• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Teori Belajar Behavioristik Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Teori Belajar Behavioristik Siswa"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan,

Dosen pengampu: Drs. Yaya Sunarya, M.Pd.

Oleh: INTAN SILPIA

1403714

JURUSAN PEDAGOGIK PRODI PGSD FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad saw. Salah satu nikmatnya yang tidak ternilai harganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini pun dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan.

Penulis pun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan, baik dari segi isi penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena, itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini lebih lanjut akan penulis terima dengan senang hati.

Terima kasih

Bandung, 14 Oktober 2014

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KataPengantar... Daftar Isi... BAB 1 Pendahuluan... A. Latar Belakang... B. Rumusan Masalah... C. Sistematika Penulisan... BAB II Pembahasan... A. Pengertian Teori Behavioristik... B. Pandangan Belajar Menurut Teori Behavioristik... C. Teori Behavioristik Menurut Beberapa Ahli... D. Pengaruh Watson terhadap Teori Belajar Behavioristik... BAB III Kesimpulan...

A. Kesimpulan... Daftar Pustaka ...

i ii 1 1 1 1 4 4 4 5 7 10 10 11

(4)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk menghasilkan suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari bersikap buruk menjadi bersikap baik, dari tidak terampil menjadi terampil. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu sistem yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Pada zaman sekarang ini, telah kita ketahui bahwa para pelajar khususnya mereka yang menginjak usia remaja sering kali melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dia lakukan di usianya, seperti hal-halnya merokok. Merokok pada saat ini nampaknya sudah menjadi kebiasaan mereka yang sulit untuk dihindari. Hal tersebut dikarenakan faktor lingkungan yang kurang baik. Oleh karena itu, guru di sekolah harusnya memberikan pendidikan terhadap para pelajar bagaimana seharusnya mereka berprilaku dengan baik.

Secara nasional, Departemen Pendidikan Nasional (2001) mencatat bahwa jumlah perokok di kalangan remaja dengan usia rata-rata antara 16-24 tahun sekitar 26,56%. Yayasan Kesehatan Indonesia secara khusus mencatat bahwa 18% remaja yang duduk di bangku SLTP diketahui mulai merokok, dan 11% di antaranya mampu menghabiskan 10 batang per hari. Hasil penelitian lain ditemukan bahwa pengalaman pertama kali anak mulai merokok, dari 19,8% siswa perokok yang diteliti (21% laki-laki dan 15,5% perempuan) ternyata dimulai dari tingkat SLTP (Bawazeer, Hattab, Morales, 1999 dalam Efendi 2003). Beberapa penelitian sejenis umumnya menegaskan bahwa untuk pertama kalinya remaja merokok pada usia antara 11-13 tahun (setingkat SD kelas 6 sampai dengan SLTP 1-2) dan 85%-90% remaja perokok dimulai sebelum usia 18 tahun (Smet, 1994 dalam Efendi, 2003)

Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahawa tidak sedikit dari mereka yang mulai merokok pada saat usia remaja (ketika duduk di

(5)

2

bangku sekolah). Hal tersebut tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja. Apalagi kita sebagai seorang calon guru, kita tidak boleh membiarkan hal tersebut terjadi pada anak didik kita nantinya. Dengan kata lain, kita harus mengehentikan itu semua, salah satu caranya yaitu kita harus mengetahui pendekatan-pendekatan dalam belajar agar dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran harus dipilih untuk memotivasi para pembelajar, memfasilitasi proses belajar, membentuk manusia seutuhnya, melayani perbedaan individu, mengangkat belajar bermakna, mendorong terjadinya interaksi, dan memfasilitasi belajar kontekstual, selain itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan teori pembelajaran yang baik untuk diterapkan kepada mereka. Salah satu teori pembelajaran yang dapat kita terapkan yaitu teori belajar Behavioristik.

Dengan mempelajari teori Behavioristik, kita dapat mengetahui cara mengajar yang baik agar para peserta didik tidak melenceng ke arah yang tidak seharusnya. Bahkan dalam hal menghadapi peserta didik yang sudah menjadi perokok itu pun dapat kita ubah perilakunya dengan memberikan pendidikan. Dalam hal ini, kita dapat melakukan pendidikan dengan menggunakan teori Behavioristik. Untuk itu, mari kita pelajari mengenai teori Behavioristik tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan teori belajar Behavioristik?

(6)

B. Pandangan Belajar Menurut Teori Behavioristik C. Teori Behavioristik Menurut Beberapa Ahli

D. Pengaruh Watson terhadap Teori Belajar Behavioristik BAB 3 Kesimpulan

(7)

4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Behavioristik

Teori Behavioristik merupakan teori belajar yang sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul.

Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu:

1) Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, 2) Bersifat mekanistis,

3) Menekankan peranan lingkungan,

4) Mementingkan pembentukkan reaksi atau respons, 5) Menekankan pentingnya latihan.

(Sukmadinata, 2005, hlm. 168)

B. Pandangan Belajar Menurut Teori Behavioristik

Menurut teori Behavioristik, belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. (B. Uno, 2008, hlm. 7)

Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku tertentu karena mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Semua tingkah laku, baik bermanfaat ataupun merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari.

Gagasan utama dalam aliran behavioristik ini adalah bahwa untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan pendekatan yang objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengondisian. Dengan perkataan

(8)

lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang tampak, bukan dengan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh. Menurut Watson, adalah tidak bertanggung jawab dan tidak ilmiah mempelajari tingkah laku manusia semata-mata didasarkan atas kejadian subjektif, yakni kejadian-kejadian yang diperkirakan terjadi di dalam pikiran, tetapi tidak dapat diamati dan diukur.

(Desmita, 2012, hlm. 45)

Pada dasarnya pendekatan Behavior ini bertujuan untuk menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk tingkah laku baru. (Sanyata, 2012, hlm. 5)

C. Teori Behavioristik Menurut Beberapa Ahli

Pendekatan Behavioristik menekankan arti penting dari bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku. Aliran Behavioristik pada awalnya timbul di Rusia, namun kemudian berkembang pula di Amerika. (Taher, 2013, hlm.26)

Koneksionisme, merupakan teori yang paling awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau stimulus-respons. Belajar adalah pembentukan hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya. Siapa yang menguasai hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang pandai atau yang berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus respons dilakukan melalui ulangan-ulangan.

(9)

6

Teori pengkondisian (conditioning), merupakan perkembangan lebih lanjut dari koneksionisme. Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov dengan keluarnya air liur. Air liur akan keluar apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Dalam percobaannya Pavlov membunyikan bel sebelum memperlihatkan makanan pada anjing. Setelah diulang berkali-kali ternyata air liur tetap keluar bila bel berbunyi meskipun makanannya tidak ada. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Kebiasaan makan atau mandi pada jam tertentu, kebiasaan berpakaian, masuk kantor, kebiasaan belajar, bekerja dll. Terbentuk karena pengkondisian.

Teori penguatan atau reinfocement, juga merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme. Kalau pada pengkondisian yang diberi kondisi adalah perangsangnya, maka pada teori Penguatan yang dikondisi atau diperkuat adalah responsnya. Seorang anak belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian. Guru memberikan penghargaan kepada anak tersebut dengan nilai tinggi, pujian atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini maka anak tersebut belajar lebih rajin lagi.

Jadi, sesuatu respons diperkuat oleh penghargaan atau hadiah. Teori penguatan disebut juga operant conditioning dan tokoh utama dari teori ini adalah Skinner. Skinner mengembangkan program pengajaran dengan berpegang kepada teori di atas. Program pengajaran yang terkenal dari Skinner adalah Programmed Instruction, dengan menggunakan media buku atau mesin pengajaran. Pengembangan lebih lanjut dari pengajaran berprogram dari Skinner ini adalah Computer assisted Instruction (CIA) atau pengajaran dengan menggunakan komputer. (Sukmadinata, 2005, hlm. 168-169)

Selain itu, Clark Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manuisa, sehingga stimulus dalam belajarpun

(10)

hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang akan muncul mungkin bermacam-macam bentuknya. (Prawianto, Petrus Ony, 2012, hlm. 28)

D. Pengaruh Watson terhadap Teori Belajar Behavioristik

Tokoh utama aliran ini ialah J.B, Watson. Watson sebenarnya mula-mula belajar filsafat, tetapi kemudian pindah ke dalam lapangan psikologi. Sejak tahun 1912 Watson telah menjadi terkenal karena penyelidikan-penyelidikannya mengenai proses belajar pada hewan.

Dasar-dasar pendapat Watson. a. Masalah objek psikologi

Watson berpendapat, bahwa sebagai science psikologi harus bersifat positif, sehingga objeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain yang dapat diamati, melainkan haruslah tingkah laku, lebih tegasnya lagi tingkah laku yang positif, yaitu tingkah laku yang dapat diobservasi.

b. Masalah metode

Watson menolak sama sekali metode introspektif, karena metode tersebut dianggapnya tidak ilmiah. Sedangkan para ahli saja sudah terbukti memberikan hasil yang berbeda-beda kalau menggunakan metode introspeksi ini, apalagi kalau yang menggunakannya itu bukan ahli. Kecuali itu sebenarnya metode introspeksi itu memang tidak perlu dipergunakan, karena objek psikologi adalah positive behavior, maka dengan sendirinya tidak memerlukan metode introspeksi. Metodenya yang pokok ialah observasi.

c. Bagian-bagian teori Watson yang terpenting (1) Teori Sarbon (Stimulus and response bond theory)

Tingkah laku yang kompleks ini dapat dianalisis menjadi rangkaian ‘Unit’ perangsang dan reaksi (stimulus and response) yang disebut refleks.

(11)

8

(b) Response adalah reaksi objektif dari individu terhadap situasi sebagai perangsang, yang wujudnya juga dapat bermacam-macam sekali, seperti misalnya refleks pattela, memukul bola, mengambil makanan, menutup pintu, dan sebagainya.

Tetapi karena pandangannya yang radikal dan penggunaan istilah-istilah yang agak dipaksakan, maka banyak orang yang memperoleh kesimpulan, bahwa psikologi Watson itu mekanistik dan dangkal (2) Pengamatan dan kesan (sensation and perception)

Karena tidak dapat menerima pendapat bahwa kesadaran itu ada pada hewan, maka Watson berpendapat bahwa kita tidak berhak berbicara tentang hewan melihat, mendengar, dan sebagainya. Tetapi kita harus berbicara tentang hewan-hewan melakukan response motoris yang dapat ditunjukkan terhadap perangsang-perangsang pendengar, penglihatan, dan sebagainya, karena itu tak dapat dibantahkan bahwa hewan itu membuat respons pendengaran, respons penglihatan dan sebagainya, jadi data objektif di sini adalah stimulus dan respons.

Dalam menghadapi manusia, menurut Watson, jalan yang harus ditempuh juga demikian itu.

(3) Perasaan, tingkah laku afektif

Watson berpendapat, bahwa hal senang dan tidak senang itu adalah soal senso-motoris. Dia ingin mengetahui bahwa ada reaksi emosional yang dibawa sejak lahir. Untuk keperluan ini dia melakukan penyelidikan terhadap berpuluh-puluh bayi yang dirawat di rumah sakit, dan mendapatkan adanya tiga macam pola tingkah laku emosional (dalam arti yang dapat diamati),: yaitu reaksi-reaksi emosional: (1) takut, (2) marah, dan (3) cinta.

Dalam eksperimen-eksperimen lebih lanjut dia mendapat kesimpulan, bahwa reaksi-reaksi emosional itu dapat ditimbulkan dengan pensyaratan (conditioning) dan reaksi emosiional bersyarat itu dapat dihilangkan dengan pensyaratan kembali (reconditioning). Tentang proses pensyaratan

(12)

dan pensyaratan kembali itu pada pokoknya sama dengan yang dilakukan oleh Pavlov.

(4) Teori tentang berfikir

Watson mulai dengan postulatnya yang biasa, yaitu bahwa berfikir itu haruslah semacam tingkah laku senso-motoris, dan bagi dia berbicara dalam hati adalah tingkah laku berfikir. Orang, terutama anak-anak, sering kali berfikir dengan bersuara (berbicara). Anak sering mengatakan apa yang sedang dikerjakannya, misalnya memberi nama kepada benda-benda permainannya atau hasil pekerjaannya, kemudian suara itu makin perlahan, makin berbisik – menjadi gerakan bibir saja --- dan akhirnya menjadi bercakap kepada diri sendiri dalam cara yang tidak terlihat dan tak terdengar. Anak juga belajar berkata kepada diri sendiri tentang apa yan sedang dikerjakannya, apa yang telah dikerjakannya; dan dengan demikian sampailah dia kepada bentuk orang dewasa. Orang dewasa sering mengganti tindakan-tindakan dengan semacam percakapan terhadap diri sendiri, untuk menghemat waktu dan tenaga.

(5) Masih ada satu lagi yang perlu dikemukakan, yaitu pengaruh lingkungan (pendidikan, belajar, pengalaman) dalam perkembangan individu. Watson berpendapat bahwa reaksi-reaksi kodrati yang dibawa sejak lahir itu sedikit sekali. Kebiasaan-kebiasaan itu terbentuk dalam perkembangan, karena latihan dan belajar.

Pengaruh Watson

(13)

10

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Teori Behavioristik merupakan teori belajar yang sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Menurut teori Behavioristik, belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Tokoh aliran Behavioristik ini yang sangat terkenal yaitu Thorndike dengan “Koneksionisme”, menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau stimulus-respons. Pavlov dan Watson dengan “Conditioning”, menurut teori ini belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Skinner dengan “Operant Conditioning”, yaitu tipe perilaku belajar yang dipengaruhi oleh adanya penguatan-penguatan.

Dengan demikian, maka tujuan dari teori behavioristik ini sebenarnya adalah untuk menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk tingkah laku baru yang dipengaruhi oleh lingkungan.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

B.Uno, Hamzah. (2008). Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran. Jakarta: PT bumi aksara.

Desmita. (2012). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT remaja rosdakarya.

Efendi, Mohammad. (2003). Penggunaan cognitive behavior therapy untuk

mengendalikan kebiasaan merokok di kalangan siswa melalui peningkatan perceived self efficacy berhenti merokok. Jurnal Pendidikan Dan

Kebudayaan, 056 (11), hlm. 634.

Prawianto, Petrus Ony. (2012). Model bimbingan belajar behavioristik untuk meningkatkan kreativitas belajar siswa. Jurnal Bimbingan Konseling, 1 (1), hlm. 28-29

Sanyata, Sigit. (2012). Teori dan aplikasi pendekatan behavioristik dalam konseling. Jurnal Paradigma, 7 (14), hlm. 1-11.

Sukmadinata, N.S. (2005). Landasan psikologi proses pendidikan. Bandung: PT remaja rosdakarya.

Suryabrata, Sumadi. (2004). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT rajagrafindo persada.

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan karakterisasi hasil proses oksidasi yang dilanjutkan dengan reduksi sebanyak satu siklus dari bahan bakar uranium oksida dengan tujuan untuk

Hasil pengujian yang menyatakan bahwa probability value ( sig )-t lebih kecil dari 5% maka dapat dinyatakan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik, rendemen, dan kandungan gizi, serta menentukan jenis dan jumlah asam lemak yang terdapat

Tujuan penulisan skripsi ini adalah melakukan studi tentang perencanaan teknis proyek dan memberikan gambaran mengenai sistem pengendalian waktu dan biaya dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Denpasar tahun

Praktikum Survei ini bertujuan untuk mengetahui cara melakukan survei tapak, mengenali karakteristik tapak yang dikunjungi, dan mengumpulkan data dari tapak yang

 Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas

Pengamatan terhadap struktur mikro dilakukan untuk mengetahui struktur mikro maupun ukuran butir di daerah weld metal, HAZ, dan base metal sehingga dapat