• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN (2)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL

PADA BIDANG PENDIDIKAN

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu mata kuliah Pendidikan

Pancasila

dari dosen M. Yusuf, S.Ip, MM

Oleh:

Kelompok 5

Kelas Manajemen A

1. Resti Nur Fitria (A10130127)

2. Yudi Prasetyo handoko (A10140122)

3. Syafitri Nur Aulia (A10170059)

4. Alsya Adnagraha Lestari (A10170153)

5. Yolanda Zamzami Nurul Nisa (A10170174)

6. Dewi Elizabeth Panggabean (A10170393)

Sekolah Tingg Ilmu Ekonomi

EKUITAS

▸ Baca selengkapnya: pertanyaan tentang pancasila sebagai paradigma pengembangan kehidupan beragama

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa hingga saat ini masih memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan dalam Bidang Pendidikan” tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila. Dalam makalah ini membahas tentang Pengertian Pancasila, Pengertian Paradigma, Pengertian Pendidikan, Pengertian Pendidikan Pancasila, Pancasila sebagai Paradigma Pendidikan, Pancasila sebagai Landasan Pendidikan, Pentingnya Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila, Manfaat Pendidikan Pancasila, Penerapan Pendidikan Pancasila di Kehidupan Sehari-hari. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya pembaca pad umumnya.

Akhirnya tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan segala kerendahan hati, saran–saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dari para pembaca sekalian guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah–makalah lainnya pada waktu yang akan datang.

Bandung, 18 Desember 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I... 1

PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan masalah...1

C. Tujuan Penulisan...2

BAB II... 3

PEMBAHASAN... 3

2.1 Pengertian Pancasila...3

2.2 Pengertian Paradigma...10

2.3 Pengertian Pendidikan...11

2.4 Pendidikan Pancasila...14

2.5 Pancasila sebagai Paradigma Pendidikan...15

2.6 Pancasila sebagai Landasan Pendidikan...17

2.7 Pentingnya Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila...21

2.8 Manfaat Pendidikan Pancasila...24

2.9 Penerapan Pendidikan Pancasila Pada Kehidupan Sehari-hari...28

BAB III... 31

PENUTUP... 31

3.1 Kesimpulan... 31

3.2 Saran... 31

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional artinya pancasila berisi anggapan-anggapan dasar yang merupakan kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemamfaatan hasil-hasil pembangunan nasional.

Rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi aspek politik, ekonomi, soaial dan budaya, dan pemdidikan. Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana termaksud dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945.

Dari rangkaian tersebut terdapat aspek pendidikan yang sangat berperan penting untuk membangun pendidikan di Indonesia. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha dasar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan atau keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamais, di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Namun banyak masyarakat sekarang yang menyepelekan pendidikan dan kurangnya perhatian terhadapa pendidikan untuk pembangunan nasional padahal aspek pendidikan memiliki banyak manfaat dan fungsinya yang dapat dikaji lebih dalam lagi.

Maka dari itu, perlu menyusun makalah dengan tema “Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Pada Bidang Pendidikan"

B. Rumusan masalah

1. Apakah yang dimaksud pancasila ? 2. Apakah yang dimaksud paradigma? 3. Apakah yang dimaksud pendidikan?

4. Apakah yang dimaksud pendidikan pancasila?

5. Bagaimana peranan pancasila sebagai paradigma pendidikan? 6. Apa landasan pancasila dalam bidang pendidikan?

7. Apa pentingnya mata pelajaran pancasila? 8. Apa manfaat dari pendidikan pancasila?

(5)

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dalam penulisan ini diantaranya adalah untuk mengetahui :

1. Pengertian Pancasila 2. Pengertian Paradigma 3. Pengertian Pendidikan

4. Pengertian Pendidikan Pancasila

5. Pancasila sebagai Paradigma Pendidikan 6. Pancasila sebagai Landasan Pendidikan 7. Pentingnya Mata Pelajaran Pancasila 8. Manfaat Pendidikan Pancasila

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pancasila

Pancasila adalah landasan dari segala keputusan bangsa dan menjadi ideologi tetap bangsa serta mencerminkan kepribadian bangsa. Pancasila merupakan ideologi bagi negara Indonesia. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Pancasila merupakan kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang mementingkan semua komponen dari Sabang sampai Merauke.

Etimologi kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) yaitu panca yang berarti “lima” dan sila yang berarti “dasar”. Jadi secara harfiah, “Pancasila” dapat diartikan sebagai “lima dasar”.

Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dimana sila-sila yang terdapat dalam Pancasila-sila itu sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat maupun kerajaan meskipun sila-sila tersebut belum dirumuskan secara konkrit. Menurut kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular, Pancasila berarti “berbatu sendi yang lima” atau “pelaksanaan kesusilaan yang lima”.

Untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang arti kata Pancasila, sebaiknya kita membaca beberapa pengertian Pancasila menurut para tokoh pendiri bangsa berikut:

1. Muhammad Yamin. Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.

2. Notonegoro. Pancasila adalah dasar falsafah negara indonesia, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia. 3. Ir. Soekarno. Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian

abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.

SEJARAH PERUMUSAN DAN LAHIRNYA PANCASILA

Pada bulan 1 Maret 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya dr. Radjiman antara lain mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota Sidang, "Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?"

(7)

Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.[2]

Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau Peri-Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan Sosial; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:

Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.

Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu Panitia Kecil untuk:

 Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan pidato yang diucapkan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.

 Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia Merdeka.  Dari Panitia Kecil itu dipilih 9 orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk

menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta.

Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah:

 Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945

 Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 - tanggal 18 Agustus 1945  Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27

Desember 1949

 Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950

 Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5 Juli 1959)

(8)

HARI KESAKTIAN PANCASILA

Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif di belakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok keagamaan terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia, dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.

Pada hari itu, enam Jenderal dan 1 Kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

BUTIR BUTIR PENGAMALAN PANCASILA

Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

a) Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

b) Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

c) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

d) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

a) Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.

b) Saling mencintai sesama manusia. c) Mengembangkan sikap tenggang rasa. d) Tidak semena-mena terhadap orang lain. e) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. f) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. g) Berani membela kebenaran dan keadilan.

(9)

3. Persatuan Indonesia

a) Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

b) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. c) Cinta Tanah Air dan Bangsa.

d) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.

e) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan

a) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. b) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

c) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. d) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.

e) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.

f) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. g) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan

Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

a) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.

b) Bersikap adil.

c) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. d) Menghormati hak-hak orang lain.

e) Suka memberi pertolongan kepada orang lain. f) Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain. g) Tidak bersifat boros.

h) Tidak bergaya hidup mewah.

i) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. j) Suka bekerja keras.

k) Menghargai hasil karya orang lain.

(10)

Berdasarkan ketetapan MPR no. I/MPR/2003

Sila pertama

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa.

5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Sila kedua

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.

3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. 4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. 5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. 6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. 8. Berani membela kebenaran dan keadilan.

9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.

(11)

Sila ketiga

1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. 2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. 3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. 7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila keempat

1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.

2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. 4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.

6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.

7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. 9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan

Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

(12)

Sila kelima

1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.

2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. 3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 4. Menghormati hak orang lain.

5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.

6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.

7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

(13)

2.2 Pengertian Paradigma

Istilah paradigma cenderung merujuk kepada dunia pola pikir atau pun teknis penyelesaian masalah yang dilakukan oleh manusia. Istilah yang satu ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuan bernama Thomas Kuhn melalui buku buatannya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution.

Saat pertama kali diperkenalkan, istilah Paradigma tidak dijelaskan secara gamblang oleh Thomas Khun. Pada waktu itu, paragima hanya diutarakan sebagai termonologi kunci yang dipakai dalam model perkembangan ilmu pengetahuan saja. Beberapa saat kemudian, barulah istilah Paradigma terdefenisi secara jelas oleh Robert Fridrichs (merupakan orang pertama yang mengungkapkan apa itu paradigma secara jelas dan gamblang).

Pradigma berkaitan erat dengan prinsip – prinsi dasar yang menentukan berbagai macam pandangan manusia terhadap dunia sebagai bagian dari sistem bricoluer. Sebuah paradigma biasanya meliputi tiga elemen utama yaitu elemen metodologi, elemen epistemologi, dan elemen ontologi. Dengan menggunakan tiga elemen ini, manusia menggunakan paradigma untuk meraih berbagai macam pengetahuan mengenai dunia dan berbagai macam fenomena yang terjadi di dalamnya.

Definisi dan Pengertian Paradigma Menurut Para Ahli

Secara etimologis, istilah paradigma pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “para” yang artinya di sebelah atau pun di samping, dan kata “diegma” yang artinya teladan, ideal, model, atau pun arketif. Sedangkan secara terminologis, istilah paradigma diartikan sebagai sebuah pandangan atau pun cara pandang yang digunakan untuk menilai dunia dan alam sekitarnya, yang merupakan gambaran atau pun perspektif umum berupa cara – cara untuk menjabarkan berbagai macam permasalahan dunia nyata yang sangat kompleks.

1. Robert Freidrichs

Menurut Robert Freidrichs, paragigma merupakan kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga terbentuk citra subjektif seseorang terhadap ralita sehingga berujung pada ketentuan bagaimana cara untuk menangani realita tersebut.

2. Thomas Kuhn

Menurut Thomas Kuhn, pengertian paradigma adalah landasan berpikir atau pun konsep dasar yang digunakan / dianut sebagai model atau pun pola yang dimaksud para ilmuan dalam usahanya, dengan mengandalkan studi – studi keilmuan yang dilakukannya.

3. C. J. Ritzer

(14)

4. Guba

Menurut Guba, pengertian paradigma adalah sekumpulan keyakinan dasar yang membimbing tindakan manusia.

2.3 Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Etimologi kata pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin” dan awalan e, berarti “keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke luar”. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.

Sebuah hak atas pendidikan telah diakui oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Meskipun pendidikan adalah wajib di sebagian besar tempat sampai usia tertentu, bentuk pendidikan dengan hadir di sekolah sering tidak dilakukan, dan sebagian kecil orang tua memilih untuk pendidikan home-schooling, e-learning atau yang serupa untuk anak-anak mereka.

Pengertian Pendidikan menurut KBBI:

Kata pendidikan secara berasal dari kata “didik” dengan mendapatkan imbuhan “pe” dan akhiran “an“, yang berarti cara, proses atau perbuatan mendidik. Kata pendidikan secara bahasa berasal dari kata “pedagogi” yakni “paid” yang berarti anak dan “agogos” yang berarti membimbing, jadi pedagogi adalah ilmu dalam membimbing anak

Pengertian pendidikan menurut Undang Undang :

(15)

Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli :

Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia): Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pengertian pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Ahmad D. Marimba: Pengertian pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan atau bimbingan secara sadar oleh pendidik terdapat perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama.

H.H.Horne: Pengertian pendidikan menurut Horne bahwa pendidikan adalah alat dimana kelompok sosial melanjutkan keberadaannya dalam mempengaruhi diri sendiri serta menjaga idealismenya.

Martinus Jan Langeveld: Pengertian pendidikan menurut Martinus Jan Langeveld bahwa pengertian pendidikan adalah upaya menolong anak untuk dapat melakukan tugas hidupnya secara mandiri supaya dapat bertanggung jawab secara susila. Pendidikan merupakan usaha manusia dewasa dalam membimbing manusia yang belum dewasa menuju kedewasaan.

Gunning dan Kohnstamm: Pengertian pendidikan menurut Gunning dan Kohnstamm adalah proses pembentukan hati nurani. Sebuah pembentukan dan penentuan diri secara etis yang sesuai dengan hati nurani.

Stella Van Petten Henderson: Menurut Stella Van Petten Henderson bahwa pendidikan adalah kombinasi pertumbuhan, perkembangan diri dan warisan sosial.

Carter. V.Good: Pengertian pendidikan menurut Carter V. Good bahwa pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan individu dalam sikap dan perilaku bermasyarakat. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terorganisir, seperti rumah atau sekolah, sehingga dapat mencapai perkembangan diri dan kecakapan sosial.

Filosofi Pendidikan

Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.

(16)

Fungsi Pendidikan

Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:

 Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.

 Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.

 Melestarikan kebudayaan.

 Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.

Fungsi lain dari lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.

 Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.

 Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.

 Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.

 Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.

Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut:

 Transmisi (pemindahan) kebudayaan.  Memilih dan mengajarkan peranan sosial.  Menjamin integrasi sosial.

(17)

Tujuan Pendidikan

Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi bahwa tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsadan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa.

Berdasarkan MPRS No. 2 Tahun 1960 bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 945.

Berdasarkan UU. No.20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 3, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan UU Amandemen Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”

Berdasarkan UU Amandemen Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

2.4 Pendidikan Pancasila

Pancasila dasar filsafat Negara RI secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No 7 bersama – sama dengan batang tubuh UUD 1945.

Eksistensi pancasila sebagai dasar filsafat Negara republik Indonesia mengalami berbagai macam interprestasi dan manipulasi politik sesuai kepentingan penguasa yang berlindung dibalik legtimasi ideology Negara pancasila .

Gerakan reformasi berupaya mengembalikan kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar Negara RI, yang direalisasikan melalui ketetapan MPR Th 1998 No. XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan p – 4 dan pencabutan pancasila sebagai satu – satunya asas bagi orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas wewenangnya untuk membudayakan pancasila melalui p -4 dan asas tunggal pancasila.

(18)

bangsa Indonesia yaitu melemahnya kepercayaan rakyat terhadap ideologi Negara yang kemudian pada gilirannya akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina, dipelihara serta didambakan bangsa Indonesia sejak dahulu.

Bukti yang secara objektif dapat disaksikan adalah hasil reformasi yang belum menampakan hasil yang dapat dinikmati oleh rakyat. Berdasarkan alasan serta kenyataan objektif tersebut diatas maka sudah menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga Negara untuk mengembangkan serta mengkaji pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa kita yang setingkat dengan paham atau Isme – isme besar dunia dewasa ini seperti misalnya Liberalisme.

Upaya untuk mempelajari serta mengkaji pancasila tersebut terutama dalam kaitannya dengan tugas besar bangsa Indonesia untuk mengembalikan tatanan Negara kita yang porak poranda dewasa ini. Reformasi ke arah terwujudnya masyarakat dan bangsa yang sejahtera tidak cukup dengam hanya mengembangkan dan membesarkan kebencian, mengobarkan sikap dan kondisi konflik antar elit politik.

2.5 Pancasila sebagai Paradigma Pendidikan

Bila paradigma adalah kerangka berpikir atau konsep dasar yang dibutuhkan sebagai landasan dasar, maka pancasila sebagai paradigma adalah sebagai landasan dasar negara Indonesia yang digali dari nilai-nilai luhur dan adat istiadat bangsa Indonesia untuk dijadikan pedoman dalam memajukan dan mengembangkan Indonesia, baik dalam hal politik, ketatanegaraan, hak asasi manusia, pendidikan, pengetahuan, teknologi, dan lain-lain. Oleh karena itu, Pancasila tidak boleh hanya dijadikan simbolisasi landasan negara, tetapi juga implementasinya dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam segala aspek.

Salah satu aspek tersebut adalah peran pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan pendidikan. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, dan perbuatan mendidik. Setiap wilayah di Indonesia dicanangkan pendidikan berjenjang mulai dari TK, SD, SMP, SMA/K, hingga perguruan tinggi.Pendidikan yang berkelanjutan tersebut ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik, keluasan bahan pengajaran, dan tujuan pendidikan yang dicantumkan dalam kurikulum.

Agar acuan-acuan dalam segala aspek pembelajaran seragam, maka pendidikan di Indonesia mengacu pada nilai-nilai luhur bangsa yang terangkum dalam Pancasila. Oleh karena itu, dihimpunlah pendidikan di Indonesia menjadi pendidikan nasional yang dipersatukan atas dasar Pancasila. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia (manusia yang beriman dan bertakwa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan sebagainya).

(19)

Pendidikan sebagai bagian dari ilmu humaniora memperlihatkan proses yang terus menerus mengarah pada kesempurnaan, yang semakin manusiawi. Salah satu agenda penting dalam upaya mengatasi krisis dalam kehidupan bangsa kita adalah melalui pendidikan karakter, pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan akhlak, pendidikan budi pekerti.

Agar pancasila dapat berperan dengan baik sebagai paradigma pembangunan pendidikan, perlu adanya pewarisan nilai-nilai pancasila yang diwariskan melalui pendidikan.Hal ini bertujuan membentuk generasi bangsa yang terpelajar berasaskan nilai luhur bangsanya. Hal itu terkandung dalam pancasila sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Bahwa manusia pada hakikatnya memiliki harkat dan martabat yang patut bagi kita saling bertoleransi.Juga keadilan dan kesamaan hak untuk mengembangkan dirinya, salah satunya dibidang pendidikan dalam rangka memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea empat juga telah ditegaskan, dalam rangka mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan, “…mencerdaskan kehidupan bangsa…”

Selain itu, ditegaskan pula dalam UUD 1945 BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaanyang berisi :

Pasal 31

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pasal 32

1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

(20)

persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

Dua pasal diatas menegaskan pentingnya pendidikan dan upaya-upaya yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk memajukan bangsa melalui pendidikan. Namun pada kenyataannya, implementasi pendidikan tersebut belumlah merata dilaksanakan di seluruh penjuru nusantara. Masih banyak daerah-daerah yang terkendala untuk berkembang dalam dunia pendidikan karena faktor ekonomi, jarak, keadaan wilayah, dan minimnya tenaga pendidik. Selain itu juga minimnya pemahaman rakyat Indonesia tentang arti pentingnya suatu pendidikan yang dapat membentuk kaum intelek yang bermoral dan beretika sesuai dengan pancasila.

2.6 Pancasila sebagai Landasan Pendidikan Landasan Historis

Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang panjang sejak adanya zaman kerajaan Kutai Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa-bangsa lain yang menjajah dan menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui proses yang panjang dalam perjalannya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya yang tersimpul dalam suatu sifat, karakter, kebudayaan yang berbeda dengan bangsa yang lainnya yang dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip yang diberi nama pancasila.

Bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang kuat harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Bangsa Indonesia harus memiliki rasa nasionalisme serta kebangsaan yang kuat. Hal tersebut dapat terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideology melainkan suatu kesadaran bangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa Indonesia.

Jadi secara historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan sebagai dasar Negara Indonesia secara objektif historis telah dimilki oleh bangsa Indonesia sendiri sehingga asal nilai-nilai pancasila tersebut tidak lain adalah diri bangsa Indonesia sendiri atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Indonesia.

Landasan Kultural

(21)

Berbeda dengan bangsa lain, bangsa indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas cultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila bukanlah hanya suatu hasil yang konseptual seseorang saja tetapi meruapakan suatu hasil karya besar bangsa indonesia yang diangkat dari nilai-nilai cultural yang dimiliki oleh bangsa indonesia melalui proses refleksi filosofis para pendiri Negara.

Landasan Yuridis

Landasan yuridis perkuliahan pendidikan pancasila dipendidikan tinggi tertuang dalam undang-undang no.2 tahun 1989 tentang sitem pendidikan nasional. Pasal 39 telah menetapkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan, wajib memuat pendidikan pancasila pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan.

Bedasarkan SK menteri pendidikan nasional RI no.232/2000 tentang pedoman penyusun kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa mata kuliah pendidikan pancasila wajib diberikan dalam kutikulum program studi, yang terdiri atas pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan. Semua itu diharapkan agar mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.

Landasan Filosofis

Pancasila sebagai dasar filsafat Negara dan pandangan filosofis bangsa indonesia merupakan suatu sifat moral yang secara konsisten untuk direalisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut bedasarkan pada suatu kenyataan filosofis dan objektif bangsa indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara yang bedasarkan pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila pancasila yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa indonesia sebelum mendirikan Negara.

Bangsa indonesia sbelum mendirikan Negara ialah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan yang dapat terlihat pada kenyataan yang obektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan yang Maha Esa. Syarat mutlah suatu Negara adalah adanya persatuan dan adanya rakyat, karena rakyat merupakan asal kekuasaan Negara.

Maka dari itu pancasila harus direalisasikan kedalam bentuk kenegaraan dan suatu keharusan bahwa pancasila sebagai sumber nilai dalam pelaksanaan Negara, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, social budaya, maupun pertahanan dan keamanan

Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional

(22)

II/MPR?1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud manusia dan masyarakat yang dianngap baik,sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta muara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan, dengan kata lain: Pancasila sebagai sumber nilai dalam pendidikan.

P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan. Perlu ditegaskan bahwa pengalaman Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa Tap MPR No. II/MPR/1978 tersebut di atas memberi petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila Pancasila. Bagi bidang pendidikan, hal ini sangat penting karena akan terdapat kepastian nilai yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Petunjuk pengamalan Pancasila tersebut terdapat pula disebut sebagai 36 butir nilai-nilai Pancasila sebagai berikut.

Ketuhanan Yang Maha Esa

a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

b. Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan pemeluk-pemeluk kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

c. Saling menghormati kebebasan menjalankanibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

d. Tidak memaksakan sesuatu agam dan kepercayaan kepada orang lain.

Kemanusiaan yang adil dan beradab

a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antar sesama manusia.

b. Saling mencintai sesama manusia.

c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.

d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

(23)

g. Berani membela kebenaran dan keadilan.

h. Bangsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan seikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

Persatuan Indonesia

a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

c. Cinta tanah air dan bangsa.

d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.

e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunngal Ika.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.

f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinngi harkat dan martabat, serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan bergotong royong.

(24)

c. Menjaga keseimbangna antara hak dan kewajiban.

d. Menghormati hak-hak orang lain.

e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

f. Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain.

g. Tidak bersikap boros.

h. Tidak bergaya hidup mewah.

i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

j. Suka bekerja keras.

k. Menghargai hasil karya orang lain.

l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial

2.7 Pentingnya Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila

Pancasila dan UUD1945 merupakan bagian dari pondasi utama dari berdirinya Indonesia sebagai suatu negara. Ingatkah Anda bahwa dalam sejarah Indonesia, salah satu hal penting yang di kerjakan oleh para pendiri negara sebagai bagian dari persiapan kemerdekaan Indonesia adalah membentuk dasar negara dan Undang-Undang Dasar. Tidak mungkin suatu negara dapat berdiri dan bergerak maju tanpa memiliki dasar negara (Pancasila) dan UUD. Sebab keduanya menjadi pedoman yang memberi arah dan tujuan yang hendak diraih melalui pengelolaan negara. Jadi, siapapun yang memegang kekuasaan negara tidak boleh menyimpang dari amanat rakyat, dasar negara, dan UUD.

(25)

kalau tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang baik, maka ideologi itu hanya menjadi angan-angan belaka.

Bagi bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah Pancasila. Hal ini berarti bahwa seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan dan tingkah laku sebagai bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai intrinsikyang kebenarannya dapat dibuktikan secara objektif, serta mengandung kebenaran yang universal. Nilai-nilai Pancasila, merupakan kebenaran bagi bangsa indonesia karena telah teruji dalam sejarah dan dipersepsi sebagai nilai-nilai subjektif yang menjadi sumber kekuatan dan pedoman hidup seirama dengan proses adanya bangsa Indonesia yang dipengaruhi oleh dimensi waktu dan ruang. Nilai-nilai tersebut tampil sebagai norma dan moral kehidupan yang ditempa dan dimatangkan oleh pengalaman sejarah bangsa Indonesia untuk membentuk dirinya sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Nilai-nilai Pancasila itu menjadi sumber inspirasi dan cita-cita untuk diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dari penjelasan diatas, dapat cukup jelas untuk mengatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat penting apa lagi jika menjadi salah satu mata perkuliahan di perguruan tinggi. Dari situ kita dapat belajar mengenai rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia dan dapan mengamalkan nilai-nilai yang ada pada Pancasila di kehidupan sehari-hari. Dan itu juga diperkuat dengan adanya salah satu landasan Pancasila yaitu pada landasan yuridis yang menyebutkan tentang sisdiknas “sistem pendidikan nasional” isi kurikulum yang terdapat dalam setiap jalur dan jenjang pendidikan harus memuat pendidikan kewarganegaran, pendidikan Pancasila, pendidikan Agama terdapat dalam SK Dirjen No. 265/Ditkti/Kep/2000 “setiap mahasiswa program Diploma dan Sarjana wajib mengikuti pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah umum”. Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 9 ayat (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Karena itu, tidaklah heran kalau kita sudah tidak asing lagi dengan pelajaran kewarganegaraan yang sudah dikenalkan mulai kita duduk di bangku SD sampai perguruan tinggi. Dulu di saat masih sekolah, pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dijadikan sebagai satu mata pelajaran yang lebih dikenal dengan PPKn ( Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ). Berbeda halnya dalam bangku kuliah yang keduanya lebih dibahas secara mendalam dan dijadikan dua mata kuliah yang berbeda. Namun tentunya antara satu dan yang lainnya tetap berhubungan erat.

(26)

bisnis sejak masa Orde Baru hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu. Hal itu menimbulkan suatu pertanyaan , apa ada yang salah dengan Pendidikan Kewarganegaraan kita? Apakah pendidikan kewarganegaraan menjadi hanya sekedar formalitas belaka yang tidak memiliki nilai apapun di dalamnya? Mengapa nilai urgensitas pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu rendah?

Untuk itu mari kita tinjau apa isi dan manfaat dari pelajaran kewarganegaraan. Sebenarnya banyak hal yang didapatkan dari pelajaran kewarganegaraan. Yang pertama adalah kita menjadi tahu hak dan kewajiban kita sebagai warga negara yang akhirnya membuat kita jadi mengerti peran dan penempatan diri kita sebagai bagian dari suatu negara. Ketika kita semua sudah tahu dan mengerti kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang didapatkan, maka kita bisa menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan ataupun menuntut hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Perlu diketahui bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.

Manfaat yang kedua adalah dengan mempelajari pelajaran kewarganegaraan dapat memotivasi kita untuk memiliki sifat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Artinya yaitu setelah mengerti peran dan keadaan negara , kita seharusnya menjadi warga negara yang lebih cinta pada tanah air dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Selain itu dengan mempelajari pendidikan kewarganegaraan dapat memperkuat keyakinan kita terhadap Pancasila sebagai ideologi negara dan mengamalkan semua nilai – nilai yang terkandung di dalamnya. Entah kita sadari atau tidak, dasar negara kita Pancasila mempunyai nilai – nilai luhur termasuk nilai moral kehidupan. Nilai moral tersebut seharusnya menjadikan kita pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Nilai – nilai tersebut berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Kualitas SDM yang rendah merupakan salah satu indikasi juga gagalnya pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Manfaat selanjutnya adalah suatu hal yang masih berhubungan dengan nasionalisme dan patriotisme yaitu diharapkan kita memiliki kesadaran dan kemampuan awal dalam usaha bela negara.

(27)

Secara materi seperti yang dibahas di atas, tentu pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu penting dengan berbagai macam nilai di dalamnya. Akan begitu besar manfaatnya ketika kita mengerti dan memahami semua materi yang diajarkan. Tetapi hal itu akan sia – sia belaka ketika kita hanya sekedar mengerti atau memahami saja tanpa adanya penaindaklanjutan. Dalam hal ini yang ingin saya tekankan adalah perlu adanya suatu pengamalan dari suatu ilmu, khususnya dalam hal ini ilmu yang dimaksud adalah pendidikan kewarganegaraan itu sendiri.

Seperti kata pepatah “Amal tanpa ilmu, buta….Ilmu tanpa amal, pincang…” Amal tanpa ilmu akan membutakan karena ilmu merupakan petunjuk dan pemberi arah amal yang akan dilakukan. Bagaimana mungkin kita tahu kalau amal yang kita lakukan benar atau salah jika kita tidak tahu ilmunya. Hal itu sama saja dengan kita berjalan tanpa tahu arah. Dengan menghubungkannya dengan topik yang kita bahas, pepatah itu tentunya memberikan kesadaran bahwa pendidikan kewarganegaraan yang merupakan suatu ilmu begitu penting sebagai petunjuk dan pemberi arah untuk setiap tindakan kita. Begitu banyak orang yang tidak memahami ilmu ini bisa jadi tidak sadar bahwa hal yang mereka lakukan itu salah dan pada akhirnya yang terjadi adalah kekacauan di masyarakat.

Sebaliknya juga berlaku bahwa ilmu tanpa amal itu sesuatu yang sia – sia. Dengan memegang prinsip itu dan menghubungkan dengan kenyataan yang ada saat ini bahwa masih banyak orang yang hanya sekedar tahu dan mengerti saja tanpa pengamalan. Dalam pembelajaran kewarganegaraan kita jadi tahu banyak hal dalam kehidupan bernegara, tapi mengapa dalam praktiknya nol? Karena banyak warga negara yang hanya menganggap ilmu itu sebagai angin lalu yang tidak bermanfaat. Kita cenderung menganggap pendidikan kewarganegaraan patut disepelekan karena kurang begitu penting dibandingkan dengan ilmu yang lain. Itu akibat yang terjadi ketika kita tidak tahu manfaat apa yang didapat setelah mempelajarinya. Memang semenjak SD kita sudah diajarkan apa yang harus kita lakukan untuk menjawab soal – soal kewarganegaraan yang intinya harus dipilih atau ditulis segala bentuk perbuatan yang baik – baik dan kenyataannya semua itu cuma bertujuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi tanpa ada penerapan dalam kehidupan. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya dan waktu yang terbuang percuma ketika semuanya itu akan menguap begitu saja tanpa meninggalkan manfaat apapun bagi diri kita. Tentunya itu akan merugikan diri kita sendiri. Sebagai contoh adalah demonstrasi yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh mahasiswa. Tidak ada yang melarang siapapun untuk berdemonstrasi, tapi tentu saja semua itu ada aturannya.

Kekacauan yang terjadi selama ini adalah mereka tidak mengetahui secara jelas aturan – aturan yang berlaku ( tidak tahu ilmunya ) sehingga mereka cenderung seenaknya sendiri dalam mengungkapkan aspirasinya atau mungkin saja mereka tahu tapi tidak mau tahu ( pengamalan yang salah ). Pada akhirnya hal tersebut bukannya memperbaiki keadaan malah menjadiakan keadaan semakin terpuruk.

2.8 Manfaat Pendidikan Pancasila

(28)

dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, Negara, dan hubungan internasionalnya.Berdasarkan UU no. 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pasal 2 menyatakan bahwa “ Pendidikan Nasional Berdasarkan pancasila dan UUD 1945 ”.

JATI DIRI, KARAKTER, DAN KEPRIBADIAN

Jati diri adalah ”diri yang sejati/sejatinya diri”. Secara budaya adalah ”ciri bawaan sejak lahir/merupakan fitrah” yang menunjukkan siapa sebenarnya diri kita secara ”fisik maupun psikologis”, bersifat bawaan sejak lahir (gift), serta merupakan sumber dari watak/karakter dan totalitas kepribadian seseorang.

Karakter adalah ‘distinctive trait, distinctive quality, moral strength, the pattern of behavior found in an individual or group’. Kamus Besar Bahasa Indonesia belum memasukkan kata karakter, yang ada adalah kata ‘watak’ yang diartikan sebagai: sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat. Dalam risalah ini, dipakai pengertian yang pertama, dalam arti bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang punya kualitas moral (tertentu) yang positif. Dengan demikian, pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk.

Peterson dan Seligman, dalam buku ’Character Strength and Virtue’ [3], mengaitkan secara langsung ’character strength’ dengan kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama dari ‘character strength’ adalah bahwa karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Dalam kaitannya dengan kebajikan, Peterson dan Seligman mengidentifikasikan 24 jenis karakter.

Kepribadian, merupakan penampilan (lebih ke psikologis) seseorang yang terpancar dari karakter. Namun penampilan ini belum tentu mencerminkan karakter yang bersangkutan, karena dapat saja tertampilkan sangat bagus tetapi didorong oleh ”kemunafikan”. Dengan demikian untuk mengenal seseorang secara lengkap diperlukan waktu, karena yang terpancar sebagai lingkaran terluar adalah kepribadian yang bisa mengecoh, sementara lingkaran kedua adalah karakter dan lingkaran terdalam adalah jatidirinya.

MEMBENTUK KARAKTER BANGSA LEWAT PENDIDIKAN

(29)

suatu yang membanggakan bagi bangsa dan dapat mengembalikan jati diri bangsa atau sebaliknya. Pendidikan seperti apa yang diberikan agar anak didik memiliki karakter bangsa dan mampu mengembalikan jati diri bangsa dan mampu membentuk elemen-elemen dalam core values? Apakah masalah yang terdapat dalam otoritas pelaksana pendidikan di bangsa ini? Setidaknya ada empat faktor utama yang harus diperhatikan: faktor kurikulum, dana yang tersedia untuk pendidikan, faktor kelaikan tenaga pendidik, dan faktor lingkungan yang mendukung bagi penyelenggaraan pendidikan. Keempat faktor ini terkait satu sama lain untuk dapat menghasilkan SDM dengan karakter nasional yang mampu bersaing di era global, yang akhirnya dapat mengembalikan jati diri bangsa.

Pada masalah aspek otoritas pendidikan, anak didik sebetulnya hanya ditekankan pada sapek kognitif saja. Akibatnya adalah anak didik yang diberi materi pelajaran hanya sekedar ‘tahu’ dan ‘mengenal’ dengan apa yang didapatkannya, tanpa memahami apa yang mereka pelajari apalagi menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Padahal aspek yang lainnya, seperti afektif dan psikomotorik adalah hal penting yang harus didik. Karena institusi pendidikan seharusnya dapat membuat anak didik menerapkan apa yang diajari, karena sesungguhnya itulah kegunaan dari ilmu pengetahuan. Apakah anak didik di bangsa ini hanya akan menjadi ‘manusia robot’ yang tidak memiliki rasa toleransi dan apatis pada kehidupan sosialnya? Lalu bagaimana generasi seperti ini dapat mengembalikan jati diri bangsa

Kita tidak tahu standar apa yang dipakai dalam otoritas pendidikan di negara ini, yang akhirnya anak didik yang dihasilkan dari institusi pendidikan di negara ini tidak banyak yang mampu untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan di tempat pendidikannya, apalagi untuk mengajarkannya pada orang lain. Penanaman karakter anak didik dengan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik tidak akan berhasil menghasilkan generasi penerus yang memberikan dampak positif bagi bangsa. Mungkin memang nilai di atas kertas raport dan IPK terlihat bagus dan memuaskan, akan tetapi ketika anak didik tidak mampu menerapkan ilmu yang mereka dapatkan apa gunanya ilmu yang mereka punya? Otoritas pendidikan harus menerapkan aspek-aspek pendidikan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan PBB, UNESCO, yaitu belajar untuk tahu (learn to know), belajar untuk berbuat (learn to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learn to be her/himself), belajar untuk hidup bersama (learn to live together). Ketika semua aspek itu dapat dijalankan maka bangsa ini akan memiliki generasi yang dapat dibanggakan, bagi bangsa maupun bagi seluruh dunia. Pendidikan bukan hanya transfer ilmu tanpa aktualisasi ilmu, akan tetapi pembentukan karakter diri dan bangsa dengan ilmu yang didapat, hingga akhirnya mereka para generasi muda dapat mengembalikan jati diri bangsa dengan ilmu yang mereka punya.

(30)

Keluarga adalah komunitas pertama di mana manusia, sejak usia dini, belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, di keluargalah seseorang, sejak dia sadar lingkungan, belajar tata-nilai atau moral. Karena tata-nilai yang diyakini seseorang akan tercermin dalam karakternya, maka di keluargalah proses pendidikan karakter berawal. Pendidikan di keluarga ini akan menentukan seberapa jauh seorang anak dalam prosesnya menjadi orang yang lebih dewasa, memiliki komitmen terhadap nilai moral tertentu seperti kejujuran, kedermawanan, kesedehanaan, dan menentukan bagaimana dia melihat dunia sekitarnya, seperti memandang orang lain yang tidak sama dengan dia –berbeda status sosial, berbeda suku, berbeda agama, berbeda ras, berbeda latar belakang budaya. Di keluarga juga seseorang mengembangkan konsep awal mengenai keberhasilan dalam hidup ini atau pandangan mengenai apa yang dimaksud dengan hidup yang berhasil, dan wawasan mengenai masa depan.

Dari sudut pandang pentingnya keluarga sebagai basis pendidikan karakter, maka tidak salah kalau krisis karakter yang terjadi di Indonesia sekarang ini bisa dilihat sebagai salah satu cerminan gagalnya pendidikan di keluarga. Korupsi misalnya, bisa dilihat sebagai kegagalan pendidikan untuk menanamkan dan menguatkan nilai kejujuran dalam keluarga. Orang tua yang membangun kehidupannya di atas tindakan yang korup, akan sangat sulit menanamkan nilai kejujuran pada anak-anaknya. Mereka mungkin tidak menyuruh anaknya agar menjadi orang yang tidak jujur, namun mereka cenderung tidak akan melihat sikap dan perilaku jujur dalam kehidupan sebagai salah satu nilai yang sangat penting yang harus dipertahankan mati-matian. Ini mungkin bisa dijadikan satu penjelasan mengapa korupsi di Indonesia mengalami alih generasi. Ada pewarisan sikap permisif terhadap korupsi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Media masa. Dalam era kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini, salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar dalam pembangunan atau sebaliknya juga perusakan karakter masyarakat atau bangsa adalah media massa, khususnya media elektronik, dengan pelaku utamanya adalah televisi. Sebenarnya besarnya peran media, khususnya media cetak dan radio, dalam pembangunan karakter bangsa telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. Bung Karno, Bung Hattta, Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan bangsa untuk menguatkan karakter bangsa melalui tulisan-tulisan di surat kabar waktu itu. Bung Karno dan Bung Tomo mengobarkan semangat perjuangan, keberanian dan persatuan melalui radio. Mereka, dalam keterbatasannya, memanfaatkan secara cerdas dan arif teknologi yang ada pada saat itu untuk membangun karakter bangsa, terutama sekali: kepercayaan diri bangsa, keberanian, kesediaaan berkorban, dan rasa persatuan. Sayangnya kecerdasan dan kearifan yang telah ditunjukkan generasi pejuang kemerdekaan dalam memanfaatkan media massa untuk kepentingan bangsa makin sulit kita temukan sekarang.

(31)

karakter baik. Sering kali pengaruh lingkungan keluarga yang baik justru dirusak oleh siaran media televisi. Di keluarga, anak-anak dididik untuk menghindari kekerasan, namun acara TV justru penuh dengan adegan kekerasan. Di rumah, anak-anak dididik untuk hidup sederhana, namun acara sinetron di tevisi Indonesia justru memamerkan kemewahan. Di rumah anak-anak dididik untuk hidup jujur, namun tayangan di televisi Indonesia justru secara tidak langsung menunjukkan ’kepahlawanan’ tokoh-tokoh yang justru di mata publik di anggap ’kaisar’ atau ’pangeran-pangeran’ koruptor. Para guru agama mengajarkan bahwa membicarakan keburukan orang lain dan bergosip itu tidak baik, namun acara televisi, khususnya infotainment, penuh dengan gosip. Bapak dan ibu guru di sekolah mendidik para murid untuk berperilaku santun, namun suasana sekolah di sinetron Indonesia banyak menonjolkan perilaku yang justru tidak santun dan melecehkan guru. Secara umum, banyak tayangan di televisi Indonesia, justru ’membongkar’ anjuran berperilaku baik yang ditanamkan di di rumah oleh orang tua dan oleh para guru di sekolah.

Pendidikan formal. Pendidikan formal, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, diharapkan berperan besar dalam pembangunan karakter. Lembaga-lembaga pendidikan formal diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun demikian pengalaman Indonesia selama empat dekade terakhir ini menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dengan cara-cara pendidikan yang dilakukannya sekarang belum banyak berkontribusi dalam hal ini. Di atas telah diuraikan, kecenderungan lembaga pendidikan formal yang merosot hanya menjadi lembaga-lembaga pelatihan adalah salah satu sumber penyebabnya. Pelatihan memusatkan perhatian pada pengembangan keterampilan dan pengalihan pengetahuan. Sedangkan pendidikan mencakup bahkan mengutamakan pengembangan jati diri atau karakter, tidak terbatas hanya pada pengalihan pengetahuan atau mengajarkan keterampilan. Harus diakui bahwa pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, secara umum menghabiskan bagian terbesar waktunya untuk melakukan pelatihan daripada pendidikan. Kegiatan pendidikan telah teredusir menjadi kegiatan ’mengisi’ otak para siswa sebanyak-banyaknya, dan kurang perhatian pada perkembangan ’hati’ mereka. Keberhasilan seorang guru diukur dari kecepatannya ’mengisi’ otak para siswanya. Sekolah menjadi ’pabrik’ untuk menghasilkan orang-orang yang terlatih, namun belum tentu terdidik.

Namun demikian, ini tidak berarti bahwa secara praktek pendidikan sama sekali terpisah dari pelatihan. Dalam pendidikan dikembangkan juga berbagai keterampilan. Namun pengembangan keterampilan saja tidak dengan sendirinya berarti pendidikan, walaupun hal itu dilakukan pada lembaga yang secara resmi diberi nama lembaga pendidikan, seperti universitas, institut teknologi, dan yang lainnya.

Oleh karena itu, pembangunan Indonesia harus mengarah kepada kesempurnaan manusia dan harus dapat memanusiakan manusia, bukan membangun secara fisiknya saja tetapi juga harus berdampak pada kualitas manusia dan merubah peradaban manusianya maka bumi Indonesia menjadi layak sebagai tempat tinggal manusia (surga dunia), bukan tempat bagi manusia jadi-jadian.

(32)

Kita sekarang menjadi robot-robot hidup yang penuh dengan ketakutan-ketakutan yang diakibatkan oleh penemuan manusia itu sendiri, tidak mengarah kepada kedamaian dan ketenangan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh manusia yang sudah sadar. Mereka tidak tahu arah hidupnya, mereka menjadi budak-budak konsumsi dari apa yang mereka ciptakan sendiri, yang akhirnya hati mereka mati. Mereka terlalu mempertuhankan apa yang mereka ciptakan, mereka terlalu diperbudak oleh otak kiri (akalnya) mereka. Mereka tidak mempergunakan kemampuan otaknya secara sempurna, yaitu menggunakan otak kiri, otak kanan dan bawah sadar, serta kekuatan hati nurani. Karena kebimbangan serta stress yang berkepanjangan, mereka tidak dapat menemukan jati dirinya. Diri mereka selalu dihubungkan dan dilekatkan dengan dunia luar. Semua yang ada di luar dirinya menjadi melekat dan memperbudak mereka, mereka menjadi budak dan terpenjara selama-lamanya.

2.9 Penerapan Pendidikan Pancasila Pada Kehidupan Sehari-hari

Berikut ini beberapa contoh sikap positif yang sesuai dengan nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari

Sikap yang sesuai dengan sila pertama

Sila pertama pancasila berbunyi : Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ini berhubungan dengan perilaku kita sebagai umat beragama pada Tuhannya.

Contoh sikap yang mencerminkan sila tersebut:

 Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai ajaran agama yang dianut masing-masing

 Menjalankan perintah agama sesuai ajaran yang dianut masing-masing  Saling menghormati antarumat beragama

 Tidak memaksakan suatu agama pada orang lain

Sikap yang sesuai dengan sila kedua

Sila kedua pancasila berbunyi : Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sila ini berhubungan dengan perilaku kita sebagai manusia yang pada hakikatnya semuanya sama didunia ini.

Contoh sikap yang mencerminkan sila tersebut:

 Tidak membeda bedakan manusia berdasarkan suku, agama, warna kulit, tingkat ekonomi, maupun tingkat pendidikan

 Menyadari bahwa kita diciptakan sama oleh Tuhan  Membela kebenaran dan keadilan

 Menyadari bahwa kita mempunyai hak dan kewajiban yang sama  Tidak melakukan diskriminatif

Sikap yang sesuai dengan sila ketiga

(33)

Sila ini berhubungan dengan perilaku kita sebagai warga Negara Indonesia untuk bersatu membangun negeri ini.

Contoh sikap yang mencerminkan sila tersebut:  Cinta pada tanah air dan bangsa

 Menjaga nama baik bangsa dan Negara

 Tidak membangga banggakan bangsa lain dan merendahkan bangsa sendiri  Ikut serta dalam ketertiban dunia

 Menjunjung tinggi persatuan bangsa

 Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan

Sikap yang sesuai sila keempat

Sila keempat pancasila berbunyi : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Sila ini berhubungan dengan perilaku kita untuk selalu bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah.

Contoh sikap yang mencerminkan sila tersebut:

 Selalu mengedepankan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah

 Tidak memaksakan kehendak pada orang lain

 Mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara  Menghormati hasil musyawarah

 Ikut serta dalam pemilihan umum

Sikap yang sesuai sila kelima

Sila kelima pancasila berbunyi : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini berhubungan dengan perilaku kita dalam bersikap adil pada semua orang. Contoh sikap yang mencerminkan sila tersebut:

 Berusaha menolong orang lain sesuai kemampuan  Menghargai hasil karya orang lain

 Tidak mengintimidasi orang dengan hak milik kita  Menjunjung tinggi nilai kekeluargaan

(34)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas banyak kesimpulan tentang Pancasila sebagai paradigma pembangunanpendidikan, di antaranya pancasila sebagai pembentuk kepribadian yang baik. Kesadaran/moral yang tercermin dalam pancasila sangat lah universal dan dapat di terima semua golongan, karena Pancasila sangatlah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Selain itu Pancasila merupakan cikal bakal pengembangan moralyang sangat baik karena Pancasila memiliki asas-asas keadilan yang sesuai dengan hati nurani bangsaIndonesia sebagai bangsa timur yang menjunjung tinggi adat istiadat yang sangat menjunjung tinggi gotongroyong. Pendidikan yang selaras dengan Pancasila dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air yang di perlukannegeri ini, akan terciptanya hati nurani yang bersih yang akan membangun negeri ini denga kejujuransehingga dapat meminimalisir kasus yang terjadi di negeri ini. Dan dari hal tersebut maka semua masyarakatakan mendapatkan tunjangan kesejahteraan pendidikan demi memperbaiki stabilitas ekonomi orang tersebutdan negara. Pembentukan pribadi yang kontrol diri untuk mencapai kebersihan jasmani rohani yangbertumpu pada sila ke lima ”Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” sehingga tercipta keadilan merata untuk seluruh rakyat Indonesia dalam dunia Pendidikan.

3.2 Saran

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Rukiyati, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press.

http://adhitamachandra.blogspot.co.id/2012/06/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan.html

https://www.google.co.id/url?

Referensi

Dokumen terkait

Peluang usaha dari olahan biji mangga ini bisa menghasilkan profit yang sangat menguntungkan karena bahan yang digunakan adalah limbah, yang dalam perolehan bahan bakunya

Beberapa kebutuhan layanan pelanggan yang tersedia adalah (l) Komponen Akuntansi (Accaunting Component), yang memungkinkan sistem mnmpu menangani sejumlah pengguna yang

hasil peramalan pada saat beban puncak dapat dilihat bahwa, untuk data training nilai ramalannya mengikuti pola data aktual, sedangkan pada data testing nilai

Hasil analisa dari nilai better dan worst Diagram Kano diketahui atribut-atribut yang berpengaruh terhadap kenaikan kepuasan pelanggan yaitu: Ketepatan Dokter

PROFIT PENJUALAN JAMUR TIRAM PEDAGANG

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jaringan jamur yang bersifat totipotensi, mengetahui tata cara kultur jaringan jamur, mengetahui tata cara perbanyakan biakan

Pada pengujian ini dilakukan pengujian terhadap antarmuka untuk memastikan semua fungsi bekerja dengan baik dan tepat serta pengintegrasian eksternal data dapat

Menilai ketepat gunaan suatu teknologi, tentu memberikan makna atau pengertian yang berhubungan dengan masalah pembangunan (pedesaan) atau masyarakat berpenghasilan rendah.