88
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
7.1.1. Keberadaan Punk di Salatiga mulai lahir pada tahun 2001 yang diperkenalkan oleh seorang mahasiswa asal Jakarta. Berbeda dengan punk di Inggris yang lahir sebagai respon terhadap kondisi politik ekonomi yang kacau pada waktu itu, punk di Salatiga lahir; Pertama, sebagai proses imitasi dari punk di Inggris; Kedua, Punk di Salatiga lahir sebagai
pemanfaatan situasi ‘kebebasan berekspresi’ dan kebebasan berorganisasi
setelah tumbangnya Orde Baru dan bergulirnya orde reformasi.
Berbeda dengan kelahiran punk di Inggris pada tahun 1970-an, kelahiran punk di Salatiga (2001-an) lebih merupakan proses imitasi atas perlawanan yang terjadi di Inggris pada tahun 1970-an. Komunitas punk di
Salatiga lahir dari suatu proses ‘mengutip’, ‘meniru’, apa yang dilakukan
oleh komunitas-komunitas punk yang lahir di Inggris. Komunitas Punk
Salatiga mengambil ‘meniru’, ‘mengutip’, gaya hidup, gaya berpakaian bahkan prinsip-prinsip perlawanan yang diusung komunitas punk di Inggris.
89
Sedangkan punk di Salatiga bila dikaitkan dengan konteks lahirnya lebih
merupakan suatu pemanfaatan situasi ‘kebebasan berekspresi’ pasca
bergulirnya reformasi oleh kaum muda terpelajar. Prinsip ekspresi kemarahan dan frustrasi yang didramatisasikan di Inggris melalui gaya hidup, gaya berpakian dan aliran musik di tiru oleh komunitas punk di Salatiga, dengan mengambil spirit dari inti perjuangan yaitu perlwanan terhadap kemapanan dan keberpihakan terhadap kelompok pekerja.
7.1.2. Walaupun bukanlah respon terhadap kondisi tertentu pada aspek semangat dan prinsip perlawanan Punk di Salatiga mempunyai keterkaitan dengan latar belakang sejarah. Semangat perlawanan (ketidakterimaan, ketidak setujuan terhadap kemapanan) dan keberpihakan terhadap kelompok pekerja merupakan sikap sekaligus prinsip yang juga dianut oleh komunitas punk di Salatiga. Perbedaan-perbedaan yang ada hanya perbedaan kecil sebagai akibat dari penyesuaian prinsip perlawanan punk di Indonesia dengan kondisi-kondisi di Indonesia (seperti gaya dandanan yang merefresentasikan buruh di Indonesia).
90 7.2. Saran
7.1.1. Bagi komunitas punk, perlawanan terhadap struktur khususnya terkait
dengan pemerintah (‘otoritas’ dan ‘kewenangnya’) merupakan perjuangan
yang sangat jarang dilakukan. Begitu juga dengan keberpihakan terhadap kelompok lemah khususnya pekerja, oleh karena itu, prinsip-prinsip tentu harus mengacu pada keberpihakan perjuangan. Namun tantangannya saat ini adalah bahwa gaya hidup dan gaya dandan sebagai alat perjuangan kaum punk juga telah mulai oleh perusahaan-perusahaan kapitalis transnasional sebagai model-model gaya berpakian baru dengan makna yang menekankan pada style dibandingkan keberpihakan.
Untuk itu, maka Punk sebagai komunitas di Salatiga juga perlu membayangkan/memikirkan alternatif perjuangan yang dapat terus dipakai dalam rangka memperjuangkan prinsip-prinsip khas yang ada khususnya perjuangan terhadap keberpihakan kaum punk.