MAKALAH TUGAS AKHIR
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan faktor kunci didalam mensukseskan mutu dan kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM) itu sendiri. Mengingat Surabaya adalah kota besar di Indonesia dengan angka kepadatan penduduk yang sangatlah besar, maka dibangunlah Universitas Ciputra didaerah perumahan Citraland Surabaya. Pertimbangan ini diambil untuk menghasilkan lulusan yang pandai, mengerti dan sukses dibidang bisnis dan enterpreneurship.
Pada dasarnya teori mengenai gempa adalah teori probabilistik, tidak ada yang bisa memprediksi kejadian tersebut, tidak ada yang tahu kapan dan dimana serta seberapa kuat gempa yang akan terjadi. Kejadian gempa di Jawa Barat dan Jakarta beberapa waktu lalu membuktikan bahwa secara teori wilayah Jawa Barat dan Jakarta merupakan daerah yang terletak di zona gempa 3 (SNI 03-2847-2002), zona gempa 3 merupakan wilayah dengan frekuensi gempa yang sedang, dan siapa yang menduga akan terjadi gempa yang dahsyat.
Pemilihan gedung Universitas Ciputra untuk dijadikan studi kasus dalam perancangan ini adalah bentuk gedung yang tidak simetris (berbentuk siku tanpa dilatasi) dan memiliki jarak antar kolom 10 m serta pada lantai atas akan direncanakan menggunakan balok pratekan karena ada ruang sebagai tempat pertemuan/seminar sehingga tidak membutuhkan kolom di tengah ruangan.
Perancangan Universitas Ciputra yang bertempat di komplek Citraland Surabaya bertingkat 8 lantai akan dimodifikasi dengan menggunakan struktur rangka pemikul momen khusus karena fungsi gedung yang penting untuk umum dan kejadian gempa yang tidak dapat diprediksikan. Sedangkan untuk balok lantai atas menggunakan beton prategang. Beton prategang merupakan salah satu teknologi struktur yang mulai dikembangkan dewasa ini untuk keperluan pembangunan gedung bertingkat.
Sistem Prategang dipilih pada perancangan ini adalah untuk kebutuhan ruang seminar/serbaguna yang tidak membutuhkan kolom ditengah-tengah ruangan sehingga ruangan seminar/serbaguna menjadi lebih
nyaman dan luas. Dibandingkan dengan pemakaian alternative balok lain seperti beton konvensional, akan menghasilkan dimensi yang lebih besar dan membutuhkan kolom ditengah bentang. Perbedaan utama antara beton bertulang dan beton pratekan pada kenyataannya adalah beton bertulang mengkombinasikan beton dan tulangan baja dengan cara menyatukan dan membiarkan keduanya bekerja bersama-sama sesuai dengan beban yang dipikul, sedangkan beton pratekan mengkombinasikan beton berkekuatan tinggi dan baja mutu tinggi dengan cara aktif. Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku yang lebih baik dari kedua bahan tersebut. Beton prategang ini dirancang untuk manahan beban gravitasi.
Perencanaan ini juga memakai peraturan SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-1726-2002 yang diharapkan dapat menghasilkan beton pratekan yang lebih efisien berdasarkan kondisi lapangan dengan memenuhi persyaratan keamanan struktur dan mampu berprilaku daktail saat terjadi gempa dengan kriteria struktur sebagai rangka pemikul momen khusus.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Perancangan struktur ini akan menyelesaikan permasalahan- permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana merancang struktur gedung yang sesuai dengan metode SRPMK ?
2. Bagaimana mendesain balok lantai atap sebagai sistem prategang ?
3. Bagaimana merencanakan pondasi yang menyalurkan beban gempa dan gravitasi ?
1.3. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk merancang struktur gedung Universitas Ciputra Surabaya menggunakan SRPMK dengan sistem prategang pada struktur atap.
Secara garis besar tujuan dari penyusunan tugas akhir dengan mengambil obyek gedung Universitas Ciputra Surabaya ini adalah untuk :
1. Menentukan struktur gedung dengan SRPMK sesuai dengan SNI 03-2847-2002.
2. Menghitung dan merencanakan balok atap sebagai balok prategang yang hanya menerima beban gravitasi saja.
3. Merencanakan pondasi yang efisien dan aman untuk menahan beban yang terjadi pada struktur.
1.4. BATASAN MASALAH
Dalam penyusunan tugas akhir ini permasalahan akan dibatasi sampai dengan batasan-batasan, antara lain :
1. Tidak memperhitungkan faktor ekonomis gedung. 2. Tidak merencanakan metode pelaksanaan.
3. Tidak menghitung anggaran biaya.
4. Dalam perancangan ini tidak memperhitungkan kesulitan pengadaan material serta pengaruh dan dampaknya terhadap lingkungan selama pelaksanaan.
5. Penyusun tidak meninjau kelayakan struktur dari segi estetika tetapi lebih mengutamakan fungsi dan kenyamanan.
6. Perancangan ini tidak termasuk memperhitungkan sistem utilitas bangunan, perencanaan pembuangan saluran air bersih dan kotor, instalasi/jaringan listrik, finishing dsb. Sistem distribusi pembebanan dalam hal ini ditetapkan sesuai dengan peraturan yang telah ada.
BAB II KONSEP DESAIN 2.1. UMUM
Suatu teori diperlukan sebagai pembahasan keseluruhan masalah yang akan timbul dalam penulisan Tugas Akhir. Pokok-pokok pedoman atau syarat dalam desain bangunan :
1. Mutu Bahan
Kuat tekan beton
( )
f'c sesuai SNI 03 – 2847 – 2002 Ps. 23.2.4.1 tidak boleh kurang dari 20 MPa. Kuat tekan 20 MPa atau lebih dipandang menjamin kualitas beton. Untuk perancangan gedung ini digunakan kuat tekan beton( )
f'c sebesar 30 Mpa dan( )
f'c = 40 MPa untuk balok pratekan karena kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan dan lokasi gedung di surabaya sehingga mutu tersebut bisa tercapai. Tegangan leleh baja( )
fydirencanakan 400 MPa untuk tulangan utama dan 320 MPa untuk sengkang.
2. Metode Perancangan
Metode perancangan untuk gedung ini menggunakan SRPMK. wilayah gempa yang dipakai adalah wilayah resiko gempa tinggi yaitu wilayah 5 dengan nilai Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar (PPEBD) atau Peak Ground Accelaration (PGA) = 0,25-0,03 g. Hal ini dilakukan karena kejadian gempa bumi tidak dapat diprediksi.
3. Pembebanan
Jenis-jenis pembebanan yang dipakai dalam perhitungan struktur antara lain:
a. Beban Mati
Beban mati terdiri dari beban sendiri struktur, berat finishing arsitektur dan berat ducting atau kabel atau pipa ME (Mechanical Elektrikal)
dimasukkan dan diperhitungkan. Referensi berat bahan diambil dari tabel 2.1 PPIUG 1989.
b. Beban Hidup
Beban hidup yang digunakan sesuai dengan peraturan Pembebanan Indonesia, berdasarkan masing-masing fungsi ruang seperti tertera dalam Tabel 3.1 PPIUG 1983.
c. Beban Gempa
Sebagai salah satu gedung yang direncanakan terletak di zona gempa tinggi yaitu zona 6, elemen struktur utama gedung dirancang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), Sesuai dengan tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung (SNI 03-1726-2002).
Dari berbagai jenis pembebanan yang dipakai dalam perencanaan struktur ini, semuanya akan dikombinasikan sehingga struktur dan komponen struktur memenuhi syarat kekuatan layak pakai, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam SNI 03-2847-2002.
2.2. SISTEM BALOK PRATEGANG
Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan benar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban eksternal sampai batas tertentu. Menurut SNI 03-2847-2002 Tendon pada beton prategang tidak boleh sama sekali memikul beban gempa, bahkan tidak dianjurkan menggunakan pada zona gempa tinggi. Tetapi jika ada gempa maka beban tersebut dipikul oleh tulangan lunak. Sedangkan menurut ACI 318-2008 pasal. 21.5.2.5 Tendon prategang diperbolehkan menerima 25% momen positif atau negatif. Maka konstruksi balok prategang ini didesain menrima gaya gravitasi dan 25% beban gempa. Dalam perencanaan balok prategang pada Gedung Universitas Ciputra, direncanakan dengan sistem pasca tarik (post tensioning) yaitu sistem pratekan dimana kabel ditarik setelah beton mengeras. Jadi tendon pratekan diangkurkan pada beton tersebut segera setelah gaya prategang diberikan.
2.4.1 Prinsip Dasar Beton Prategang
1. Sistem Prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis.
Konsep ini memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis. Beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan terlebih dahulu pada bahan tersebut. Beton tidak mampu menahan tarikan dan kuat menahan tekanan, namun beton yang getas dapat memikul tegangan tarik.
2.Sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dangan beton
Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi dari baja dan beton, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal (Lin dan Burns, 1996)
3.Sistem Prategang untuk mencapai kesetimbangan beban
Konsep ini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah batang. Pada keseluruhan desain beton prategang, pengaruh prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang mengalami lenturan tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. (Lin dan Burns, 1996)
2.4.2 Tahap Tahap Pembebanan
Pada struktur beton prategang, terdapat tahapan-tahapan pembebanan dimana sebuah komponen struktur dibebani. Berikut adalah tahapan-tahapannya :
1. Tahap Awal
Tahap dimana struktur diberi gaya prategang tetapi tidak dibebani oleh beban eksternal. Tahap ini terdiri dari :
a. Sebelum diberi gaya prategang b. Pada saat diberi gaya prategang c. Pada saat peralihan gaya prategang 2. Tahap Akhir
Merupakan tahapan dimana beban mati tambahan dan beban hidup telah bekerja pada struktur (Lin dan Burns, 1996)
2.4.3 Gaya Prategang
Gaya prategang dipengaruhi momen total yang terjadi. Gaya prategang yang disalurkan harus memenuhi kontrol batas pada saat kritis. Persamaan ini menjelaskan hubungan momen total dengan gaya prategang. (T.Y Lin, 1996)
h M
F T
65 . 0 =
Dimana MT adalah momen akibat beban mati tambahan, berat sendiri dan beban hidup dan h adalah tinggi balok. Tegangan Ijin Pada Baja dan Beton
Tegangan baja tidak boleh melampaui nilai-nilai berikut :
a. Tegangan ijin akibat gaya pengangkuran tendon yang bekerja pada kabel.
0,8fpu atau 0,94fpy (SNI 03-2847-2002 PS.20.5.1)
Diambil yang lebih kecil, tetapi tidak lebih besar dari nilai maksimum yang diusulkan oleh pembuat kabel atau angkur
b. Sesaat setelah penyaluran gaya prategang tegangan ijin tendon memiliki nilai.
0,82fpy tetapi tidak lebih besar dari 0,74fpu (SNI 03-2847-2002 Ps.20.5.2)
c. Tendon pasca tarik pada daerah angkur dan sambungan sessaat setelah penyaluran gaya prategang.
0,70fpu (SNI 03-2847-2002 Ps.20.5.3) Namun berdasarkan T.Y Lin dan Burns perumusan diatas juga berlaku untuk tendon pratarik segera setelah peralihan gaya prategang. Tegangan ijin pada beton tidak boleh melebihi nilai-nilai berikut :
a. Segera setelah peralihan gaya prategang (sebelum kehilangan), tegangan serat-serat terluar memiliki nilai sebagai berikut :
Tegangan tekan :
σ
ci =0,6f'ci (SNI 03-2847-2002 pasal 20.4.1.1)Tegangan tarik : ti fci
4 1 =
σ
(SNI03-2847-2002 pasal 20.4.1.2)
b. Pada beban kerja setelah terjadi kehilangan gaya prategang.
Tegangan tekan :
σ
cs =0,45fc' (SNI03-2847-2002 pasal 20.4.2.1)
Tegangan tarik : ' 2 1
c
ts = f
σ
(SNI03-2847-2002 pasal 20.4.2.3) 2.4.4 Kehilangan Prategang
Kehilangan pratekan adalah berkurangnya gaya prategang dalam tendon saat tertentu dibanding pada saat stressing. Reduksi gaya prategang dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu:
- Kehilangan Elastis Segera (kehilangan langsung)
prategang pada pada komponen balok prategang. Kehilangan secara langsung terdiri dari :
1. Kehilangan akibat perpendekan elastis. 2. Kehilangan akibat pengangkuran. 3. Kehilangan akibat gesekan (Woble Efek) 4. Kehilangan akibat kekangan kolom
- Kehilangan yang tergantung oleh waktu (kehilangan tidak langsung)
Hilangnya gaya awal yang ada terjadi secara bertahap dan dalam waktu yang relatif lama (tidak secara langsung seketika sat jacking), adapun macam kehilangan tidak langsung adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan akibat susut 2. Kehilangan akibat rangkak 3. Kehilangan akibat relaksasi baja 2.4.4 Momen Retak
Perhitungan kuat ultimate dari balok prategang harus memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 pasal 20.8.3 mengenai jumlah total baja tulangan non prategang dan prategang harus cukup untuk menghasilkan beban terfaktor paling sedikit 1,2 beban retak yang terjadi berdasarkan nilai modulus retak sebesar 0,7 fcsehingga didapatkan
φ
Mu ≥1,2Mcrdengan nilai ϕ = 0,8
Nilai momen retak dapat dihitung sebagai berikut (dengan asumsi tanda (+) adalah serat yang mengalami tekan) :
I
F = Gaya prategang efektif setelah kehilangan. I = Inersia Balok
e = Eksentrisitas dari c.g.c A = Luas penampang balok y = gaya netral balok fr = modulus keruntuhan
2.4.5 Kontrol Lendutan
Kemampuan layan struktur beton prategang ditinjau dari perilaku defleksi komponen tersebut. Elemen beton bertulang memiliki dimensi yang lebih langsing dibanding beton bertulang biasa sehingga
kontrol lendutan sangat diperlukan untuk memenuhi batas layan yang diisyaratkan.
a. Lendutan akibat tekanan tendon
Tekanan tendon menyebabkan balok tertekuk keatas sehingga lendutan yang terjadi berupa lendutan keatas
Dengan nilai P sebesar
2
Ec = modulus elastisitas beton (MPa) I = Inersia Balok (mm)
b. Lendutan akibat eksentrisitas tepi balok
Eksentrisitas tepi balok terhadap cgc pada letak tendon menyebabkan lendutan ke arah bawah (karena menyebabkan momen negatif)
)
Ec = modulus elastisitas beton (MPa) I = Inersia Balok (mm)
c. Lendutan akibat beban sendiri
Berat sendiri balok menyebabkan balok tertekuk kebawah sehingga lendutan yang terjadi berupa lendutan kebawah.
l = panjang efektif (mm)
Ec = modulus elastisitas beton (MPa) I = Inersia Balok (mm)
Total lendutan yang terjadi dibagimenjadi 2 pada saat awal transfer gaya prategang dan setelah terjadi kehilangan, dimana terdapat perbedaan besar nilai gaya prategang yang bekerja.
2.4.6 Kontrol Penampang
Kontrol penampang dilakukan untuk mengetahui kekuatan batas penampang rencana apakah mampu menahan momen ultimate yang terjadi. Nilai momen nominal yang terjadi bergantung desain penampang apakah menggunakan tulangan lunak terpasang atau tidak. Selain itu juga bergantung pada jenis penampang balok manakah termasuk balok bersayap atau penampang persegi. Hal ini diatur dalam SNI 03-2847-2002 pasal 20.7
BAB III
METODOLOGI
3.1. Umum
Sebelum mengerjakan Tugas Akhir, maka perlu disusun langkah – langkah pengerjan sesuai dengan uraian kegiatan yang akan dilakukan dan bagan alir yang telah dibuat.
Gambar 3.1. Sistematika Metodologi Penulisan Tugas Akhir
Gambar 3.1. Sistematika Metodologi Penulisan Tugas Akhir (Lanjutan)
3.2 Studi dan Pengumpulan Data
Mempelajari literatur atau pustaka yang berkaitan dengan perancangan diantaranya :
o Tata Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Standar Nasional Indonesia 2002
o Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, Standar Nasional Indonesia 2002
o Tata Cara Perhitungan Pembebanan untuk Bangunan Rumah dan Gedung, Standar Nasional Indonesia o Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan
Gempa, Rahmat Purwono, 2005
o Desain Struktur Beton Prategang edisi ketiga, T.Y. Lin, 2000
o Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi, 2008
BAB III
STRUKTUR SEKUNDER
Adapun data-data perancangan untuk penulangan pelat lantai:
• Dimensi pelat 5 × 4 m2 • Tebal pelat 150 mm • Tebal decking 20 mm
• Diameter tulangan rencana 12 mm • Mutu tulangan baja fy = 320 MPa
• Mutu beton fc’ = 30 MPa, β1 = 0,85
• dx = 150−20−
(
21×12)
= 124 mmdy = 150−20−12−
(
21×12)
= 112 mm Pengumpulan, pencarian datadan studi literatur
MULAI
Preliminary Desain
Struktur Sekunder
Pembebanan
Gaya Prategang Awal Perhitungan Tulangan Balok
Penetapan Tendon
Tata Letak Kabel Kehilangan Prategang Perhitungan Tulangan Kolom
Kontrol
Kontrol
Tidak
o.k
Tegangan Geser
Blok Angkur Ujung
Gambar Output Hubungan Balok Kolom
SELESAI
o.k
Tidak
Gambar 4.6 Potongan Pelat Lantai
Tulangan Lentur Pelat Lantai
qu = 1009,6 kg/m
Gambar 4.7 Ukuran pelat Lantai tipe P1
cm
Dengan menggunakan koefisien momen PBI 1971 Tabel 13.3.2 didapat persamaan momen
Gambar 4.8 Perletakan pelat lantai tipe S1
Penulangan arah x Tulangan lapangan
Mu = 500,76 kgm = 5.007.600 Nmm
Maka digunakan ρ = 0.00437 As perlu= ρ b d
Jarak tulangan ≤ 3 x tebal pelat = 3 × 150 = 450 mm Kontrol Kekuatan
0045 Tulangan Tumpuan
Mu = 1114,6 kgm = 11.146.000 Nmm
Maka digunakan ρ = 0,00437 Asperlu = ρ b d
= 0,00437 × 1000 × 124 = 541,88 mm2
Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 12.5.4 disebutkan:
Jarak tulangan ≤ 3 x tebal pelat = 3 × 150 = 450 mm Kontrol Kekuatan
0045
Gambar 4.3 Pelat Tipe P1
4.3 Tangga
Gambar 4.11 Denah Tangga lt.2-6
Direncanakan :
Lebar injakan (i) : 290 mm Tanjakan (t) : 180 mm Tebal Pelat Tangga : 140 mm Tebal Pelat Bordes : 140 mm Lebar Bordes : 1500 mm Lebar Tangga : 2900 mm Tinggi Bordes : 2000 mm
Sudut Kemiringan : Arctg
(
)
2900 2000 = 32°+4.00
+2.00
±0.00
150 290
Gambar 4.12 Potongan samping tangga
4.3.2 Analisa Struktur Tangga
Pada proses analisa struktur tangga ini, menggunakan perhitungan statis tak tentu dengan menggunakan perletakan Sendi-Rol, dimana pembebanan dan output seperti Gambar 4.14 dan Gambar 4.15
2
0
0
290 150
q = 1033,2 kg/m q = 1536,56 kg/m
A C
B
Gambar 4.14 Pembebanan dan reaksi struktur tangga
2754,1 kg
3251,73 kg
2
0
0
150 290 - x
A C
B +
1204,3 kg
-+
x
Gambar 4.15 Gaya Lintang yang terjadi di tangga
290
150
2968,8 kgm
2
0
0
3440,71 kgm
Gambar 4.16 Momen yang terjadi di Tangga
4.4 Perhitungan Balok Sekunder
Gambar 4.25 Denah pembebanan pada balok sekunder pelat lantai.
Gaya – gaya dalam yang terjadi
Gambar 4.26 Gaya dalam pada balok sekunder melintang
Momen Bentang Ujung Tumpuan
4.5.2 Penulangan Balok Sekunder
Gbr 4.29 Penampang Balok Sekunder
BAB VI
STRUKTUR UTAMA PRATEGANG 6.1 Umum
Beton prategang merupakan teknologi konstruksi beton yang mengkombinasikan beton berkekuatan tinggi dengan baja mutu tinggi secara aktif dengan cara menarik baja dan menahannya pada beton sehingga membuat beton dalam keadaan tertekan. Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku lebih baik dari kedua bahan tersebut. Baja adalah bahan yang dibuat untuk bekerja dengan kekuatan tarik yang tinggi oleh prategang sedangkan beton adalah bahan yang getas
apabila menerima gaya tarik, sehingga kemampuan manahan tarikan diperbaiki dengan memberikan tekanan dari baja yang ditarik didalam beton sementara kemampuan tekan tidak dikurangi. Sehingga kondisi optimal didapat ketika beton selalu dalam keadaan tertekan dan baja selalu dalam keadaan tarik.
Keuntungan dari balok pratekan adalah kemampuan yang sangat tinggi dalam memikul beban lentur dibandingkan dengan konstruksi beton bertulang dengan dimensi yang sama. Jadi untuk bentang yang panjang dibutuhkan dimensi lebih kecil dari beton bertulang biasa.
Dalam perancangan gedung ini dibutuhkan ruangan luas yang tidak terhalang oleh kolom sehingga balok-balok utamanya memiliki bentang 20 m. Diharapkan dengan memakai konstruksi pratekan ini akan diperoleh konstruksi yang relatif ekonomi.
Balok pratekan direncanakan dengan sistem post-tension (pasca-tarik) yaitu suatu sistem prategang dimana tendon ditarik setelah beton mengeras. Setelah beton mengeras tendon-tendon tersebut diangkurkan pada ujung beton dengan bantuan alat-alat mekanis untuk mengalihkan gaya prategang ke beton segera setelah gaya prategang dilakukan. Komponen struktur pasca-tarik dapat menggunakan sistem bonded tendon dengan cara menyelubungi tendonnya dengan air semen dan pasir halus (grouting) setelah penarikan kabel selesai dan angkur ditinggalkan selama konstruksi berdiri. Cara ini biasanya dilakukan untuk sistem cor ditempat. Selain itu manfaat dari sistem pasca tarik adalah dapat dilakukan kemungkinan pemakaian kabel melengkung atau berubah-ubah yang dapat membantu perancang untuk mengubah distribusi gaya prategang sehingga bisa mengimbangi beban luar secara efesien. Prosedur untuk mendesain balok prategang meliputi 1. Penentuan besarnya gaya prategang awal 2. Penentuan letak kabel
3. Perhitungan kehilangan gaya pratekan 4. Penentuan gaya jacking yang dibutuhkan 5. kontrol tegangan yang terjadi
6. Kontrol lendutan
7. Perhitungan kekuatan ultimate beton pratekan 8. Perhitungan gaya geser balok pratekan
wilayah gempa tinggi. Dimana peraturan ACI 318-2008 memperbolehkan tendon menerima 25% beban gempa yang menyebabkan momen negatif saja. Sedangkan 100% momen positif akibat gempa dan 75% momen negatif akibat gempa ditahan oleh tulangan lunak, sehingga beton prategang bisa digunakan pada daerah zona gempa tinggi. Pada SNI 03-2847-2002 tendon pada beton prategang tidak boleh memikul beban gempa, bahkan tidak dianjurkan menggunakan balok prategang pada daerah zona gempa tinggi. Jika terdapat beban gempa (tidak terlalu besar) maka beban gempa yang terjadi dipikul sepenuhnya oleh tulangan lunak.
6.2 Data Perancangan
Peninjauan pembebanan dalam merencanakan beton pratekan meliputi kombinasi beban mati dan beban hidup selain itu harus diperhatikan pula kombinasi beban luar dan gaya prategang yang diterima balok.
Kondisi pembebanan dibagi dalam 2 macam : 1. Kondisi pembebanan awal
Kondisi pembebanan awal adalah kondisi pembebanan pada saat gaya prategang mulai bekerja (ditransfer pada beton) dimana pada saat tersebut beban beban yang terjadi adalah berupa beban mati saja yang berasal dari berat sendiri balok dan pelat serta balok utama yang menyatu dengan balok pratekan.
2. Kondisi pembebanan akhir
Kondisi pembebanan akhir adalah kondisi dimana beban luar yaitu beban mati dan beban hidup sudah sepenuhnya bekerja dan gaya prategang sudah terjadi. Pada saat ini beban luar adalah maksimum yaitu memberikan Mmaks dan gaya pratekan adalah
minimum.
Contoh perhitungan desain balok prategang pada struktur gedung ini menggunakan balok pada story 8 As F 5-8, adapun letak balok pratekan dapat dilihat pada Gambar 6.1
6.3 Kehilangan Prategang
Gaya prategang awal yang diberikan ke elemen beton mengalami proses reduksi yang progresif, nilai reduksi yang mengurangi besarnya gaya prategang awal disebut sebagai kehilangan prategang dimana kehilangan prategang yang terjadi sesuai dengan tahapan-tahapan kondisi beban kerja. Gaya prategang yang telah
dikurangi oleh reduksi akibat kahilangan prategang disebut sebagai gaya prategang efektif. Reduksi gaya prategang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
Kehilangan Langsung
Kehilangan langsung adalah kehilangan gaya awal prategang sesaat setelah pemberian gaya prategang pada komponen balok prategang. Kehilangan secara langsung ini terdiri dari:
1. Kehilangan akibat perpendekan elastis. 2. Kehilangan akibat pengangkuran 3. Kehilangan akibat gesekan (Woble Efek) 4. Kehilangan akibat kekangan kolom
Kehilangan Tak Langsung (bergantung pada waktu) Kehilangan prategang ini disebabkan karena hilangnya gaya awal yang terjadi secara bertahap dan dalam waktu yang relatif lama (tidak saat jacking), adapun kehilangan tidak langsung adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan akibat susut 2. Kehilangan akibat rangkak 3. Kehilangan akibat relaksasi baja
Hasil perancangan balok pratekan dapat dilihat dibawah ini
POTONGAN H POTONGAN I
5-D22
POTONGAN J
Ø12-300 5-D22
Ø12-300 5-D22
Ø12-300
POTONGAN D POTONGAN E
5-D22
POTONGAN F
Ø12-300 5-D22
Ø12-300 5-D22
Ø12-300
5-D22
POTONGAN G
Ø12-300
POTONGAN D POTONGAN E
5-D22
POTONGAN F
Ø12-300 5-D22
Ø12-300 5-D22
Ø12-300
5-D22
POTONGAN G
BAB VII
PERANCANGAN STRUKTUR UTAMA NON PRATEGANG
7.1 Umum
Perancangan struktur utama dari gedung ini meliputi perancangan balok utama dan kolom sebagai elemen struktur utama non prategang. Untuk
perancangan balok prategang dibahas pada bab sebelumnya.
Struktur balok dan kolom tersebut direncanakan menerima beban gravitasi dan beban lateral berupa beban gempa. Pelat yang dipikul oleh balok dianggap membebani balok induk sebagai beban merata dan balok anak membebani balok induk sebagai beban terpusat.
Perhitungan struktur utama ini menggunakan analisa sistem rangka pemikul momen yaitu SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus), dimana sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap dan beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur dengan R = 8,5
7.2 Data Perancangan
Perancangan Gedung Universitas Ciputra Surabaya didasarkan pada data-data sebagai berikut:
o Mutu beton : 30 MPa
o Mutu baja tulangan utama : 400 MPa
o Mutu baja tulangan sengkang : 320 MPa
o Jumlah lantai : 8 lantai
o Tinggi tiap lantai : 4 m
o Tinggi bangunan : 30 m
o Dimensi kolom : 80 cm × 80 cm
o Dimensi balok induk : 40 cm × 75 cm
o Wilayah gempa : zona 5
momen kombinasi yang terjadi pada balok As F-G dengan momen terbesar tumpuan ada pada kombinasi 1.2D + 1L + RSPX di tumpuan kiri sebesar 48.571,426 kgm dan momen terbesar lapangan ada pada kombinasi 1.2D + 1.6L sebesar 29.456,42 kgm
Gambar 7.3 Diagram Momen Kombinasi pada
Balok As F-G
400 40 320
4-D22 7 -D22
40
Tumpuan
2-D16 2-D16
Ø12 - 85 Ø12 - 150
2-D16 2-D16
Lapangan 40
2 -D22
4-D22
320 40
400
Gambar 7.17 Penulangan Balok Interior dengan Tulangan Torsi
7
5
0
5
6
0
400
40
320
2Ø12-100 3-D22
6-D22
Tumpuan
4
0
1
5
0
40
2-D16
2-D16 2-D16
2-D16
40
Lapangan 2-D22
3-D22 2Ø12-200
320 40
400
Gambar 7.18 Penulangan Balok Eksterior dengan Tulangan Torsi
7.9 Perhitungan Kolom
Gambar 7.23 Diagram Interaksi Momen Nominal Kolom
Lt.1
Berdasarkan kombinasi beban diatas, cukup diberi tulangan sebanyak 1,21 % atau 20 – D 22. Seperti terlihat pada gambar 7.24, sebuah diagram interaction yang dibuat dengan program PCACOL. Prosentase kolom ini sesuai syarat SNI 03 – 2847 – 2002 Ps. 23.4.3.1 yaitu antara 1% – 6% telah dipenuhi
Gambar 7.37 (A) Detail Penulangan Kolom (B) Penampang kolom
6.10 Desain Hubungan Balok Kolom
6.10.1 Perhitungan Joint Balok – Kolom Interior SNI 03 – 2847 – 2002 Psl. 23.5. mensyaratkan bahwa tulangan transversal seperti yang dirinci dalam Psl. 23.4.4. harus dipasang pula dalam sambungan antara balok – kolom, kecuali jika sambungan tersebut dikekang oleh komponen struktural seperti yang disyaratkan dalam Ps. 23.5.2.2.
Pada sambungan hubungan balok – kolom interior yang pada keempat sisi kolom terdapat balok, harus dipasang tulangan tranversal sedikitnya separuh yang diisyaratkan oleh Psl. 23.4.4.1 dan s≤0,25 h maksimum diperbolehkan mencapai 150 mm. Dalam contoh perhitungan HBK ini memiliki lebar balok 40 cm < 34 h kolom = 34×80=60 cm. Maka sesuai Psl. 23.5.2.11 untuk kesederhanaan penditailing, dipakai Ash
ujung kolom untuk tulangan transversal HBK ini.
Gambar 7.38 adalah sambungan hubungan balok kolom tengah lantai 2. Sesuai SNI 03 – 2847 – 2002 Ps. 23.5.3 ditiap HBK perlu diperiksa kuat geser nominal yang harus lebih besar dari gaya geser yang kemungkinan terjadi.
Mu = 613,08 kN.m
Mpr(-) = 613,08 kN.m
BLKANAN As = 7 D 22 Vh = 462,7 kN
AS' = 4 D 22 Mpr(+) = 613,08 kN.m
BLKIRI
x x
Vh = 462,7 kN
Mu = 613,08 kN.m
Gambar 7.38 Analisa Geser pada Beam Column Joint Interior
Gaya geser yang mungkin terjadi pada potongan x−x
adalah
T1 + T2 – Vh. T1 dan T2 diperoleh dari tulangan tarik
balok-balok yang menyatu di HBK.
T1 (7 D 22) =As×1,25 fy = 2660,93 × 1,25 × 400 =
1330,46 kN
T2 (4 D 22) =As'×1,25 fy= 1520,53 × 1,25 × 400 =
760,26 kN
Vh gaya geser pada kolom dihitung dari Mpr kedua ujung
balok yang menyatu dengan HBK, dalam hal ini karena panjang kolom atas dan bawah sama, maka masing – masing ujung kolom memikul jumlah Mpr balok yang
sama besarnya.
kN h
M V
sehingga
kNm Mpr
Mpr M
in u h
u
7 , 462 65
, 2
08 , 613 2 2 /
08 , 613 2
08 , 613 08 , 613 2
= ×
= =
= +
= +
= + −
Dimana hin adalah panjang bersih kolom.
Dengan hasil perhitungan diatas, gaya geser di potongan
x
x− = T1+T2−Vh
x x
V − = Vuj= 1330,46 + 760,26 – 462,7 = 1628,02 kN
3868
Untuk HBK yang terkekang pada keempat sisinya berlaku kuat geser nominal :
Vc
φ φ×1,7× f'c×Aj SNI 03 – 2847 – 2002
Ps.23.5.3
= 0,75×1,7× 30×
(
800×800)
= 4469,41 kN > Vuj ....ok!!!8.3 Perhitungan Pondasi Kolom Interior
8.4.1 Perhitungan Pondasi Kolom Interior (As C-6) Dari hasil analisa Etabs didapatkan gaya dalam sebagai berikut :
Axial : P = 352.873 kg
Momen : Mx = 4779,019 kg m
My = 4740,3 kg m
Gaya Horisontal : Hx = 22260,8 kg
Hy = 31968,3 kg
Beban Nominal yang bekerja :
Berat sendiri poer : 3,6×2,4×0,80×2400 = 16588,8
Berat sloof : 0,40×0,60×10×2400 = 5760
Beban aksial kolom : = 352.873 + Σ P = 375.221.8 Kontrol kebutuhan tiang pancang :
⇒
Daya dukung pondasi kelompok menurut Converse Labarre adalah :
Efisiensi : ( ή ) = 1 -
D = diameter tiang pancang S = jarak antar tiang pancang
m = jumlah tiang pancang dalam 1 baris = 3 horisontal sebesar:
x
yi = jarak tiang yang ditinjau dalam arah y xi = jarak tiang yang ditinjau dalam arah x
Σ yi2 = jumlah kuadrat jarak tiang pancang dalam arah 76.403,72 kg
maks
P = 76.403,72 kg < Qijin= 78.750 kg
Perhitungan Poer (Pile Cap)
Pada penulangan lentur poer dianalisa sebagai balok kantilever dengan perletakan jepit pada kolom. Beban yang bekerja adalah beban terpusat dari tiang sebasar P dan berat sendiri poer sebesar q. perhitungan gaya dalam pada poer diperoleh dengan mekanika statis tertentu.
Data-data perencanaan :
• Dimensi poer ( B x L ) = 3600 x 2400 mm • Tebal poer ( t ) = 800 mm
• Diameter tulangan utama = D 19 mm • Tebal selimut beton = 70 mm • Tinggi efektif balok poer
Arah x ( dx ) = 800−70−12.19 = 720,50 mm
Penulangan arah x
Asperlu = ρ b d
= 0,0035 x 1000 x 720,50 = 2.521,75 mm2
Digunakan tulangan lentur bawah D19 – 100 mm
Aspakai =
Penulangan arah y
6
Digunakan tulangan lentur bawah D19 – 100 mm