• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 312007095 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 312007095 BAB III"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pengantar

Pada bab ini, penulis akan memaparkan hasil-hasil temuan terkait dengan pemberitaan tentang korupsi oleh media, dalam hal ini Berita Mingguan Majalah Tempo. Dalam pembahasan ini akan diuraikan beberapa tokoh dari kalangan politisi, bankir, pengusaha maupun pemerintahan yang diberitakan beberapa media karena terjerat kasus korupsi.

1. Malinda Dee dan Kasus Penggelapan Dana Nasabah Citibank versi Tempo Kasus penggelapan dana nasabah yang menyeret nama Malinda Dee menjadi topik laporan utama Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 4-10 April dan 11-17 April 2011. Sampul Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 4 April 2011 bergambar karikator Malinda berbadan Monalisa, dengan narasi yang meringkas laporan utama kasus Malinda

(2)

Pada edisi 05 (4-10 April 2011), Majalah Berita Mingguan Tempo memuat beberapa laporan terkait kasus kejahatan yang dilakukan oleh Malinda Dee, dengan laporan-laporannya yang berjudul:

a. PERMAINAN BLANGKO KOSONG MALINDA

Malinda ditangkap di lantai 30 The Capital Residence Tower 3 di kawasan segitiga emas Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan. Diperiksa

nonstop 24 jam, perempuan yang lebih dikenal dengan nama “Malinda Dee” itu

langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Ia dituduh mencuri dan menggelapkan dana nasabah Citigold Citibank nasabah yang memiliki simpanan di atas Rp 500 juta yang ditampung di 12 rekening lain.

Aksi Malinda ini banyak dilakukan saat ia menjadi relationship manager di Citibank cabang Landmark, Jakarta Selatan. Modusnya: mengaburkan dana dan melakukan pencatatan palsu bukti transaksi nasabah. Ia dijerat dengan pasal pencucian uang. Sejumlah mobil mewah Malinda diduga dibeli dari duit nasabahnya itu sudah disita. Di antaranya dua Ferrari, satu Mercedes-Benz E-350, dan Hummer H3 Sport. Polisi tengah menelisik aset lain Melinda yang diduga diperoleh dari hasil kejahatannya. Itu antara lain sejumlah properti dan tanahnya yang berserak di dalam dan luar negeri. Menurut Ito, kemungkinan besar aset Melinda berada di Inggris dan Australia. Di Sydney, misalnya, Malinda memiliki apartemen yang kini ditempati anak sulungnya yang tengah kuliah di sana.

Pusat pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga akan menelusuri kemana saja aliran dana dari sejumlah rekening yang dipakai Malinda untuk menggasak duit nasabahnya. Polisi menemukan 12 rekening penampung di bank lain atas nama Malinda, perusahaannya, dan dua anaknya. Menurut Kepala Pusat Pelaporan, Yunus Husein, rekening besar itu kemungkinan dipakai Malinda untuk

(3)

Tempo beberapa kali mencoba mendatangi Malinda di ruang tahannya. Tapi petugas menyatakan Malinda tidak bisa dijenguk karena sedang dalam pemeriksaan. Di ruang tahanan Badan Reserse Kriminal, Malinda mendiami sebuah sel berukuran sekitar 3x4 meter. Sebuah kasur tipis terbentang di dalam sel tanpa penyejuk udara itu. Di sel ini Malinda sempat “ditemani” Dwi sebelum

polisi memulangkan teller itu. “Ia kini kuyu, tak secantik saat masuk”, kata

seorang petugas perempuan bertubuh bohai itu.

Terbongkarnya kasus kejahatan Malinda berawal dari laporan seorang nasabah ke pimpinan Citibank, pertengahan Januari lalu. Nasabah itu, ujar sumber Tempo, seorang perwira tinggi polisi. Kepada petinggi Citibank, nasabah itu mencak-mencak lantaran simpanan Citigold-nya telah dijebol. Jumlahnya miliaran rupiah. Setelah ditelusuri, perwira polisi ini rupanya nasabah Malinda setelah menjadi

relationship manager di Citibank cabang Landmark, Jakarta Selatan. “Manajemen langsung melakukan insvestigasi”, kata sumber itu.

Dari hasil pemeriksaan, selama 22 tahun Malinda bekerja di Citibank, ada 500-an nasabah Citigold yang ditanganinya. Sebelum akhirnya ditarik ke kantor pusat setahun terakhir, sebagian besar karier ibu tiga anak ini dihabiskan di kantor Landmark. Sumber Tempo menuturkan, manajemen Citibank menghubungi beberapa nasabah untuk memastikan kejadian yang dialami perwira polisi itu tidak menimpa yang lain. Setelah investigasi sebulan, ternyata ada ratusan nasabah yang mengklaim dananya hilang tak jelas. Jumlah totalnya mencapai Rp 90 miliar. Februari lalu, Malinda langsung dipecat.

Dari penelusuran tim investigasi internal, menurut seorang karyawan Citibank, modus yang digunakan Malinda beragam. Karena nasabahnya kelas premium, pelayanan untuk kalangan ini dibuat serba mudah. Mereka tak perlu menginjakkan kaki ke bank. Relationship manager akan menelpon atau mendatangi mereka.

Nasabah yang terlanjur percaya biasanya lantas ambil gampang. Semua blangko transaksi sudah diteken jauh-jauh hari sebelumnya. Saat akan melakukan transaksi, nasabah cukup menelepon relationship managernya. Nah, Malinda salah satunya. “Tanda tangannya juga kerap di atas punggung Malinda”, ujar karyawan itu.

Malinda menggasak duit nasabahnya bermodal blangko kosong yang sudah diteken itu. Sumber Tempo yang dekat dengan Malinda bertutur, Malinda biasaya memang tak sungkan merayu nasabahnya. “Dia memang pandai merayu”, katanya. Dengan penampilannya yang menawan, tampaknya banyak klien

Malinda yang “bertekuk lutut” terbuai rayuan Malinda.

Dengan blangko kosong itulah, kata sumber ini, Malinda membujuk nasabahnya menanamkan dana ke produk investasi. Yang ditawarkan biasanya asuransi. Produk asuransi ini dipilih karena ia memiliki perusahaan asuransi di Bilangan

Kuningan, Jakarta Selatan. Malinda juga menjadi agen “terselubung”. Perusahaan

ini tak lain perusahaan reasuransi yang menjamin klaim asuransi di perusahaannya.

(4)

Untuk laporan ke nasabah, ia menciptakan laporan palsu. Blangko asuransi yang digunakan kerap memakai klaim asuransi perusahannya atau perusahaan reasuransi tempat ia, diam-diam, menjadi agen. Modus yang juga kerap ia pakai adalah menggunting dalam lipatan. Malinda menyetor atau memindahkan isi

rekening nasabah tanpa setahu mereka. “Biasanya penarikan dalam jumlah kecil,

tapi terus-menerus”, kata sumber Tempo itu.

Awal Maret lalu, investigasi internal Citibank rampung. Bagian Kepatuhan dan Pengawasan Citibank melaporkan penyimpangan ini ke Direktorat Pengawasan Bank Indonesia. Sepekan kemudian, Citibank melaporkan kasus itu ke polisi.

Namun hanya tida nasabah yang dilaporkan mengalami kerugian. “Karena cuma tiga itu yang bersedia”, ujar penyidik.

Juru bicara Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah, mengatakan sistem bank seara umum sudah dibuat dengan sistem perlindungan nasabah yang ketat. Dalam

kasus Citibank, kata Difi, Malinda adalah “oknum”.

Adapun Malinda sendiri tampaknya tak mengira aksinya ini bakal terbongkar. Seorang penyidik bercerita, awalnya Malinda keukeuh membantah melakukan kejahatan seperti yang dituduhkan kepadanya. Belakangan, setelah terus diinterogasi, ia akhirnya menyerah. Anton Bachrul Alam juga mengakui soal itu.

“Belakangan akhirnya dia mengaku juga”, kata Anton.

b. BERAWAL BLANGKO KOSONG

Bermodal kepercayaan dan blangko kosong, Malinda menggangsir duit nasabah premiumnya. Sebelumnya, dengan alasan kemudahan, jauh hari, si nasabah diminta meneken blangko kosong itu. Inilah sebagian modus Senior Relationship Manager Citibank itu mengeruk pundi-pundi nasabahnya. Malinda mengisi blangko kosong itu dengan sejumlah dana tanpa setahu nasabahnya. Karena dokumen lengkap, manajemen Citibank menyetujui pencairan dana dan transaksi yang diajukan Malinda.

c. BARBIE PENGGEMAR FERRARI

Dunia sosialita Jakarta gempar sepanjang pekan lalu. Topiknya apa lagi kalau bukan penangkapan Malinda Dee, Senior Relationship Manager Citibank. Dia baru diberhentikan sebulan lalu. Polisi menuduh perempuan 47 tahun itu menggelapkan duit tiga nasabahnya senilai Rp 20 miliar. Foto-foto Malinda, dengan berbagai pose, beredar gencar di jejaring sosial media.

Dia punya kesenangan koleksi mobil. Sampai Jumat pekan lalu, polisi sudah menyita dua Ferrari, satu Mercedes-Benz E-350, dan Hummer H3 Luxury Sport Utility Vehicle. Mobil-mobil mewah itu kini berderet di area parkir Markas Besar Kepolisian RI. Inilaha mobil yang harganya di atas Rp 2 miliar, kecuali Mercy,

yang “cuma: dibeli Malinda seharga Rp 400 juta untuk anaknya.

(5)

Selepas SMA, Malinda kuliah di Universitas Trisakti Jurusan Arsitektur Lanskap. Hanya bertahan setahun di jurusan ini kemudian pindah ke faktultas ekonomi di

kampus yang sama. Di fakultas inilah, Malinda mulai gaul dan berdandan. “Dia bergabung dengan ‘mahasiswa Barbie’, “ katanya. Ini sebutan untuk mahasiswi yang kuliah dengan berdandan seperti hendak ke pesta.

Dari Trisakti, Malinda bekerja sebagai account officer di Citibank, di gedung Landmark, Jakarta. Ia menikah dengan pengusaha Adus Ally, yang memberinya tiga anak. Keduanya kemudian bercerai. Anak sulung Malinda kini kuliah di Australia. Menurut polisi, Malinda membeli sebuah apartemen di Sidney untuk ditempati anaknya itu.

Di Citibank, karier Malinda terus menanjak hingga menjadi manajer. Jabatan terakhirnya setelah 22 tahun bekerja adalah Vice President Senior Relationship Manager Citigold, dengan gaji sekitar Rp 60 juta setiap bulan. Malinda dipercaya mencari dan berhubungan dengan nasabah premium, yang punya rekening di atas Rp 500 juta.

Pasca krisis ekonomi 1998, orang kaya Indonesia ramai-ramai menanamkan uang di bank luar negeri, terutama di Swiss dan Singapura. Situasi ini mendorong bank swasta dan asing di Indonesia mengambil kebijakan untuk lebih agresif menjaring nasabah beraset limpah. Manajer seperti Malinda bertugas meyakinkan orang-orang ini agar tetap menyimpan uangnya di bank dalam negeri.

Berbekal keluwesan dan kecantikan, Malinda menjala nasabah kakap. Pejabat dan mantan pejabat, pengusaha, serta mereka yang ketiban warisan banyak menjadi nasabahnya. Seorang sumber bercerita, di kantor Malinda memakai kain tutup kepala. Tapi di luar, saat membicarakan investasi, dia bersalin rupa mengenakan busana seksi.

Selain di Citibank, pada 2008, Malinda mendirikan Sarwahita Global Management, perusahaan model ventura dan teknologi, yang membawahkan empat anak usaha. Pergaulannya terbentang kian luas. Malinda kerap terlihat di beberapa pesta yang dihadiri para istri pejabat dan diplomat asing. Dari tempat

gemerlap semacam inilah dia membidik “mangsa”-nya, very important person yang membutuhkan pelayanan perbankan secara personal dan superspesial.

Malinda dengan mudah merebut kepercayaan para nasabah papan atas. Tak hanya mengurus akun rekening, dia juga dipercaya mengelola dan menginvestasikan ratusan miliar rupiah uang nasabah. “Bahkan, saking percayanya, nasabah

memberi blangko kosong kepada Malinda”, kata Anton Bachrul Alam. Hal inilah

yang belakangan dimanfaatkan Malinda.

Sejauh ini, berdasarkan catatan Bank Indonesia, sudah ada 20 nasabah yang mengadukan uangnya hilang dengan total kerugian 90 miliar. Si Barbie kini

ditahan di penjara Markas Besar Polri. “Kami juga sudah memberhentikan dia”,

kata juru bicara Citibank, Ditta Amahorseya.

(6)

Pengacara Kondang, Pengusaha, Sampai Mantan Pejabat”. Pada cover majalah ini Malinda digambarkan sebagai sosok Medusa. Dalam mitologi Yunani, kisah Medusa adalah kisah tragis. Medusa (yang berarti adalah penjaga dan pelindung) awalnya merupakan perempuan cantik rupawan, putri dari Phorkys dan Keto, anak-anak Gaia (Bumi) dan Okeanos (Samudera). Kecantikan Medusa tak tertandingi bahkan mengalahkan keagungan dan kecantikan Dewi Athena dalam mitologi Yunani, sampai suatu hari Poseidon yang dianggap dewa laut dalam mitologi Yunani berusaha mendapatkan Medusa untuk dijadikan istri tetapi Medusa menolaknya. Poseidon pun memperkosa Medusa yang merupakan perawan di kuil Athena.

Mengetahui kejadian itu, Athena murka. Karena Poseidon terlalu kuat untuk dihukum atau diperangi, maka Athena menyalahkan Medusa untuk tindakan asusila dan dihukum dengan mengubahnya menjadi makhluk berambut ular, dan menjadi ular setengah manusia (dimana waktu itu ular dianggap sebagai hal yang memuakkan). Kutukan itu tidak sampai disitu saja, barang siapa yang bertatapan mata langsung dengan Medusa, orang yang menatapnya akan berubah menjadi batu1.

1

(7)

Pada sampul Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 11-17 April 2011 di atas, Malinda digambarkan dari kepala hingga atas pinggul di tengah segerombolan lelaki membatu. Malinda digambarkan menggunakan baju ketat berwarna hitam, yang senada dengan rambut ularnya. Penekanan visualisasi menggunakan sinar lampu putih diarahkan ke tubuh Malinda dengan belahan buah dadanya yang didekati para nasabah lelaki yang terpikat lantas membatu dan terdapat gambar tangan yang berupaya menggapai buah dada Malinda.

Beberapa laporan utama dari Majalah Berita Mingguan Tempo yang memfokuskan pada kasus Malinda dirangkum sebagai berikut:

a. SIAPA NASABAH KAKAP MALINDA

Skandal Malinda Dee bisa dicalonkan sebagai perkara paling kontroversial tahun ini. Bekas Senior Relationship Manager Citibank itu didakwa menggelapkan setidaknya Rp 90 miliar uang nasabah. Bukti-bukti penyelewengannya amat jelas: sejumlah apertemen di jantung segitiga emas Jakarta, empat mobil mewah sekelas Ferrari dan Hummer, serta sejumlah properti di Inggris dan Australia. Lewat

pengacaranya, Malinda pun mengaku telah melakukan “pelanggaran prosedur”.

Anehnya, sampai tiga pekan setelah ia ditangkap, belum satupun nasabah mengadukan perempuan 47 tahun yang “seronok” itu ke kantor polisi.

(8)

Semakin hari, polisi akan semakin terang menggambarkan lika-liku permainan Malinda. Tapi nasabah kelas kakap yang dirugikan Malinda tetap saja kabur-paling tidak sampai akhir pekan lalu. Agaknya para nasabah menganggap “ongkos” muncul di permukaan, dengan melapor kepada polisi, lebih mahal ketimbang sekian miliar rupiah yang raib di tangan Malinda.

Selain menduga Malinda melakukan pencucian uang, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPTAK) perlu melacak rekening para klien Malinda itu. Bila sang pemiliki tidak merasa perlu ribut-ribut setelah kehilangan miliaran rupiah, bisa dibayangkan betapa besar jumlah uang dalam rekening itu. PPTAK jelas mempunyai kewenangan memonitor rekening yang mencurigakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25/2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kewenangan itu termasuk melacak transaksi oleh nasabah yang patut diduga sengaja dilakukan untuk menghindari standar pelaporan penyedia jasa keuangan dalam kasus ini Citibank. PPTAK juga bisa melacak rekening yang dicurigai dibuat menggunakan harta yang berasal dari hasil tindak pidana.

b. PROYEK INONG DI LUAR CITI

Malam di salah satu ruangan Sarwahita Group di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Inong Malinda Dee menggunakan kerudung. Sebagian poninya dibiarkan menyeruak keluar. Senyumnya terus mengembang di antara cahaya lampu kilat yang bergantian menyala menyinari wajahnya. Tangan ibu tiga itu terlipat ke depan. Dia berdiri berjejer diantara para tamunya dengan anggun.

Dalam foto perempuan 47 tahun ini berdiri bersebelahan dengan Haryono Suyono, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di era Orde Baru dan Subiakto Tjakrawerdaja, Menteri Kooperasi di era yang sama. Foto Malinda bersama bekas orang penting republik ini dipublikasikan dalam majalah Gemari edisi 113, Juni 2010. Gemari adalah majalah bulanan yang diterbitkan yayasan-yayasan milik bekas presiden Soeharto. Haryono memang tercatat sebagai Ketua Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri), salah satu yayasan yang didirikan Soeharto.

Acara pada medio Juni 2010 itu merupakan acara pengenalan biomass energi. PT Sarwahita akan menggandeng Damandiri untuk ikut mempromosikan penggunaan

energi alternatif terbarukan tersebut. “Acara itu memang di kantor Sarwahita, dan kami mendokumentasikan”, ujar Asisten Deputi Direktur Informasi dan Advokasi

Yayasan Damandiri, Dadi Parmadi Suparta, kepada Tempo pekan lalu.

Sarwahita Group yang didirikan Malinda Dee kini menjadi buah bibir karena diduga tempat Malinda melempar sekaligus memutar uang yang gangsir dari sejumlah rekening nasabah premiumnya. Polisi sudah memeriksa beberapa

komisaris Sarwahita. “Mereka dikait-kaitkan dengan ulah Malinda”, ujar sumber Tempo. Posisi Presiden Komisaris Sarwahita kini dipegang Marsekal Madya Rio Mendung Thalieb, yang sekarang menjabat Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional.

(9)

lain, konstruksi dan asuransi. Tapi hingga 2010 praktis perusahaan ini hanya mempunyai dua proyek yang terhitung agak besar, salah satunya pemasangan lampu di jalan tol Jakarta.

Pekan lalu Tempo mendatangi kantor Sarwahita di Gedung Anugerah. Tak terlihat

aktivitas apapun disana. Pintu kantor itu terkunci rapat. Stiker bertulisan “Sarwahita Group” tertempel di tengah pintu kaca. Dari balik kaca hanya terlihat meja resepsionis, pesawat telepon, dan kartu absensi karyawan. Rak buku dan majalah

tampak kosong. “Sudah pindah sebulan lalu,” ujar seorang petugas keamanan

kantor yang bertetangga dengan Sarwahita. Artinya, Sarwahita “cabut” persis ketika kasus Malinda mulai mencuat.

Marsekal Madya Rio Mendung mencuat namanya karena terseret kencang dikaitkan dalam pusaran kasus Malinda tatkala kasus Malinda ini mulai bergulir dan menjadi pembicaraan di antara petinggi Citibank, pada Februari silam Malinda mengajukan pengunduran diri selaku komisaris Sarwahita.

2. Nunun Nurbaetie: Kasus Suap Pemilihan Anggota Dewan Gubernur Senior BI Versi Tempo

Kasus suap pemilihan anggota Dewan Gubernur Senior BI berfokus pada peran Nunun Nurbaety menjadi laporan utama pada Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 18-25 Desember 2011, dengan cover menampilkan sosok Nunun Nurbaety dengan mulut yang

tertutup. Pada coverline diberikan judul: “Mafia di Balik Nunun, Seorang Pensiunan

(10)

Berikut ini pemberitaan terkait kasus Nunun Nurbaetie: a. PEMANDU JALAN NYONYA SOSIALITA

Pria plontos, kulit putih, berbadan kekar tampak mengawal Nunun dengan selalu berada di nomor kursi sebelahnya. Pertengahan November lalu, sang pria kekar tertangkap kamera Bandar Udara Suvarnabhumi, Bangkok. Mengenakan celana jins, kemaja putih, dan jaket hitam, dia berjalan tepat di belakang Nunun, tersangka suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang ditetapkan sebagai buron Interpol sejak Mei lalu. Matanya terkesan sedang mengawasi sekeliling. Nunun menutup rambutnya dengan kerudung yang diikat di bagian atas.

Sejumlah sumber di Thailand dan Tanah Air menyebutkan pria itu dikenali sebagai Philip B Christensen. Ia pensiunan marinir Amerika Serikat, yang sekarang memimpin perusahaan jasa keamana bernama Sitipracalaw dan berbasis

di Bangkok. “Ia bergantian mengawal Nunun dengan lima orang lainnya,” kata

seorang sumber. Potongan gambar Nunun dan pengawalnya itu terekam pada kamera keamanan, yang dilihat Tempo pekan lalu.

Meninggalkan Jakarta pada Februari 2010, Nunun segera menuju Singapura untuk

“berobat”. Ketika itu, persidangan perkara suap pemilihan Miranda Swaray

Gultom telah mendudukan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai terdakwa. Nunun sering disebut para terdakwa. Sebulan setelah dia kabur, Komisi Pemberantasan Korupsi baru meminta Imigrasi mencegah dia ke luar negeri. Tak lama Nunun tinggal di Singapura untuk pindah ke Thailand. Rumah sewaan berada di kawasan Aqua Divina dengan alamat Jalan Nantawan 5 bernomor 98/34. Berdasarkan keterangan agen properti, rumah yang ditinggali Nunun memiliki tiga kamar utama dan satu kamar pembantu. Garasinya bisa menampung dua mobil. Penelusuran Tempo di Thailand, rumah yang ditinggali Nunun disewa atas nama orang lain. Dialah Philip B. Christensen, pensiunan marinir pengawal sang tersangka.

Untuk mengawal Nunun di Thailand, Philip dibantu empat orang kulit putih dan seorang perempuan muda lokal. Philip bukan orang asing bagi Adang. Menurut seorang sumber, dalam dua tahun terakhir, Philip tercatat dua kali masuk Jakarta. Pada satu kedatangan, Adang diketahui pernah menjamunya makan di Restoran

Batavia, Jakarta Pusat. Ditanyai soal ini, Adang menolak menjelaskan. “Anda kejar sampai kapan pun, saya tidak akan menjawab,” ujarnya kepada Febriyan

(11)

Philip dan timnya mengatur pelarian Nunun dengan rapi. Menurut seorang sumber, layaknya operasi pengamanan pejabat penting, mereka menyiapkan kamuflase-kamuflase. Philip kadang terbang sendiri. Ia juga sesekali pergi bersama kerabat Nunun. Untuk melakukan enam kali perjalanan Thailand-Kamboja dalam lima bulan terakhir, tim Philip melakukan 17 pergerakan pengecohan.

Hari keberuntungan Nunun berakhir Rabu dua pekan lalu. Polisi Bangkok yang menungtitnya sejak sebulan sebelumnya mendeteksi keberadaannya di rumah sewaan. Sejumlah polisi yang mengintai rumah itu berusaha merengsek ke dalam

rumah. Ketika itu, Nunun hanya ditemani Thanokrat dan keponakannya. “Philip tidak ada di rumah,” kata sumber Tempo. Nunun kabarnya sempat menawarkan 1

juta baht agar dibebaskan. Tapi polisi yang menangkapnya bergeming dan tetap membawanya. Ia dibawa ke satu rumah yang aman dan tingagal hingga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menjemputnya Sabtu dua pekan lalu.

Sepanjang perjalanan, ia terus menutupi wajah dengan kerudung Louis Vuitton, salah satu merek busana papan atas yang banyak dikoleksinya.

b. TAMU PENTING BERKERUDUNG LOUIS VUITTON

Memakai kerudung abu-abu Louis Vuitton dan masker penutup sebagian wajah, Nunun Nurbatie disambut seperti tamu penting. Ditangkap kepolisian Thailand pada Rabu dua pekan lalu 7 Desember 2011, Nunun dibawa ke Jakarta dengan penerbangan Garuda tiga hari kemudian. Setiap di gedung komisi antikorupsi, istri mantan Wakil Kepala Kepolisian RI Adang Daradjatun ini dibawa ke poliklinik untuk diperiksa kesehatannya. Seorang polisi Thailand yang menangkapnya ikut mendampingi. Chandra Hamzah mengatakan Nunun

mengenalinya dan mengatakan, “Apa kabar, Pak Chandra?” Nunun segera dibawa

ke Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur. Sosialita itu melewati malam Minggu bersama 33 tahanan di ruang asimilasi.

Nunun dianggap sebagai saksi kunci yang bisa dijadikan jalan membuka sumber dana suap RP 24 miliar untuk 39 anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Para anggota Dewan yang telah dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan ini merupakan lumbung suara yang mengantarkan Mirand Swaray Gultom ke kursi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia saat itu.

Nunun banyak disebut dalam persidangan. Arie Malangjudo, Direktur PT Wahana Esa Sakti, yang sebagian sahammnya dimiliki Nunun, mengatakan diminta membagikan cek pelawat ke anggota Dewan. Jejak Nunun juga terlihat dari pengakuan Udju Djuhaeri kepada penyidik. Udju mengaku ditelepon Nunun agar datang ke kantornya di Jalan Riau 17, Menteng, Jakarta Pusat.

(12)

c. TRANSAKSI AJAIB DI RUMAH UANG

Pemutus rantai aliran cek pelawat itu Ferry Yen meninggal lima tahun lalu. Ia meninggal pada usia 50 tahun. Jenazahnya diperabukan di krematorium Marunda, 11 Januari 2007, empat hari setelah meninggal. Setahun lebih setelah itu, Ferry

“hidup” kembali. Namnya disebut-sebut di gedung pengadilan korupsi oleh Budi Santoso, Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation and Industry. Perusahaan ini diselidiki karena merupakan asal 480 lembar cek pelawat bernilai Rp 24 miliar yang ditebar ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 2004, saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Bersaksi di pengadilan tindak pidana korupsi, April 2010, Budi mengatakan perusahaannya membeli cek dari Bank Internasional Indonesia melalui Bank

Artha Graha atas pesanan Ferry. “Cek itu untuk membeli lahan perkebunan,” kata

Budi ketika itu. Adalah Presiden Direktur First Mujur Hidayat Lukman alias Teddy Uban yang meminta dia mengeluarkan Rp 24 miliar untuk pembayaran. Menurut Budi, Ferry meminta uang diserahkan dalam bentuk cek pelawat, Rp 50 juta per lembar. Budi memerintahkan stafnya membeli cek dari Bank Internasional Indonesia karena Artha Graha tak mengeluarkan cek jenis itu. Ia mengeluarkan Rp 24 miliar dalam tujuh lembar cek untuk pembelian. Menurut dia, uang berasal dari pencairan kredit berjangka dari Bank Artha Graha. Budi menyebutkan cek diserahkan kepada Ferry segera setelah diterima dari Bank Internasional Indonesia.

Nyatanya, dalam kecepatan kilat, cek itu sudah sampai ke meja Nunun Nurbaetie, pemilik PT Wahana Esa Sejati. Selisih waktu cek diterima First Mujur dengan penerimaan di kantor Nunun hanya dua jam. Beberapa saat kemudian, seperti terungkap dalam dokumen persidangan, Nunun menyuruh salah satu direktur perusahaan itu, Arie Malangjudo, mengantar cek ke sejumlah politikus anggota Dewan periode 1999-2004.

Inilah transaksi ajaib yang masih menjadi misteri dalam perkara suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Dari sejumlah sumber yang ditemui Tempo, ditemukan kejanggalan pertama, yaitu soal waktu. Penyelesaian transaksi pembelian cek dari Bank Artha Graha ke Bank Internasional Indonesia dikenal dengan istilah real time gross setlement atau RTGS selesai sekitar pukul 08.00 WIB. Tapi pencairan tujuh lembar cek seperti yang disebutkan Budi Santoso baru

dilakukan satu jam lebih setelah itu. “Belum lagi soal cepatnya cek sampai ke

Nunun,” kata seorang sumber.

Dari penelusuran lembaga berwenang, ditemukan asal-muasal duit Rp 24 miliar dari Bank Artha Graha cabang Medan. Duit mengalir ke rekening First Mujur, yang juga merupakan anggota grup Artha Graha milik pengusaha Tomy Winata. Disitu disebutkan duit untuk kredit berjangka. Ini kejanggalan kedua: penggunaan utang berjangka untuk membeli cek pelawat. Lazimnya, utang semacam ini

digunakan untuk investasi jangka panjang. “Baru kali ini dalam sejarah, kredit

berjangka digunakan untuk membeli cek perjalanan,” kata seorang sumber.

(13)

dirancang sejak awal sehingga alirannya bisa sangat cepat. “Seperti sudah ada

skenario yang disiapkan.” Sumber ini juga meyakini cek pelawat tak pernah

sampai ke tangan Ferry.

Sumber ini menyebutkan besar kemungkinan tak hanya satu kelompok yang

memberi “sumbangan” pada saat pemilihan Miranda Swaray Gultom sebagai

Deputi Gubernur Senior. Menurut dia, beberapa kelompok diduga saweran buat membeli cek pelawat. Ia menunjuk adanya satu rekening khusus yang berakhiran

000 di Bank Artha Graha. Isi rekening “nomor cantik” ini belakangan digunakan untuk melunasi “kredit: yang diberikan Artha Graha Medan.

Masalahnya, tak mudah membuka nomor rekening ini. Menurut sumber Tempo, Artha Graha bahkan menolak memberikan akses ke Bank Indonesia untuk menyelidiki transaksi pada rekening ini.

d. DOKTER LUPA, PASIEN TAK INGAT

Berbilang bulan diagnosis mengidap sakit lupa, Nunun Nurbaetie ternyata bisa menjawab pertanyaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Di pesawat Garuda yang membawanya kembali ke Tanah Air, ia cekatan membubuhkan tanda tangan dalam dokumen berita acara penangkapan. Ia diketahui aktif berbelanja selama pelarian, tak lupa dirinya, juga mengenali Chandra M. Hamzah, pemimpin KPK yang ikut dalam rombongan penjemput.

Andreas Harry, dokter pribadi Nunun sekeluarga, mendiagnosis Nunun mengidap penyakit demensia akibat stroke yang terjadi pada Juni 2009. “Terjadi gangguan

memory loss berupa amnesia pada Ibu Nunun.” Kata Andreas.

Wakil Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia Cabang Jakarta M. Kurniawan ragu terhadap keseriusan penyakit Nunun. Soalnya, pengidap demensia mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-hari dan dalam

berhubungan sosial dengan orang lain. “Penderita demensia tidak dapat berbelanja,” kata Kurniawan. Penderita yang masih shopping, kata Kurniawan,

hanya mengidap mild cognitive impairment atau pra-demensia. “Cuma lupa-lupa

saja,” kata pengajar di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia ini.

3. Miranda Gultom : Kasus Penyehatan Bank Artha Graha versi Tempo.

(14)

diselidiki, ternyata banyak anggota dewan lainnya juga menerima cek pelawat yang sama. Akhirnya terungkap bahwa pemberian cek pelawat tersebut terkait dengan pemilihan DGS BI tahun 2004, yaitu diberikan untuk memenangkan Miranda Swaray Gultom.

Kasus yang menyeret Miranda Gultom menjadi laporan utama pada Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 30 Januari – 5 Februari 2012 dengan coverline: “Kesaksian Menjerat Miranda. Pada cover ini digambarkan Miranda berbusana kerja sedang membersihkan jejak tapak kaki seseorang.

Berikut diuraikan beberapa pemberitaan yang dilakukan Majalah Berita Mingguan Tempo pada kasus Miranda Gultom edisi 30 Januari:

a. DI UJUNG JERAT CEK PELAWAT

(15)

ini bergegas memasuki halaman jembar rumahnya di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan. Rambutnya berwarna black cherry.

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan guru besar Faktultas Ekonomi Universitas Indonesia sebagai tersangka berdasarkan kesaksian Nunun Nurbaetie yang disangka menebar uang guna memenangkan Miranda pada pemilihan Deputi Gubernur Senior awal Juni 2004. Komisi antikorupsi tidak menahan perempuan sosialita ini. Tapi, sejak awal Desember lalu, Imigrasi telah memperpanjang pencegahan dia ke luar negeri.

Layar putih berukuran meja pingpong terpacak di ruang gelar perkara lantai tiga gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Di layar itu, tertera matriks perkembangan penyelidikan dugaaan keterlibatan Miranda Swaray Gultom dalam kasus suap cek pelawat. Rabu malam pekan lalu itu, Komisi tengah “menguliti” peran Miranda dalam kasus ini.

Penyidik menyebutkan pertemuan Miranda dengan 15 anggota Komisi Perbankan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Hotel Dharmawangsa beberapa hari sebelum pemilihan. Miranda mengakui merancang pertemuan, termasuk mendanainya. Ibu dua putri ini juga membenarkan mengundang Udju Djuhaeri dan tiga koleganya, anggota Fraksi TNI/Polri ke Niaga Tower, Sudirman, Jakarta Selatan. Kesaksian Nunun bahwa Miranda pernah memintanya dipertemukan dengan anggota Komisi Perbankan DPR periode itu – Paskah Suzetta, Hamka Yandhu, dan Endi A. J. Soefihara – dirumah Nunun di Cipete, Jakarta Selatan, juga dipakai penyidik. Kepada penyidik, Nunun mengatakan Miranda meminta para politikus itu memilihnya. Kedekatan Miranda dengan Nunun dinilai penyidik menguatkan tuduhan.

Miranda Swaray Gultom terus disebut sejak perkara ini terbongkar “tak sengaja”

pada 2008. Ketika itu, anggota Dewan dari PDI Perjuangan periode 1999-2004, Agus Condro Prayitno, diperiksa dalam perkara lain. Ia kemudian mengaku pernah menerima cek pelawat pada saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.

Dari “nyanyian” penerima cek itu, plus dukungan data Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan, dari 480 lembar cek senilai Rp 24 miliar sebagai besar mengalir ke 41 anggota DPR periode 1999-2004 dari empat fraksi: Golkar, PPP, TNI/Polri, dan PDIP. Sisanya ke pihak lain.

Tertangkapnya Nunun memberi harapan baru penuntasan kasus itu. Cek pelawat dibeli PT First Mujur Plantation & Industry dari Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha. Di persidangan, pemimpin First Mujur menyatakan cek dipakai buat membeli 5.000 hektar kebun sawit di Sumatera. Berdasarkan penelusuran Tempo sebelumnya, transaksi ini diduga fiktif.

Sumber ini memastikan KPK tidak kehabisan langkah. Dengan penetapan Miranda sebagai tersangka, penyidik bisa mengorek sponsor cek pelawat. Bekas Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein menuding sponsor

Miranda adalah “bank bermasalah”.

b. RAME-RAME MENUDING MIRANDA

(16)

Agus Condro Priyatno (Anggota Fraksi PDI Perjuangan 1999-2004, 26

Oktober 2010). “diruang fraksi, Juni 2004, Ketua ngomong Miranda mau ngasih

kami Rp 300 juta. Tapi, kalau kita minta Rp 500 juta, dia enggak keberatan.

Danial Tanjung (Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 1999-2004, 23

Oktober 2009): “Endin (A.J. Soefihara, ketua fraksinya) mengatakan: ini ada rezeki dari Miranda”

Izederik Emir Moeis (Ketua Komisi Keuangan DPR 2004, sebagai saksi pada

18 Mei 2011): “Pada 9 Juni 2004, saya sempat pegang cek 10 menit, tapi saya bilang Pan (Panda Nababan, koleganya), gue enggak mau terima duit-duit dari Miranda.

Udju Djuhaeri (Anggota Fraksi TNI/Polri 1999-2004, 4 Februari 2010): “saat menerima cek, saya tidak menyangka bahwa pemberian tersebut terkait dengan pemilihan. Adang menelepon saya meminta Fraksi TNI/Polri mendukung

Miranda.”

Nunun Nurbaetie (melalui pengacara Mulyaharja), kepada penyidik KPK, 27

Desember 2011: “MG (Miranda) pernah meminta Ibu Nunun agar diperkenalkan

dengan anggota DPR untuk pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

c. TIUPAN PELUIT

1 April 2010, Miranda menjadi saksi pada sidang dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod. Ia mengakui pertemuan di Hotel Dharmawangsa.

25 Okotober 2010 Miranda mulai dilarang ke luar negeri. Pencegahan berlaku setahun.

25-26 Oktober 2010 Miranda diperiksa sebagai saksi.

26 Oktober 2010, Miranda diperiksa KPK. Hendak ke Singapura menggunakan paspor biasa, ia gagal berangkat.

21 Desember 2011 Miranda kembali diperiksa KPK sebagai saksi.

13 Desember 2011 KPK memperpanjang pencegahan Miranda, berlaku sampai 12 Juni 2012.

10 Januari 2012 Miranda kembali diperiksa.

26 Januari 2012 Miranda ditetapkan sebagai tersangka.

d. PAPA MERTUA TAK BERNAMA

Di depan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, November 2010, Miranda Swaray Gultom membuka kedekatannya dengan Tommy Winata pemilik PT Bank Artha Graha Tbk. Mantan Deputi Senior Bank Indonesia ini diperiksa sebagai saksi bagi empat anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 yang menjadi tersangka lewat kasus cek pelawat.

(17)

perusahaan perkebunan kelapa sawit. KPK memanggil komisaris perusahaan itu, yaitu Komisaris Utama F.X. Sutrisno Gunawan serta dua komisaris, Ronald Harijanto dan Yan Eli Mangatas Siahaan. Sebelumnya, Budi Santoso, Direktur Keuangan First Mujur beberapa kali diperiksa sebagai saksi.

Dalam pemeriksaan Budi Santoso, penyidik secara khusus mengejar soal hubungannya dengan Tommy Winata. Lelaki kelahiran Jakarta, 17 Desember 1972, ini diketahui menikah dengan Agustina Harapan, yang disebut-sebut sebagai anak angkat Tommy.

Dalam pemeriksaan itu, penyidik sempat mencecar Budi tentang identitas mertua

lelakinya. Namun dia menolak menyebutkan namanya. “saya hanya memanggil Papa,” katanya. Budi menjadi saksi kunci dalam mengurai alur khusus cek pelawat ini. Sebab, dari keterangan sejumlah saksi di pengadilan, cerita asal dana Rp 24, 5 miliar itu berhenti di Ferry Yen alias Suhardi Suparlan, yang meninggal secara misterius pada 7 Januari 2007.

Nama Ferry pertama kali disebut Budi. Bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada April 2010, Budi mengatakan perusahaannya membeli cek dari

Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha atas pesanan Ferry. “Cek itu untuk membeli lahan perkebunan,” katanya.

Menurut Budi, Ferry meminta uang diserahkan dalam bentuk cek perjalanan, Rp 50 juta per lembar. Budi memerintahkan stafnya membeli cek dari Bank Internasional Indonesia karena Artha Graha tak mengeluarkan cek jenis itu. Ia mengeluarkan Rp 24 miliar dalam tujuh lembar cek untuk pembelian. Menurut dia, uang berasal dari pencairan kredit berjangka dari Bank Artha Graha. Budi menyebutkan cek telah diserahkan kepada Ferry segera setelah diterima dari Bank Internasional Indonesia.

Cover kedua Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 6-12 Februari 2012 yang menampilkan Miranda Gultom sebagai covernya dengan coverline “Untuk Miranda

Demi Artha Graha” dimana sosok Miranda digambarkan sebagai seorang pejabat

(18)

Berikut beberapa berita Majalah Mingguan Tempo terkait dengan kasus Miranda Gultom.

a. DISKON YANG MENGANDUNG CURIGA

Rapat mingguan Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23 Desember 2008 dipimpin langsung Boediono sebagai gubernur bank sentral, diikuti Deputi Gubernur Senior Miranda Swaray Gultom dan enam deputi lain, serta dihadiri beberapa anggota staf biro gubernur dan Direktorat Pengawasan Bank 3, di bawah komando Erwin Riyanto.

Salah satu agenda penting pada Senin sore adalah membicarakan nasib duit BI yang sudah terbenam lama di PT Bank Artha Graha Internasional (BAGI). Dana sejumlah Rp 1, 019 triliun itu diguyurkan ke bank milik Tommy Winata dan Sugianto Kusuma tersebut dalam bentuk pinjaman subordinasi atau subordinated loan (SOL) sejak Oktober 1997. Kredit diberikan dengan tujuan membantu penyehatan bank ini setelah mengambil alih Bank Artha Prima yang amburadul. Jangka waktunya 25 tahun atau baru akan jatuh tempo pada 2022.

(19)

tercata pada 2006 hanya Rp 41, 8 miliar. Lalu, pada 2007, keuntungan turun hingga tinggal Rp 31, 3 miliar.

Dalam itu usul Erwin sempat dipertanyakan oleh beberapa deputi gubernur, antara lain Budi Rochadi (almarhum) dan Budi Mulya. Mereka memprotes karena melihat adanya perlakuan terlalu istimewa jika diskon itu diberikan. Pada saat bersamaan ada bank lain, seperti Bank IFI yang sedang sekarat dan tak diberi pertolongan serupa.

Pada akhirnya, suara Siti Fadrijah dan Miranda, dengan bantuan Erwin, yang muncul sebagai pemenang. Di akhir pertemuan, hampir seluruh usul pemberian fasilitas kepada Artha Graha disepakati. Surat perjanjian kredit untuk fasilitas itu diterbitkan saat Miranda menjadi Pelaksana Tugas Gubernur BI pada Juni 2009, setelah Boediono mengundurkan diri untuk menjadi calon wakil presiden. Sebaliknya, belakangan kita tahu, Bank IFI dibiarkan mati dan ditutup pada April 2009.

Korting dan pengabaian atas selisih bunga inilah yang kembali menjadi dipersoalkan dan jadi tanda tanya rapat Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Bank Indonesia, Senin pekan lalu. Anggota Dewan dari Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid, menengarai adanya perlakuan diskriminatif dalam keputusan BI.

BPK menemukan adanya beberapa kejanggalan dan perlakuan istimewa terhadap Artha Graha. Sebab, pada saat bersamaan, restrukturisasi pinjaman subordinasi juga dilakukan terhadap dua bank lain, yakni Bank Mega dan Bank Danamon. Bedanya, kepada kedua bank ini, BI tetap memberlakukan bunga sesuai dengan kesepakatan awal, yakni 6 persen dan 5 persen.

Keputusan rapat Dewan Gubernur BI memang tak hanya memberi diskon bunga, tapi juga mengubah model pembayarannya menjadi efektif. Artinya, setiap tahun Artha Graha harus membayar beban bunganya sebesar 3, 25 persen.

Tindaka BI yang “melupakan” kekurangan pembayaran bunga dari Artha Graha

ini tidak berlaku sama untuk Bank Mega dan Danamon. Pada Bank Mega, yang dianggap kurang bayar Rp 34, 6 miliar, BI mewajibkan melunasinya dengan cara cicil selama lima tahun. Adapun selisih Rp 1,7 miliar dari Danamon dibereskan pada 2 Juli 2008.

b. YANG ISTIMEWA BUAT ARTHA GRAHA

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tentang Bank Indonesia, BI memberikan pinjaman subordinasi (subordinated loan, SOL) kepada beberapa bank untuk membantu penyehatan perbankan. Salah satunya kepada PT Bank Artha Graha Internasional (BAGI), yang pada saat itu disetujui sebagai investor untuk menyelamatkan Bank Artha Prima yang jebol. Pinjaman sebesar Rp 1, 019 triliun diberikan pada 21 Oktober 1997 dengan jangka waktu 25 tahun (sampai 2022).

(20)

29 Oktober 2008, surat terakhir dikirim ke BI. Isinya sama, minta keringanan bunga dengan alasan neraca bank yang terlalu berat menanggung utang. BI menggelar rapat dewan gubernur pada 23 Desember 2008 untuk membahasnya, dipimpin Gubernur BI Beodiono.

Hasilnya:

1) Disetujui percepatan pembayaran pokok SOL, yang tadinya baru dimulai pada 2013 menjadi 2010.

2) Adanya percepatan jatuh tempo pinjaman dari 2022 menjadi 2019.

3) Pembayaran angsuran pokok secara prorata sebesar Rp 101, 955 miliar per tahun mulai 2010.

4) Tidak ada pengurangan pokok SOL, jadi tetap Rp 1, 019 triliun.

5) Adanya perubahan suku bunga dari sistem capping dengan rata-rata 6 persen, menjadi efektif dengan tingkat bunga 3, 23 persen. Suku bunga berlaku sejak 21 Oktober 2008.

Sebagai perbandingan:

Suku bunga BI yang berlaku pada saat restrukturisasi berjalan ketika itu adalah 9, 25 persen.

Bank IFI, yang juga megap-megap yang dibebani SOL Rp 50 miliar dibiarkan, dilikuidasi pada 17 April 2009.

Restrukturisasi SOL juga dilakukan terhadap Bank Mega dan Bank Danamon. Tapi keduanya tetap dikenai bunga 6 dan 5 persen, sesuai dengan kesepakatan awal.

Selisih perhitungan bunga dari capping jadi efektif juga ditagih. Untuk Bank Mega Rp 34, 6 miliar. Sedangkan Danamon Rp 1,7 miliar.

Terjadi perlakuan yang tak sama oleh BI terhadap Artha Graha dan bank-bank lain.

Pengabaian atas selisih perhitungan bunga dipertanyakan. Dengan sistem capping, dalam 10 tahun pertama kreditnya, PT BAGI baru membayar bunga Rp 175, 872 miliar. Padahal, jika dihitung rata-rata bunga yang disepakati 6 persen, besaran bunga semestinya menjadi tanggung jawab PT BAGI adalah Rp 672, 904 miliar. Sehingga, terdapat selisih bunga yang belum dibayarkan Rp 497 miliar. BPK minta BI menagihnya ke PT BAGI.

4. Angelina Sondakh dan Wisma Atlet versi Tempo

(21)

dan I Wayan Koster sebesar 3 miliar. Jumat, 3 Februari 2012, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dia sebagai tersangka korupsi proyek wisma atlet di Palembang.

Kasus korupsi Wisma Atlet Palembang yang menyeret nama Angelina Sondakh menjadi topik laporan utama Majalah Berita Mingguan Tempo 12-19 Februari 2012 dengan visualisasi sosok Angelina Sondakh pada sampulnya dengan coverline: “’Apel’

Angie, Brankas Nazar”. Pada sampul Tempo itu, Angelina Sondakh disamakan dengan

adegan vulgar dalam sebuah film, yaitu adegan interogasi aktris Sharon Stone dalam film Basic Instinct 1.

Berikut pemberitaan Tempo terkait kasus korupsi yang melibatkan Angelina Sondakh:

(22)

Catatan itu merekam luasnya tebaran duit perusahaan-perusahaan Muhammad Nazaruddin. Diurutkan menurut tanggal, semua pengeluaran dicatat dalam enam belas kolom laporan kas. Di antaranya berisi tanggal pengajuan, pengambilan, penerima uang, keperluan, juga mata uang yang dikeluarkan. Yang bisa membelalakan mata pembacanya, disitu tercantum nama politikus, menteri, hingga pejabat badan usaha milik negara. Laporan keuangannya dicatat sejumlah anggota staf termasuk Yulianis dan Oktarina Furi. Catatan-catatan mereka yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi dari komputer di kantor Mampang hampir setahun lalu, menurut sejumlah sumber, kini menjadi peluru untuk membidik Nazarudin sebagai tersangka pidana pencucian uang. Tiga politikus senayan tercantum dalam daftar: Tamsil Linrung dari Partai Keadilan Sejahtera, I Wayan Koster dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Angelina Sondakh dari Partai Demokrat. Angelina telah ditetapkan sebagai tersangka perkara suap pembangunan Wisma Atlet Jakabaring, Sumatera Selatan.

Perputaran duit di perusahaan-perusahaan Nazaruddin sangat dinamis. Duit dikumpulkan melalui perusahaan sebagaian didirikan sendiri, yang lainnya pinjaman dari orang lain.

Menurut Yulianis, pembukuan brankas khusus “fee” ini terpisah dari Grup Permai. Isi brankas dikelola Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni, dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Di antaranya, kata Yulianis untuk membeli tanah dan bangunan. Besar fee untuk tiap proyek berbeda-beda. Kisaranya 7-30 persen dari nilai proyek. “Tergantung nego,” ujarnya. Menurut Yulianis, proses diawali dengan belajar proyek oleh Grup Permai ke Dewan Perwakilan Rakyat atau kementrian. Dalam kasus Wisma Atlet, misalnya, Mindo Rosalina Manulang gencar melobi Komisi Olahraga DPR dan Kementrian Olahraga. Setelah anggaran dipastikan cair dan proyek dimenangi,

Grup permai “menjualnya” ke PT Duta Graha Indah.

Itu pula dilakukan Grup Permai untuk proyek universitas di Kementrian Pendidikan, pembangunan rumah sakit di Kementrian Kesehatan, dan Pembangunan gedung di Kementrian Perhubungan. Ada 10 proyek di tiga kementrian itu yang dimenangi Grup Permai, yang proyeknya dilaksanakan PT Duta Graha. Dari proyek-proyek tersebut, pundi-pundi dalam brankas eksternal Grup Permai bertambah Rp 62, 5 miliar.

Sepanjang 2010, Grup Permai baik perusahaan milik sendiri maupun pinjaman menggarap 31 proyek pemerintah. Proyek-proyek tersebut tersebar di Kementrian Olahraga, Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Kesehatan, Kementrian Agama, dan Kementrian Perhubungan. Selama 2010 itu, Grup Permai diperkirakan menangguk untuk bersih Rp 600-800 miliar. Kini aliran duit yang diduga berkaitan denagn pencucian uang itu bisa-bisa menyeret pemilik brankas.

b. MATA RANTAI IBU ARTIS

(23)

ditangkap dalam perkara suap pembangunan Wisma Atlet, April tahun lalu. Ketika diperiksa pada 30 Juni tahun lalu, Yulianis tidak membantah isi

pembicaraan. “Itu pembicaraan saya dengan Rosa,” katanyaseperti tertulis

dalam berita acara pemeriksaan.

Berdasarkan indikasi-indikasi pengeluaran uang untuk Angelina, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Puteri Indonesia 2001 itu sebagai tersangka pada Jumat dua pekan lalu. Abraham Samad, Ketua KPK, ketika

mengumumkan penetapan itu, menyatakan memiliki dua alat bukti. “Alat bukti tidak boleh disampaikan karena bagian dari strategi penyidikan,” ujarnya

didampingi empat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya.

Selain indikasi komunikasi di BlackBerry Messenger, pada catatan keuangan Grup Permai yang dibuat Yulianis, ditemukan pengeluaran duit untuk Angelina. Dnegan kode pengajuan MK1/10/11/0602 pada 6 November 2010, tertulis keterangan: Untuk Wayan Koster/AS (Angie), Komisi X. Berdasarkan persetujuan pada hari itu juga, uang senilai US$ 500 ribu diserahkan kepada Koster dan Angelina. Wayan Koster adalah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga kolega Angelina di Komisi Olahraga. Dalam catatan Yulianis, duit untuk dua politikus itu dibukukan dalam kurs Rp 8.925 atau senilai Rp 4,465 miliar.

Menurut Rosa pada saat bersaksi untuk Nazaruddin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada pertengahan Januari, Angie telah menerima Rp 5 miliar.

“diserahkan dua kali, Rp 2 milliar dan Rp 3 miliar,” katanya.

Sumber Tempo mengatakan, dalam permainan proyek yang dilakukan

Nazaruddin, Angelina dipakai untuk “mengamankan” anggaran pada

Kementrian Pemuda dan Olahraga, Pendidikan, dan Seni Buday DPR, politikus Partai Demokrat ini bisa leluasa berhubungan dengan dua kementrian.

Awalnya, Nazaruddin mengatur proyek-proyek yang akan diajukan dua kementrian itu. Pada saat bersamaan, dia menyiapkan kontraktor yang akan menggarap proyek. “Selanjutnya, Angelina dan Wayan Koster yang bermain

agar anggaran proyek itu disetujui Badan Anggaran,” ujar seorang sumber.

Sumber itu melanjutkan, peran Angie dimulai saat pembahasan detail anggaran dengan kementrian teknis. Saat pembahasan di komisi, dia secara khusus mengawal agar proyek-proyek yang dipesan Nazaruddin mendapat

tanda bintang alias tunda untuk anggaran tahun berikutnya. “Mereka

mengawal sampai perincian anggaran diajukan ke Kementrian Keuangan dan

terakhir masuk ke Badan Anggaran,” katanya.

Permainan Angelina dalam mengamankan proyek di Kementrian Pendidikan Nasional juga terucap dalam pembicaraan via BlackBerry Messenger antara Rosa dan Nazaruddin selama periode November 2010 hingga Februari 2011. Dalam percakapan itu, Nazaruddin mengungkapkan kejengkelannya ketika mendapat kabar bahwa proyek rumah sakit bernilai Rp 116 miliar di

Universitas Sumatera Utara jatuh ke pihak lain. “Kita bayar aja ke siapa..?” kata Nazaruddin. Tangapan Rosa, “Saya sudah minta kepada Bu Artis dan Pak

(24)

Angelina, sedangkan Pak Bali adalah sandi untuk menyebut nama Wayan Koster.

Jalur khusus lewat Angelina dan Wayan Koster yang dipakai Nazaruddin terbukti efektif. Dalam pengakuan Yulianis, sepanjang 2010, grup perusahaan milik Nazaruddin berhasil mendapat proyek pembangunan rumah sakit di tiga universitas yang anggarannya berasal dari Kementrian Pendidikan Nasional. Ketiganya meliputi Universitas Udayana senilai Rp 91,2 miliar, Universitas Mataram Rp 58, 8 miliar, dan Universitas Jambi senilai Rp 37 miliar.

Belakangan, perusahaan Nazaruddin, PT Buana Romasari Gemilang diketahui juga mengantongi proyek pengadaan peralatan kesehatan Rumah Sakit Tropik Infeksi Universitas Airlangga, Surabaya senilai Rp 38,8 miliar. Pada saat bersamaan, PT Duta Graha Indah menjadi pemenang tender pengadaan jasa pemborongan pembangunan gedung rumah sakit itu senilai 97, 8 miliar. Perusahaan Nazaruddin juga diketahui bermain di Institut Pertanian Bogor dan Universitas Indonesia. PT Nuratindo Bangun Perkasa menggarap proyek pengadaan peralatan laboratorium di IPB senilai Rp 11, 4 miliar. Adapun PT Darmo Sipon mendapat proyek pengadaan laboratorium biomedis di Universitas Indonesia senilai Rp 13 miliar.

Disamping main dalam anggaran di Kementrian Pendidikan, kongsi Nazaruddin dan Angelina berkibar di Kementrian Pemuda dan Olahrga. Rosa, yang ditangkap penyidik KPK saat menyogok Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam pada April tahun lalu, adalah orang yang pertama kali membuka peran Angie. Rosa dibekuk bersama dengan Manajer Marketing PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris ketika menyerahkan suap Rp 3,2 miliar terkait pembangunan proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang senilai Rp 191 miliar.

Yulianis menjelaskan, pada akhir Desember 2010, Nazaruddin marah besar dalam sebuah pertemuan di kantor Grup Permai, Jalan Raya Warung Buncit, 27 Mampang, Jakarta Selatan. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat ini meradang karan hanya mendapat proyek di Kementrian Pemuda dan Olahraga

senilai Rp 200 miliar. “Padahal kita sudah menyetor dana support Rp 20 miliar,” kata Yulianus menirukan Nazaruddin.”Harusnya mendapat Rp 400 miliar.”

Lewat siapa dana pendukung itu diberikan? Lagi-lagi Nazaruddin menyebut Angelina Sondakh. Rosa dalam pengakuan di persidangan menyebut beberapa kali permintaan uang dari Angelina. Dalam komunikasi keduanya via BlackBerry Messenger pada 22 Juni 2010, Angelina mengirimkan sebuah

pesan penting kepad Rosa, “Bu, masih ada apel di Malang.” Di muka

persidangan, Rosa menyebutkan “apel Malang: adalah sandi permintaan

sejumlah uang.

(25)

Seperti tercantum dalam peraturan perundang-undangan baik UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, maupun dalam kode etik pers, maka dalam pemberitaannya pers perlu tunduk pada aturan-aturan tersebut. Adapun pelanggaran yang dilakukan dalam pemberitaan oleh pers, dalam terminologi hukum disebut delik pers. Secara sederhana, delik pers dapat didefinisikan sebagai perubatan yang dapat dipidana. Dengan kata lain, delik pers dapat diartikan sebagai perbuatan pidana, baik kejahatan maupun pelanggaran yang dilakukan dengan atau menggunakan pers2.

Perbuatan pidana yang dapat dikenakan kepada pers, terkait dengan pemberitaannya adalah pada persoalan pencemaran nama baik. Dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kalimat “pencemaran nama baik” dikenal sebagai

penghinaan. Dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa “menghina” adalah

“menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa

“malu”. “Kehormatan” yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang “nama

baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksuil, kehormatan yang dapat dicemarkan

karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin3. Penghinaan dapat ditujukan kepada perorangan, golongan penduduk, beberapa pejabat tertentu atau lembaga pemerintah dan orang yang sudah meninggal, atau dapat berupa pelanggaran delik susila, yang istilah sehari-harinya lebih dikenal dengan pornografi.4

R Soesilo, melihat bahwa “penghinaan atau pencemaran nama baik” yang diatur

dalam Pasal 310 s.d 342 KUHP, dibagi dalam enam macam penghinaan5: 1. Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)

2

R. Soebijakto, Delik Pers: Suatu Pengantar. Jakarta: IND-Hill, 1990 hal 1. 3

R Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor. 1991 hal 225.

4

Aswar Murani. Aspek Hukum dan Tanggung Jawab Pers. Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 1 No 2 Desember hal 32. 5

(26)

Agar dapat dihukum dengan pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan

dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan

maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui banyak orang). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu perbuatan yang memalukan.

2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)

Menurut R Soesilo, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar,

maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat

dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

3. Fitnah (Pasal 311 KUHP)

Mengacu pada penjelasan R Soesilo, maka perbuatan dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tidak masuk menista atau menista dengan tulisan (tidak dapat dihukum), apabila tuduhan itu dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. Dalam hal ini hakim barulah mengadakan pemeriksaan apakah betul-betul penghinaan itu telah dilakukan terdakwa karena terdorong membela kepentingan umum atau membela diri, jikalau terdakwa minta untuk diperiksa.

(27)

benar, maka terdakwa tidak disalahkan menista lagi, akan tetapi dikenakan pasal 311 KUHP (memfitnah).

4. Penghinaan Ringan (Pasal 315 KUHP)

Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina. Dalam penjelasan pasal 315 KUHP, dikatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain

“menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “asu”,

“sundel” “bajingan” dan sebagainya, masuk dalam Pasal 315 KHUP dan

dinamakan “penghinaan ringan”.

5. Pengaduan Palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP)

Orang yang dapat diancam dengan hukuman pasal ini ialah orang yang dengan sengaja:

a. Memasukan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri;

b. Menyuruh menuliskan surat pengaduan palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri, sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang6.

6. Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP)

Terkait dengan Pasal 318 KUHP, dikatakan bahwa orang yang diancam dengan pasal ini ialah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana, misalnya: dengan diam-diam menaruhkan sesuatu barang asal dari

6

(28)

kejahatan dalam rumah orang lain, dengan maksud agar orang itu dituduh melakukan kejahatan.7

Selain yang tersebutkan di atas, terkait dengan delik pers, pers juga dapat diancam dengan Pasal 308 KUHP yaitu menyiarkan berita yang tidak pas, berlebihan atau tidak lengkap. Namun demikian, hal yang perlu diperhatikan adalah sebuah berita atau sebuah isi berita untuk dapat menjadi delik, atau dapat dikenakan tindakan pidana dan/atau perdata adalah, ketika ada aduan. Dengan kata lain, selama tidak ada pengaduan, maka isi berita apapun belum atau tidak dapat menjadi delik. Pada kasus-kasus delik sebelumnya, seperti kasus Soeharto vs Times, maupun Tomi Winata vs Majalah Tempo, isi berita kedua majalah ini menjadi masalah delik perdata dan/atau pidana karena ada pengaduan dari pihak Soeharto maupun Tomi Winata, yang merasa dirugikan dengan berita yang dimuat Times pada kasus Soeharto dan Tempo untuk Tomi Winata.

Disamping ada pengaduan, sebuah berita atau sebuah isi berita selanjutnya dapat menjadi delik, apabila status seseorang yang dilaporkan bukan sebagai tersangka pada kasus-kasus tertentu, bahkan korupsi. Dengan kata lain, berita atau isi berita dapat menjadi delik apabila seseorang yang diberitakan tersebut baru terbatas dicurigai melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum tertentu, dan belum dapat dibuktikan secara hukum, baik oleh kepolisian dan/atau pengadilan.

Dengan demikian, pemberitaan korupsi, suap ataupun penggelapan dana yang dilakukan oleh beberapa oknum yang diberitakan oleh Majalah Mingguan Tempo di atas, belum dapat, tetapi mungkin dapat dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum tentang pers. Artinya bahwa untuk mengetahui bahwa berita dan/atau isi berita yang disampaikan di atas dapat dikategorikan masuk dalam pelanggaran hukum, baik

(29)

pelanggaran tentang UU Pers maupun tentang Kode Etik Jurnalistik, maka hal yang perlu dituntaskan terlebih dahulu adalah (1) Apakah Hak Asasi Manusia itu? (2) Kapan, dan bagaimana Hak-Hak Asasi Manusia seseorang dapat “hilang”? (3) Apakah seorang koruptor masih memiliki Hak Asasi Manusia? Jika iya, apakah hak itu berlaku sama dengan warga negara lain, yang tidak terkena kasus hukum manapun? Artinya, apakah dia (mereka) juga berhak dihormati hak-haknya, termasuk hak untuk mendapatkan pemberitaan yang sesuai dengan fakta-fakta yang sesungguhnya? (4) Bagaimana hukum positif Indonesia mengatur hak-hak asasi para koruptor? (5) Apakah UU Pers maupun Kode Etik Jurnalistik dapat menjadi pelindung bagi para koruptor untuk dapat menerima pemberitaan yang bersifat seimbang?

Pada Pasal 1 ayat (1) UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa:

“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia8”.

Selanjutnya, pada Pasal 3 ayat (1) UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia disebutkan:

“Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama

dan sederajat serta dikaruniai akal dan nurani untuk hidup bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan”.

Pasal 4 UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan:

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan

hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”

8

(30)

Pasal 17 UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan:

“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil

dan benar”.

Pasal 41 ayat (1) No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan:

“Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup

yang layak serta untuk perkembangan pribadinya yang utuh.”

Pasal 42 No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan:

“Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental

berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan

berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”

Pasal 67 UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan:

“Setiap orang yang berada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh

pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara

Republik Indonesia.”

Pasal 69 ayat (1) dan ayat (2) UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan:

“Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.

“Setiap hak asasi manusia menimbulkan kewajiban dasar dan tanggungjawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan dan

(31)

Pasal 70 UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan:

“Dalam menjalankan hak dan kewajiban, setiap orang wajib tunduk kepada

pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum

dalam suatu masyarakat demokratis”.

Pada bab VI tentang Pembatasan dan Larangan Pasal 73 UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan:

“Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan

dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa”.

Berdasarkan uraian tentang hak dan kewajiban setiap manusia Indonesia di atas, maka dapat dikatakan bahwa hak yang melekat pada seseorang manusia Indonesia, sama besarnya dengan kewajiban yang melekat padanya. Dengan kata lain, ketika seseorang menghilangkan kewajibannya untuk menghormati hak-hak asasi manusia orang lain, maka berdasarkan UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM, saat itu juga dirinya kehilangan hak-haknya. Pertanyaannya adalah, ketika seseorang yang melakukan tindak pidana penggelapan, suap dan korupsi, yang secara langsung ataupun tidak langsung menghilangkan kewajibannya atas orang lain, dapatkah dirinya atau mereka, masih dapat menerima hak yang sama dalam pemberitaan tentang dirinya (mereka), yaitu pemberitaan yang bersifat berimbang yang juga seturut dengan peraturan perundang-undangan dalam hal ini UU Pers dan ataupun Kode Etik Jurnalistik?

(32)

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekomian negara...”.

Selanjutnya, pada Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan:

“setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara”

Berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang Tindak Pidana Korupsi, maka seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, seharusnya telah kehilangan hak-haknya, sebab tindakan yang dilakukan adalah tindakan yang merugikan negara. Kerugian pada negara yang diakibatkan karena tindakannya, itu berarti pada saat yang sama dirinya menghilangkan hak-hak orang lain, termasuk hak mendapatkan pendidikan yang layak, hak untuk mendapatkan perawatan dan hak untuk jaminan sosial lainnya, dimana hak-hak ini diperoleh oleh orang melalui pelayanan negara. Sehingga, ketika negara telah dirugikan, bagaimana negara dapat memberikan hak warga negara lain untuk memperoleh haknya yang didalamnya adalah hak-hak pendidikan, hak-hak kesejahteraan dan hak-hak-hak-hak jaminan sosial lainnya.

Dari sudut pandang ini, maka terkait dengan pemberitaan pers khususnya pada kasus korupsi, maka pers boleh dapat memberitakannya secara lebih vulgar, terbuka bahkan perlu diblow-up. Dengan demikian, pers tidak saja telah menegakkan HAM, namun juga pers telah memainkan salah satu fungsinya yaitu sebagai alat kontrol sosial, seperti diatur dalam Pasal 3 UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yaitu:

(33)

Namun demikian, karena terkait dengan fungsinya yaitu sebagai media informasi, dan juga pendidikan, dalam menyampaikannya pers perlu tunduk pada aturan-aturan perundang-undangan, dimana pilar dari semua itu adalah memberitakan kebenaran. Karena, mereka yang menerima informasi dari pers, berhak untuk memperoleh informasi dengan benar.

Pada Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, menyebutkan:

“Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan

menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.”

Selain itu, dalam pemberitaannya ada aturan lain yang mengikat, yaitu Kode Etik Jurnalistik, pada pasal 3 Kode Etik Jurnalistik, yang menyebutkan:

“Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas

praduga tak bersalah.”

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

maka h al tersebut dapat lebih mempermudah seseorang untuk melakukan tindak..

Adapun alasan pelibatan para pihak tersebut adalah karena mereka mungkin terkena dampak baik langsung ataupun tidak langsung atas tindak pidana yang terjadi atau

dalam tindak pidana korupsi “suap” telah terjadi “deal” antara pemberi suap dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap,

tindak korupsi adalah untuk memberikan efek jera kepada para masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi karena tindak pidana korupsi sudah termasuk tindak pidana

Dapat disimpulkan bahwa risywah adalah bagian dari tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap menyuap kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau..

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana suap dan gratifikasi adalah tindak pidana yang berbeda dan diatur dalam

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG SANKSI TINDAK PIDANA TURUT SERTA SEBAGAI PERANTARA SUAP TERHADAP HAKIM.. Proses Pemeriksaan Tindak Pidana Turut Serta Sebagai Perantara Suap

Kesimpulan yang di dapat adalah kondisi/kategori seseorang di anggap melakukan pembiaran tindak pidana narkotika ketika seseorang tersebut melihat secara langsung terjadinya