ABSTRAK
GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU
SISWA-SISWI SMA
“
X
”
KOTA BANDUNG TERHADAP
SEKS BEBAS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
TAHUN 2014
Kristin Peraten Natalia, 2014.
Pembimbing I
: Sri Nadya Saanin, dr., M.Kes.
Pembimbing II
: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.
Fenomena seks bebas dikalangan remaja hingga saat ini menjadi topik menarik
untuk dibicarakan. Hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan pada
sebagian orang khususnya pada remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan
perilaku siswa-siswi terhadap seks bebas dan infeksi menular seksual.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan teknik
pengumpulan data secara cross sectional, dan instrument yang digunakan adalah
kuesioner.
Hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 339 responden, menunjukkan
bahwa 69% responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, 72% responden
memiliki sikap yang baik, dan 88,2% responden memiliki perilaku yang cukup.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa se
bagian besar responden SMA “X”
kota Bandung memiliki tingkat pengetahuan cukup, tingkat sikap baik, tingkat
perilaku cukup.
ABSTRACT
DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND
BEHAVIOR OF HIGH SCHOOL STUDENTS “X” OF BANDUNG
CITY AGAINST OF FREE SEX AND SEXUALLY
TRANSMITTED INFECTIONS
2014
Kristin Peraten Natalia, 2014.
First Advisor
: Sri Nadya Saanin, dr., M.Kes
Second Advisor
: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes
The phenomenon of free sex among adolescent is currently an interesting
topic to talk about. It is due to a lack of knowledge in some people especially
adolescent.
This research aim is to know the description of the knowledge, attitude, and the
behavior of student towards free sex and sexually transmitted infections.
The method used in this research is descriptive, with cross sectional data
collection and the questionnaire as analytic instrument.
Results from 339 respondents, shows that 69% of respondents has a sufficient
level of knowledge, 72% of the respondents has a good attitude, and 88,2% of
respondents had adequate behavior.
From the data above it can be noted that the most r
espondent from “X” high
school Bandung has a sufficient level of knowledge, good attitude and adequate
behavior.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ... 1
1.2
Identifikasi Masalah ... 4
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian ... 4
1.4
Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 4
1.5
Landasan Teori ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengetahuan ... 6
2.1.1.
Tingkat Pengetahuan ... 6
2.1.2.
Faktor-Faktor yang Mengetahui Pengetahuan ... 7
2.2
Sikap ... 8
2.2.1.
Komponen Pokok Sikap ... 9
2.2.2.
Tingkatan Sikap ... 9
2.2.3.
Indikator Sikap Terhadap Kesehatan ... 10
2.3
Perilaku ... 10
2.3.1.
Tingkat Perilaku ... 11
2.3.2.
Perilaku Kesehatan ... 12
2.4
Remaja ... 13
2.4.1.
Definisi Remaja ... 13
2.4.2.
Ciri-Ciri Remaja ... 15
2.5
Perilaku Seksual Remaja ... 16
2.5.1.
Faktor-Faktor Penyebab Masalah Seksualitas pada Remaja ... 18
2.5.2.
Cara Mencegah Perilaku Seksual ... 18
2.5.3.
Akibat Perilaku Seksual pada Remaja ... 19
2.5.4.
Pendidikan Seks Remaja ... 20
2.6
Infeksi Menular Seksual (IMS) ... 22
2.6.1.
Penyebab Infeksi Menular Seksual ... 24
2.6.2.
Cara Penularan Infeksi Menular Seksual ... 24
2.6.3.
Manifestasi Klinis dan Diagnosa Infeksi Menular Seksual ... 25
2.6.4.
Komplikasi Infeksi Menular Seksual ... 26
2.6.5.
Pencegahan Infeksi Menular Seksual ... 26
2.6.6.
Kesehatan Reproduksi ... 27
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1
Instrumen/Subjek Penelitian ... 31
3.1.1.
Instrumen Penelitian ... 31
3.1.2.
Subjek Penelitian ... 31
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian ... 31
3.3
Metode Penelitian ... 31
3.3.1.
Desain Penelitian ... 31
3.3.2.
Sampel Penelitian ... 32
3.3.3.
Variabel Penelitian ... 32
3.3.4.
Kriteria Pemilihan Subjek ... 32
3.4
Prosedur Kerja ... 32
3.5
Definisi Operasional ... 33
3.6
Analisis Data ... 34
3.6.1.
Identitas Responden ... 34
3.6.3.
Sikap ... 34
3.6.4.
Perilaku ... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Profil Sekolah ... 36
4.2
Pengetahuan ... 36
4.3
Sikap ... 45
4.4
Perilaku ... 55
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan ... 64
5.2
Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN ... 71
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Makna
Hubungan Seksual ... 36
Tabel 4.2 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai yang
Dimaksud dengan Hubungan Seksual Pranikah ... ...37
Tabel 4.3 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai yang
Dimaksud dengan IMS (Infeksi Menular Seksual) ... 38
Tabel 4.4 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Contoh
Penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual) ... 38
Tabel 4.5 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai
Bagaimana Cara Penularan Infeksi Menular Seksual ... 39
Tabel 4.6 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Pencegahan
IMS (Infeksi Menular Seksual) ... 40
Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Apakah yang
Terjadi Apabila IMS Tidak Ditangani/Diobati dengan Benar ... 41
Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Risiko
Seseorang Menderita IMS dapat Dikurangi dengan ... 42
Tabel 4.9 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Definisi
tidak Perawan ... 43
Tabel 4.10 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Makna
Kehilangan Keperawanan ... 44
Tabel 4.11 Distribusi Pengetahuan Responden ... 44
Tabel 4.12 Distribusi Sikap Responden Mengenai Berpacaran Identik
dengan Perilaku Seksual ... 45
Tabel 4.13 Distribusi Sikap Responden Mengenai Melakukan
Hubungan Seksual adalah Bukti Cinta Seseorang
Tabel 4.14 Distribusi Sikap Responden Mengenai Kurangnya
Informasi yang Tepat tentang Kesehatan Reproduksi
dan Seksualitas dapat Menimbulkan Kejadian
Hubungan Seksual Pranikah ... 47
Tabel 4.15 Distribusi Sikap Responden Mengenai Memperkenalkan
Alat Kontrasepsi pada Remaja berarti Mengizinkan
Free Seks ... 48
Tabel 4.16 Distribusi Sikap Responden Mengenai Aborsi Lebih
Baik daripada Menanggung Malu karena Hamil Pranikah ... 49
Tabel 4.17 Distribusi Sikap Responden Mengenai Seseorang yang
Menderita IMS Pasti adalah Seseorang Pemakai Narkoba
Suntik ataupun Seseorang Homoseksual ... 50
Tabel 4.18 Distribusi Sikap Responden Mengenai Tayangan TV
atau Media lainnya Cukup Berperan dalam Meningkatkan
Jumlah Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual
Sebelum Menikah ... 51
Tabel 4.19 Distribusi Sikap Responden Mengenai Kurikulum
di Sekolah Sudah Cukup untuk Memberikan Pengetahuan
tentang Kesehatan Reproduksi ... 52
Tabel 4.20 Distribusi Sikap Responden Mengenai Penyimpangan
Seksual dapat Dihindari dengan Memberikan
Pendidikan Seks ... 53
Tabel 4.21 Distribusi Sikap Responden Mengenai Penyuluhan
Tentang Kesehatan Reproduksi dan Masalah
Seksualitas Perlu Dilakukan di Sekolah-Sekolah ... 54
Tabel 4.22 Distribusi Sikap Responden ... 54
Tabel 4.23 Distribusi Perilaku Responden Mengenai Apakah
Pernah Melakukan Hubungan Seksual ... 55
Tabel 4.24 Distribusi Perilaku Responden Mengenai Pada
Tabel 4.25 Distribusi Perilaku Responden Mengenai Perasaan
Setelah Melakukan Hubungan Seksual ... 57
Tabel 4.26 Distribusi Perilaku Responden Mengenai Apakah
Ketika Melakukan Hubungan Seksual Memakai
Alat Kontrasepsi ... 58
Tabel 4.27 Distribusi Perilaku Responden Mengenai Apakah
Pernah Terkena Penyakit Menular Seksual ... 59
Tabel 4.28 Distribusi Perilaku Responden Mengenai Apakah
Pernah Memeriksakan Diri ke Dokter Berkaitan
dengan Infeksi Menular Seksual ... 60
Tabel 4.29 Distribusi Perilaku Responden Mengenai Apa
Alasan Tidak Melakukan Pemeriksaan ... 60
Tabel 4.30 Distribusi Perilaku Responden Mengenai
Pencegahan Untuk Melakukan Seks Bebas ... 61
Tabel 4.31 Distribusi Perilaku Responden Mengenai Pernahkah
Mendapatkan Penyuluhan Tentang Masalah Seksualitas ... 62
Tabel 4.32 Distribusi Perilaku Responden Mengenai
DAFTAR LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik,
mental, dan psikososial (Sarwono, 2007). Di Indonesia batasan usia remaja adalah
15-24 tahun (YKB, 1993; Utomo, 1997; LD-FEUI, 1999; Situmorang, 2001).
Adanya perubahan-perubahan yang menjadi ciri khas remaja ini menimbulkan
berbagai masalah yang kompleks (Killingstone dan Cornellis, 2008).
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Remaja mempunyai rasa
keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung
berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan
matang, dan rasa ingin tahu tersebut dihadapkan pada ketersediaan sarana di
sekitarnya yang dapat memenuhi keingintahuannya. Sikap meniru pada kalangan
remaja merupakan suatu bentuk dari masa pubertas yang dialami oleh keadaan
jiwa yang masih labil. Dalam pergaulan remaja modern, remaja berusaha
mendapatkan keinginannya untuk merasakan seluruh tawaran dunia
seperti
pergaulan bebas maupun masalah seks
dan mereka biasa mendapatkannya dengan
mudah (Depkes RI, 2012).
Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik menarik yang selalu
dibicarakan. Hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan pada sebagian
besar orang khususnya pada remaja dan dewasa muda. Informasi mengenai
seksual biasanya diberikan oleh ibu kepada putrinya ketika gadis itu mencapai
menarche, tapi setelah itu tidak ada diskusi dalam keluarga mengenai seks. Untuk
2
tentang masalah seksualitas ini tidak dapat dipisahkan dari kenyataan bahwa
masih tabunya memberikan pengetahuan tentang seksual oleh orang tua kepada
anak-anaknya. Sebagian besar orang tua merasa tidak mampu untuk berbicara
dengan anak-anak mereka tentang isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi (Iskandar, 1995; Utomo, 1997).
Menurut Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB
2009:1) jumlah remaja umur 10-19 tahun di Indonesia terdapat 43 juta atau
19,61% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta. Sekitar 1 juta remaja
pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) menyatakan secara terbuka bahwa
pernah melakukan hubungan seksual. Dari hasil survei Kesehatan Reproduksi
Remaja, remaja Indonesia pertama kali pacaran pada usia 12 tahun. Perilaku
pacaran remaja juga semakin permisif yakni sebanyak 92% remaja berpegangan
tangan saat pacaran, 82% berciuman, 63% rabaan petting
.
Perilaku-perilaku
tersebut kemudian memicu remaja melakukan hubungan seksual (KPAI, 2012).
Menurut data BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional)
tahun 2008, diketahui bahwa di Indonesia 63% remaja sudah pernah melakukan
kontak seksual dengan lawan jenisnya dan 21% pernah melakukan aborsi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyebutkan bahwa sebanyak
32% remaja usia 14-18 tahun di Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah
berhubungan seks. Salah satu pemicunya muatan pornografi yang diakses via
internet (Muhibbudin, 2007).
3
Menurut WHO (2007) jumlah penderita HIV/AIDS di dunia ada sebanyak
33.300.000 dan di Asia ada sebanyak 4.900.000. Di Indonesia menurut perkiraan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2002
penderita HIV/AIDS ada sebanyak 110.000 dan pada tahun 2006 naik menjadi
193.000 dan pada tahun 2007-2008 jumlah kasus ini ditafsirkan menjadi 270.000
orang. Kasus-kasus tentang HIV/AIDS menunjukkan bahwa di Indonesia
anak-anak muda berusia 20-29 tahun adalah kelompok terbesar dilaporkan HIV positif
(DepKes, 2002).
Menurut statistik kasus HIV/AIDS yang dikeluarkan oleh Ditjen PPM dan PL
Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013, prevalensi HIV/AIDS di Indonesia
secara kumulatif sejak 1 April 1987 hingga 31 Maret 2013, yaitu jumlah HIV
sebesar 103.759 kasus dengan AIDS 43.347 kasus dan diakhiri dengan kematian
akibat HIV/AIDS sebesar 8.288 kasus. Dengan kasus HIV/AIDS yang disebabkan
oleh perilaku seksual sebesar 26.929 kasus. Jumlah yang terjadi pada golongan
umur 15-19 tahun sebesar 1.412 kasus dan golongan umur 20-29 tahun sebesar
15.213 kasus. Kecenderungan kian meningkatnya penyebaran ini disebabkan
perilaku seksual yang bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual
diluar nikah yang cukup tinggi. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual
adalah usia remaja, tetapi ada juga bayi yang tertular dari ibunya (Lestari, 2008).
Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian ini untuk mendapatkan
bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja terhadap seks bebas
dan IMS agar dapat diketahui apakah diperlukan tambahan pendidikan kesehatan
reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat peningkatan insidens IMS dan
dampak dari seks bebas di kalangan remaja dewasa ini.
1.2
Identifikasi Masalah
Masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah bahwa penulis
ingin mengetahui:
4
2.
Bagaimana gambaran sikap siswa-siswi kelas XII
SMA „X‟ kota
Bandung
terhadap seks bebas dan infeksi menular seksual pada tahun 2014.
3.
Bagaimana gambaran perilaku siswa-siswi kelas XII
SMA „X‟ kota Bandung
terhadap seks bebas dan infeksi menular seksual pada tahun 2014.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa-
siswi SMA “X”
kota Bandung terhadap seks bebas dan infeksi menular seksual.
1.4
Manfaat Karya Tulis Ilmiah
Akademis
a
Menambah wawasan tentang pengetahuan, sikap, perilaku remaja dan
dampak dari bahaya seks bebas.
b
Dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Praktis
a
Mengetahui bagaimana upaya-upaya penanggulangan permasalahan dari
perilaku seks bebas.
1.5
Landasan Teori
5
64
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Hasil penelitian gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa-siswi kelas
XII SMA “X” kota Bandung didapatkan:
1.
Tingkat pengetahuan terhadap seks bebas dan Infeksi Menular Seksual
sebagian besar cukup, yaitu sebesar 69%.
2.
Sikap terhadap seks bebas dan Infeksi Menular Seksual sebagian besar
baik, yaitu sebesar 72%.
3.
Perilaku terhadap seks bebas dan Infeksi Menular Seksual sebagian besar
cukup, yaitu sebesar 88,2%.
5.2
Saran
1.
Dilakukan tindakan seperti edukasi, konseling, penyuluhan, dan
tindakan-tindakan lain yang di berikan oleh pihak yang lebih paham dan
bertanggungjawab seperti dokter, polisi, dan lain-lain, untuk meningkatkan
dan memperbaiki persepsi masyarakat khususnya guru, orang tua dan
siswa-siswi terhadap masalah seksualitas.
2.
Semua pihak terutama orang tua dan guru diberikan pemahaman tentang
masalah seksual dan kesehatan reproduksi sehingga dapat memberikan
pendidikan tentang masalah seksual dan kesehatan reproduksi yang lebih
baik.
3.
Pendidikan agama secara formal dapat ditingkatkan.
4.
Menambah kegiatan positif di luar jam sekolah misalnya, kegiatan
77
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Kristin Peraten Natalia
NRP
: 0910168
Agama
: Kristen
Tempat/tanggal lahir
: Kabanjahe, 28 Desember 1990
Riwayat pendidikan
:
1996
–
1997
TK Sint Xaverius Kabanjahe
1997
–
2003
SD Sint Xaverius 1 Kabanjahe
2003
–
2006
SMP Negeri 1 Kabanjahe
2006
–
2009
SMA Santo Thomas 2 Medan
GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA-SISWI SMA
“
X
”
KOTA BANDUNG TERHADAP
SEKS BEBAS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
TAHUN 2014
DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR OF HIGH
SCHOOL STUDENTS “X” OF BANDUNG CITY AGAINST OF FREE SEX AND
SEXUALLY TRANSMITTED INFECTIONS
2014
Sri Nadya
1, Sri Utami
2, Kristin P Natalia
31
Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen
Maranatha,
2
Bagian Biologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Kristen Maranatha
3
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen
Maranatha
Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164
Indonesia
ABSTRAK
Fenomena seks bebas dikalangan remaja hingga saat ini menjadi topik menarik untuk dibicarakan. Hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan pada sebagian orang khususnya pada remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa-siswi terhadap seks bebas dan infeksi menular seksual.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan teknik pengumpulan data secara cross sectional, dan instrument yang digunakan adalah kuesioner.
Hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 339 responden, menunjukkan bahwa 69% responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, 72% responden memiliki sikap yang baik, dan 88,2% responden memiliki perilaku yang cukup.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden SMA “X” kota Bandung memiliki tingkat pengetahuan cukup, tingkat sikap baik, tingkat perilaku cukup.
ABSTRACT
The phenomenon of free sex among adolescent is currently an interesting topic to talk about. It is due to a lack of knowledge in some people especially adolescent.
This research aim is to know the description of the knowledge, attitude, and the behavior of student towards free sex and sexually transmitted infections.
The method used in this research is descriptive, with cross sectional data collection and the questionnaire as analytic instrument.
Results from 339 respondents, shows that 69% of respondents has a sufficient level of knowledge, 72% of the respondents has a good attitude, and 88,2% of respondents had adequate behavior.
From the data above it can be noted that the most respondent from “X” high school Bandung has a sufficient level of knowledge, good attitude and adequate behavior.
Keywords: Knowledge, Behavior, Free sex, Adolescent, Sexual Transmitted Infections.
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada
masa ini terjadi perubahan dan
perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial1.
Masa remaja merupakan periode
terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan matang, dan rasa ingin tahu tersebut dihadapkan pada ketersediaan sarana di sekitarnya yang dapat memenuhi keingintahuannya. Sikap meniru pada kalangan remaja merupakan suatu bentuk dari masa pubertas yang dialami oleh keadaan jiwa yang masih labil. Dalam pergaulan remaja modern, remaja berusaha
mendapatkan keinginannya untuk
merasakan seluruh tawaran dunia seperti pergaulan bebas maupun masalah seks dan mereka biasa mendapatkannya dengan mudah2.
Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik menarik yang selalu dibicarakan. Hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan pada sebagian besar orang khususnya pada remaja dan dewasa muda. Informasi mengenai seksual biasanya
diberikan oleh ibu kepada putrinya ketika gadis itu mencapai menarche, tapi setelah itu tidak ada diskusi dalam keluarga mengenai seks. Untuk anak laki-laki, pengetahuan tentang seks sebagian besar diperoleh dari sumber-sumber informasi misalnya dari internet. Remaja akan dengan mudah menirukan apa yang mereka lihat, dan mengaplikasikannya di kehidupan
sehari-hari tanpa adanya bimbingan dan
komunikasi dari orang tua. Kurangnya pengetahuan tentang masalah seksualitas ini tidak dapat dipisahkan dari kenyataan bahwa masih tabunya memberikan pengetahuan tentang seksual oleh orang tua kepada anak-anaknya. Sebagian besar orang tua merasa tidak mampu untuk berbicara dengan anak-anak mereka tentang isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi3,4.
Menurut Badan Pemberdayaan
berciuman, 63% rabaan petting. Perilaku-perilaku tersebut kemudian memicu remaja melakukan hubungan seksual5 .
Menurut data BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) tahun 2008, diketahui bahwa di Indonesia 63% remaja sudah pernah melakukan kontak seksual dengan lawan jenisnya dan 21% pernah melakukan aborsi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyebutkan bahwa sebanyak 32% remaja usia 14-18 tahun di Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah berhubungan seks. Salah satu pemicunya muatan pornografi
yang diakses via internet. Makin
meningkatnya perilaku seks bebas ini tidak terlepas dari pengaruh era globalisasi. Pengaruh buruk, infeksi menular seksual, tingginya kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi sering kali menjadi akibat umum dari pergaulan bebas. Dampak-dampak negatif dari seks bebas ini yang paling meresahkan masyarakat salah satunya adalah penyakit menular seksual. Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis6.
Menurut WHO (2007) jumlah penderita HIV/AIDS di dunia ada sebanyak 33.300.000 dan di Asia ada sebanyak 4.900.000. Di Indonesia menurut perkiraan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2002 penderita HIV/AIDS ada sebanyak 110.000 dan pada tahun 2006 naik menjadi 193.000 dan pada tahun 2007-2008 jumlah kasus ini ditafsirkan menjadi 270.000 orang. Kasus-kasus tentang HIV/AIDS menunjukkan bahwa di Indonesia anak-anak muda berusia 20-29 tahun adalah kelompok terbesar dilaporkan HIV positif 2.
Menurut statistik kasus HIV/AIDS yang dikeluarkan oleh Ditjen PPM dan PL Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013, prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif sejak 1 April 1987 hingga 31 Maret 2013, yaitu jumlah HIV sebesar 103.759 kasus dengan AIDS 43.347 kasus dan diakhiri dengan kematian akibat HIV/AIDS sebesar 8.288 kasus. Dengan kasus HIV/AIDS yang
disebabkan oleh perilaku seksual sebesar 26.929 kasus. Jumlah yang terjadi pada golongan umur 15-19 tahun sebesar 1.412 kasus dan golongan umur 20-29 tahun sebesar 15.213 kasus. Kecenderungan kian meningkatnya penyebaran ini disebabkan perilaku seksual yang bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual diluar nikah yang cukup tinggi. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual adalah usia remaja, tetapi ada juga bayi yang tertular dari ibunya7.
Oleh karena itu, peneliti tertarik
melakukan penelitian ini untuk
mendapatkan bagaimana gambaran
pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja terhadap seks bebas dan IMS agar dapat diketahui apakah diperlukan tambahan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat peningkatan insidens IMS dan dampak dari seks bebas di kalangan remaja dewasa ini.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan metode pengumpulan data secara cross sectional. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik pengambilan whole sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer, yang dilakukan secara wawancara langsung kepada responden menggunakan kuisioner.
Pada penelitian ini yang menjadi Subjek penelitian merupakan siswa-siswi kelas XII SMA “X” kota Bandung berjumlah 339 responden, dengan variabel penelitian terdiri dari dependen yang merupakan perilaku, dan variabel independen yang merupakan pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap perilaku seksual.
Tempat penelitian ini dilakukan di SMA ”X” kota Bandung, dari bulan April 2014 sampai Desember 2014.
PROSEDUR PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan dengan
merumuskan Pertanyaan penelitian,
kemudian mengajukan surat permohonan
izin penelitian kepada SMA “X” untuk
melakukan penelitian di sekolah tersebut.
pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang perilaku seksual. Menjelaskan jenis dan tujuan penelitian kepada responden. Responden diminta melengkapi kuesioner, kuesioner dikumpulkan, dan melakukan pengolahan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Sekolah
Penelitian telah dilakukan di SMA “X” kota Bandung dengan subjek penelitian siswa-siswi kelas XII yang berjumlah 339 responden.
4.2
Pengetahuan
4.2.1 Diatribusi pengetahuan responden
terhadap makna hubungan seksual
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab melakukan hubungan intim merupakan salah satu makna dari hubungan seksual, yaitu sebayak 317 orang (93,51%). Sedangkan 10 orang (2,95%) responden menjawab berciuman merupakan hubungan seksual, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Distribusi Pengetahuan Responden
terhadap Makna Hubungan
Seksual
4.2.2 Distribusi pengetahuan responden terhadap maksud dari hubungan seksual pranikah
Berdasarkan hasil yang didapat, sebayak 281 responden (83%) menjawab bahwa hubungan seksual pranikah merupakan tindakan yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita
yang telah mencapai tahap hubungan intim tanpa ikatan perkawinan, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi Pengetahuan Responden
terhadap Hubungan Seksual
Pranikah
Perilaku seks pranikah pada remaja adalah
segala tingkah laku remaja yang didorong
oleh hasrat baik dengan lawan jenis
maupun sesama jenis yang dilakukan
sebelum adanya hubungan resmi sebagai
suami istri
8.
4.2.3 Distribusi pengetahuan responden mengenai yang dimaksud dengan IMS (Infeksi Menular Seksual)
Dari hasil penelitian, sebanyak 278 responden (82%) mengetahui bahwa Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit yang ditularkan/menular melalui hubungan seksual, hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Jawaban Jumlah (orang) Persentase Berpegangan tangan Melakukan hubungan intim Berciuman Total 12 317 10 339 3,54% 93,51% 2,95% 100%
Jawaban Jumlah
(orang)
Persentase
Tindakan yang dilakukan seseorang untuk memuaskan nafsunya baik dengan lawan jenis maupun sesama jenisnya
Tindakan yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai tahap hubungan intim tanpa ikatan perkawinan
Tabel 4.3 Distribusi Pengetahuan Responden mengenai yang Dimaksud dengan IMS (Infeksi Menular Seksual)
Jawaban Jumlah
(orang)
Persentase
Penyakit yang diderita akibat ganti-ganti pasangan
Penyakit yang
ditularkan/menular melalui hubungan seksual
Penyakit yang bisa menular, dengan atau tanpa hubungan seksual Total 51 278 10 339 15% 82% 3% 100%
Penyakit menular seksual adalah bagian dari infeksi saluran reproduksi (ISR) yang disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus, dan parasit yang masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui hubungan seksual9.
4.2.4 Distribusi pengetahuan responden mengenai contoh penyakit Infeksi Menular Seksual
Hasil penelitian didapatkan bahwa, mayoritas responden mengetahui HIV/AIDS merupakan salah satu contoh penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual). Sedangkan sekitar
7 orang (2%) menjawab Influenza
merupakan contoh penyakit Infeksi Menular Seksual, hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.4 Distribusi Pengetahuan Responden mengenai Contoh Penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual)
Jawaban Jumlah (orang) Persentase TBC Influenza HIV/AIDS Total 21 7 311 339 6% 2% 92% 100%
Menurut statistik kasus HIV/AIDS yang dikeluarkan oleh Ditjen PPM dan PL Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013, prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif sejak 1 April 1987 hingga 31 Maret
2013, yaitu jumlah HIV sebesar 103.759 kasus dengan AIDS 43.347 kasus dan diakhiri dengan kematian akibat HIV/AIDS sebesar 8.288 kasus. Dengan kasus HIV/AIDS yang disebabkan oleh perilaku seksual sebesar 26.929 kasus. Dan jumlah yang terjadi pada golongan umur 15-19 tahun sebesar 1.412 kasus dan golongan umur 20-29 tahun sebesar 15.213 kasus.
4.2.5 Diatribusi pengetahuan responden mengenai bagaimana cara penularan Infeksi Menular Seksual
Dari hasil yang didapat, mayoritas
responden (93%) menjawab bahwa
hubungan seksual merupakan salah satu dari cara penularan IMS, dan berciuman merupakan jawaban paling sedikit dari responden yaitu sekitar (1%). Sebagian besar siswa-siswi telah mengetahui cara penularan IMS, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.5 Distribusi Pengetahuan Responden mengenai Cara Penularan Infeksi Menular Seksual
Jawaban Jumlah (orang) Persentase Hubungan seksual berciuman jarum suntik Total 315 3 21 339 93% 1% 6% 100%
4.2.6 Distribusi pengetahuan responden mengenai pencegahan IMS (Infeksi Menular Seksual)
Tabel 4.6 Distribusi Pengetahuan Responden
mengenai Pencegahan IMS
(Infeksi Menular Seksual)
Jawaban Jumlah
(orang) Persentase Abstinensia (menunda kegiatan seksual) Membersihkan alat kelamin sebelum berhubungan seksual
Memakan obat sebelum melakukan hubungan seksual Total 243 78 18 339 72% 23% 5% 100%
Langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual adalah menghindari kontak langsung dengan cara sebagai berikut:
a Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia),
b Menghindari bergonta-ganti
pasangan seksual,
c Memakai kondom dengan benar dan konsisten10.
4.2.7 Distribusi pengetahuan responden mengenai apakah yang terjadi apabila IMS tidak ditangani/diobati dengan benar Dari hasi penelitian, sebanyak 164 orang
(48%) responden menjawab bahwa
kemandulan merupakan dampak yang terjadi akibat IMS yang tidak ditangani/diobati dengan benar, hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden mengenai Apakah yang Terjadi
Apabila IMS Tidak
Ditangani/Diobati dengan Benar
Jawaban Jumlah (orang) Persentase Kehamilan Kemandulan Kecacatan fisik Total 23 164 152 339 7% 48% 45% 100%
Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan, merusak penglihatan, otak dan hati, menyebabkan kanker leher rahim, menular pada bayi, rentan terhadap HIV, dan beberapa infeksi menular seksual dapat menyebabkan kematian11.
4.2.8 Distribusi pengetahuan responden mengenai risiko seseorang menderita IMS dapat dikurangi dengan
Dari hasil penelitian, sebagian besar responden mengetahui bahwa mempunyai pasangan seksual tunggal dapat mengurangi risiko seseorang menderita IMS, dan 4,7%
menjawab bahwa dengan melakukan
hubungan seksual ditempat bersih dapat mengurangi risiko seseorang terkena IMS, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan
Responden mengenai IMS dapat Dikurangi dengan
Jawaban Jumlah
(orang)
Presentase
Memakan obat sebelum melakukan hubungan seksual
Melakukan hubungan seksual d itempat bersih
Mempunyai pasangan seksual tunggal Total 43 16 280 339 12,7% 4,7% 82,6% 100%
IMS adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual dan akan lebih berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan beganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral, maupun anal12.
4.2.9 Distribusi pengetahuan responden mengenai definisi tidak perawan
Tabel 4.9 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Tidak Perawan
Jawaban Jumlah (orang) Persentase Sudah melakukan hubungan seksual Sudah menikah masturbasi Total 316 12 11 339 93% 4% 3% 100%
Istilah keperawanan digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak pernah berhubungan seksual. Keberadaan hymen yang utuh seringkali dijadikan bukti fisik dari keperawanan. Masyarakat di negara berkembang dengan pengetahuan seksual yang rendah, keyakinan akan keperawanan ditandai dengan keluarnya darah pada saat malam pertama. Hymen dapat terkoyak bila tubuh diregangkan secara berlebihan, contohnya saat melakukan kegiatan fisik (olahraga), dan ketika memasukkan tampon saat menstruasi atau melalui masturbasi, sehingga hymen yang sudah menjadi patokan, tidak dapat menentukan remaja sudah pernah melakukan hubungan seksual atau berhubungan badan. Singkatnya perempuan yang hymen-nya sudah robek tidak selalu berarti pernah melakukan
hubungan seksual dan sudah tidak
perawan13.
4.3.0 Distribusi pengetahuan responden mengenai makna kehilangan keperawanan
Dari hasil penelitian, sebanyak 257 responden (76%) berpendapat kehilangan keperawanan merupakan kehilangan masa depan. Sebanyak 16 responden (5%) menjawab mengikuti tren, seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.10 Distribusi Pengetahuan
Responden mengenai
Makna Kehilangan
Keperawanan
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Tidak berpengaruh, hanya simbol saja
Kehilangan masa depan Mengikuti tren Total 66 257 16 339 19% 76% 5% 100%
Tuntutan terhadap keperawanan ini tentu sangat memojokkan perempuan. Seolah hanya perempuan yang dituntut menjaga kesuciannya karena adanya stigma timpang di masyarakat. Perempuan yang tak perawan adalah perempuan murahan, tidak berharga lagi. Akibatnya, banyak perempuan yang direnggut keperawanannya khawatir akan masa depan (takut tak ada yang bersedia menikahi atau bakal diremehkan suami kelak). Sebagian berpendapat bahwa mempertahankan keperawanan berada pada posisi inferior konservatif dan tradisional, sedangkan bila berani melepas keperawanan, dengan eksperimen dan pengalaman seksnya, berarti mengikuti perkembangan zaman.
Tabel 4.11 Distribusi Pengetahuan Responden
4.3 Sikap
4.3.1 Distribusi sikap responden mengenai berpacaran identik dengan perilaku seksual
Berdasarkan hasil penelitian, 166 responden (49%) tidak setuju bahwa berpacaran identik dengan perilaku seksual. Sebanyak 8 responden (2%) berpendapat sangat setuju, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.12 Distribusi Sikap Responden mengenai Berpacaran Identik dengan Perilaku Seksual
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
Tidak setuju Setuju Sangat setuju Total 124 166 41 8 339 37% 49% 12% 2% 100%
4.3.2 Distribusi sikap responden mengenai melakukan hubungan seksual adalah bukti cinta seseorang kepada lawan jenis/pacarnya
Dari hasil penelitian, 221 responden (65%) sangat tidak setuju dengan melakukan hubungan seksual adalah bukti cinta seseorang kepada lawan jenis/pacarnya. Sebanyak 3 responden (1%) sangat setuju dengan hal tersebut, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.13 Distribusi Sikap Responden
mengenai Melakukan
Hubungan Seksual adalah Bukti Cinta Seseorang Kepada Lawan Jenis/Pacarnya
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
Tidak setuju Setuju Sangat setuju Total 221 106 9 3 339 65% 31% 3% 1% 100%
Hubungan seks di luar pernikahan, dari sisi norma, agama, dan hukum hal ini tentunya tidak dibenarkan. Akan tetapi, banyak remaja tidak peduli asalkan mereka mendapatkan kenikmatan dari hubungan singkat tersebut. Hal tersebut dikarenakan banyak pasangan remaja yang ingin membuktikan rasa cinta mereka terhadap pasangan melalui hubungan seks.
Remaja dalam perkembangannya
memerlukan lingkungan yang adaptif untuk
membantu dalam pertumbuhan dan
perkembangan fisik maupun dalam
pencarian jati dirinya. Ada kesan pada remaja jika seks itu menyenangkan, salah satu bentuk pengungkapan rasa cinta kepada
pasangannya sehingga tidak perlu
ditakutkan. Hal tersebut dapat terjadi karena mendapatkan informasi yang salah mengenai seks yang berasal dari media internet maupun dari teman-temannya, sehingga akhirnya mereka mengadopsi begitu saja
norma-norma yang belum pasti
kebenarannya.
4.3.3
Distribusi
sikap respondenmengenai kurangnya informasi yang tepat tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dapat menimbulkan kejadian hubungan seksual pranikah
Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 217 responden (64%) setuju bahwa kurangnya informasi yang tepat tentang kesehatan
reproduksi dan seksualitas dapat
Tabel 4.14 Distribusi Sikap Responden mengenai Kurangnya Informasi yang Tepat tentang Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas dapat Menimbulkan Kejadian Hubungan Seksual Pranikah
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
Tidak setuju Setuju Sangat setuju Total 7 30 217 85 339 2% 9% 64% 25% 100%
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang
bertanggung jawab mengenai proses
reproduksi14.
4.3.4 Distribusi sikap responden mengenai memperkenalkan alat kontrasepsi pada remaja berarti mengizinkan free seks
Dari hasil penelitian, sebanyak 147 responden (43%) sangat tidak setuju bahwa dengan memperkenalkan alat kontrasepsi pada remaja berarti mengizinkan free seks, sedangkan sebanyak 18 responden (5%) sangat setuju, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.15 Distribusi Sikap Responden mengenai Memperkenalkan Alat Kontrasepsi pada Remaja berarti Mengizinkan Free Seks
Kondom memang seperti pisau, di tangan yang tepat seperti pada pasangan suami istri sangat berguna untuk melindungi diri dan keluarga dalam merencanakan kehamilan. Akan tetapi di sisi lain, kondom berpotensi memunculkan seks bebas bagi orang yang senang bermain dengan banyak orang. Jadi
tergantung setiap individu dalam
memanfaatkan penggunaan kondo15.
4.3.5 Distribusi sikap responden mengenai aborsi lebih baik dari pada menanggung malu karena hamil pranikah
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 225 responden (66,4%) sangat tidak setuju mengenai aborsi lebih baik daripada menanggung malu karena hamil pranikah, sedangkan 5 responden (1,5%) sangat setuju mengenai hal tersebut, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.16 Distribusi Sikap Responden mengenai Aborsi Lebih Baik daripada Menanggung Malu karena Hamil Pranikah
Berdasarkan data yang dikeluarkan BKKBN, diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa. Namun data ini bisa dipastikan bukan merupakan data yang valid, dikarenakan adanya tindakan aborsi bersifat ilegal yang tidak tercantum dalam data pemerintah. Menurut Moore et al. (1999) salah satu faktor yang mendukung remaja memilih aborsi adalah karena tidak mau menjadi orangtua tunggal (single parenthood). Faktor lain yang sangat penting adalah latar belakang sosial ekonomi tinggi, takut dikeluarkan dari sekolah karena keinginan melanjutkan studi, rasa takut karena belum dewasa, belum siap berumah tangga, tidak berani keluar rumah
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
Tidak setuju Setuju Sangat setuju Total 147 134 40 18 339 43% 40% 12% 5% 100%
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
karena malu dengan masyarakat sekitar, cita-cita tidak tercapai, dan masa depan suram (Suesti 2011).
4.3.6 Distribusi sikap responden mengenai seseorang yang menderita IMS pasti adalah seseorang pemakai narkoba sintik ataupun seseorang homoseksual
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 146 responden (43,07%) menjawab tidak setuju mengenai seseorang yang menderita IMS pasti adalah seseorang pemakai narkoba suntik ataupun seseorang homoseksual, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.17 Distribusi Sikap Responden mengenai Seseorang yang Menderita IMS Pasti adalah Seseorang Pemakai Narkoba Suntik ataupun Seseorang Homoseksual
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
Tidak setuju Setuju Sangat setuju Total 24 146 144 25 339 7,08% 43,07% 42,48% 7,37% 100%
Pertumbuhan epidemi HIV-AIDS di Indonesia sebagian besar adalah kaum laki-laki yaitu mencapai 66,8% selanjutnya wanita 32,9%. Sumbangan terbesar melalui dua modus penularan: (1) penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun, (2) hubungan seksual tidak aman terutama di kalangan pekerja seks dan pelanggan dan waria serta kelompok lelaki seks dengan lelaki (LSL). Namun demikian jika tidak dilakukan intervensi yang intensif, bukan tidak mungkin modus penularan lain akan terus meningkat, seperti penularan prenatal (KPA, 2011).
4.3.7 Distribusi sikap responden mengenai tayangan TV atau media lainnya cukup berperan dalam meningkatkan jumlah remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah
Dari hasil penelitian, sebanyak 195 responden (58%) setuju bahwa tayangan TV atau media lainnya cukup berperan dalam
meningkatkan jumlah remaja yang
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Sisanya sebanyak 22 responden (6%) menyatakan sangat tidak setuju, seperti yang terlihat dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 4.18 Distribusi Sikap Responden mengenai Tayangan TV atau Media lainnya Cukup Berperan dalam Meningkatkan Jumlah
Remaja yang Melakukan
Hubungan Seksual Sebelum Menikah
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
Tidak setuju Setuju Sangat setuju Total 22 49 195 73 339 6% 14% 58% 22% 100%
Kemudahan akses informasi,
memungkinkan remaja untuk berperilaku bebas dan menyimpang. Akibat pengaruh informasi global (seperti paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses oleh remaja akan menstimulasi remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat seperti merokok, minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan obat, perkelahian antar remaja atau tawuran (Depkes, 2013). Hal tersebut dapat mempercepat usia awal seksual aktif remaja dan menyebabkan remaja berperilaku seksual yang berisiko tinggi.
4.3.8 Distribusi sikap responden mengenai kurikulum di sekolah sudah cukup untuk memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
setuju, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.19 Distribusi Sikap Responden
Mengenai Kurikulum di
Sekolah Sudah Cukup untuk
Memberikan Pengetahuan
tentang Kesehatan
Reproduksi
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
Tidak setuju Setuju Sangat setuju Total 25 123 175 16 339 7% 36% 52% 5% 100%
Pendidikan seks adalah salah satu cara
untuk mengurangi atau mencegah
penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular, depresi, dan perasaan berdosa (Sarwono,
2010). Pandangan yang mendukung
pendidikan seks antara lain diajukan oleh Zelnik dan Kim yang menyatakan bahwa remaja yang telah mendapatkan pendidikan seks tidak cenderung jarang melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapatkan pendidikan seks,
cenderung lebih banyak mengalami
kehamilan yang tidak dikehendaki (Zelnik dan Kim, 1998 dalam Sarwono 2010).
4.3.9 Distribusi sikap responden mengenai penyimpangan seksual dapat dihindari dengan memberikan pendidikan seks. Dari hasil penelitian, sebanyak 197 responden (58%) setuju dengan memberikan pendidikan seksual dapat menghindari penyimpangan seksual, sedangkan sebanyak 6 responden (2%) menyatakan sangat tidak setuju, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.20 Distribusi Sikap Responden
terhadap Penyimpangan
Seksual dapat Dihindari dengan Memberikan Pendidikan Seks
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
Tidak setuju Setuju Sangat setuju Total 6 16 197 120 339 2% 5% 58% 35% 100%
Penelitian yang dilakukan oleh Pramita (2013), yang meneliti Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual di SMPN 2 Wlingi, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan responden yang berpengetahuan baik dari 110 responden (39 %) menjadi 225 responden (90 %) dan peningkatan sikap baik responden dari 11 responden (4 %) menjadi 80 responden (28 %).
4.4.0 Distribusi sikap responden mengenai penyuluhan tentang kesehatan reproduksi dan masalah seksualitas perlu dilakukan di sekolah-sekolah
Dari hasil penelitian, sebagian besar
responden sangat setuju dengan
Tabel 4.21 Distribusi Sikap Responden mengenai Penyuluhan Tentang Kesehatan Reproduksi dan Masalah Seksualitas Perlu Dilakukan di Sekolah-Sekolah
Jawaban Jumlah (orang)
Persentase
Sangat tidak setuju
Tidak setuju Setuju Sangat setuju Total 4 10 161 164 339 1,2% 2,9% 47,5% 48,4% 100%
Pendidikan seks dan juga mengenai reproduksi sehat perlu dipahami oleh semua anak. Karena melalui sekolah pemahaman tentang seksualitas dan reproduksi yang sehat akan lebih jelas, sistematis, dan terprogram. Karena perlu juga dipahami bahwa pendidikan seks tidak hanya terkait dengan masalah alat kelamin, dan hubungan seksual semata, namun juga menyangkut pola hubungan antara orang yang lain jenis, kehamilan, norma, maupun penyakit yang mungkin timbul akibat hubungan seksual yang tidak benar (Reomazi, 2008).
Tabel 4.22 Distribusi Sikap Responden
Sikap Jumlah (orang) Persentase Baik Cukup Kurang Total 245 90 4 339 72% 27% 1% 100% 4.4 Perilaku
4.4.1 Distribusi perilaku responden mengenai apakah pernah melakukan hubungan seksual
Dari hasil penelitian, sebanyak 30 responden (9%) mengaku telah berhubungan seksual, dan sebanyak 309 responden (91%) menyatakan tidak, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.23 Distribusi Perilaku Responden
mengenai Apakah Pernah
Melakukan Hubungan Seksual
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
Ya Tidak pernah Total 30 309 339 9% 91% 100%
Menurut data BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) tahun 2010, diketahui bahwa ada sekitar 51% remaja telah melakukan hubungan seks seperti di daerah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Namun, ada juga di kota-kota lain juga terdapat data remaja yang sudah pernah melakukan seks sekitar 54% di Surabaya, 47% di Bandung, dan 52% di Medan.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2010/2011) mengungkapkan bahwa dari 1189 remaja belum menikah (berusia 13-19 tahun) di Jawa Barat dan 922 remaja di Bali, ditemukan 7% remaja perempuan di Jawa Barat dan 5% di Bali mengakui pernah mengalami kehamilan.
4.4.2 Distribusi perilaku responden mengenai pada umur berapa pertama kali melakukan hubungan seksual
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 17
responden (5%) melakukan hubungan
seksual pertama kali ketika berumur 16-18 tahun. Sebanyak 11 responden (3%)
melakukan hubungan seksual ketika
Tabel 4.24 Distribusi Perilaku Responden mengenai Pada Umur Berapa
Pertama Kali Melakukan
Hubungan Seksual
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
<12 tahun
12 - 14 tahun
14 - 16 tahun
16 – 18 tahun
Tidak pernah Total 0 2 11 17 309 339 0% 1% 3% 5% 91% 100%
Sirait selaku Ketua Komnas Perlindungan Anak dalam Forum Diskusi Anak Remaja (2011), menemukan bahwa remaja yang melakukan seks pranikah kebanyakan di usia 15 tahun. Data tersebut ditemukan dengan mengumpulkan 14.726 sampel anak SMP dan SMA di 12 kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Makassar, Medan, Lampung, Palembang, Kepulauan Riau dan kota-kota di Sumatera Barat. Ditemukan juga sebanyak 21% remaja atau satu diantara lima remaja di Indonesia pernah melakukan aborsi. Mereka mengaku hampir 93,7% pernah melakukan hubungan seks, 83% mengaku pernah menonton video porno, dan 21,2% mengaku pernah melakukan aborsi.
Hasil survei di Indonesia menunjukkan sebanyak 8,0% laki-laki dan kurang dari 1,0% perempuan berusia 15 sampai 24 tahun telah melakukan hubungan seks pranikah
(Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional et al., 2013).
4.4.3 Distribusi perilaku responden mengenai perasaan setelah melakukan hubungan seksual
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 15 responden (4,425%) menyatakan merasa bersalah, sebanyak 8 orang (2,36%) merasa biasa saja, dan 7 orang (2,065%) merasa senang.
Tabel 4.25 Distribusi Perilaku Responden mengenai Perasaan Setelah Melakukan Hubungan Seksual
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
Tidak tahu Bersalah Biasa saja Senang Tidak pernah Total 0 15 8 7 309 339 0% 4,425% 2,36% 2,065% 91,15% 100%
4.4.4 Distribusi perilaku responden
mengenai apakah ketika melakukan
hubungan seksual memakai alat kontrasepsi Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 15 responden (4,4%) memakai alat kontrasepsi, dan sebanyak 10 responden (2,9%) tidak memakai alat kontrasepsi. Sebanyak 5 orang
(1,5%) kadang-kadang memakai alat
kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.26 Distribusi Perilaku Responden
Mengenai Apakah Ketika
Melakukan Hubungan Seksual Memakai Alat Kontrasepsi
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
Ya Tidak Jarang Kadang-kadang Tidak tahu Total 15 10 0 5 309 339 4,4% 2,9% 0% 1,5% 91,2% 100%
Penggunaan kontrasepsi pada anak muda yang telah melakukan hubungan seks pranikah secara aktif lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa, dan
kejadian KTD (Kehamilan Tidak
menggunakan kontrasepsi saat berhubungan seksual. Berdasarkan data SKRRI (2013), persentase perempuan berusia antara 15 sampai 24 tahun yang telah berhubungan seks pranikah pertama kali lebih sedikit melaporkan pernah menggunakan kondom jika dibandingkan dengan laki-laki (17,0% vs 24,0%). Laki-laki yang menggunakan kondom pada waktu berhubungan seksual pertama kali maupun terakhir kali lebih banyak tinggal di daerah perkotaan dibandingkan dengan laki-laki di daerah pedesaan.
4.4.5 Distribusi perilaku responden mengenai apakah pernah terkena penyakit menular seksual
Berdasarkan hasi penelitian, sebanyak 3 orang (1%) mengaku pernah terkena penyakit menular seksual, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.27 Distribusi Perilaku Responden
mengenai Apakah Pernah
Terkena Penyakit Menular Seksual
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
Ya Tidak Total 3 336 339 1% 99% 100%
Berdasarkan Laporan Survei Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) oleh Kementrian Kesehatan RI (2011), prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS) di Indonesia pada tahun 2011 dimana infeksi gonore dan klamidia sebesar 179 % dan sifilis sebesar 44 %. Pada kasus HIV/AIDS selama delapan tahun terakhir mulai dari tahun 2005 – 2012 menunjukkan adanya peningkatan. Kasus baru infeksi HIV meningkat dari 859 kasus pada tahun 2005 menjadi 21.511 kasus ditahun 2012. Sedangkan kasus baru AIDS meningkat dari 2.639 kasus pada tahun 2005 menjadi 5.686 kasus pada tahun 2012 (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada Oktober 2013, dari bulan Juli sampai dengan September 2013 jumlah infeksi HIV
baru yang dilaporkan sebanyak 10.203 kasus dengan persentase penderita usia 20-24 tahun sebesar 14,7%. Sementara itu, jumlah kasus baru AIDS yang dilaporkan sebanyak 1.983 kasus dengan persentase kelompok usia 20-29 tahun sebesar 22,3%. Dari jumlah tersebut, kelompok usia 20-24 tahun. Data survei menunjukkan sampai Oktober 2013 proporsi kumulatif pengidap HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok usia. 20-29 tahun.
4.4.6 Distribusi perilaku responden mengenai apakah perlu memeriksakan diri ke dokter berkaitan dengan infeksi menular seksual
Berdasarkan hasil penelitian, dari 339 responden hanya sekitar 4 orang (2%) menjawab perlu memeriksakan diri ke dokter, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.28 Distribusi Perilaku Responden
mengenai Apakah Perlu
Memeriksakan Diri ke Dokter Berkaitan dengan Infeksi Menular Seksual
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
Ya Tidak Total 6 333 339 2% 98% 100%
4.4.7 Distribusi perilaku responden mengenai mengapa penderita IMS tidak mau memeriksakan diri ke dokter
[image:30.595.84.286.362.514.2]Tabel 4.29 Distribusi Perilaku Responden mengenai Mengapa Penderita IMS tidak Mau Memeriksakan Diri ke Dokter
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
Tidak ada biaya
Malu
Karena penyakit itu bisa sembuh sendiri Takut ketahuan orang tua Tidak tahu Total 8 16 0 6 309 339 2% 5% 0% 2% 91% 100%
4.4.8 Distribusi perilaku responden mengenai pencegahan untuk melakukan seks bebas
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 124 responden (37%) menjawab bahwa mengembangkan hobi merupakan salah satu pencegahan untuk melakukan seks bebas. Sebanyak 26 responden (8%) menjawab tidak ada, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.30 Distribusi Perilaku Responden mengenai Pencegahan Untuk Melakukan Seks Bebas
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
Berdoa Belajar Mengembangkan hobi (olahraga, game, dll) Menghindari tempat yang mendukung Tidak ada Total 93 22 124 74 26 339 27% 6% 37% 22% 8% 100%
Upaya dalam mencegah perilaku seks bebas adalah sbb:
a Menghindari membaca buku atau melihat film/majalah porno.
b Membiasakan mengenakan pakaian yang sopan dan tidak merangsang. c Membuat kegiatan yang positif dan
bermanfaat untuk mengembangkan diri, misalnya: teater, musik,
olahraga, bahasa, pramuka,
menjahit, dan memasak.
d Pendidikan agama dan budi pekerti. e Menghindari penggunaan narkoba,
karena hal ini akan menghancurkan
kemampuan remaja dalam
pengendalian diri.
f Orang tua dan guru menjadi model
dalam kehidupan sehari-hari
(Aryani, 2010).
4.4.9 Distribusi perilaku responden
mengenai pernahkah mendapatkan
penyuluhan tentang masalah seksualitas Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas responden pernah mendapatkan penyuluhan tentang masalah seksualitas, sedangkan sebanyak 75 responden (22%) tidak pernah mendapatkan penyuluhan, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.31 Distribusi Perilaku Responden
mengenai Pernahkah
Mendapatkan Penyuluhan
Tentang Masalah Seksualitas
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
Pernah Tidak pernah Total 264 75 339 78% 22% 100%
4.5.0 Distribusi perilaku responden
mengenai dimana anda mengetahui
dilaksanakannya penyuluhan
[image:31.595.84.287.80.318.2] [image:31.595.305.510.448.690.2] [image:31.595.86.286.511.706.2]Tabel 4.32 Distribusi Perilaku Responden
mengenai Dimana Anda
Mengetahui Dilaksanakannya Penyuluhan
Jawaban Jumlah (orang) Persentase
Acara penyuluhan rumah Sekolah Media elektronik Tidak pernah Total 58 9 178 19 75 339 17,1% 2,7% 52,5% 5,6% 22,1% 100%
Pendidikan seks di Indonesia sebaiknya tetap dimulai dari rumah, karena masalah seks ini merupakan masalah yang sangat pribadi sifatnya, yang kalau hendak dijadikan materi pendidikan juga perlu penyampaian yang pribadi. Dari sudut pandang remaja
sendiri, mereka mendambakan untuk
[image:32.595.84.287.113.331.2]memperoleh informasi tentang seks itu dari orang tuanya (Sarwono, 2010).
Tabel 4.33 Distribusi Perilaku Responden
Perilaku Jumlah (orang) Persentase Baik Cukup Kurang Total 25 299 15 339 7,4% 88,2% 4,4% 100% SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
Tingkat pengetahuan terhadap seks bebas dan Infeksi Menular Seksual sebagian besar cukup, yaitu sebesar 69%.
Sikap terhadap seks bebas dan Infeksi Menular Seksual sebagian besar baik, yaitu sebesar 72%.
Perilaku terhadap seks bebas dan Infeksi Menular Seksual sebagian besar cukup, yaitu sebesar 88,2%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono, S. W., 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2. Depkes RI. 2011. Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR).
http://www.kesehatananak.depkes.go.id. September 2014.
3. Iskandar, Meiwita B. 1995. Laporan Akhir Perngembangan Module KIE Materi Kesehatan Reproduksi Untuk Keluarga dengan Anak Usia Sekolah dan
Remaja (The Final Report of
Development of Reproductive Health EIC Module for the Family with School Age Children and Adolescent), Jakarta: Pusat Penelitian Kesehatan UI, BKKBN and UNFPA.
4. Utomo, Iwu Dwisetyani. 1997. Sexual attitudes and behaviour of middle-class young people in Jakarta, PhD thesis, The Australian National University, Canberra. 5. KPAI. 2012. Pacaran Pertama Anak Indonesia Umur 12 Tahun. http:// KPAI Pacaran Pertama Anak Indonesia Umur 12 Tahun gayahidup. Diakses 20 Agustus 2014.
6. Holmes, K.K., 2005, Sexually Transmitted Disease, Dalam: Kasper, D, 2005.
7. Lestari, C. I., 2008. Penyakit Menular
Seksual. From:
http://cintalestari.wordpress.com/2008/0 9/06/penyakit-menular-seksual. Novrmber 2014.
8. Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung Seto.
9. Kumalasari, I., dan Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan Reproduksi Untuk
Mahasiswa kebidanan dan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 10. Depkes RI. 2006. Pedoman Dasar Infeksi
[image:32.595.86.286.503.611.2]Reproduksi Terpadu. [pdf] Jakarta: Departemen Kesehatan.
11. Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009. Waspada terhadap Infeksi Menular
Seksual (IMS). From:
http://www.surabaya-ehealth.org/dkksurabaya/berita/waspada -terhadap-infeksi-menular-seksual-ims. Juli 2014.
12. Depkes RI. 2007. Kurikulum dan Modul Pelatihan Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Jakarta: Depkes RI.
From:http://www.perpustakaan-depkes.org:8180/handle/123456789/951. September 2014.
13. JA, A. 2004.Virginal Myths Regarding the Intact Hymen. From: http://aapgrandrounds.aappublications.o rg/content/1 1/6/67.1. Januari 2015. 14. Kesehatan Reproduksi, 2008. Definisi
kesehatan reproduksi remaja. From: http://kesrepro.info/?q=node/380. Juli 2014
15. Sugiri. 2007. Bebas Bicara Seks Bukan
Berarti Bebas Seks.
65
DAFTAR PUSTAKA
Aden, R. 2010. Ketika Remaja & Pubertas Tiba. Yogyakarta: Hanggar
Kreator.
American Academy of Family Physicians, 2007. STIs: Common Symptoms
&
Tips
on
Prevention.
From:
http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/sexinfections/st
i/165. html. Agustus 2014.
Aryani. 2010. Kesehatan Remaja: Problem dan solusinya. Jakarta:
Selemba Medika.
American Academy of Family Physicians. 2007. STIs: Common
Symptoms
&
Tips
on
Prevention.
From:
http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/sexinfections/st
i/165.html 12 Agustus 2014.
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB).
2009. Panduan pengelolaan pusat informasi dan konseling kesehatan
reproduksi remaja. Jakarta: BPPKB.
Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kemenkes RI, dan MEASURE DHS ICF
International. “Laporan Pendahuluan Data SDKI 2012”. Jakarta.
Barakbah, J., 2003. Konseling infeksi menular seksual. Dalam: Daili, S.
F., Makes, W. I. B., Zubier, F., Judarsono, J. (eds). 2003. Penyakit
Menular Seksual. Edisi ke-2. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta: 172-177.
BKKBN. 2008 . 63% Remaja Indonesia Nge-seks Pranikah. http://Remaja
Indonesia Ngeseks Pra Nikah Wahdah Islamiyah.htm. Diakses 20
Agustus 2013.
Daili, S. F., 2007. Tinjauan penyakit menular seksual (P.M.S.). Dalam:
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. (eds). 2007. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta:
66
Depkes RI. 2006. Pedoman Dasar Infeksi Menular Seksual dan Saluran
Reproduksi Lainnya pada Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu.
[pdf] Jakarta: Departemen Kesehatan.
Depkes RI. 2007. Kurikulum dan Modul Pelatihan Pengelolaan Pusat
Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR).
Jakarta: Depkes RI. From:
http://www.perpustakaan-depkes.org:8180/handle/123456789/951.
September 2014.
Depkes RI. 2011. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
http://www.kesehatananak.depkes.go.id. September 2014.
Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009. Waspada terhadap Infeksi
Menular
Seksual
(IMS).
From:
http://www.surabaya-
ehealth.org/dkksurabaya/berita/waspada-terhadap-infeksi-menular-seksual-ims. Juli 2014.
Kusmiran, E., 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta:
Salemba Medika.
Handsfield, H. H., 2001. Color Atlas and Synopsis of Sexually Transmitted
Diseases. 2nd ed. USA: Mc Graw-Hill.
Harrison’s Princi
ples of Internal Medicine. USA: McGraaw-Hill.
Holmes, K.K., 2005, Sexually Transmitted Disease, Dalam: Kasper, D,
2005.
Hurlock, E. B., 1993. Psikologi Perkembangan. Edisi ke-5. Jakarta:
Erlangga.
Husny, Tengku Haji M. Lah. 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu
Pesisir Sumatera Timur (Malay Culture in the East Coast of Sumatra).
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
International Christian Assembly, 2009. Infeksi Menular Seksual. From:
http://www.icaindonesiahk.org/kesehatan-praktis/64
67
Irdjiati, Ieke. 1997. Kebijaksanaan pemerintah di bidang kesehatan
reproduksi remaja di Indonesia (Government policy on adolescent
reproductive health in Indonesia). Majalah Ilmiah Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti: 18-32.
Iskandar, Meiwita B. 1995. Laporan Akhir Perngembangan Module KIE
Materi Kesehatan Reproduksi Untuk Keluarga dengan Anak Usia
Sekolah dan Remaja (The Final Report of Development of Reproductive
Health EIC Module for the Family with School Age Children and
Adolescent), Jakarta: Pusat Penelitian Kesehatan UI, BKKBN and
UNFPA.
JA, A. 2004.Virginal Myths Regarding the Intact Hymen. From:
http://aapgrandrounds.aappublications.org/content/1 1/6/67.1. Januari
2015.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Situasi Epidemiologi HIV-AIDS di
Indonesia,
http://www.bkkbn.go.id/materi/Documents/Materi%20Vicon/Kemenke
s%20%5BCompatibility%20Mode%5D.pdf. Juli 2014.
Kesehatan Reproduksi, 2007. Perempuan dan Infeksi Menular Seksual.
From: http://www.kesrepro.info/?q=node/308. Juli 2014.
Kesehatan Reproduksi, 2008. Definisi kesehatan reproduksi remaja. From:
http://kesrepro.info/?q=node/380. Juli 2014.
Koentjaraningrat. 1985. Javanese Culture. Singapore: Oxford University
Press.
KPAI. 2012. Pacaran Pertama Anak Indonesia Umur 12 Tahun. http://
KPAI Pacaran Pertama Anak Indonesia Umur 12 Tahun gayahidup.
Diakses 20 Agustus 2014.
Kumalasari, I., dan Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan Reproduksi Untuk
Mahasiswa kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
L’Engle, K.L., Brown, J.D., Kenneavy, K. 2006,
The Mass Media are an
Important Contex for Adolescents Sexual Behaviour. J Adolesc Health:
68
LD-FEUI. 1999. Baseline Survey of Young Adult Reproductive Welfare
in Indonesia 1998/1999. Executive Summary and Recommendations
Program. Jakarta: Demographic Institute Faculty of Economics,
University of Indonesia (LD-FEUI).
Lestari,
C.
I.,
2008.
Penyakit
Menular
Seksual.
From:
http://cintalestari.wordpress.com/2008/09/06/penyakit-menular-seksual.
Novrmber 2014.
Murtiastutik, D. 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya:
Airlangga University Press.
Notoatmodjo, S. 2003. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Pangkahila, Wimpie and Supriyadi. 1998. Pengetahuan dan Perilaku asien
Penyakit menular Seksual. Paper presen