Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi self-esteem terhadap tahap-tahap orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas XII di SMA “X” Bandung. Responden merupakan seluruh populasi siswa kelas XII di SMA “X” Bandung sebanyak 211 siswa.
Alat ukur yang digunakan adalah self-esteem inventory berdasarkan teori Coopersmith (1967) yang diterjemahkan oleh Veronica (2009) dan kuesioner orientasi masa depan dari Nurmi (1989) yang diterjemahkan oleh Dr. Hanna W., Psik dan dimodifikasi oleh peneliti. Kuesioner self-esteem terdiri dari 33 item valid dengan reliabilitas sebesar 0,915. Kuesioner orientasi masa depan terdiri dari 16 item valid dengan reliabilitas sebesar 0,583 (motivasi), 0,635 (perencanaan), dan 0,467 (evaluasi). Data tersebut diperoleh dengan menggunakan uji korelasi Spearman dan uji reliabilitas Alpha Cronbach.
Data penelitian diolah dengan teknik regresi linier sederhana. Hasil yang diperoleh adalah self-esteem memiliki kontribusi secara signifikan terhadap tahap motivasi sebesar 19,4%; tahap perencanaan sebesar 23%; tahap evaluasi sebesar 16,6% dan faktor sosial-ekonomi dari orientasi masa depan memiliki kecenderungan keterkaitan dengan tahap motivasi dan tahap evaluasi, dan faktor keluarga; informasi memiliki kecenderungan keterkaitan dengan tahap motivasi; dukungan dan diskusi dengan ketiga tahap orientasi masa depan.
Peneliti menyarankan peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai kontribusi faktor-faktor orientasi masa depan terhadap orientasi masa depan. Peneliti menyarankan sekolah untuk membantu siswa melalui program atau penyuluhan upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam merencanakan pendidikan di masa depan dengan memperhatikan self-esteem siswa dan saran bagi siswa untuk melakukan evaluasi mengenai diri yang berhubungan dengan merencanakan pendidikan.
Abstract
The purpose of this study was to determine the contribution of self-esteem on the stages of future orientation in education in students grade XII at “X” high school Bandung. There are 211 students based on whole population.
Researcher used self-esteem inventory that made based on Coopersmith (1967) translated by Veronica (2009) and future orientation questionnaire that made based on Nurmi (1989) translated by Dr. Hanna W., Psik and modified by researcher. Self-esteem questionnaire consist of 33 valid items and the reliability is 0,915. Future orientation questionnaire consist of 16 valid items and the reliability are 0,583 (motivation), 0,635 (planning), and 0,467 (evaluation). Data obtained by using correlation of Spearman and Alpha Cronbach reliability test.
Data was processed with linear regression techniques. The result are, there is a significant contribution of self-esteem on motivation as much as 19,4%; on planning as much as 23%; evaluation as much as 16,6% and social-economic factor tend to relevance to the motivation and evaluation stage, and family factor; information tend to relevance to motivation stage, support and discussion tend to relevance to all stages.
Researcher suggest the next researcher to do a study about contribution of future orientation factors on future orientation. Researcher suggest the school for helping students through a program or counseling to improve students’ ability to plan their education in the future regard to student’s self-esteem, and for the students to evaluate their own self that associated with planning their education.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..……….i
LEMBAR PENGESAHAN………...ii
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN………...……….iii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN………...……iv
ABSTRAK………...……...…....…v
ABSTRACT………..…………..vi
KATA PENGANTAR………...vii
DAFTAR ISI………...…...ix
DAFTAR TABEL………....xii
DAFTAR BAGAN………...………..……..xii
DAFTAR LAMPIRAN………...………xiv
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah……….……...1
1.2. Identifikasi Masalah………..8
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian……….……….8
1.3.2. Tujuan Penelitian……….……...9
1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis………...….……..9
1.4.2. Kegunaan Praktis……….…...9
1.6. Asumsi Penelitian………....19
2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan……….……...27
2.2. Tinjauan Tentang Self-Esteem 2.2.1. Definisi Self-Esteem……….….28
2.2.2. Aspek-Aspek Self-Esteem……….……29
2.2.3. Derajat Self-Esteem……….……..31
2.3. Penelitian Self-Esteem dan Orientasi Masa Depan………..31
3.4.3. Data Pribadi dan Data Penunjang……….……44
3.4.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.4.4.1. Validitas Alat Ukur……….…...45
3.4.4.2. Reliabilitas Alat Ukur……….…...45
3.5. Populasi Sasaran………..46
3.6. Teknik Analisis Data……….………..46
3.6.1 Uji Asumsi Klasik…………..……….…………..47
3.7. Hipotesis Statistik………....48
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Sampel Penelitian……….………..49
4.2. Hasil Penelitian……….……...50
4.3. Pembahasan……….…………50
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan………...…….…….56
5.2. Saran Teoritis………....…..56
5.3. Saran Praktis………...57
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RUJUKAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Item Positif dan Negatif Alat Ukur Self-Esteem Inventory (SEI)………..……….38
Tabel 3.2. Bobot Item Positif dan Negatif..…….………....39
Tabel 3.3. Kriteria Penilaian………...………39
Tabel 3.4. Kisi-Kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan………40
Tabel 3.5. Kriteria Penilaian………...……44
Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………49
Tabel 4.2. Gambaran Responden Berdasarkan Jurusan………...50
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Kerangka Pikir………...………...…….19
Bagan 2.1 Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan………...………...23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Self-Esteem
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Orientasi Masa Depan
Lampiran 3 Data Mentah
Lampiran 4 Hasil Self-Esteem
Lampiran 5 Hasil Tahap-Tahap Orientasi Masa Depan
Lampiran 6 Regresi Self-Esteem Terhadap Orientasi Masa Depan
Lampiran 7 Hasil Pengukuran Data Penunjang
Lampiran 8 Hasil Tabulasi Silang
Lampiran 9 Hasil Uji Asumsi Klasik
Lampiran 10 Pernyataan Persetujuan
Lampiran 11 Kuesioner Orientasi Masa Depan
Lampiran 12 Kuesioner Self-Esteem
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,
pendidikan semakin menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Pendidikan memiliki peran
yang penting, terutama dalam mempengaruhi masa depan seseorang. Semakin banyak orang yang
berlomba untuk membekali diri dengan keterampilan dan wawasan. Salah satunya, mencurahkan
segala perhatian dan usaha untuk mencapai pendidikan yang lebih baik dan tinggi dengan
harapan memperoleh kehidupan masa depan yang lebih baik (edukasi.kompasiana).
Pendidikan tersebut dapat diperoleh dengan menempuh pendidikan formal melalui
sekolah. Pendidikan formal menjadi bekal awal siswa untuk dapat terjun di masyarakat. Sekolah
Menengah Atas (SMA) merupakan salah satu jenjang pendidikan formal yang ditempuh siswa
setelah lulus dari sekolah menengah pertama. Orientasi akademik jenjang pendidikan SMA
adalah untuk mempersiapkan siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu
perguruan tinggi. Melalui perguruan tinggi, siswa dipersiapkan untuk dapat terjun dalam dunia
kerja sesuai dengan bidang yang dipilih. Selain itu, gelar yang diperoleh melalui perguruan tinggi
dapat membantu siswa dalam mewujudkan cita-citanya dan mendapatkan kesempatan bekerja
yang lebih baik karena saat ini untuk mendapatkan jaminan masa depan yang lebih baik, tidak
cukup hanya lulus dan mengandalkan ijazah SMA atau jenjang sederajat lainnya. Sebagian besar
lowongan pekerjaan yang ditawarkan ke masyarakat juga mensyaratkan lulusan Strata-1 atau
Pada umumnya siswa SMA berada dalam tahap remaja (16-18 tahun). Santrock (2003)
mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa
yang mencakup perubahan-perubahan, seperti perubahan kognitif dan sosio-emosional. Remaja
sudah dapat berpikir lebih abstrak, idealistik, dan logis dibandingkan anak-anak. Remaja mulai
dapat berpikir, menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah dan menguji
pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Dalam masa remaja kawan sebaya memainkan peran yang
penting dalam kehidupan. Remaja lebih banyak menyesuaikan diri terhadap standar kawan
sebayanya. Selain itu juga, remaja mulai didorong untuk mencapai otonomi dan dapat mengambil
keputusan yang matang secara mandiri. Salah satunya, keputusan-keputusan mengenai masa
depan dalam bidang pendidikan karena diantara kehidupan di masa depan yang banyak mendapat
perhatian dari para remaja adalah pendidikan, di samping dunia kerja dan hidup rumah tangga
(Nurmi, 1989).
Memilih perguruan tinggi serta jurusan kuliah adalah salah satu keputusan penting yang
dapat menentukan kehidupan siswa SMA, khususnya kelas XII, yang berencana meneruskan
pendidikan tinggi setelah lulus. Namun, seringkali siswa kebingungan ketika harus memilih
jurusan kuliah. Dari data yang diperoleh melalui DIKTI, terdapat 3178 perguruan tinggi yang
terdiri dari 100 perguruan tinggi negeri dan 3078 perguruan tinggi swasta dan ±15 fakultas
dengan terdapat ±124 jurusan kuliah di Indonesia. Banyaknya pilihan perguruan tinggi dan
jurusan di Indonesia dapat membuat siswa bingung untuk memilih. Selain itu, siswa juga masih
harus mempertimbangkan hal lain sebelum memilih jurusan yang tepat. Seperti, kesesuaian
antara minat dan kemampuan yang dimiliki dengan jurusan kuliah yang akan dipilih. Jika siswa
tidak dapat memilih jurusan kuliah sesuai dengan kemampuan dan minatnya, hal tersebut dapat
memunculkan permasalahan. Antara lain, siswa mempelajari sesuatu yang tidak sesuai dengan
3
menyenangkan dan hal tersebut dapat mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Siswa juga
jadi kurang memiliki minat untuk belajar sehingga prestasi yang didapatkan siswa kurang
optimal. Selain itu, siswa menjadi kurang percaya diri dan merasa minder dihadapan
teman-temannya.
Seperti yang dialami oleh sebagian alumni siswa SMA “X”Bandung. SMA “X” Bandung
merupakan salah satu sekolah menengah atas negeri terbaik dengan akreditasi A di Kota
Bandung. Menurut data dari PPDB tahun 2015, SMA “X” Bandung menempati passing grade tertinggi kedua di Kota Bandung. Siswa/i SMA “X” Bandung memiliki prestasi yang cukup
banyak dibidang sains, seni, dan olahraga. Seperti, peringkat 1 aritmatika tingkat kota tahun
2009, peringkat 3 olimpiade robotik tingkat internasional tahun 2011, peringkat 2 dalam red fox
baseball cup tingkat nasional tahun 2013, dan peringkat 1 dalam wondercup dance competition tingkat nasional tahun 2014.
Berdasarkan wawancara terhadap kurang lebih 15 alumni dari SMA “X” Bandung dalam
sebuah acara edukasi mengenai pemilihan jurusan kuliah, yang dilaksanakan oleh salah satu biro
psikologi di Bandung, didapatkan bahwa hampir seluruh siswa merasa kesulitan dalam memilih
jurusan kuliah yang pasti. Siswa merasa kesulitan karena beragamnya jurusan kuliah yang ada di
Indonesia. Selain itu, siswa menilai bahwa dirinya kurang cukup kompeten dan menilai bahwa
dirinya tidak pantas sehingga ragu atau tidak berani untuk mencoba memilih jurusan kuliah
tertentu, terutama jurusan kuliah yang memiliki passing grade yang tinggi. Hal tersebut membuat
siswa menjadi semakin bingung untuk memilih jurusan kuliah yang cocok dengan minat dan
kemampuan dirinya secara tepat. Siswa juga tidak dapat membuat perencanaan mengenai apa
saja yang harus dilakukannya karena tidak dimilikinya pilihan jurusan yang akan menjadi
Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara kepada salah satu pengajar di SMA “X”
Bandung. Didapatkan bahwa, tiap tahunnya, sebagian besar siswa di SMA “X” Bandung
berencana untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi setelah lulus, namun seringnya siswa
mengalami kesulitan pada saat harus memilih jurusan kuliah. Hal tersebut banyaknya dialami
oleh siswa kelas XII. Siswa merasa bingung memikirkan jurusan apa yang kira-kira cocok
dengan dirinya. Selain itu juga, seringnya siswa menilai rendah dirinya, seperti merasa bahwa
orang lain lebih mampu atau lebih baik dibandingkan dirinya. Terdapat juga siswa yang menilai
dirinya kurang pantas untuk memilih suatu jurusan kuliah tertentu karena passing grade yang
tinggi.
Siswa, khususnya kelas XII, perlu memiliki perhatian dan antisipasi mengenai masa
depan di bidang pendidikan untuk dapat menghindari hal tersebut. Gambaran yang dimiliki
individu tentang dirinya dalam konteks masa depan disebut sebagai orientasi masa depan (Nurmi,
1989). Gambaran yang dimiliki individu dalam konteks masa depan memungkinkan individu
untuk menentukan tujuannya dan mengevaluasi sejauh mana tujuan tersebut bisa terealisasikan.
Orientasi masa depan berlangsung melalui tiga tahap yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi
(Nurmi, 1989). Individu yang memiliki motivasi yang kuat, perencaan yang terarah, dan evaluasi
yang akurat dapat dikatakan memiliki orientasi masa depan yang jelas. Siswa yang memiliki
orientasi masa depan yang jelas, sudah dapat menentukan jurusan kuliah yang menjadi tujuannya
dengan alasan yang realistik sehingga dapat menyusun rencana yang spesifik untuk dapat
mencapai tujuannya serta dapat melakukan evaluasi secara akurat. Dengan seperti itu, siswa
sudah memiliki pedoman untuk dapat mencapai tujuan yang dimilikinya. Sedangkan, bagi siswa
yang memiliki orientasi masa depan yang tidak jelas, mereka belum dapat menentukan pilihan
5
Dari wawancara yang dilakukan terhadap 10 siswa kelas XII di SMA “X” Bandung, siswa
mengatakan bahwa mereka semua berencana untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi
setelah lulus. Dari 10 siswa, sebanyak 60% (6 orang) siswa masih merasa ragu mengenai jurusan
apa yang akan dipilih. Siswa mengatakan bahwa mereka masih bingung memilih jurusan kuliah.
Mereka merasa bingung dengan banyaknya pilihan dan tidak mengetahui jurusan apa yang
kira-kira akan sesuai dengan kemampuan dan minatnya, sehingga cukup sulit bagi siswa dalam
menentukan pilihan dan sebanyak 40% (4 orang) siswa sudah dapat memilih suatu jurusan yang
dirasa sesuai dengan minat dan kemampuan yang dimiliki. Seperti memilih jurusan ilmu
komunikasi karena dirinya pandai berbicara dan menyukai hal tersebut, serta memiliki impian
untuk bekerja di stasiun televisi dan merasa yakin dengan pilihannya.
Selain dimilikinya motivasi, siswa juga perlu menyusun rencana dalam usaha pencapaian
tujuan yang dimilikinya. Dari hasil wawancara, didapatkan juga bahwa 70% (7 orang) siswa
belum memiliki perencanaan yang spesifik dan sistematis, hanya mengatakan belajar, berdoa dan
umumnya mereka menginginkan untuk fokus terlebih dahulu pada tujuan jangka pendek, yaitu
lulus UAN. Mereka merasa masih banyak waktu untuk memikirkan kuliah setelah mereka
menyelesaikan UAN. Kemudian, sebanyak 30% (3 orang) siswa sudah memiliki perencanaan
yang spesifik dan sistematis seperti menjaga nilai tetap baik untuk bisa diterima melalui jalur
undangan, mengikuti bimbingan belajar intensif, dan memiliki rencana untuk mengikuti tes ujian
saringan di beberapa universitas yang berbeda dengan pilihan jurusan yang diminati, bila tidak
lolos melalui jalur undangan.
Setelah siswa menyusun rencana, siswa perlu melakukan evaluasi kemungkinan
terealisasinya tujuan yang telah dibentuk dan rencana-rencana yang telah disusun. Dari 10 siswa,
sebanyak 70% (7 orang) siswa belum dapat melakukan evaluasi karena mereka masih belum
orang) siswa yang sudah dapat melakukan evaluasi. Mereka sudah dapat menilai kemampuan diri
yang dimilikinya, seperti pandai berbicara di depan umum, menguasai bahasa asing dan memiliki
prestasi dalam bidang debat, dan ditambah dukungan yang diberikan oleh orangtua mereka dirasa
dapat menjadi dorongan untuk diterima di jurusan yang diinginkan.
Penting bagi siswa melakukan penilaian diri untuk dapat merencanakan masa depan.
Penilaian diri ini berkaitan dengan proses yang disebut dengan self-esteem. Dalam teori Nurmi
(1989) self-esteem merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1989) terhadap remaja mengenai self-esteem,
diketahui bahwa self-esteem menjadi dasar remaja untuk lebih memiliki internal beliefs mengenai
situasi saat ini dan internal attitudes terhadap masa depan. Remaja dengan self-esteem tinggi juga
lebih memikirkan masa depan dalam jangka waktu yang lebih panjang dibandingkan remaja
dengan self-esteem rendah (Rauste-Von Wright, dalam Nurmi 1989). Remaja dengan self-esteem
lebih tinggi lebih memikirkan kemungkinan-kemungkinan hal yang terjadi pada dirinya
berdasarkan kemampuan dan pemikirannya sendiri, bukan pengaruh orang lain. Selain itu
individu memiliki rasa tanggung jawab terhadap setiap aksi yang mereka lakukan karena
memutuskannya sendiri. Selain itu juga, Coopersmith (1967) menyatakan bahwa seseorang
dengan self-esteem yang tinggi lebih realistis dan terarah terhadap personal goal yang
dimilikinya.
Menurut Coopersmith (1967) self-esteem merupakan evaluasi diri yang berkaitan dengan
dirinya yang diekspresikan melalui suatu bentuk penilaian setuju dan menunjukkan tingkat
dimana individu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga. Siswa
yang memiliki self-esteem yang tinggi memiliki power untuk mengendalikan perilakunya sendiri
dan orang lain. Kekuatan diungkapakan oleh pengakuan dan hormat yang diterima siswa, seperti
7
sayang dari orang lain, seperti siswa merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh orang lain. Selain
itu, siswa taat terhadap standar moral dan etika yang berlaku dan siswa memiliki competence
untuk sukses dalam memenuhi tuntunan prestasi, seperti siswa menilai bahwa dirinya mampu
untuk menghadapai tugas atau ujian dengan baik. Sedangkan, siswa dengan self-esteem rendah
kurang dapat mengendalikan perilaku orang lain ataupun perilakunya sendiri, kurang menerima
perhatian dan kasih sayang dari orang lain, kurang memiliki kemampuan untuk taat dan kurang
dapat memenuhi tuntunan prestasi.
Dari hasil wawancara, didapatkan sebanyak 40% (4 orang) siswa puas akan dirinya serta
kemampuan yang dimilikinya, seperti siswa bangga dengan dimilikinya prestasi dalam bidang
olahraga, menguasai bahasa asing dengan baik, dan pandai berbicara di depan umum. Siswa
merasa dirinya mampu atau kompeten sehingga seringnya merasa optimis. Selain itu siswa juga
menilai bahwa pendapat atau keputusan yang dibuat, dihargai oleh orang tua dan orang di
sekitarnya dan sebanyak 60% (6 orang) siswa menilai dirinya kurang mampu dan kurang puas
dengan dirinya. Siswa menilai dirinya masih memiliki banyak kekurangan, seperti prestasi atau
kemampuan tertentu sehingga seringnya merasa kurang yakin dengan dirinya dan pesimis dengan
yang apa yang dikerjakan. Siswa menilai banyak orang lain yang lebih mampu dari dirinya dan
bisa mengalahkan dirinya. Terdapat siswa juga yang merasa dirinya kurang dihargai oleh
orangtua saat mengutarakan suatu pendapat, keinginan ataupun suatu keputusan hingga siswa
merasa kurang mendapatkan perhatian.
Terlihat dari keseluruhan wawancara yang telah dilakukan terhadap 10 siswa, terdapat 2
siswa yang puas akan dirinya dan kemampuan yang dimilikinya, sudah dapat menentukan
jurusan kuliah yang dirasa sudah sesuai dengan kemampuan dan minat yang dimiliki siswa dan
sudah memiliki perencanaan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta sudah dapat
kurang kompeten dan kurang dihargai oleh orang lain, belum dapat menentukan jurusan kuliah
secara pasti, belum dapat membuat perencanaan dan belum dapat melakukan evaluasi. Namun,
tidak semua siswa yang puas akan dirinya, sudah memiliki pilihan jurusan kuliah yang pasti dan
memiliki perencanaan serta melakukan evaluasi. Terdapat 2 siswa yang menilai dirinya mampu,
kompeten dan puas akan dirinya namun belum dapat memilih jurusan kuliah, belum memiliki
perencanaan dan belum dapat melakukan evaluasi. Begitupun sebaliknya, terdapat 1 siswa yang
sudah dapat memilih jurusan kuliah dan memiliki perencanaan serta dapat melakukan evaluasi,
namun merasa kurang puas akan dirinya, menilai dirinya kurang kompeten, dan menilai bahwa
dirinya kurang dihormati oleh orang lain.
Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa terdapat variasi self-esteem dan tahap-tahap
orientasi masa depan yang dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti
kontribusi self-esteem terhadap tahap-tahap orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa
kelas XII di SMA ”X” Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kontribusi self-esteem terhadap
tahap-tahap orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas XII di SMA ”X” Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai self-esteem dan
9
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi self-esteem terhadap
tahap-tahap orientasi masa depan pada siswa kelas XII di SMA “X” Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Memberikan informasi mengenai kontribusi self-esteem terhadap tahap-tahap orientasi
masa depan bidang pendidikan yang dimiliki siswa SMA kelas XII dalam bidang
Psikologi Pendidikan.
Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai self-esteem dan orientasi masa depan bidang pendidikan.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Memberikan informasi kepada pihak sekolah dan siswa kelas XII di SMA “X” Bandung
mengenai kontribusi self-esteem terhadap tahap-tahap orientasi masa depan.
Sebagai masukan maupun acuan bagi sekolah untuk dapat menyediakan maupun
mengembangkan program yang dapat membantu para siswa untuk dapat memahami
1.5 Kerangka Pikir
Siswa kelas XII di SMA “X” Bandung berada dalam tahap perkembangan remaja akhir
(17-18 tahun). Remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa
dewasa yang mencakup perubahan-perubahan yang disertai perubahan tuntutan dalam tugas
perkembangan. Masa remaja adalah masa di mana pengambilan keputusan meningkat. Salah
satunya remaja mengambil keputusan-keputusan mengenai masa depan, khususnya masa depan
dalam bidang pendidikan. Hal tersebut didukung juga oleh pernyataan Nurmi (1989) bahwa
diantara kehidupan di masa depan yang banyak mendapat perhatian dari para remaja adalah
pendidikan, disamping dunia kerja dan hidup rumah tangga. Dibandingkan dengan anak-anak,
remaja cenderung menghasilkan pilihan-pilihan, menguji situasi dari berbagai perspektif,
mengantisipasi akibat dari keputusan-keputusan, dan mempertimbangkan kredibilitas
sumber-sumber (Man & Harmoni, dalam Santrock 2003).
Penting bagi siswa melakukan penilaian diri untuk merencanakan masa depan. Penilaian
diri ini berkaitan dengan hal yang disebut sebagai esteem. Menurut Coopersmith (1967)
self-esteem merupakan evaluasi diri yang berkaitan dengan dirinya yang diekspresikan melalui suatu bentuk penilaian setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu meyakini dirinya sebagai
individu yang mampu, penting, dan berharga. Terdapat empat aspek dari self-esteem yaitu power
berupa kemampuan individu dalam mengendalikan tingkah lakunya sendiri dan mempengaruhi
tingkah laku orang lain; significance berupa perhatian, kepedulian, dan kasih sayang yang
diterima dari orang lain; virtue berupa kemampuan untuk taat terhadap standar moral dan etika;
dan competence berupa kemampuan untuk sukses dalam memenuhi tuntutan prestasi.
11
diterima. Keberhasilan dan kesuksesan siswa dalam hal ini akan mempengaruhi status dan posisi
mereka dalam kehidupan. Penghargaan yang didapat akan menimbulkan self of appreciation
dalam diri. Perlakuan-perlakuan yang diterima siswa dapat mengembangkan social poise,
kepemimpinan, kemandirian, arsetivitas yang tinggi, sikap yang penuh semangat, dan tingkah
laku eksplorasi.
Significance diukur melalui perhatian, kepedulian dan pengungkapan kasih sayang yang diterima siswa dari orang lain. Hal ini berkenaan dengan perasaan bahwa siswa memiliki arti dan
nilai baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Penerimaan ditandai dengan hangat,
responsivitas, perhatian dan menyukai siswa sebagaimana dirinya. Dorongan semangat ketika
mengalami masalah, ekspresi kasih sayang, disiplin yang relatif ringan yang disampaikan secara
verbal dan rasional, akan menimbulkan sense of importance. Sense of importance merupakan
pencerminan rasa berharga yang diperoleh dari orang lain. Semakin banyak orang yang
mengungkapkan perhatian dan kasih sayang dan semakin sering frekuensinya, semakin besar
kemungkinan menguntungkan penilaian diri siswa.
Virtue merupakan suatu ketaatan terhadap standar moral dan etika. Siswa sukses dalam area ini ditandai dengan kepatuhan siswa terhadap moral, etika, dan prinsip agama. Dalam hal ini
orang lain yang akan menilai perilaku siswa. Virtue tercermin melalui larangan untuk melakukan
tindakan buruk dan anjuran untuk berbuat baik. Siswa yang taat pada moral, etika, dan agama
yang telah mereka terima dan diinternalisasikan, akan menampilkan sikap diri yang positif.
Competence menunjukkan kemampuan siswa untuk sukses dalam memenuhi tuntunan prestasi yang ditandai oleh prestasi yang tinggi dengan tingkatan dan tugas yang bervariasi untuk
kelompok usia tertentu. White (1959, dalam Coopersmith, 1967) mengemukakan bahwa sejak
menghadapi lingkungannya. Sense of efficacy merupakan dasar terbentuknya motivasi intrinsik
untuk terus memenuhi dan meningkatkan kompetensi yang dimiliki.
Siswa dengan self-esteem tinggi, menilai dirinya diakui dan dihormati oleh orang lain,
seperti siswa merasa bahwa pendapat yang diutarakan selalu didengarkan oleh orangtua, guru,
ataupun teman pada saat diskusi. Siswa juga menilai dirinya diperhatikan dan disayangi oleh
orang lain, seperti siswa merasa bahwa orangtua, guru, ataupun teman perhatian terhadap dirinya.
Selain itu, siswa menilai dirinya dapat taat atau patuh, seperti siswa merasa bahwa dirinya dapat
berbuat baik dengan mengikuti peraturan yang berlaku. Siswa juga menilai bahwa dirinya mampu
untuk sukses dalam memenuhi tuntunan prestasi atau menilai dirinya kompeten, seperti siswa
merasa dirinya dapat menyelesaikan atau menghadapai tugas-tugas dengan baik.
Sedangkan, siswa dengan self-esteem rendah, menilai dirinya kurang dihormati oleh orang
lain, seperti pendapat yang diutarakannya kurang didengar. Siswa juga menilai dirinya kurang
diperhatikan atau disayangi oleh orang lain, seperti siswa merasa orangtua, guru, ataupun
temannya kurang memperhatikan dirinya. Selain itu, siswa menilai dirinya kurang dapat taat atau
patuh, seperti siswa sulit untuk mengikuti peraturan yang berlaku. Siswa juga menilai bahwa
dirinya kurang mampu atau kurang kompeten dalam memenuhi tuntunan prestasi, seperti siswa
merasa sulit untuk dapat menyelesaikan atau menghadapi tugas-tugas dengan baik.
Dalam teori Nurmi (1989) self-esteem merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi orientasi masa depan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1989)
terhadap remaja mengenai self-esteem, diketahui bahwa self-esteem menjadi dasar remaja untuk
lebih memiliki internal beliefs mengenai situasi saat ini dan internal attitudes terhadap masa
depan. Cara remaja menilai mengenai dirinya menjadi suatu dasar bagi orientasi masa depan
dirinya (Nurmi, 1989). Sebagai contoh, self-esteem yang tinggi lebih menyuarakan education
13
kemungkinan yang positif (Malmberg & Trempala, 1997), optimis (Trommsdorff 1994), dan
internal attribution (Nurmi, 1989).
Remaja dengan self-esteem tinggi juga lebih memikirkan masa depan dalam jangka waktu
yang lebih panjang dibandingkan remaja dengan self-esteem rendah (Rauste-Von Wright, dalam
Nurmi 1989). Remaja dengan self-esteem lebih tinggi lebih memikirkan
kemungkinan-kemungkinan hal yang terjadi pada dirinya berdasarkan kemampuan dan pemikirannya sendiri,
bukan pengaruh orang lain. Selain itu individu memiliki rasa tanggung jawab terhadap setiap aksi
yang mereka lakukan karena memutuskannya sendiri. Selain itu juga, Coopersmith (1967)
menyatakan bahwa seseorang dengan self-esteem yang tinggi lebih realistis dan terarah terhadap
personal goal yang dimilikinya.
Orientasi masa depan merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam
konteks masa depan (Nurmi, 1989). Gambaran tersebut memungkinkan individu untuk
menentukan tujuannya, membuat perencanaan agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dan
mengevaluasi sejauh mana tujuan tersebut bisa terealisasikan. Orientasi masa depan dapat
dikarakteristikan sebagai proses yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap motivasi, tahap
perencanaan, dan tahap evaluasi. Tahap motivasi merujuk kepada apa yang menjadi minat dan
perhatian individu di masa depan yang mendorong individu untuk bertingkah laku dalam
pencapaian tujuan tertentu. Pada mulanya, individu menunjukkan minat terhadap satu atau
beberapa hal yang ingin diwujudkan di masa depan. Kemudian, individu mengeksplorasi
pengetahuan yang berkaitan dengan minat tersebut dan individu akan menentukan tujuan
spesifik. Pada akhirnya individu dapat membuat komitmen untuk dapat mencapai tujuan tersebut.
Individu akan lebih termotivasi untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya apabila individu
memiliki minat dan harapan yang kuat mengenai tujuan yang dimilikinya. Seperti halnya, siswa
bila siswa memiliki minat dan goal mengenai apa yang akan dilakukan setelah lulus SMA secara
spesifik, seperti melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi dengan dimilikinya pilihan jurusan
tertentu berdasarkan minat dan pengetahuan yang dimilikinya. Dengan seperti itu, siswa dapat
memiliki motivasi yang kuat. Motivasi yang dimiliki oleh siswa akan memengaruhi tahap
selanjutnya, yaitu tahap perencanaan.
Tahap perencanaan merupakan tahap dimana individu mulai menyusun rencana untuk
merealisasikan maksud, minat, dan goal yang dimilikinya dan bagaimana merealisasikan rencana
tersebut. Individu harus menyusun strategi yang tepat dan melaksanakan strategi tersebut agar
dapat mengantarkan dirinya mencapai tujuannya. Seperti halnya, siswa kelas XII di SMA “X”
Bandung telah memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi dengan pilihan
jurusan tertentu yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, sudah memiliki strategi maupun
perencanaan yang sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga siswa dapat
memiliki perencanaan yang terarah. Sedangkan, siswa yang belum memiliki perencanaan tidak
memiliki strategi yang sistematis untuk dapat mengantarkan dirinya mencapai tujuan yang
dimiliki. Setelah siswa motivasi dan perencanaan, diperlukan sebuah evaluasi.
Dalam tahap evaluasi, individu harus mengevaluasi kemungkinan teralisasinya tujuan
yang telah dibentuk dan rencana-rencana yang telah disusun. Individu mengevaluasi
kemungkinan-kemungkinan untuk merealisasikan tujuan-tujuan dan rencana-rencananya
berdasarkan pandangan atau penilaiannya mengenai kemampuan yang ada pada dirinya. Siswa
kelas XII di SMA “X” Bandung yang sudah memutuskan untuk memilih jurusan tertentu sesuai
dengan minat dan rencana yang telah mereka buat, diharapkan mampu melakukan evaluasi
kemungkinan apa saja yang akan menghambat maupun menunjang mereka dalam mencapai
tujuan pendidikan yang telah dimiliki sehingga siswa dapat memiliki evaluasi yang akurat.
15
mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat menjadi penunjang maupun hambatan
yang akan mereka temui dalam pencapaian tujuan.
Siswa yang memiliki motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, dan evaluasi yang
akurat dikatakan memiliki orientasi masa depan yang jelas. Sebaliknya, siswa dengan motivasi
yang lemah, perencanaan yang tidak terarah, dan evaluasi yang tidak akurat dikatakan memiliki
orientasi masa depan yang tidak jelas. Selain itu, tahapan orientasi masa depan dari Nurmi
merupakan proses yang berbentuk siklus. Motivasi yang dimiliki oleh siswa akan berdampak
pada tahap selanjutnya, yaitu tahap perencanaan. Begitu pula dengan perencanaan yang dimiliki
oleh siswa akan berdampak pada tahap selanjutnya, yaitu tahap evaluasi. Apabila siswa gagal
dalam ketiga tahapan tersebut, maka siswa harus mengulang kembali ke tahapan pertama.
Pengalaman power, significance, virtue, dan competence siswa dapat menghasilkan
gambaran self-esteem siswa mengenai dirinya secara positif atau negatif. Siswa yang menilai
dirinya dapat mengontrol diri dan orang lain, menilai dirinya disayangi dan diperhatikan oleh
orang lain, menilai dirinya dapat patuh terhadap aturan dan dirinya kompeten akan memiliki
penghayatan dan penilaian diri yang positif. Dengan dimilikinya penilaian diri atau self-esteem
yang positif, siswa menjadi memiliki internal beliefs, yang menjadi dasar bagi siswa untuk
merasa bahwa dirinya mampu atau kompeten. Hal tersebut dapat mendorong siswa dalam
memiliki motivasi dan pada akhirnya siswa akan memiliki suatu tujuan atau goal. Siswa menjadi
lebih yakin dalam menentukan pilihan. Siswa dapat memiliki dorongan untuk menentukan apa
yang akan dilakukan setelah lulus SMA, seperti melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi dengan
dimilikinya suatu pilihan jurusan kuliah yang pasti. Hal ini memungkinkan siswa untuk memiliki
motivasi yang kuat. Motivasi yang dimiliki oleh siswa akan memengaruhi tahap orientasi masa
depan selanjutnya, yaitu tahap perencanaan. Siswa dengan self-esteem tinggi dapat membuat
bahwa dirinya mampu untuk menjalankan perencanaan yang dibuat dikarenakan siswa memiliki
internal beliefs terhadap dirinya, seperti terhadap kemampuan dirinya. Hal ini akan membuat siswa memiliki perencanaan yang terarah. Kemudian, perencanaan yang dimiliki oleh siswa akan
memengaruhi tahap orientasi masa depan selanjutnya, yaitu tahap evaluasi. Dengan dimilikinya
motivasi yang kuat dan perencanaan yang terarah, siswa jadi lebih mudah untuk melakukan
evaluasi secara akurat. Self-esteem yang positif akan membuat siswa memiliki internal beliefs,
yang memungkinkan siswa untuk dapat melakukan evaluasi bahwa dirinya memiliki banyak hal
yang dapat mendukung terealisasinya pencapaian jurusan kuliah yang diinginkan, seperti halnya
siswa menilai bahwa dirinya memiliki kesempatan, dukungan, dan kemampuan yang baik.
Dengan dimilikinya motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, dan evaluasi yang akurat,
akan membuat siswa memiliki orientasi masa depan yang jelas.
Sedangkan, siswa dengan self-esteem rendah merupakan siswa yang menilai bahwa
dirinya kurang dihormati oleh orang lain, kurang diperhatikan dan disayangi, kurang dapat taat
terhadap aturan, dan menilai bahwa dirinya kurang mampu untuk sukses atau kurang kompeten
sehingga siswa menghayati atau menilai dirinya secara negatif. Self-esteem siswa yang negatif
memungkinkan siswa menjadi kurang memiliki keyakinan atau internal beliefs akan dirinya
ataupun kemampuan dirinya, sehingga akan cukup sulit bagi siswa untuk dapat memiliki
motivasi dalam menentukan apa yang akan dilakukan setelah lulus SMA dan untuk dapat
memilih suatu jurusan kuliah secara pasti. Hal ini akan membuat siswa sulit memiliki goal dan
siswa jadi memiliki motivasi yang lemah. Motivasi siswa dapat memberikan dampak pada tahap
selanjutnya, yaitu tahap perencanaan. Siswa dengan self-esteem rendah menilai bahwa dirinya
kurang mampu untuk menjalankan perencanaan yang dibuat, sehingga sulit bagi siswa untuk
17
siswa kurang memiliki internal beliefs sehingga memungkinkan siswa untuk mengevaluasi
bahwa dirinya tidak memiliki banyak hal yang dapat mendukung terealisasinya jurusan kuliah
yang diinginkan, seperti halnya siswa menilai bahwa dirinya kurangnya memiliki kesempatan,
dukungan, dan kemampuan yang dapat menunjang. Hal ini akan membuat siswa sulit memiliki
evaluasi yang akurat dan orientasi masa depan siswa menjadi tidak jelas.
Dalam proses pembentukan orientasi masa depan, Nurmi (1989) menyebutkan bahwa
terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan orientasi masa depan, yaitu usia,
sex-roles, sosial-ekonomi, dan keluarga. Namun, pada penelitian ini faktor usia dan sex-roles tidak akan disertakan. Faktor usia tidak disertakan karena siswa kelas XII di SMA “X” Bandung
rata-rata berada dalam usia yang sama (homogen). Kemudian, faktor sex-roles tidak disertakan
karena peran perempuan kini tidak hanya mengurus rumah tangga, tapi perempuan juga dapat
menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan bekerja di luar rumah dengan syarat tetap
menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Hal tersebut dikarenakan oleh emansipasi
wanita, yang menjadi dasar terbentuknya istilah kesetaraan gender, yang semakin nampak pada
zaman sekarang.
Faktor pertama yang akan dibahas adalah sosial-ekonomi. Penelitian yang membahas
tentang dampak dari status sosial-ekonomi pada ketertarikan remaja, menunjukkan bahwa remaja
dengan kelas sosial rendah berpikir hanya untuk bekerja dan remaja dengan kelas sosial
menengah lebih tertarik dalam pendidikan, karier, dan kegiatan di waktu luang (Poole & Cooney
1987; Trommsdorff et al. 1979, dalam Nurmi 1989). Kondisi sosial-ekonomi dapat
mempengaruhi tujuan yang akan dipilih oleh siswa kelas XII di SMA “X” Bandung. Secara tidak
langsung, siswa harus dapat menyesuaikan pilihan jurusan yang akan dipilih dengan kondisi
jurusan. Selain itu, kondisi sosial-ekonomi juga dapat mempengaruhi perencanaan yang
dilakukan siswa. Seperti contoh, apabila siswa ingin masuk ke suatu fakultas yang memerlukan
biaya yang cukup besar namun siswa kurang secara ekonomi, siswa harus dapat membuat
perencanaan tertentu, seperti halnya mencari beasiswa. Evaluasi yang akan dilakukan siswa juga
akan terpengaruhi. Kondisi sosial-ekonomi siswa bisa menjadi suatu hambatan atau penunjang
bagi siswa.
Faktor terakhir adalah keluarga atau hubungan dengan orangtua, dimana orangtua bisa
menjadi model dalam mengatasi tugas perkembangan yang dimiliki anak, menetapkan standar
normatif, mempengaruhi perkembangan minat, nilai, dan tujuan oleh anaknya. Studi menyatakan
bahwa dukungan orangtua dapat meningkatkan optimisme mengenai masa depan yang akan
dimiliki dan internalisasi/penghayatan tentang masa depan, seperti pentingnya masa depan bagi
siswa, serta tingkat aktivitas perencanaan, terutama dalam bidang pekerjaan dan pendidikan
(Trommsdorff et al 1978). Maka dari itu individu yang mendapatkan dukungan dari orangtuanya,
seperti persetujuan untuk melanjutkan sekolah, fasilitas yang mendukung, informasi serta
dukungan semangat dalam proses merencanakan masa depannya di bidang pendidikan, memiliki
orientasi masa depan yang lebih baik. Motivasi dan fasilitas yang mendukung yang didapatkan
oleh siswa kelas XII di SMA “X” Bandung dari orangtuanya dapat membantu siswa dalam
merencanakan masa depannya. Siswa menjadi merasa adanya dukungan dari orangtua mengenai
pilihan jurusan kuliah yang akan atau telah mereka pilih dan hal tersebut juga dapat
mempengaruhi perencanaan yang akan dibuat oleh siswa. Saat melakukan evaluasi, dukungan
19
Secara skematis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Bagan 1.1 Kerangka Pikir
1.6 Asumsi Penelitian
1. Self-esteem siswa kelas XII di SMA “X” Bandung diekspresikan dan dihayati melalui
evaluasi diri yang dibuat oleh siswa mengenai dirinya dan dapat menentukan cara siswa
berperilaku di dalam lingkungannya. Self-Esteem: 1. Power 2. Significance 3. Virtue 4. Competence Siswa kelas XII
di SMA “X” Bandung
Faktor yang mempengaruhi:
1. Sosial-ekonomi
2. Keluarga
Orientasi Masa Depan:
Motivasi
Evaluasi Perencanaan
2. Pengalaman-pengalaman power, significance, virtue, maupun competence membentuk
self-esteem siswa kelas XII di SMA “X” Bandung.
3. Self-esteem memiliki kontribusi terhadap tahap-tahap orientasi masa depan bidang
pendidikan, yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi.
1.7 Hipotesis Penelitian
Hipotesis 1: Terdapat kontribusi yang signifikan dari self-esteem terhadap tahap motivasi
dalam orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas XII di SMA “X” Bandung.
Hipotesis 2: Terdapat kontribusi yang signifikan dari self-esteem terhadap tahap perencanaan
dalam orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas XII di SMA “X” Bandung.
Hipotesis 3: Terdapat kontribusi yang signifikan dari self-esteem terhadap tahap evaluasi
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai kontribusi self-esteem terhadap tahap-tahap
orientasi masa depan bidang pendidikan siswa kelas XII di SMA “X” Bandung, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Self-esteem memiliki kontribusi yang signifikan terhadap ketiga tahapan orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa.
2. Self-esteem memiliki kontribusi sebesar 19,4% terhadap tahap motivasi; 23% terhadap tahap perencanaan; dan 16,6% terhadap tahap evaluasi.
3. Faktor sosial-ekonomi dari orientasi masa depan memiliki kecenderungan keterkaitan
dengan tahap motivasi dan tahap evaluasi. Sedangkan, faktor keluarga; informasi
memiliki kecenderungan keterkaitan dengan tahap motivasi; dukungan dan diskusi
memiliki kecenderungan keterkaitan dengan ketiga tahapan dalam orientasi masa
depan.
5.2Saran Teoritis
1. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai kontribusi
5.3Saran Praktis
1. Bagi kepala sekolah, guru BK, dan guru-guru SMA “X” Bandung, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan untuk menyusun program atau
melakukan pengarahan kepada siswa angkatan selanjutnya, upaya meningkatkan
kemampuan siswa dalam merencanakan masa depannya di bidang pendidikan dengan
memperhatikan self-esteem yang dimiliki oleh siswa.
2. Bagi siswa kelas XII di SMA “X” Bandung, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
informasi dan bahan evaluasi mengenai diri yang berhubungan dengan merencanakan
KONTRIBUSI SELF-ESTEEM TERHADAP TAHAP-TAHAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PENDIDIKAN PADA SISWA KELAS XII DI SMA
“X” BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Sidang Sarjana Pada Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha Bandung
Oleh:
ANKITA INDAH SHANTY
NRP: 1030182
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
Puji dan syukur peneliti panjatkan bagi Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya, peneliti mampu menyelesaikan Tugas Akhir (skripsi) di Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha. Adapun judul dari penelitian ini adalah “Kontribusi Self-Esteem
Terhadap Tahap-Tahap Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan Pada Siswa Kelas XII di SMA
“X” Bandung”.
Peneliti menyadari bahwa penelitian yang telah disusun ini belum sempurna. Oleh karena
itu, besar harapan peneliti kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan penulisan tugas akhir ini.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menerima bantuan, bimbingan, serta dorongan
dari berbagai pihak. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih
peneliti sampaikan kepada:
1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog., selaku Dekan Fakultas Psikologi Univeristas
Kristen Maranatha, dosen wali dan sekaligus pembimbing utama yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk dapat membimbing, memberikan saran,
dan dorongan kepada peneliti agar dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
2. Evi Ema V.P, M.A., selaku dosen pembimbing pendamping yang juga telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk dapat memberikan bimbingan, saran,
3. Kepala Sekolah SMA “X” Bandung, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
melakukan penelitian di SMA “X” Bandung.
4. Wakil Kepala Sekolah, Para Pengajar dan Siswa/i kelas XII di SMA “X” Bandung, yang
bersedia meluangkan waktu dan membantu peneliti dalam memperoleh informasi dan
data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.
5. Orangtua dan kakak, yang dengan penuh perhatian dan kasih sayang selalu memberikan
doa, dorongan, serta semangat bagi peneliti.
6. Aulia R. Yuginastiti, Galih Ratu, dan Dian Oktasa, terima kasih atas segala pembelajaran,
bantuan, hiburan dan dukungan kepada peneliti selama peneliti kuliah hingga akhirnya
peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir.
7. Sabtio Januar, Annisa N. Delimasari, Fajar W. Kurnia, Rizka Fatiari, Nadia Maharani,
dan Leghea L. E, terima kasih untuk selalu siap membantu, menghibur, dan memberikan
semangat kepada peneliti untuk tidak pernah berhenti menyerah.
8. Teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, khususnya
angkatan 2010, terima kasih atas bantuan, saran dan dorongannya kepada peneliti.
Akhir kata peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
pihak-pihak yang memerlukan.
Bandung, Juni 2016
DAFTAR PUSTAKA
Coopersmith, Stanley. 1967. The Antecedent of Self-Esteem. San Fransisco : Freeman Press.
Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing – Design, Analysis, and Use. Massachusetts : A Simon & Schuster Company.
Guilford, J.P. 1965. Fundamental Statistic in Psychology and Education. Tokyo; McGraw-Hill Kogakusha Company Ltd.
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo.
Ghozali, I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS Edisi Keempat. Penerbit: Universitas Diponegoro
Nurmi, Jari-Erik. 1989. Adolescent’s Orientation to The Future. Finland : Helsinki.
Nurmi, Jari-Erik. 2001. Navigating Through Adolesence: European Perspective. New York: Psychology Press.
Santrock, John W. 2003. Adolescence Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.
Santrock, John W. 2012. Life-span Development Edisi Ketiga Belas. Jakarta: Erlangga.
DAFTAR RUJUKAN
http://edukasi.kompas.com/read/2013/07/16/1602299/Sukses.Memilih.Tempat.Kuliah.dan.Jurusa n.yang.Tepat (diakses pada tanggal 22 Mei 2016)
http://edukasi.kompasiana.com/2014/03/24/pendidikan-kunci-untuk-hidup-lebih-baik.html (diakses pada tanggal 2 Desember 2015)
http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/index.php/chome/profil/3BCF4D55-F5A9-466C-BB42-1DEDB8EBB7B6 (diakses pada tanggal 22 Mei 2016)
www.dikti.go.id
Senjaya, Veronica. 2009. Hubungan Antara Self-Esteem dan Loneliness pada Mahasiswa
Angkatan 2008 yang Berasal Dari Luar Pulau Jawa di Universitas “X” Bandung
(Skripsi). Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Yohanes, Ardy. 2012. Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan