Abstrak
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode survei.
Alat ukur dalam penelitian ini berupa kuesioner yang diadaptasi dari alat ukur peneliti sebelumnya, Radityatami (2013). Data diolah menggunakan distribusi frekuensi. Validitas yang diperoleh adalah 0,307 - 0,738 dan terdapat 35 item yang diterima serta 7 item yang ditolak. Uji reliabilitas diperoleh sebesar 0,899 yang berarti alat ukur reliabel.
Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 63,8% siswa memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas. Konsep diri, status sosial ekonomi, dan hubungan dengan orang tua merupakan faktor yang cenderung terkait dengan orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas.
Kepada kepala sekolah, peneliti menyarankan agar membuat rencana untuk mengadakan kegiatan yang dapat meningkatkan kejelasan orientasi masa depan bidang pendidikan. Kepada guru BK disarankan membimbing siswa dengan orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas. Guru BK atau kepala sekolah juga dapat memberi masukkan kepada orang tua agar dapat meluangkan waktu lebih dengan siswa untuk berdiskusi mengenai pendidikan tinggi. Disarankan kepada siswa dengan orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas untuk terus melakukan persiapan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kepada siswa yang belum memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas untuk terus mencari informasi mengenai minat jurusan perguruan tinggi.
Abstract
This research has the purpose of knowing the educational future orientation in students of class X and XI SMA "X" Cirebon. This research is descriptive by using survey method.
The measuring tool in this research is a questionnaire adapted from previous researcher, Radityatami (2013). Data is processed using frequency distribution. Validity obtained is 0.307 - 0.738 and there are 35 items received as well as 7 rejected items. The obtained reliability is at 0.899 which means reliable tool.
The conclusion is that most students have unclear educational future orientation (63,8%). Self-concept, socioeconomic status, and relationship with parents are factors that tend to be related to the educational future orientation.
It suggested to the principal to making plans to conduct activities that can improve the clarity of educational future orientation. The school counselor is advised to guide students with unclear educational future orientation. The school counselor or principal may also give advice to parents to spend more time with the students to discuss further education. It is recommended to students with a clear educational future orientation to continue preparing for education in college. To students have unclear educational future orientation to continue to seek information about the college majors.
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 7
1.3 Maksud dan Tujuan penelitian ... 8
1.3.1 Maksud Penelitian ... 8
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Kegunaan Penelitian ... 8
1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 8
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8
1.5 Kerangka Pemikiran ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Orientasi Masa Depan ... 19
2.1.1 Perkembangan Penelitian Orientasi Masa Depan ... 19
2.1.2 Pengertian Orientasi Masa Depan ... 20
2.1.3 Remaja dan Orientasi Masa Depan ... 20
2.1.4 Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan ... 21
2.1.5 Orientasi Masa Depan sebagai Sistem ... 25
2.1.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Orientasi Masa Depan ... 25
2.1.6.1 Person Related Factor ... 25
2.1.6.2 Social Contex Related Factor ... 27
2.2 Teori Mengenai Remaja ... 29
2.2.1 Masa Remaja ... 29
2.2.2 Perkembangan Kognitif Remaja ... 29
2.2.3 Perkembangan Sosial Remaja ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian ... 31
3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 31
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31
3.3.1 Variabel Penelitian ... 31
3.3.2 Definisi Konseptual ... 32
3.3.3 Definisi Operasional ... 32
3.4 Alat Ukur ... 32
3.4.1 Alat Ukur Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan ... 32
3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 36
3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 36
3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 37
3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 38
3.5.1 Populasi Sasaran ... 38
3.5.2 Karakteristik Populasi ... 38
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 38
3.6 Teknik Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian ... 40
4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 40
4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 40
4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Kelas ... 41
4.2 Hasil Penelitian ... 41
4.2.1 Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan ... 41
4.2.2 Tabulasi Silang Antara Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan dengan Ketiga Tahapnya ... 42
4.3 Pembahasan ... 44
4.4 Diskusi ... 51
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 53
5.2 Saran ... 53
5.2.2 Saran Praktis ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 56
DAFTAR RUJUKAN ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum Validitas ... 33
Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Setelah Validitas ... 34
Tabel 3.3 Sistem Penilaian Alat Ukur Orientasi Masa Depan ... 35
Tabel 3.4 Norma Kelompok (Median) ... 35
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 40
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Usia ... 40
Tabel 4.3 Responden berdasarkan Kelas ... 41
Tabel 4.4 Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan ... 42
Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan dengan Motivasi ... 42
Tabel 4.6 Tabulasi Silang antara Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan dengan Perencanaan ... 43
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir ... 18
Bagan 2.1 Orientasi Masa Depan dalam Kaitannya dengan Tiga Proses ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan
Lampiran 2. Profil Sekolah
Lampiran 3. Data Mentah (58 Siswa)
Lampiran 4. Validitas dan Realibilitas Alat Ukur
Lampiran 5. Tabel Hasil Tabulasi Silang Antara Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan
dengan Faktor-Faktor yang Memengaruhi dan Data Demografis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan nasional
yang tertuang dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 3 yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab”.
Menurut Winkel (2004), dalam proses memperoleh pendidikan, individu dapat
memperoleh pendidikan dalam bentuk pendidikan formal. Dikatakan pendidikan formal
karena tempat pelaksanaannya jelas yaitu sekolah, terdapat kegiatan yang terencana dan
terorganisir. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstuktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Peraturan
Pemerintah RI nomor 19 tahun 2005). Pendidikan formal juga wajib mengikuti syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Jalur pendidikan formal di Indonesia dapat dilalui dari
jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) lalu ke Sekolah Dasar (SD) lalu Sekolah Menengah
Pertama (SMP), lalu Sekolah Menengah Atas (SMA), dan yang terakhir Perguruan Tinggi
2
Dewasa ini, melanjutkan pendidikan formal hingga ke perguruan tinggi merupakan hal
yang penting bagi siswa yang telah lulus SMA, mengingat Indonesia sudah menjadi anggota
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menurut Menteri Koordinator bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani (dalam merdeka.com, 2016),
lulusan perguruan tinggi adalah ujung tombak untuk memerbaiki daya saing Indonesia saat
berhadapan dengan negara lain di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Namun
faktanya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, tingkat pendidikan pekerja di
Indonesia sekitar 65 persen didominasi oleh pekerja berpendidikan SMP ke bawah, 25 persen
pekerja berpendidikan menengah, dan lulusan perguruan tinggi kontribusinya kurang dari 10
persen. Tingkat pendidikan tenaga pekerja yang rendah tersebut menurut Puan Maharani akan
berdampak pada rendahnya produktivitas dan daya saing. Padahal, persaingan global
menuntut tenaga kerja yang berdaya saing, terampil, dan kompeten. Fakta bahwa ujung
tombak persaingan Indonesia di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah lulusan
perguruan tinggi membuat siswa yang masih ada di bangku SMA sangat diharapkan untuk
dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Siswa SMA yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi
harus menentukan perguruan tinggi mana yang akan dipilih dan jurusan apa yang cocok bagi
dirinya. Faktanya, menentukan suatu jurusan di perguruan tinggi bukan persoalan yang
mudah bagi siswa SMA. Menurut Linda & Savitri (2015), tingkat kesulitan dalam
merencanakan masa depan pada masa SMA lebih tinggi jika dibandingkan ketika mereka
masih TK, SD, dan SMP. Ketika mereka masih TK, SD, dan SMP, peran orang tua jauh lebih
besar dalam merencanakan dan menentukan langkah yang akan diambil untuk memasuki
tahap selanjutnya. Salah satu kesulitan yang mereka hadapi dalam membuat rencana masa
3
untuk meneruskan jenjang pendidikan mereka. Oleh karena itu, remaja SMA diharapkan
dapat memilih jurusan di perguruan tinggi yang sungguh-sungguh ingin mereka jalani.
Pertanyaan yang muncul, hal apakah yang dapat menjamin siswa SMA dapat memilih
jurusan di perguruan tinggi secara tepat? Untuk mengatasi kebingungan yang dihadapi saat
memilih jurusan di perguruan tinggi, siswa SMA perlu melakukan antisipasi terhadap segala
hal yang akan mereka hadapi di masa depannya. Johnson, Pas, dan Bradshaw (2016) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa hal yang menjamin seseorang siap untuk memilih
perguruan tinggi secara tepat adalah orientasi masa depan. Mempromosikan kejelasan
orientasi masa depan siswa merupakan goal yang harus dimiliki oleh setiap penyelenggara
pendidikan. Orientasi masa depan merupakan hal yang sangat penting karena orientasi masa
depan menjadi prediktor keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan di masa depan
(Johnson, Pas, dan Bradshaw 2016).
Salah seorang peneliti yang aktif meneliti orientasi masa depan adalah Nurmi.
Menurut Nurmi (1991), individu pada tahap perkembangan remaja sudah mampu untuk
membangun sebuah gambaran mengenai masa depan yang jelas. Nurmi (1991) menyatakan
bahwa orientasi masa depan merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya
dalam konteks masa depan. Orientasi masa depan dipandang penting bagi seseorang karena
menyangkut kesiapan seseorang dalam menghadapi masa depannya. Dengan orientasi masa
depan yang jelas artinya seseorang telah melakukan antisipasi terhadap kejadian-keadian yang
mungkin timbul di masa depan. Menurut Nurmi (1991), ada tiga bidang dari orientasi masa
depan yaitu pendidikan, pekerjaan, dan pernikahan/kehidupan berkeluarga. Dalam penelitian
ini, hanya satu bidang yang diteliti yaitu bidang pendidikan, khususnya dalam menentukan
4
Orientasi masa depan bidang pendidikan merupakan suatu proses yang mencakup tiga
tahapan, yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Pada tahap motivasi, remaja yang ingin
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi akan menentukan tujuan mereka dengan
mempertimbangkan minat, nilai, dan pengetahuan di masa depan sebagai bentuk antisipasi.
Dalam hal ini, remaja akan menentukan pilihan jurusan yang akan diambilnya di perguruan
tinggi. Selanjutnya pada tahap perencanaan, remaja akan membuat berbagai perencanaan
dalam upaya untuk merealisasikan tujuan yang telah dibuat sebelumnya. Pada tahap evaluasi,
remaja akan mengevaluasi sejauh mana rencana yang telah dibuat dapat terealisasi sehingga
dapat mencapai tujuan yang diinginkannya (Nurmi, 1991).
Menurut Nurmi (1991), membentuk orientasi masa depan yang jelas merupakan hal
penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan tugas perkembangan yang harus mereka
selesaikan dan keputusan-keputusan mengenai masa depan yang dibentuk remaja memiliki
pengaruh krusial terhadap hidup di masa dewasa. Ini artinya, ketidaktepatan keputusan yang
diambil dapat membuat remaja mengalami masalah di masa depan seperti saat mereka
diharuskan untuk menentukan pekerjaan. Remaja dengan orientasi masa depan bidang
pendidikan yang jelas memiliki peluang yang lebih tinggi untuk memperoleh keberhasilan di
dalam pendidikannya dibandingkan dengan remaja dengan orientasi masa depan bidang
pendidikan yang tidak jelas (Nurmi, 1991). Hasil penelitian yang dilakukan oleh organisasi
ACT (American College Testing) yang menangani kesiapan siswa SMA untuk masuk ke
perguruan tinggi (dalam nbcnews.com, 2013) menemukan bahwa kesalahan dalam memilih
jurusan di perguruan tinggi merupakan sebuah kesalahan yang fatal. Mahasiswa yang salah
jurusan cenderung untuk lulus tidak tepat waktu dan sangat lebih mungkin untuk keluar dari
jurusan tersebut. Oleh karena itu, siswa SMA sangat diharapkan untuk merencanakan
5
Peneliti telah melakukan survei mengenai orientasi masa depan siswa di salah satu
SMA di Cirebon yaitu SMA “X”. SMA “X” Cirebon merupakan sekolah yang dibangun pada
tahun 2012. Pada awal berdiri, SMA “X” memiliki misi pelayanan, yaitu menjaring anak
-anak yang memiliki keterbatasan ekonomi dan -anak--anak yang dikeluarkan dari sekolah lain
agar mereka bisa tetap bersekolah. Pada awalnya, SMA “X” fokus untuk membantu para
siswanya untuk dapat bekerja setelah lulus SMA. Hal ini dikarenakan sekitar 70% sampai
80% siswa SMA “X” memiliki keterbatasan ekonomi sehingga sekolah berusaha membantu
mereka agar mendapat kerja setelah lulus SMA sehingga bisa langsung membantu
perekonomian keluarga. Namun, semenjak terakreditasi A pada tahun 2015, SMA “X” mulai
mendapat tawaran beasiswa dari berbagai universitas swasta di Indonesia. Oleh karena itu,
saat ini SMA “X” masih berada dalam masa peralihan dari merencanakan siswanya untuk
dapat langsung bekerja setelah lulus SMA menjadi mempersiapkan siswanya agar dapat
menempuh pendidikan tinggi melalui jalur beasiswa. Guru BK SMA “X” merasa optimis
untuk mengarahkan siswanya untuk dapat masuk perguruan tinggi dan jumlah siswa yang
memilih untuk masuk ke perguruan tinggi semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Peneliti melakukan survei pada siswa kelas X dan XI di SMA “X” Cirebon. Peneliti
memilih siswa dari kelas X dan XI karena siswa SMA yang memiliki kemungkinan untuk
berhasil di perguruan tinggi adalah siswa memiliki orientasi masa depan yang jelas sejak
berada di kelas X (Donato & Edward, 2014). Hal ini dapat terjadi karena tujuan pendidikan
tinggi yang dibangun oleh siswa sejak kelas X menjadi motivator yang mendorong siswa agar
memenuhi syarat-syarat masuk ke perguruan tinggi (misalnya siswa akan menjaga nilainya
agar tetap memenuhi standar yang ditetapkan sekolah). Siswa yang telah memiliki orientasi
masa depan yang jelas saat di kelas X memiliki kecenderungan untuk siap mendaftar ke
6
Namun kenyataannya, tidak semua siswa yang ingin melanjutkan studi setelah lulus
SMA sudah memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas. Peneliti telah
melakukan wawancara dengan 10 orang siswa kelas X dan 10 orang siswa kelas XI. Dari
wawancara tersebut, 50% siswa (6 orang siswa kelas X dan 4 orang siswa kelas XI) masih
belum memiliki motivasi yang kuat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Dalam hal ini, mereka belum memiliki minat yang jelas untuk memilih bidang pendidikan
yang akan ditekuni setelah lulus SMA. Mereka masih belum menentukan satu jurusan
perguruan tinggi yang ingin mereka ambil.
Sebanyak 20% siswa (3 orang siswa kelas X dan 1 orang siswa kelas XI) memiliki
motivasi yang kuat. Dalam hal ini, mereka telah memiliki satu minat yang jelas mengenai
jurusan di perguruan tinggi, namun belum membuat rencana untuk dapat mencapai tujuan
pendidikan yang menjadi minatnya. Dari 20% siswa tersebut, 2 siswa kelas X orang
menetapkan tujuan pendidikan tersebut karena memiliki hobi yang sesuai dengan bidang
pendidikan yang menjadi tujuan, 1 orang siswa kelas X menginginkan pekerjaan yang sama
dengan orang tuanya, dan 1 orang siswa kelas XI memiliki cita-cita yang telah ia miliki sejak
awal masuk SMA.
Sebanyak 20% siswa (1 orang siswa kelas X dan 3 orang siswa kelas XI) memiliki
perencanaan yang terarah. Dalam hal ini, mereka telah membentuk suatu tujuan untuk meraih
suatu jurusan di perguruan tinggi, lalu mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukannya
untuk dapat diterima di jurusan tersebut, dan memiliki keinginan untuk mewujudkan rencana
yang telah ditetapkan. Keempat siswa tersebut sudah mulai membuat rencana untuk
pendidikan di masa depan dengan cara mencari informasi tentang beasiswa, mencoba mencari
tahu mengenai apa yang dipelajari di jurusan tersebut, dan mencoba memikirkan bagaimana
caranya memenuhi tuntutan finansial yang akan dibebankan tiap semesternya saat menempuh
7
yang mereka ambil sesuai dengan jurusan perguruan tinggi yang mereka pilih. Namun,
mereka masih belum merasa benar-benar yakin akan mengambil jurusan tersebut karena
mereka tidak tahu apakah mereka akan cocok berada di jurusan tersebut.
Sebanyak 10% siswa (2 orang kelas XI) memiliki orientasi masa depan bidang
pendidikan yang jelas. Dalam hal ini, mereka telah memiliki satu jurusan yang akan dipilih.
Mereka juga sudah mulai menyusun rencana-rencana yang harus dilakukan untuk masuk ke
perguruan tinggi seperti mencoba bertanya kepada saudara mereka yang sudah lulus S1,
mencari tahu bagaimana cara masuk ke perguruan tinggi dengan cara bertanya kepada
perwakilan perguruan tinggi yang hadir di sekolah, bagaimana cara menggunakan jalur
beasiswa, dan lain-lain. Mereka juga merasa optimis untuk dapat masuk di jurusan perguruan
tinggi yang mereka minati dan keinginan mereka untuk melanjutkan pendidikan didukung
penuh oleh kedua orang tua mereka. Dalam hal ini, mereka sudah melakukan evaluasi
terhadap tujuan dan perencanaan yang dibuat.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti, dapat dilihat bahwa tidak
semua siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon memiliki gambaran yang jelas mengenai
masa depan dalam bidang pendidikan. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
studi deskriptif mengenai orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas X
dan XI SMA “X” Cirebon.
1.2. Identifikasi Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana orientasi masa depan bidang
8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang orientasi masa depan
bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jelas atau tidak jelas orientasi masa
depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon dan kaitannya dengan
faktor-faktor lain.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai permasalahan yang
diteliti dan memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya di
bidang psikologi pendidikan mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan.
Penelitian ini dapat dijadikan masukan atau pertimbangan bagi peneliti berikutnya
yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Memberikan informasi kepada para siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon mengenai
orientasi masa depan bidang pendidikan sehingga membantu siswa dalam
merencanakan masa depan bidang pendidikan setelah lulus SMA.
Memberikan informasi kepada guru-guru (guru BK khususnya) di SMA “X” Cirebon
mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan, sehingga dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam rangka melakukan pembinaan bagi siswa mengenai
9
Memberikan informasi kepada guru BK tentang pentingnya orang tua siswa untuk
untuk ikut berdiskusi dan membimbing siswa dalam merencanakan masa depan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon berusia 15 sampai 18 tahun. Berdasarkan
usia tersebut, siswa kelas X dan XI SMA “X” telah memasuki masa perkembangan remaja
(Santrock, 2012). Menurut Piaget (dalam Santrock, 2012), pada masa remaja seseorang
memasuki tahap perkembangan kognitif formal operational. Ciri-ciri utama seseorang dalam
tahap perkembangan kognitif formal operational adalah mampu berpikir abstrak dan lebih
logis dalam berpikir. Mereka akan membentuk gambaran-gambaran mengenai lingkungan
yang ideal bagi mereka dan mereka juga akan memikirkan masa depan mereka.
Nurmi (1991) mengasumsikan bahwa dengan kemampuan berpikir formal operational
remaja akan mampu mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapai tujuan. Dengan
memiliki kemampuan ini, remaja diharapkan dapat menetapkan masa depan dan juga
membentuk suatu perencanaan dalam usaha mencapai masa depannya. Orientasi masa depan
membuat remaja melakukan antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang mungkin timbul di
masa depan. Salah satu orientasi masa depan tersebut adalah orientasi masa depan bidang
pendidikan (Nurmi, 1991).
Untuk dapat memilih jurusan di perguruan tinggi yang tepat, remaja perlu untuk
memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas. Bagi siswa kelas X, orientasi
masa depan yang jelas akan sangat membantu dalam proses memilih kembali jurusan di kelas
XI agar siswa memilih jurusan yang sesuai dengan bidang pendidikan yang menjadi tujuan.
Misalnya, siswa kelas X yang berada di jurusan IPS namun ingin mengambil jurusan teknik di
10
pendidikan di perguruan tinggi yang harus mereka putuskan saat mereka masuk di kelas XII.
Misalnya seperti menetapkan universitas mana yang akan dipilih, target nilai yang diperlukan
untuk masuk ke jurusan yang diinginkan atau mencari informasi mengenai beasiswa yang
dapat membantu mereka masuk di perguruan tinggi. Orientasi masa depan yang jelas juga
dapat memotivasi remaja untuk meraih tujuan yang telah ditetapkannya (Nurmi, 1991)
sehingga siswa kelas X dan XI SMA “X” dapat termotivasi untuk meraih tujuan pendidikan
yang telah ditetapkannya dengan menjalankan perencanaan yang telah dibuat.
Orientasi masa depan merupakan proses yang mencakup tiga tahapan, yaitu motivasi,
perencanaan, dan evaluasi (Nurmi, 1991). Tahap pertama adalah motivasi. Pada tahap ini,
remaja diharapkan memiliki minat dan harapan yang jelas berkaitan dengan masa depannya,
khususnya di bidang pendidikan. Dengan memiliki minat yang jelas, remaja akan mampu
mengetahui jurusan apa yang disukai oleh dirinya dan ia akan memiliki harapan untuk dapat
meraih tujuan pendidikannya tersebut. Siswa yang memiliki motivasi kuat berarti telah
memutuskan suatu jurusan tertentu yang ingin ditekuni di perguruan tinggi. Jurusan yang
dipilih sesuai dengan minat yang dimiliki siswa serta siswa juga memiliki harapan untuk
meraih bidang pendidikan yang diinginkannya. Sedangkan siswa yang memiliki motivasi
lemah merupakan siswa yang siswa telah memutuskan untuk melanjutkan studi setelah lulus
SMA namun masih mengalami kebingungan dalam memilih jurusan yang ingin ditekuni atau
siswa memilih jurusan berdasarkan keinginan orang lain.
Setelah siswa menetapkan tujuan yang akan dicapainya, maka pada tahap kedua siswa
perlu untuk membuat perencanaan yang dibagi menjadi tiga subtahap. Sub tahap pertama,
siswa harus memiliki representasi tujuan dalam bentuk gagasan tentang tujuan masa depan
yang diharapkan dan dapat diwujudkan. Sub tahap kedua, siswa menyusun strategi
pelaksanaan dalam bentuk perencanaan dan sub tahap ketiga, siswa akan melaksanakan
11
Siswa yang telah memiliki rencana yang terarah berarti telah memiliki representasi
tujuannya (sub tahap pertama), yang artinya siswa telah menetapkan jurusan di perguruan
tinggi yang ingin ditekuni. Selanjutnya, siswa yang telah memiliki rencana yang terarah juga
mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukannya untuk dapat diterima di jurusan
tersebut (sub tahap kedua). Misalnya, siswa yang telah memutuskan untuk melanjutkan studi
pada jurusan yang sesuai dengan minatnya mulai merencanakan untuk mengumpulkan
berbagai informasi seperti universitas yang memiliki jurusan tersebut. Selain itu siswa juga
dapat memiliki rencana untuk mengikuti bimbingan belajar yang sesuai dengan minatnya
untuk meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan, meningkatkan nilai di pelajaran yang
berkaitan dengan jurusan yang diinginkan, dan berencana mengambil beasiswa pada jurusan
yang diminatinya. Pada akhirnya (sub tahap ketiga), siswa memiliki keinginan untuk
mewujudkan rencana dan strategi yang telah disusun tersebut. Siswa yang memiliki rencana
yang tidak terarah merupakan siswa yang belum membentuk representasi tujuan, belum
melakukan penyusunan rencana seperti rencana untuk mengumpulkan informasi mengenai
jurusan yang diminatinya dan siswa juga tidak mengetahui langkah-langkah apa yang harus
dilakukannya untuk dapat masuk ke jurusan perguruan tinggi yang diinginkan.
Pada tahap akhir, siswa diharapkan mampu mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan
untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan rencana-rencana yang telah
dibuat. Siswa diharapkan dapat mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat
mendukung dan menghambat pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana yang telah dibuat
(causal attribution). Dalam tahap ini, siswa juga akan menghayati emosinya akan terpengaruh
saat melakukan pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana (emotional attribution). Siswa
dapat merasa optimis saat ia merasa mampu melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan.
Sebaliknya, siswa akan merasa pesimis ketika merasa tidak mampu untuk melaksanakan
12
Siswa yang melakukan evaluasi secara akurat berarti mengetahui faktor-faktor internal
dan eksternal yang dapat mendukung dan menghambatnya dalam pelaksanaan rencana dalam
rangka mencapai tujuan (causal attribution). Misalnya, siswa menghayati bahwa pengetahuan
dan keterampilan yang dimilikinya dapat mendukungnya untuk masuk jurusan perguruan
tinggi yang diinginkan. Siswa juga dapat menghayati bahwa orang tua, guru, dan
teman-temannya memberi dukungan terhadap keinginannya untuk melanjutkan studi setelah lulus
SMA. Siswa yang mengevaluasi bahwa kemampuan yang dimilikinya memadai untuk masuk
di jurusan perguruan tinggi yang diminati akan merasa senang dan bersemangat ketika
memikirkan masa depannya (emotional attribution). Ia juga akan merasa optimis dapat
berhasil meraih jurusan di perguruan tinggi yang diinginkan. Sedangkan siswa yang memiliki
evaluasi yang tidak akurat akan terhambat dalam pencapai tujuan dan pelaksanaan rencana
yang telah dibuatnya. Siswa tidak dapat mengetahui faktor-faktor internal yang eksternal yang
dapat mendukung dan menghambatnya dalam pelaksanaan rencana dan pencapaian tujuan.
Siswa juga memiliki perasaan negatif seperti takut, cemas, dan terbeban ketika memikirkan
masa depannya sehingga siswa akan merasa pesimis dalam mencapai tujuan dan melakukan
rencana yang telah dibuat.
Orientasi masa depan merupakan sebuah sistem yang saling terkait. Orientasi masa
depan yang jelas akan terbentuk jika adanya keterkaitan yang berkesinambungan antara ketiga
tahap di dalamnya (Nurmi, 1991). Siswa yang telah memiliki motivasi kuat untuk memilih
satu jurusan di perguruan tinggi akan membentuk rencana-rencana yang harus mereka
lakukan untuk meraih jurusan di perguruan tinggi tersebut. Rencana yang siswa buat akan
siswa evaluasi dengan cara membandingkan rencana yang ia buat dengan kenyataan yang ia
hadapi. Jika rencana yang siswa buat tersebut dapat terealisasi karena memiliki didukung oleh
kemampuan diri dan lingkungan, maka akan muncul perasaan optimis dalam diri siswa yang
13
meraih tujuan tersebut. Namun, jika rencana yang siswa buat sulit terealisasi karena tidak
didukung oleh kemampuan diri maupun lingkungan, maka akan timbul perasaan pesimis yang
membuat siswa akan mengubah rencana yang dibuat atau bahkan mengubah tujuan/motivasi
yang telah ia buat. Misalnya, siswa yang memiliki tujuan untuk kuliah di jurusan matematika
akan membuat perencanaan yang salah satunya adalah mencari tahu kemampuannya dalam
pelajaran matematika. Namun, saat ia melakukan evaluasi, kemampuan dirinya tidak
mendukung untuk memasuki jurusan matematika karena nilai pelajaran matematikanya selalu
tepat atau di bawah KKM dan karenanya ia merasa pesimis. Pada akhirnya, siswa tersebut
memiliki 2 pilihan yaitu, memperkuat perencanaan (memperdalam kemampuan matematika)
atau mengubah motivasi/tujuan (mencoba mencari jurusan lain).
Siswa dapat dikatakan memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas
apabila memiliki motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah dan memiliki evaluasi yang
akurat. Sedangkan bila ada salah satu tahap yang memiliki nilai rendah, maka orientasi masa
depan bidang pendidikannya tidak jelas.
Nurmi (1991) mengungkapkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi orientasi masa
depan remaja, yaitu faktor yang terkait dengan individu (person related factor) dan faktor
konteks sosial (social contex-related factor). Faktor yang berkaitan dengan individu (person
related factor) diantaranya konsep diri dan perkembangan kognitif. Menurut Nurmi (1991), remaja dengan konsep diri yang positif dan percaya dengan kemampuan mereka akan lebih
memikirkan masa depan dibandingkan remaja dengan konsep diri yang negatif. Konsep diri
juga dapat memengaruhi penetapan tujuan. Salah satu bentuk dari konsep diri yang dapat
memengaruhi orientasi masa depan adalah ideal self. Ideal self terdiri atas konsep individu
mengenai diri ideal mereka yang berhubungan dengan lingkungannya dapat berfungsi sebagai
14
self untuk menjadi seorang psikolog akan berusaha mengejar tujuannya dengan memutuskan untuk melanjutkan studi di jurusan psikologi setelah lulus SMA.
Berkaitan dengan tahap motivasi, individu yang memiliki konsep diri positif akan lebih
berani dalam menetapkan goal dibandingkan individu dengan konsep diri negatif. Berkaitan
dengan tahap perencanaan, individu dengan konsep diri positif akan lebih mantap dalam
memutuskan rencana yang mereka buat karena mereka percaya dengan kemampuan yang
dimiliki. Berkaitan dengan tahap evaluasi, individu akan menilai sejauh mana kemampuannya
sendiri dalam mengendalikan masa depan mereka. Oleh karena itu, konsep diri memainkan
peran penting: individu mengevaluasi peluang mereka untuk mengatasi hambatan dalam
mewujudkan tujuan dan rencana mereka sesuai dengan kemampuan mereka saat ini.
Pada faktor perkembangan kognitif, siswa yang telah memasuki usia remaja akan ada
pada tahap perkembangan kognitif formal operational. Dalam tahap ini mampu mengenali
berbagai kemungkinan di masa depan. Selain itu, kemampuan metakognisi remaja
berkembang dan kemampuan ini sangat memungkinkan remaja untuk memikirkan
kemungkinan yang terjadi di masa depan. Kemampuan ini akan membantu remaja dalam
pencapaian tujuan di masa depan. Oleh karena itu, siswa yang telah berada di tahap ini sangat
mungkin untuk membentuk suatu gambaran yang jelas mengenai masa depan mereka,
khususnya di bidang pendidikan. Berkaitan dengan tahap motivasi dan perencanaan, individu
dalam masa perkembangan kognitif formal operational akan mampu untuk membuat
gambaran mengenai tujuan dan rencana yang perlu mereka bangun untuk masa depan mereka.
Faktor konteks sosial (social contex-related factor) diantaranya peran gender, status
sosial ekonomi, dan hubungan dengan orang tua. Dalam peran gender, Nurmi (1991)
menjelaskan bahwa remaja perempuan lebih tertarik pada masa depan membentuk keluarga
dibandingkan remaja laki-laki yang tertarik untuk melanjutkan pendidikan atau bekerja.
15
karena peran gender perempuan yang melahirkan dan mengurus rumah tangga. Sedangkan
laki-laki mengutamakan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik untuk mencari nafkah
karena peran gendernya sebagai kepala rumah tangga. Perbedaan peran gender ini lebih
terlihat pada remaja yang tinggal di lingkungan masyarakat tradisional. Pada remaja yang
tinggal di kota dan memiliki gaya hidup yang modern, remaja laki-laki dan perempuan dapat
sama-sama memiliki ketertarikan pada pendidikan di masa depan.
Pada faktor status sosial ekonomi dijelaskan bahwa individu yang memiliki latar
belakang status sosial ekonomi yang tinggi cenderung untuk memiliki pemikiran mengenai
masa depan yang lebih jauh dibandingkan individu dengan latar belakang sosial ekonomi
rendah (Nurmi, dalam McCabe & Barnet, 2000). Misalnya, siswa yang memiliki status sosial
ekonomi yang tinggi akan memiliki pilihan untuk melanjutkan studi ke universitas ternama
sehingga ia memiliki peluang yang lebih besar untuk bekerja di pekerjaan yang membutuhkan
kompetensi lulusan perguruan tinggi. Sedangkan, siswa yang berasal dari keluarga dengan
status sosial ekonomi yang rendah memiliki ekonomi yang kurang mendukungnya untuk
meneruskan pendidikan sehingga siswa menjadi pesimis untuk melanjutkan pendidikannya ke
perguruan tinggi. Siswa menjadi memiliki motivasi yang lemah dalam menentukan jurusan di
perguruan tinggi dan tidak membangun rencana yang terarah. Hal ini dapat menyebabkan
siswa lebih memilih untuk bekerja setelah lulus SMA agar dapat membantu perekonomian
keluarganya. Berkaitan dengan tahap evaluasi, siswa dengan keadaan ekonomi yang mumpuni
akan lebih optimis dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi jika dibandingkan
dengan siswa dengan keadaan ekonomi yang terbatas.
Pada faktor hubungan dengan orang tua, siswa yang memiliki hubungan yang baik
dengan orang tuanya akan menjadi lebih yakin dalam menentukan masa depannya.
16
1991). Interaksi positif orang tua dengan anak, dukungan orang tua, serta atmosfir keluarga
yang positif akan mendukung remaja dalam merencanakan masa depannya. Interaksi orang
tua dengan siswa yang baik adalah interaksi yang membangun kemandirian siswa dan tidak
mengontrol siswa. Derajat kontrol orang tua yang rendah dapat memotivasi remaja untuk
tertarik dengan salah satu tugas perkembangan yang penting yaitu merencanakan masa depan.
Hal ini disebabkan karena derajat kontrol orang tua yang rendah dapat meningkatkan
kemandirian remaja sehingga merangsang mereka untuk membuat perencanaan bagi masa
depan (Nurmi, 1991). Misalnya, orang tua yang mendukung siswa untuk menentukan jurusan
di perguruan tinggi secara mandiri namun tetap memberikan batasan untuk tidak memilih
jurusan tertentu yang menurut orang tua tidak cocok dengan diri siswa akan membantu siswa
untuk yakin dalam menentukan masa depannya. Berkaitan dengan tahap motivasi dan
perencanaan, siswa dapat dibantu menetapkan goals dan rencana pendidikan di masa depan
oleh orang tuanya. Dengan demikian, orang tua juga akan meningkatkan optimisme siswa
dalam melakukan evaluasi karena siswa merasa orang tuanya mendukung dalam meraih
tujuan masa depan.
Siswa yang memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas akan
memutuskan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi setelah lulus SMA dan memiliki
motivasi yang kuat untuk masuk ke jurusan tertentu yang sesuai dengan minatnya. Siswa juga
memiliki perencanaan dan strategi yang terarah untuk mencapai tujuan yang telah dibuatnya
tersebut serta mampu mengevaluasi tujuan dan rencana-rencana yang telah dibuat secara
akurat dengan melihat faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pencapaian tujuan.
Misalnya, siswa yang ingin melanjutkan studi setelah lulus SMA memiliki keinginan kuat
untuk menjadi seorang akuntan. Ia mulai membuat perencanaan dengan memikirkan
universitas mana akan dipilih, bagaimana tingkat persaingan untuk masuk ke jurusan
17
masuk ke jurusan tersebut. Ia akan berusaha mencari informasi secara terus menerus hingga ia
dapat memutuskan bahwa jurusan akuntansi cocok bagi dirinya. Ia akan mengevaluasi jika
kemampuan yang ia miliki akan mendukungnya untuk masuk ke jurusan akuntansi dan ia
merasa optimis ketika menyusun perencanaan yang berkaitan dengan masa depannya di
bidang akuntansi. Orang tua, guru, dan teman-temannya juga mendukungnya untuk masuk ke
jurusan akuntansi.
Siswa yang memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas masih
mengalami kebingungan dalam memutuskan untuk kegiatan apa yang akan dilakukan setelah
lulus SMA atau dalam menentukan jurusan apa yang menjadi minatnya di masa depan.
Strategi dan perencanaan yang siswa miliki tidak terarah untuk mencapai tujuannya. Siswa
juga tidak melakukan evaluasi yang akurat serta merasa pesimis dalam mengevaluasi
kemungkinan pencapaian tujuan dan rencana-rencana yang telah dibuatnya. Siswa yang masih
mengalami hambatan dalam salah satu atau dua tahap orientasi masa depan juga dianggap
memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas. Misalnya, siswa sudah
mengetahui bahwa ia memiliki keinginan untuk menjadi seorang akuntan namun belum
18
1.6 Asumsi Penelitian
Siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon memiliki orientasi masa depan bidang
pendidikan yang jelas atau tidak jelas.
Orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon
terbentuk dari 3 tahap, yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi.
Orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI Cirebon
dipengaruhi oleh person related factor (konsep diri dan perkembangan kognitif) dan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data dan pembahasan hasil
penelitian dari 58 siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Sebagian besar responden siswa kelas X dan XI di SMA “X” memiliki orientasi
masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas.
2. Person related factor yang cenderung terkait dengan orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon adalah konsep diri. 3. Social-contex related factor yang cenderung terkait dengan orientasi masa depan
bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon adalah status sosial ekonomi dan hubungan dengan orang tua.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Teoretis
Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Peneliti menyarankan kepada peneliti berikutnya untuk dapat menggunakan sekolah
dengan jumlah responden yang lebih banyak untuk setiap angkatan.
2. Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk dapat mengeksplorasi
54
dengan orang tua yang dapat mendukung munculnya orientasi masa depan bidang
pendidikan yang lebih jelas.
3. Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk tidak menggunakan
faktor-faktor yang menurut Nurmi (1991) tidak memiliki hubungan yang kuat dengan
orientasi masa depan seperti perkembangan kognitif dan peran gender.
5.2.2 Saran praktis
1. Kepada pihak kepala sekolah, peneliti menyarankan agar membuat rencana untuk
mengadakan kegiatan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kejelasan
orientasi masa depan bidang pendidikan siswa. Misalnya seperti membuka
ekstrakulikuler baru yang sesuai dengan jurusan yang banyak diminati oleh siswa
dan mengadakan pelatihan orientasi masa depan.
2. Kepada pihak guru BK, untuk memberikan bimbingan bagi siswa yang masih
mengalami kebingungan dalam menentukan jurusan di perguruan tinggi. Guru BK
juga disarankan untuk dapat memberikan dukungan pada siswa yang memiliki
konsep diri yang negatif dan mereka yang tidak mendapatkan dukungan dari orang
tua untuk menempuh pendidikan tinggi agar dapat meningkatkan orientasi masa
depan bidang pendidikan pada para siswa yang belum jelas. Lalu, guru BK juga
dapat memberikan informasi mengenai beasiswa kepada seluruh siswa, khususnya
siswa dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah.
3. Sebagai masukan bagi guru BK atau kepala sekolah untuk menyarankan orang tua
agar meluangkan waktu lebih untuk berdiskusi dengan siswa mengenai pendidikan
di perguruan tinggi dan memberikan informasi tentang pemilihan jurusan di
perguruan tinggi.
4. Kepada siswa yang sudah memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang
55
tinggi. Kepada siswa yang belum memiliki orientasi masa depan bidang
pendidikan yang jelas untuk terus berusaha dengan cara mencari informasi
mengenai jurusan perguruan tinggi melalui brosur yang ada di perpustakaan dan
mencari lebih lanjut di internet, bertanya kepada guru BK mengenai jurusan
perguruan tinggi yang cocok, atau dengan mengikuti berbagai Expo Perguruan
STUDI DESKRIPTIF MENGENAI ORIENTASI MASA DEPAN
BIDANG PENDIDIKAN PADA SISWA KELAS X DAN XI SMA “X”
CIREBON
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha Bandung
Oleh :
KEVIN TIMOTHY CHRISTIANTO
NRP : 1230034
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
pertolongan-Nya peneliti mampu menyelesaikan mata kuliah Skripsi, Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha. Judul dari penelitian ini adalah “Studi Deskriptif Mengenai
Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan pada Siswa Kelas X dan XI SMA “X” Cirebon.”
Peneliti juga menyadari bahwa dalam penelitian yang telah disusun ini masih
memiliki kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan peneliti kepada pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang dapat membangun demi penyempurnaan dan perbaikan
tugas ini.
Dalam melakukan penyusunan tugas ini juga peneliti mendapatkan bantuan,
bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Tidak lupa peneliti ucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti
sampaikan kepada :
1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Univeristas
Kristen Maranatha.
2. Dr. Irene Tarakanita, M.Si., Psikolog, selaku dosen wali dan sekaligus dosen
pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti
dalam proses penyelesaian usulan penelitian ini.
3. Maria Yuni Megarini C, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang
selalu memberikan saran, dukungan, arahan, dan bantuan kepada peneliti.
4. Dra. Endeh Azizah, M.Si., Psikolog, Kristin Rahmani, M.Si., Psikolog, Dra. Irawati,
M.Psi., Psikolog, dan Cindy Maria, M.Psi., Psikolog selaku dosen penguji seminar dan
5. Kepala Sekolah SMA “X” Cirebon yang memberi dukungan kepada peneliti untuk
meneliti di SMA “X”.
6. Guru Bimbingan Konseling SMA “X” Cirebon yang membantu peneliti dengan
memberikan informasi mengenai keadaan siswa SMA “X” Cirebon.
7. Siswa-siswa SMA “X” Cirebon yang membantu peneliti dari awal penelitian hingga
selesai.
8. Seluruh keluarga peneliti yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti dalam segala
proses penyelesaian tugas ini.
9. Pihak-pihak lain yang memberikan dukungan, semangat, arahan, kritik, saran, dan
bantuan lainnya kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan oleh peneliti satu per satu.
Akhir kata peneliti berharap bahwa tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca dan pihak-pihak yang terlibat dan juga memerlukan.
Bandung, Juni 2017
DAFTAR PUSTAKA
Friedenberg, L. (1995). Psychological Testing : Design, Analysis and Use. Boston: Allyn & Bacon.
Gan, Y., Miao, M., Zheng, L., & Liu, H. (2016). Temporal Doppler Effect and Future Orientation: Adaptive Function and Moderating Conditions. Journal of personality.
Graziano, A. M., & Raulin, M. L. (2000). Research Methods : A Process of Inquiry, Fourth Edition, Boston : Allyn & Bacon A Pearson Education Company.
Guilford, J.P. (1956). Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York: McGraw Hill.
Jansen, M., Scherer, R., & Schroeders, U. (2015). Students' self-concept and self-efficacy in the sciences: Differential relations to antecedents and educational outcomes. Contemporary Educational Psychology, 41, 13-24.
Johnson, S. L., Pas, E., & Bradshaw, C. P. (2016). Understanding the Association Between School Climate and Future Orientation. Journal of youth and adolescence
Kumar, Ranjit. (2014). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners. New York: Sage Publications.
Lewin, K. (1939). Field theory and experiment in social psychology. American Journal of Sociology, 44, 868–896.
Linda., & Savitri, Jane (2015) Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Domain Higher Education pada Siswa Kelas XI SMA "X" Bandung. Jurnal Psikologi Humanitas, 2 (1). pp. 13-28.
McCabe, Kristen M & Barnett, D. (2000). The Relation Between Familial Factors and Future Orientation of Urban, African American Sixth Graders. Journal of Child and Family Studies Vol. 9, No.4. 491-508.
________, Zhang, W., Chen, L., Yu, F., & Wang, S. (2015). Hopes and Fears for the Future Among Chinese Adolescents. Journal of Research on Adolescence, 25(4), 622-629.
Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D., & Gross, D. L. (2001). Human Development (9th ed). New York: McGraw-Hill.
Santrock, J. W. (2012). Adolescence (14th Ed). USA: McGraw-Hill.
Schmidt, C. J., Pierce, J., & Stoddard, S. A. (2016). The Mediating Effect Of Future
Expectations On The Relationship Between Neighborhood Context And Adolescent Bullying Perpetration. Journal of Community Psychology, 44(2), 232-248.
Siegel. S. (1997), Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Snedecor GW, Cochran WG. (1967). Statistical Methods. 6th Edition. Ames: Lowa State University.
So, S., Voisin, D. R., Burnside, A., & Gaylord-Harden, N. K. (2016). Future orientation and health related factors among African American adolescents. Children and Youth Services Review, 61, 15-21.
Steinberg, L. (2014). Adolescence (10th Ed). USA: McGraw-Hill.
DAFTAR RUJUKAN
Donato, De., & Edward, E. (2014). The role of social context on future orientation and college preparatory behaviors among Texas high school students (Tesis). University of Texas at Austin: Texas.
Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Indonesia: Presiden Republik Indonesia.
Mardani. (2016). Hadapi MEA, Perguruan Tinggi Jadi Ujung Tombak. (Online). (http://www.merdeka.com/peristiwa/hadapi-mea-perguruan-tinggi-jadi-ujung- tombak.html, diakses 7 April 2017).
Radityatami, Sela. (2013). Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan Pada Siswa Kelas XI SMA 'X' Bandung (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung.