, dan pengolahan data.

Anak jalanan

anak-anak usia 7-15 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang dapat menggangu

ketentraman dan kenyamanan orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya

Menagamati dan mewawancarai anak jalanan Di Pasar Parung,

Bogor

Status Sosial Ekonomi

Mencari uang untuk kebutuhan sekolah dan membantu perekonomian keluarga

Pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang baru dimainkan

oleh si pembawa status

Orang tua Pekerjaan, penghasilan, pendapatan yang rendah dari orang tua untuk

(41)

28 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat yang dipilih untuk lapangan penelitian adalah Pasar Parung, Bogor.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan proses bertahap yaitu mulai dari tahap perencanaan, persiapan penelitian yang dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti penelitian dan diakhiri dengan laporan penelitian. Waktu penelitian Mei-Juni 2019

B. Metode Penelitian

Pada dasarnya metode merupakan cara yang dipergunakan untuk mencapai sebuah tujuan. Oleh karena itu tujuan umum penelitian adalah untuk memecahkan masalah, maka langkah-langkah yang ditempuh harus relevan dengan masalah yang telah dirumuskan. Menurut Hadari Nawawi, “metode penelitian memungkinkan ditemukannya kebenaran yang objektif karena dibentengi oleh fakta-fakta sebagai bukti tentang adanya sesuatu dan mengapa adanya demikian atau sebab adanya demikian”.60

Dilihat dari tujuan penelitian ini, fokus penelitian ini adalah mengamati, dan melihat bagaimana hubungan status sosial ekonomi keluarga terhadap anak jalanan, maka pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat memperoleh pemahaman dan penafsiran yang mendalam mengenai makna, kenyataan, dan fakta yang relevan. Dalam penelitian ini sasaran yang dicapai adalah untuk mendeskripsikan, memahami hubungan status sosial ekonomi orangtua terhadap anak jalanan.

60 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University

(42)

Metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono adalah “metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi

objek alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) melalui pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen”.61

Sedangkan menurut Kirk dan Miller dalam Buku Basrowi mendefinisikan bahwa “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fudamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan perisitilahannya”.62

Oleh sebab itu, berdasarkan pada kajian teori dan kerangka berfikir yang telah dipaparkan di atas, untuk bisa mendapatkan data yang akan diungkapkan dan dijelaskan dalam permasalahan tersebut maka jenis penelitian yang dianggap tepat adalah penelitian kualitatif. skripsi ini termasuk kedalam jenispenelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk ekplorasidan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial denganjalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalahdan unit yang diteliti. Jenis penelitian deskriptif tidak sampai padamempersoalkan hubungan antar variabel yang ada, sebab memang tidakdimaksudkan untuk menarik generasi yang menjelaskan variabel-variabelyang menyebabkan gejala atau kenyataan sosial. Oleh karena itupenelitian ini tidak menggunakan pengujian hipotesis secara langsungyang kaku dan tidak bermaksud untuk membangun serta mengembangkanperbendaharaan teori.63.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

61 Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung :

Alfabeta,2010), cet X.hal.15

62 Basrowi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal.21

63 Faisal, Sanapiah, format-format penelitian sosial ed.VI, (Jakarta: PT Raja Grafindo

(43)

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditari keseimpulan.64 Populasi dalam penelitian ini adalah 11 anak jalanan yang berada di Pasar Parung.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel bagian metode kualitatif sifatnya purposive artinya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Purposive sampling tidak menetapkan jumlah atau keterwakilan, tetapi lebih pada kualitas informasi, kredibilitas, dan kekayaan informasi yang dimiliki informan atau partisipan. Maka dari itu penulis menggunakan tekhnik pengambilan purposive

sampling.65Menurt Sugiyono purposive sampling merupakan tekhnik dengan cara menentukan sample dengan pertimbangan tertentu.66

Peneliti memilih sample dengan menggunakan tekhnik purposive

sampling adalah karena tidak semua sample memiliki kriteria yang sesuai

dengan yang peneliti tentukan dan pertimbangan dalam pengambilan sampel akan ditentukan sesuai pada kualitas informasi partisipan yang tepat yaitu anak jalan di Pasar Parung.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menurut Beni Ahmad Saebani dan Kadan Nurjaman bahwa “pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian dilapangan, oleh karena itu analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori”.67 Data merupakan hal yang sngat penting dan menjadi dasar kevalidan dan kekuatan dalam penelitian. Data merupakan bahan yang belum diolah yang berkaitan dengan fakta. Sumber dan jenis-jenis data terbagi menjadi:

64 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal.

119

65 J.R Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya, (Jakarta:

PT. Gramedia Widiasara Indonesia, 2010), hal.118

66 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, ( Bandung: Alfabeta, 2014)

hal. 122

67 Beni Ahmad Saebani Dan Kadar Nurjaman, Manajemen Penelitian, (Bandung: Penerbit

Gambar

Foto dengan pengamen anak jalanan yang bernama Mustofa
Foto dengan pengamen anak jalanan yang bernama Rezki

Referensi

Dokumen terkait

〔最高裁民訴事例研究四五一〕代位弁済者が原債権を財団債権として破産手続外で行使すること

Salah satu media pembelajaran yang bisa dimanfaat adalah aplikasi Videoscribe dan aplikasi pemodelan 3 dimensi.Videoscribe adalah aplikasi untuk membuat media

Luas CA Situ Patengan yang hanya 21,18 ha dan letaknya yang berbatasan dengan kawasan perkebunan dan kawasan hutan produksi Perum Perhutani, dapat menjadi ancaman bagi

signifikan kecerdasan emosi terhadap pengendalian diri peserta didik kelas X.. SMK N

Segala puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidyah-Nya yang telah dilimpahkan dan dikaruniakan kepada penulis sehingga dapat menuangkan sebuah

Rata-rata mortalitas larva ulat tritip instar III menurut dosis ekstrak tapak liman yang telah diaplikasikan (Tabel 6 dan 7), menunjukkan bahwa kenaikan dosis pestisida

Karya Kita Bandung, diperoleh informasi bahwa motivasi kerja karyawan pada saat ini cenderung menurun hal ini disebabkan oleh kurangnya penghargaan diri dan pengakuan akan

a) Jelaskan kepada peserta didik bahwa penggunaan portofolio, tidak hanya merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik yang digunakan oleh guru untuk penilaian,