PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI KELUARGA
DARI ANAK DENGAN INTELLECTUAL DISABILITY
(STUDI ETNOGRAFI)
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
oleh
Lidanial NIM 1200995
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCASARJANA
Problematika yang Dihadapi Keluarga
dari Anak dengan Intellectual Disability
(Studi Etnografi)
Oleh Lidanial
S.Th. Sekolah Tinggi Teologia Aletheia, Lawang, 2002 MK Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 2007
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
© Lidanial 2014
Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LIDANIAL
PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI KELUARGA
DARI ANAK DENGAN INTELLECTUAL DISABILITY
(STUDI ETNOGRAFI)
Disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing I
Dr. Zaenal Alimin, M.Ed. NIP. 195903241984031002
Pembimbing II
Juang Sunanto, MA, Ph.D NIP. 196105151987031002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI KELUARGA DARI ANAK DENGAN INTELLECTUAL DISABILITY (STUDI ETNOGRAFI)
Lidanial
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dan menggambarkan secara mendalam problem yang dihadapi oleh keluarga dari anak dengan intellectual disability (ID) yang tinggal di daerah pedesaan, dengan beberapa pertanyaan penelitian: (1) Bagaimana persepsi keluarga terhadap anak dengan ID? (2) Bagaimana proses penerimaan keluarga terhadap kehadiran anak dengan ID? (3) Apakah dampak pada keluarga atas kehadiran anak dengan ID di tengah-tengah sebuah keluarga? (4) Bagaimana pengharapan masa depan keluarga terkait dengan kondisi anak dengan ID? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnografi. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui observasi partisipasif pasif dan wawancara semi standar terhadap orangtua, kakak, paman atau bibi serta tokoh masyarakat. Subjek penelitian ini adalah empat keluarga yang memiliki anak dengan ID yang berdomisili di dua desa. Hasil penelitian ini sebagai berikut: (1) persepsi: mayoritas keluarga memiliki persepsi yang salah terhadap anak dengan ID, yang berawal dari pengetahuan mereka yang sangat terbatas tentang ID, yang pada akhirnyaberujung pada pemberian intervensi yang salah pula; (2) proses penerimaan: semua keluarga masih berada dalam proses menuju penerimaan, faktor pemahaman agama berperan penting dalam menjalani proses penerimaan; (3) dampak: kehadiran anak dengan ID di tengah-tengah keluarga memunculkan berbagai dampak negatif dan positif, baik secara personal, secara interpersonal dalam satu keluarga, maupun secara interaksional keluarga dengan lingkungan sekitar; (4) pengharapan masa depan: persepsi yang salah memunculkan pengharapan yang tidak realistis tentang masa depan anak yaitu mayoritas keluarga berharap anak mengalami kesembuhan atau menjadi normal. Berdasarkan hasil penelitian ini, berikut saran peneliti: (1) Kepada keluarga, sekolah, para profesional, dan pemerintah.Diharapkan ada upaya bersama dari keempat unsur ini untuk mengoptimalkan penanganan anak-anak dengan ID dengan duduk bersama merumuskan sebuah program intervensi yang bersifat kolaboratif-integratif dan aplikatif-solutif; (2) Kepada para guru di SLB yang ada di pedesaan serta lembaga-lembaga pendidikan yang menghasilkan para guru tersebut. Para guru SLB di pedesaan merupakan salah satu sumber informasi yang kredibel yang harus dioptimalkan untuk memberikan edukasi tentang ID kepada masyarakat. Karena itu peran penting lembaga-lembaga pendidikan adalah membekali dan mempersiapkan lulusannya dengan skill untuk melakukan edukasi tersebut;(3) Kepada para profesional yang bergerak dalam penanganan anak-anak dengan ID.Pemahaman tentang problematika keluarga dari anak-anak dengan ID sangat penting dimiliki untuk dapat memberikan intervensi yang optimal, dengan tujuan membantu keluarga kembali memiliki daya dan dapat diberdayakan untuk akhirnya dapat berkolaborasi dengan para profesional dan berbagai pihak terkait dalam menolong anak-anak tersebut.
Kata kunci: intellectual disability, persepsi, proses penerimaan, dampak, pengharapan masa
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
THE PROBLEMS FACED BY FAMILY OF CHILDREN WITH INTELLECTUAL DISABILITY (ETHNOGRAPHIC STUDY)
Lidanial
The purpose of this study is to explore and describe in depth the problems faced by families of children with intellectual disability (ID) who live in rural areas, with some research questions: (1) How does the perception of the children's family with ID? (2) How does the
families’ acceptance process with the presence of children with ID? (3) Is the impact of the presence of children with ID in the midst of a family? (4) How does the family's future expectations relating to the condition of children with ID? This study is a qualitative study using an ethnographic approach. The data collection is done through passive participation observation and semi-standardized interview of parents, sisters or brothers, uncles or aunts, and two community leaders. The subjects were four families who have children with ID who live in the two villages. The results of this study as follows: (1) the perception of the family: the majority of families have a wrong perception of children with ID, starting from their very limited knowledge about the ID, which ultimately led to the interventions that wrong too; (2) the acceptance process of the family: all families are still in the process leading to acceptance; religious understanding factor plays an important role in carrying out the acceptance process; (3) the impact that occurs in the family: the presence of children with ID in the midst of the family led to various positive and negative impacts, either personally, interpersonally in a family, or in interactional between family and surroundings; (4) expectations of future conditions related families of children with ID: the wrong perception generates an unrealistic expectation about the future of the child that the majority of families expect children experience healing or be normal. Based on these results, the researchers suggest the following: (1) To the families, schools, professionals, and government. It is expected that there is a concerted effort of these four elements to optimize the treatment of children with ID to sit together to formulate an intervention program that is both integrative- collaborative and applicative-solutive; (2) To the teachers in special schools in rural areas and educational institutions that produce such teachers. The teachers in special schools is one credible source of information that must be optimized to educate the community about the ID. Therefore the important role of educational institutions is to equip and prepare graduates with the skills to educate community; (3) To the professionals engaged in the intervention of children with ID and their family. An understanding of the problems of families of children with ID is very important to have in order to provide optimal interventions, with the goal of helping families have a power and be empowered to finally be able to collaborate with professionals and other relevant parties in helping these children.
Keywords: intellectual disability, the perception, the process of acceptance, impact, future
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian ... 7
C. Rumusan Masalah Penelitian ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
A. Deskripsi Teori ... 13
1. Konsep ID ... 13
2. Problem Keluarga dari Anak dengan Disabilitas 15 3. Persepsi Keluarga terhadap Anak dengan ID .... 19
4. Proses Penerimaan Keluarga terhadap Kehadiran Anak dengan ID ... 20
5. Dampak pada Keluarga atas Kehadiran Anak dengan ID ... 23
6. Pengharapan Masa Depan Keluarga Terkait Kondisi Anak dengan ID ... 25
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 27
1. Persepsi Keluarga terhadap Anak dengan ID ... 27
2. Proses Penerimaan Keluarga terhadap Kehadiran Anak dengan ID ... 28
3. Dampak pada Keluarga atas Kehadiran Anak dengan ID ... 29
4. Pengharapan Masa Depan Keluarga Terkait Kondisi Anak dengan ID ... 31
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A. Prosedur Penelitian ... 34
B. Subjek Penelitian ... 34
C. Teknik Pengumpulan Data ... 41
D. Instrumen Penelitian ... 43
E. Teknik Analisis Data ... 46
F. Pengujian Kredibilitas Data ... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Pemaparan Hasil Penelitian ... 48
1. Persepsi Keluarga terhadap Anak dengan ID .... 48
2. Proses Penerimaan Keluarga terhadap Kehadiran Anak dengan ID ... 57
3. Dampak pada Keluarga atas Kehadiran anak dengan ID ... 69
4. Pengharapan Masa Depan Keluarga terkait dengan Kondisi Anak dengan ID ... 77
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 82
1. Persepsi Keluarga terhadap Anak dengan ID .... 82
2. Proses Penerimaan Keluarga terhadap Kehadiran Anak dengan ID ... 88
3. Dampak pada Keluarga atas Kehadiran Anak dengan ID ... 96
4. Pengharapan Masa Depan Keluarga Terkait dengan Kondisi Anak dengan ID ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
A. Kesimpulan ... 109
B. Saran ... 113
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pembahasan bab ini meliputi latar belakang penelitian, fokus penelitian, rumusan
masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
A. Latar Belakang Penelitian
Terminologi yang lebih dikenal untuk intellectual disability dalam bidang
pendidikan khusus di Indonesia adalah tunagrahita. Menurut riset yang dilakukan
oleh World Health Organization (WHO, 2007), dari 147 negara, mental
retardation adalah istilah yang paling banyak digunakan (76%), diikuti dengan
istilah intellectual disabilities (56,8%), mental handicap (39,7%), mental
disability (39,0%) dan seterusnya. Dalam tesis ini akan digunakan istilah
intellectual disability yang disingkat ID dengan pertimbangan kecenderungan
secara global dan dalam kebanyakan referensi terkini bidang pendidikan khusus
(special education),istilah ID lebih sering digunakan. Terminologi ini juga
dipandang lebih akuratdan secara sosial lebih bisa diterima (socially-acceptable)
dibandingkan dengan istilah lainnya, seperti istilah mental retardation yang
cenderung mudah untuk dilecehkan (abuse), disalahtafsirkan (misinterpretation),
dan mendapatkan penghinaan (insult)(Prabhala, 2006). Selain itu, ditinjau dari
aspek legalitas, dalam UU RI No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention
on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak
Penyandang Disabilitas), terminologi yang digunakan adalah penyandang
disabilitas bukan penyandang cacat atau ketunaan dan sebagainya.
Berdasarkan definisi mental retardation dari American Association on Mental
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Association on Intellectual and Developmental Disabilities (AAIDD) (Prabhala,
2006), kondisi ID dapat dideskripsikan dalam tiga komponen utama yaitu: (1)
rendahnya tingkat keberfungsian intelektual (intellectual functioning), (2)
kesulitan dalam berperilaku adaptif (adaptive behavior), dan (3) tingginya
intensitas kebutuhan akan sistem dukungan (systems of supports) (Smith, 2006,
hlm. 189).
Realitas di lapangan menunjukkan kecenderungan bahwa intervensi terhadap
anak-anak dengan disabilitas, termasuk anak-anak dengan ID terkesanhanya
ditujukan kepada pribadi dan berfokus pada hambatan anak-anak tersebut.
Keluarga tampaknya tidak ataupun belum menjadi perhatian serius untuk juga
mendapatkan dukungan, pendampingan, maupun layanan dari berbagai pihak
terkait.Padahal tumbuh kembangnya seorang anak, apalagi anak dengan
disabilitas tertentu, sangat ditentukan oleh lingkungan terdekatnya, yaitu
keluarga.Menurut Baker-Ericzen dkk. (dalam Neely-Barnes & Dia, 2008)
kehadiran seorang anak dengan disabilitas tertentu dalam keluarga akan sangat
menyerap berbagai sumber daya keluarga tersebut, seperti waktu, emosi, dan
finansial. Kondisi ini dapat dipastikan akan memunculkan berbagai masalah.
Kalau keluarga yang juga mengalami banyak problem sebagai dampak kehadiran
anak dengan ID tidak mendapatkan layanan yang menjadi kebutuhan mereka,
tentu saja sangat tidak adil mengharapkan keluarga dapat berbuat optimal bagi
anak. Smith (2006, hlm. 5) berpendapat senada ketika mengatakan, “To be an
active participant in improving outcomes for students with disabilities, it is
important to understand the services that students with disabilities and their
families need.”
Kehadiran seorang anak dengan ID di tengah-tengah keluarga akan membawa
keluarga berhadapan dengan berbagai tantangan khusus (Smith, 2006, hlm. 214)
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
prepared to be the parent of a handicapped child.” Ohlshanky (dalam
Roll-Petterson, 2001) mengemukakan bahwa diskrepansi antara ekspektasi sebelum
kelahiran anak dengan realitas kondisi anak ketika dilahirkan membuat orangtua
mengalami kondisi yang disebut dukacita yang kronis (chronic sorrow). Kondisi
psikologis yang berat ini lebih terasa bagi ibu yang melahirkan anak tersebut.
Secara literal anak tersebut akan dipandang sebagai ‘produk dari suatu pekerjaan’
(product of labor) dan yang mengerjakan pekerjaan itu adalah ibu (Ross, 1975,
hlm. 181). Penelitian Islam dkk. (2013) tentang stres yang dialami para orangtua
dari anak-anak dengan ID menunjukkan walaupun mayoritas kedua orangtua baik
ayah dan ibu mengalami stres baik fisik maupun mental, para ibu memiliki tingkat
stres mental yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan para ayah. Stres
yang dialami keluarga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: usia, jenis kelamin,
dan keparahan problem; variabel sosio-demografis seperti kelas sosial,
pendapatan keluarga, dan domisili; sumber-sumber daya dan strategi keluarga
dalam menghadapi problem (coping) seperti penerimaan diagnosis anak dan
stigma terkait dengan disabilitas anak (Gupta &Singhal, 2004).
Setelah kelahiran seorang anak dengan disabilitas berbagai persepsi akan muncul.
Beberapa ibu memandang kehadiran anak dengan disabilitas sebagai sebuah tanda
anugerah khusus (a sign of special grace) karena hanya seorang ibu yang
dipandang mampu merawatlah yang dipercayakan seorang anak dengan disabilitas
(Ross, 1975, hlm. 182). Tetapi tidak sedikit pula yang memandang kelahiran anak
dengan disabilitas sebagai sebuah tanda keaiban (a sign of disgrace), sebuah
hukuman atas dosa (a pusnishment for sins), atau sebuah indikasi
ketidakberhargaan dalam pandangan Yang Kuasa (an indication of unworthiness
in the eyes of the deity) (Ross, 1975, hlm. 182). Berbagai persepsi tersebut tentu
akan terekspresi dalam perlakuan terhadap anak, baik positif maupun negatif.
Dalam penelitian terhadap tiga keluarga yang memiliki anak dengan ID,
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
kehadiran anak tersebut merepotkan dan memalukan keluarga, cenderung
memperlakukan anak secara negatif dan menyembunyikan kondisi anak dari
orang lain. Sedangkan satu keluarga yang memandang anak tersebut sebagai
titipan Tuhan, bukan suatu musibah, cenderung menunjukkan perlakuan yang
positif seperti memperlakukan anak seperti anggota keluarga yang lain,
menciptakan kesempatan untuk anak dapat bersosialisasi dan berinteraksi, dan
menunjukkan kesabaran dalam berkomunikasi dengan anak.
Kelahiran anak dengan disabilitas merupakan sebuah tes krusial (a crucial test)
untuk relasi pernikahan (Ross, 1975, hlm. 181). Hasil penelitian Rivers &
Stoneman (dalam Parker dkk., 2011) menunjukkan bahwa membesarkan anak
dengan disabilitas menurunkan kepuasan pernikahan (marital satisfaction) dan
meningkatkan konflik pernikahan (marital conflict). Kesimpulan penelitian yang
dilakukan Fife dkk. dan Mullen (dalam Parker dkk., 2011) menunjukkan bahwa
adanya peristiwa yang meningkatkan stres keluarga termasuk kelahiran anak
dengan disabilitas akan mengarah pada ketidakpuasan dan relasi pernikahan yang
dipenuhi argumentasi (argumentative marital relationship) dan kehadiran anak
dengan disabilitas membuat orangtua sulit untuk mempertahankan kualitas
pernikahan (marital quality). Hasil penelitian Dura-Vila dkk. (2010) terhadap dua
keluarga dari anak dengan ID menunjukkan dampak yang sebaliknya, yaitu
orangtua mengalami transformasi personal yang positif. Salah satu orangtua
dalam penelitian tersebut mengatakan bahwa kehadiran anaknya membawa
kedewasaan dan kesatuan untuk pernikahan (marital maturity and cohesion).
Kehadiran anak dengan ID dapat berdampak negatif maupun positif bagi relasi
pernikahan orangtua.
Kehadiran anak dengan ID di tengah-tengah keluarga bukan hanya berdampak
pada orangtua tetapi juga semua anggota keluarga. Dengan menggunakan ilustrasi
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
60) mengungkapkan: “Each family members touches the ‘life space’ of all the others and, like ripples in a pond, disturbance in one family member will produce
a reaction in all other family members.” Fowle (dalam Kandel & Merrick, 2003,
hlm. 747),dari penelitiannya yang membandingkan dua kelompok anak dengan
disabilitas yang dirawat di rumah perawatan dengan di rumah,didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat ketegangan saudara kandung anak tersebut lebih tinggi
untuk kelompok anak yang tinggal di rumah dibandingkan dengan yang dirawat di
rumah perawatan. Studi yang dilakukan Girli (dalam Aksoy & Yildirim, 2008)
mengindikasikan sikap penerimaan anak non-disabilitas yang mempunyai saudara
dengan disabilitas lebih positif dibandingkan dengan anak non-disabilitas yang
tidak memiliki saudara dengan disabilitas.
Faktor kultur dan nilai yang dianut masyarakat di mana anak-anak dengan ID
tinggal juga berefek pada bagaimana keluarga dan lingkungan memandang
disabilitas yang dimilikinya dan bagaimana perlakuan yang akan didapatkannya,
seperti yang ditegaskan oleh Neely-Barnes & Dia (2008) bahwa “Culture
influences the way families define disability”. Dari studi yang dilakukan Gustavsson (dalam Roll-Pettersson, 2001) terhadap 60 orangtua dari 31 anak
dengan ID dan empat pekerja sosial dan psikolog, ditemukan beberapa ibu
mengalami konflik antara tuntutan masyarakat seperti menjadi seorang ibu yang
baik (a good mother) dengan berbagai hal yang mereka ingin capai secara pribadi
(personal interests).
Di berbagai daerah di Indonesia, khususnya masyarakat daerah pedesaan yang
notabene mayoritas penduduknya berpendidikan rendah dan berstatus sosial
ekonomi bawah, yang ditambah dengan sangat terbatasnya sumber informasi
tentang disabilitas sehingga kurangnya pemahaman dan persepsi yang salah
tentang kondisi anak-anak dengan ID, memunculkan berbagai label yang sangat
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
pemahaman dan persepsi yang salah itu, ditambah dengan keunikan kultur dan
nilai yang sangat kental mewarnai paradigma dan perilaku keseharian masyarakat
setempat, anak-anak dengan ID sering kali mengalami perlakuan negatif dari
lingkungan sekitar, yang malah membuat mereka semakin terkungkung dalam
keterbatasan mereka. Selain itu, dalam banyak kultur masyarakat Indonesia, faktor
kekerabatan cukup berpengaruh dalam membentuk persepsi dan perilaku individu
dalam berbagai hal. Kedekatan, keterikatan, dan ketergantungan dengan keluarga
besar baik secara lokasi, dukungan finansial, maupun emosional, perlu untuk
menjadi salah satu kajian ketika mendalami persepsi dan penerimaan terhadap
kehadiran seorang anak dengan ID di tengah-tengah sebuah keluarga.
Intervensi terhadap keluarga dan anak dengan ID adalah dua hal yang sama
penting dan mendesak untuk dilakukan karena keduanya saling mempengaruhi
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Intervensi terhadap keluarga tidak
mungkin dapat dilakukan dengan efektif dan efisien tanpa memiliki pemahaman
yang cukup tentang berbagai problematika yang terjadi di tengah-tengah keluarga
dengan kehadiran anak dengan ID, baik secara emosi, sosial, maupun finansial;
berbagai perubahan siklus kehidupan keluarga; dinamika relasi pernikahan, relasi
antar anggota keluarga yang lain, maupun relasi dengan komunitas; pengaruh
faktor kultur dan nilai masyarakat terhadap persepsi dan penerimaan keluarga; dan
sebagainya. Menurut Islam dkk. (2013) studi tentang kehidupan bersama
anak-anak dengan ID tercakup dalam enam tema mayor yaitu: “challenging the process
of acceptance, painful emotional reactions, the inter-relatedness of mother’s
health and child’s well being, struggles to deal with oneself or the child,
inadequate support from the family and the community, and the anxiety related to
child’s uncertain future.” Eksplorasi yang mendalam akan sangat berguna untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan tepat tentang keluarga
sebagai lingkungan terdekat dan sumber dukungan yang terpenting bagi
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
penting untuk terus dilakukan, karena semua itu pada akhirnya akan berujung
pada bagaimana keluarga memperlakukan anak dengan ID, dan perlakuan itulah
yang akan sangat menentukan perkembangan anak tersebut di masa depan.
Bagi para profesional yang menangani keluarga dari anak-anak dengan ID, baik
dalam bidang kesehatan, sosial, maupun pendidikan, Skinner dan Weisner (dalam
O’Connell dkk., 2013, hlm. 2) mengungkapkan bahwa “fundamental to effective
support is an understanding and awareness of what it means to have a person
with intellectual disability in the family and the needs of the family.” Intervensi
yang optimal terhadap keluarga dari anak-anak dengan ID harus
didasarkanpadapemahaman dan kesadaran yang mendalam tentang kondisi
mereka. Karena itu penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan
potret faktual yang objektif, komprehensif, dan memadai tentang berbagai
problematika terkait dengan keluarga dari anak-anak dengan ID sehingga
didapatkan pemahaman dan kesadaran yang dibutuhkan tersebut.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan
ID. Terkait dengan fokus ini ada empat hal yang dieksplorasi secara mendalam
dalam penelitian ini.
Pertama, persepsi keluarga (family perception) terhadap anak dengan ID. Persepsi
keluarga terhadap anak dengan ID adalah pengetahuan dan keyakinan yang
dimiliki keluarga tentang anggota keluarganya yang mengalami ID, baik yang
benar maupun yang salah.Banyak hal yang terkait dengan persepsi keluarga,
seperti pengetahuan tentang disabilitas yang dialami anak dan perlakuan yang
harus diberikan kepada anak; nilai dan keyakinan yang dianut oleh keluarga
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
agama; pengaruh faktor kultur, norma, dan nilai-nilai yang dihidupi oleh
komunitas di mana keluarga tersebut berdomisili terhadap pandangan dan sikap
keluarga mengenai disabilitas tersebut.
Kedua, proses penerimaan (acceptance process) keluarga terhadap kehadiran anak
dengan ID.Proses penerimaan keluarga terhadap kehadiran anak dengan ID adalah
proses yang dilalui oleh keluarga sejak kelahiran anggota keluarganya yang
mengalami ID, melewati tahap demi tahap kehidupan anak tersebut sampai pada
kondisi menerima atau tidak menerima situasi tersebut dan disabilitas yang
dimiliki anak, yang terekspresi melalui perlakuan yang diberikan keluarga pada
anak. Proses penerimaan ini tentunya berawal dari waktu pertama kali keluarga
mendapatkan informasi atau mengetahui kondisi anak, yaitu reaksi orangtua baik
secara emosi maupun perilaku. Lamanya waktu yang dibutuhkan keluarga untuk
sampai pada tahap penerimaan; perjalanan panjang atau singkat keluarga dan
bermacam problematika yang harus dihadapi dalam menjalani proses penerimaan;
dinamika intrapersonal yang dirasakan keluarga; dukungan atau bantuan yang
didapatkan atau tidak didapatkan orangtua selama proses penerimaan tersebut; dan
efeknya terhadap proses penerimaan tersebut. Selain itu akan didalami juga
perlakuan keluarga terhadap anak dalam keseharian di rumah, yang sebenarnya
dapat menjadi parameter untuk melihat penerimaan atau mungkin malah
merupakan penolakan keluarga terhadap anak.
Ketiga, dampak yang akan terjadi dan dialami oleh keluarga atas kehadiran anak
dengan ID. Dampak pada keluarga atas kehadiran anak dengan ID adalah
pengaruh positif maupun negatif yang dialami keluarga dengan kehadiran
anggota keluarganya yang mengalami ID, baik secara personal maupun
interpersonal, baik di dalam keluarga sendiri maupun dengan lingkungan sekitar.
Bagi orangtua, apa pengaruh kehadiran anak tersebut dalam relasi pernikahan
mereka dan relasi mereka dengan anak-anak yang lain serta keluarga besar. Selain
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
individu. Bagi saudara kandung, perubahan apa yang terjadi baik dalam
kehidupan pribadi maupun sosial, ketika mereka mempunyai seorang saudara
dengan ID. Bagi keluarga besar, misalnya kakek nenek atau paman bibi, apa
dampak kehadiran seorang cucu atau keponakan dengan ID di tengah-tengah
keluarga besar mereka.
Keempat, pengharapan masa depan (future expectation) keluarga terkait dengan
kondisi anak. Pengharapan masa depan keluarga terkait kondisi anak dengan ID
adalah pemikiran keluarga ketika membayangkan kehidupan anggota keluarganya
yang mengalami ID di masa depan. Berbagai hal akan memunculkan atau
memudarkan bahkan memadamkan pengharapan masa depan keluarga terhadap
anak dengan ID. Dari realitas hidup yang dialami oleh orangtua, melewati tahap
demi tahap kehidupan anak dengan ID, sejauh mana keberanian orangtua untuk
tetap berharap bagi masa depan anak. Perilaku atau perlakuan keluarga seperti apa
yang merupakan ekspresi adanya pengharapan keluarga terhadap masa depan anak
dengan ID. Dalam bagian ini juga akan dieksplorasi perasaan mampu mengasuh
(feelings of parenting competence) yang dimiliki oleh orangtua sebagai salah satu
indikasi adanya pengharapan masa depan keluarga terhadap anak.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berikut ini beberapa pertanyaan penelitian yang merupakan rumusan masalah
penelitian ini dengan beberapa hal yang akan dieksplorasi untuk masing-masing
pertanyaan penelitian.
1. Bagaimana persepsi keluarga terhadap anak dengan ID?
a. Pengaruh persepsi keluarga tentang anak dengan ID dengan perlakuan
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
b. Pengaruh faktor kultur, norma, dan nilai-nilai yang diyakini oleh
komunitas tempat tinggal keluarga yang memiliki anak dengan ID
terhadap persepsi keluarga terhadap disabilitas yang dimiliki anak.
2. Bagaimana proses penerimaan keluarga terhadap kehadiran anak dengan ID?
a. Indikasi penerimaan ataupun sebaliknya penolakan keluarga terhadap
kehadiran anak dengan ID di tengah-tengah keluarga.
b. Proses yang terjadi di dalam keluarga sejak awal mengetahui disabilitas
yang dimiliki anak dengan ID sampai pada tahap penerimaan ataupun
penolakan.
3. Apakah dampak pada keluarga atas kehadiran anak dengan ID di
tengah-tengah sebuah keluarga?
Dampak kehadiran anak dengan ID di tengah-tengah sebuah keluarga
terhadap orangtua, saudara kandung atau tiri, dan keluarga besar anak
tersebut, baik secara personal, secara interpersonal di antara mereka dalam
satu keluarga, maupun secara interaksional keluarga dengan lingkungan
sekitar.
4. Bagaimana pengharapan masa depan keluarga terkait kondisi anak dengan
ID?
a. Pengalaman keluarga terkait dengan tumbuh atau pudarnya pengharapan
masa depan keluarga terhadap anak dengan ID.
b. Faktor yang mempengaruhi perasaan mampu mengasuh (feelings of
parenting competence) orangtua yang memiliki anak dengan ID.
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menggambarkan secara
mendalam problematika yang dihadapi oleh keluarga dari anak dengan ID, yang
terkait dengan persepsi keluarga, proses penerimaan keluarga, dampak yang
terjadi pada keluarga, dan pengharapan masa depan keluarga terhadap anak
dengan ID.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
berkontribusi dalam pengembangan kajian teori tentang persepsi masyarakat
tentang disabilitas, khususnya ID, dan pengaruh kultur, norma, nilai-nilai yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat terhadap persepsi dan penerimaan
keluarga terhadap anak dengan ID.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
beberapa pihak sebagai berikut:
1. Kepada masyarakat umum dan para tokoh masyarakat.
Beberapa kali dalam media nasional ditayangkan fenomena penelantaran dan
berbagai perlakuan yang tidak manusiawi, seperti dipasung dan dikandangkan
seperti binatang, terhadap anak atau orang dewasa yang diduga mengalami
ID.Fenomena itu kebanyakan terjadi di daerah pedesaan.Berdasarkan Data
Pokok Sekolah Luar Biasa tahun 2003, estimasi jumlah penduduk Indonesia
pada kelompok usia sekolah yang menyandang tunagrahita adalah 962.011
orang (Direktorat Pembinaan PK-LK Dikmen, 2011). Walaupun tidak ada
data yang pasti tentang jumlah anak usia sekolah yang menyandang ID di
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
962.011 orang. Kalau pengetahuan dan persepsi masyarakat Indonesia,
khususnya di daerah pedesaan masih seperti yang tergambar dalam beberapa
tayangan media nasional tersebut, berarti semakin banyak anak dengan ID
dan keluarga yang terintimidasi oleh kekerdilan dan kepicikan pemahaman
orang-orang sekitarnya. Eksplorasi yang mendalam yang akan dilakukan
dalam penelitian ini, yaitu secara langsung bersentuhan dengan
pribadi-pribadi yang mengalami kondisi terhimpit dengan berbagai label dan stigma
negatif dari lingkungan sekitarnya. Dengan demikian hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan inspirasi dan memunculkan paradigma yang
lebih tepat dan manusiawi dalam melihat dan memperlakukan anak dengan
ID beserta keluarganya.
2. Kepada sekolah, pemerintah, dan para profesional yang bergerak dalam
penanganan anak-anak dengan ID.
Terkait dengan intervensi kepada keluarga dari anak-anak dengan ID, hasil
penelitian ini akan dapat memberikan pemahaman tentang signifikansi dan
urgensi pemberian layanan kepada keluarga dari anak-anak dengan ID. Hasil
eksplorasi berbagai problem psikososial langsung dari lapangan dan
berdasarkan informasi otentik dari individu yang mengalaminya, yang
didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi
berbagai pihak yang terkait baik sekolah, pemerintah, maupun para
profesional dalam memberikan intervensi yang lebih komprehensif, efektif,
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
33
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan
etnografi. Menurut Tedlock (dalam Houser, 2009, hlm. 69) penelitian dengan
pendekatan etnografi melibatkan studi yang intensif mengenai karakteristik dari
sebuah kebudayaan atau kelompok tertentu dengan keunikan pandangan
(worldview) mereka berdasarkan pengalaman yang natural dan dari tangan
pertama (firsthand). Kebudayaan terdiri dari pola-pola perilaku dan kepercayaan
kelompok yang berlangsung secara terus menerus. Kebudayaan juga bisa
diperlakukan sebagai sebuah fenomena mental, sebagai segala sesuatu yang ada
dalam pengetahuan, kepercayaan, yang dipikirkan, dipahami, dirasakan, atau
maksud mengapa orang melakukan sesuatu (Cokroaminoto, 2011).
Alasan menggunakan pendekatan etnografi dalam penelitian ini berdasarkan
beberapa keunikan studi etnografi seperti yang dikemukakan oleh Atkinson &
Hammersky (2009, hlm. 316) berikut ini.
1. Lebih mendalam upaya eksplorasi terhadap hakekat/sifat dasar fenomena sosial tertentu, bukan melakukan pengujian hipotesis atas fenomena tersebut.
2. Lebih suka bekerja dengan data tak terstruktur, atau dengan kata lain, data yang belum dirumuskan dalam bentuk kode sebagai seperangkat kategori, yang masih menerima peluang bagi analisis tertentu.
3. Penelitian terhadap sejumlah kecil kasus, mungkin hanya satu kasus secara detail.
4. Menganalisis data yang meliputi interpretasi makna dan fungsi berbagai tindakan manusia secara eksplorasi sebagai sebuah produk yang secara umum mengambil bentuk-bentuk deskripsi dan penjelasan verbal tanpa harus terlalu banyak memanfaatkan analisis kuantifikasi dan statistik.
Gall dkk. (dalam Houser, 2009, hlm. 69) menegaskan tujuan dari penelitian
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
34
outsider, and then [seek] to understand the phenomenon from the perspective of
an insider”.
A. Prosedur Penelitian
Penelitian ini diawali dengan penentuan subjek penelitian, yang dilanjutkan
dengan pengumpulan data penelitian melalui observasi partisipasif pasif dan
wawancara semi standar. Kemudian kredibilitas data penelitian yang didapatkan
diuji dengan member check, untuk selanjutnya data tersebut dianalisis dengan
melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Kesimpulan yang didapatkan menjadi hasil penelitian. Gambar di bawah ini
menggambarkan prosedur penelitian ini.
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
35
Subjek penelitian ini adalah keluarga-keluarga yang memiliki anak usia sekolah
dengan ID. Kriteria penentuan keluarga yang menjadi subjek penelitian adalah:
(1) memiliki anak dengan ID; (2) berdomisili dalam satu desa ataupun desa yang
berdekatan atau masih dalam satu kecamatan; (3) orangtua anak berlatar belakang
pendidikan rendah yaitu maksimal lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau
sederajat; (4) berstatus sosial ekonomi bawah. Dari studi pendahuluan yang
dilakukan, dengan rekomendasi dari Kepala Sekolah SLB Waliwis Putih, Subang,
telah dipilih empat keluarga yang akan menjadi subjek penelitian ini.
Keempat keluarga itu adalah keluarga anak yang bernama I, anak yang bernama
R, anak yang bernama E, dan anak yang bernama W dan F (W dan F adalah kakak
adik). Untuk selanjutnya demi menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh
subjek, penyebutan nama akan tetap menggunakan inisial. Keluarga R, E, WF
tinggal di kampung yang sama, yaitu kampung P di Subang. Sedangkan I tinggal
di kampung C di Subang. Berikut ini akan dipaparkan latar belakang
masing-masing keluarga yang menjadi subjek penelitian ini dan konteks kehidupan
mereka ketika penelitian ini dilakukan.
1. Keluarga I
I adalah seorang anak perempuan, anak keempat dari empat bersaudara,
berusia 12 tahun. Ayah I berusia 58 tahun berprofesi sebagai petani sayuran
dengan latar belakang pendidikan terakhir lulus Sekolah Dasar (SD). Ibu I
berusia 45 tahun, seorang ibu rumah tangga, dengan latar belakang
pendidikan terakhir lulus SD. Kakak I yang pertama adalah perempuan
berusia 35 tahun dan sudah menikah. Kakak I yang kedua juga perempuan
berusia 32 tahun dan sudah menikah. Kakak I yang ketiga adalah laki-laki
berusia 23 tahun belum menikah. I tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
36
Ibu I berusia 33 tahun ketika melahirkan I. Ibu I baru menyadari bahwa
dirinya hamil setelah lima bulan usia kehamilannya. Ketika hamil kondisi ibu
I sehat, hanya sempat sakit lambung yang merupakan sakit langganannya. I
dilahirkan secara normal di rumah dengan dibantu oleh dukun beranak.
Kelahiran I tidak direncanakan karena orangtua berpikir sudah cukup dengan
tiga orang anak. Dalam keluarga besar baik ayah maupun ibu, tidak ada
anggota keluarga yang mengalami ID selain I.
Untuk kesehariannya, I lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama
dengan ibunya. Ke luar dari rumah sebatas ke sekolah, mengaji, dan jajan di
sekitar rumah. I jarang bermain dengan anak-anak lain di sekitar rumahnya.
Kalau ke sekolah I ditemani oleh ibunya dan mereka diantar jemput oleh
kakak ketiga I.
2. Keluarga R
R adalah seorang anak laki-laki, berusia 11 tahun, anak ketiga dari tiga
bersaudara. Ayah R berusia 56 tahun, berprofesi sebagai sopir toko bangunan,
dan berlatar belakang pendidikan terakhir SD kelas 3). Ibu R berusia 55
tahun, berprofesi sebagai ibu rumah tangga, dan berlatar belakang pendidikan
terakhir SD kelas 6. Kakak pertama R adalah laki-laki berusia 33 tahun dan
sudah menikah. Kakak kedua R juga laki-laki berusia 27 tahun dan belum
menikah. Pada waktu melahirkan R, usia ibu 45 tahun, dengan berat bayi 2,1
kg dan dilahirkan secara normal. Dalam keluarga besar baik ayah maupun
ibu, tidak ada anggota keluarga yang mengalami ID selain R.
Sebelum R lahir, ayah R pernah bekerja di Jakarta sebagai pembantu seorang
polisi. Karena dipercaya oleh tuannya yang adalah seorang polisi, ayah R
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
37
bahwa pada waktu itu dia sering melakukan penilangan dan minta uang
kepada pengendara kalau tidak mau ditilang.
Keluarga di kampung tidak setuju ayah R bekerja di Jakarta karena jauh dari
keluarga. Ayah R terus diminta untuk pulang dan mencari pekerjaan lain di
kampung. Akhirnya ayah R memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan itu
dan kembali ke kampung. Sekitar 1-2 bulan berhenti bekerja di Jakarta, R
lahir.
3. Keluarga E
E adalah seorang anak perempuan, berusia 10 tahun, anak kedua dari dua
bersaudara. Kakak E adalah laki-laki, berusia 17 tahun, siswa sebuah SMK
kelas 2. Dalam keluarga besar baik ayah maupun ibu, tidak ada anggota
keluarga yang mengalami ID selain E. Kedua orangtua E sudah berpisah dan
sekarang dalam proses perceraian. E dan kakaknya ikut ibu mereka pulang ke
kampung asal ibu. Sebelumnya mereka sekeluarga tinggal di sebuah rumah
kontrakan di Bekasi.
Dari lahir sampai usia 18 bulan, E dalam keadaan sehat. Pada usia sekitar 18
bulan, E terserang panas tinggi sampai kejang dan langsung dibawa oleh
ibunya ke klinik di dekat rumah. Dokter di klinik tersebut memberikan injeksi
pada E. Sebelumnya ketika melihat dokter itu akan menginjeksi E, ibu E
sempat menanyakan apakah tidak bermasalah kalau anak sedang panas tinggi
diinjeksi. Dokter tersebut malah memarahi ibu E dan tetap menginjeksi E.
Ketika pulang rumah E sudah sadar, tetapi tidak lama kemudian kembali
kejang dan oleh orangtua akhirnya E dibawa ke rumah sakit dan harus masuk
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
38
Setelah dua hari dua malam E dalam kondisi koma dan satu minggu di ruang
perawatan, akhirnya E diijinkan pulang. Tetapi, yang sangat menyakitkan
bagi orangtuanya, kondisi E berubah dan menurun drastis dibandingkan
sebelum E mengalami kejang. Sebelumnya kondisi E seperti anak-anak
seusianya. E sudah bisa berbicara dengan lancar bahkan cenderung banyak
bicara, sudah bisa berlari dengan lincah, dan badannya gemuk. Setelah keluar
dari rumah sakit, ibu E mengatakan bahwa E kembali seperti waktu berumur
satu tahun. E mengalami kesulitan ketika berjalan, bicaranya tidak jelas, dan
kemampuan kognitifnya juga menurun banyak.
Mendapati kondisi putrinya seperti itu, orangtua sangat terpukul dan kecewa.
Walaupun sulit, ibu E berusaha menerima kenyataan itu. Tetapi ayah E tidak
bisa menerima kondisi E seperti itu dan menyalahkan ibu E sebagai penyebab
semuanya. Ibu E mengakui bahwa sebenarnya sejak awal pernikahan mereka
sudah tidak ada keharmonisan. Ayah E sangat temperamental dan sejak bulan
keempat pernikahan mereka, ibu E sudah merasakan pukulan suaminya.
Kalau mereka bertengkar, ujung-ujungnya adalah tamparan atau pukulan
yang harus diterima ibu E. Bukan hanya ibu E yang sering merasakan
tamparan atau pukulan ayahnya, tetapi E dan kakaknya juga berulang kali
merasakan hal yang sama.
Awalnya ibu E berusaha untuk bertahan, tetapi setelah terjadi peristiwa E
masuk rumah sakit itu, perlakuan ayah E semakin kasar, yang membuat dia
sudah tidak mampu lagi mempertahankan pernikahannya. Ibu E menuturkan
bagaimana beratnya menjalani 18 tahun pernikahan bersama ayah E.
Walaupun tinggal serumah, tetapi dia sama sekali tidak merasa didukung oleh
suami. Dia merasa berjuang sendiri, sampai dia pernah mencoba mengakhiri
hidupnya dengan minum obat nyamuk ‘baygon’ dan pisau sudah disiapkan.
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
39
teringat pada anak-anaknya. Akhirnya ibu E memutuskan meninggalkan
suaminya dan membawa E serta kakak E pulang ke kampung asalnya.
4. Keluarga WF
Keluarga ini mempunyai dua orang anak dengan ID yang bernama W dan F.
W dan F adalah kakak adik berusia 12 tahun dan 10 tahun. Ayah WF berusia
55 tahun, profesi sopir travel, dengan latar belakang pendidikan terakhir
Madrasah Tsanawiyah (MTs) kelas 3. Ibu WF berusia 42 tahun , profesi ibu
rumah tangga, dan latar pendidikan terakhir SD kelas 5. Dalam keluarga besar
baik ayah maupun ibu, tidak ada anggota keluarga yang mengalami ID selain
W dan F.
Ibu WF sekarang adalah ibu tiri, istri ayah WF yang ketiga. Ibu kandung WF
sudah meninggal karena pendarahan setelah menjalani kiret, yaitu ketika W
berusia delapan tahun dan F berusia enam tahun. Ibu kandung WF adalah istri
pertama ayah WF. Ketika menikah dengan ayah WF, ibu kandung WF sudah
mempunyai seorang anak kandung dari suami sebelumnya. Dari istri yang
pertama ini ayah WF mempunyai lima anak, termasuk W dan F anak keempat
dan kelima. Anak pertama, laki-laki berusia 30 tahun, sudah menikah, dan
berdomisili di Lampung. Anak kedua, laki-laki berusia 28 tahun, sudah
menikah, dan berdomisili di Bandung. Anak ketiga, laki-laki berusia 24
tahun, belum menikah, dan bekerja serabutan di Bogor. Sebenarnya kelahiran
W dan F tidak direncanakan. Ketika melahirkan W dan F usia ibu 42 dan 45
tahun.
Ketika W berusia enam bulan, ayah mengalami kecelakaan yang
mengakibatkan kakinya patah. Untuk biaya berobat dan kebutuhan keluarga
sehari-hari, terpaksa meminjam karena ayah WF adalah satu-satunya tulang
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
40
disarankan untuk menjalani operasi. Satu-satunya harta yang masih dimiliki
dan bisa dijual adalah rumah. Akhirnya rumah di Bandung dijual. Sebelum
tinggal di Subang, WF sekeluarga tinggal di Bandung. Uang hasil penjualan
rumah itu digunakan untuk biaya operasi dan perawatan serta melunasi
hutang. Sisa uang yang hanya sedikit tidak cukup untuk membeli rumah di
Bandung. Karena itu mereka sekeluarga pulang ke kampung asal ayah WF
dan itu pun mereka hanya bisa mengontrak rumah di kampung. Sampai
sekarang masih ada pen di kaki ayah WF yang seharusnya sudah dikeluarkan.
Tetapi karena tidak ada biaya, operasi pengeluaran pen itu pun belum juga
bisa dilakukan.
Sebelum menjalani operasi empat tahun setelah kecelakaan, awalnya ayah
WF dibawa ke tempat-tempat terapi patah tulang dengan ditemani oleh ibu
WF dan W. Ayah WF menuturkan bahwa kemungkinan karena W sering
dibawa menemani ibunya ke tempat-tempat terapi patah tulang dan melihat
serta mendengar teriak kesakitan ayahnya, W mengalami shock. Sejak itulah
menurut ayahnya, W menjadi seperti sekarang ini. Karena sebelum peristiwa
kecelakaan yang menimpanya, menurut ayah WF kondisi W seperti
anak-anak pada umumnya.
F mempunyai penyakit jantung bawaan atau jantung bocor sejak lahir. Dokter
di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) sudah menyarankan untuk dioperasi
di Jakarta karena pada waktu itu tim medis RSHS tidak sanggup menangani.
Karena biayanya yang sangat besar, diperkirakan sekitar Rp 100 juta, F tidak
dibawa ke Jakarta. Walaupun demikian, ibu WF terus berusaha mengobati F.
Kalau ada uang, F dibawa ke dokter. Tetapi kalau tidak ada uang yang cukup,
F dibawa ke pengobatan alternatif. Sampai usia empat tahun F belum bisa
berjalan dan berbicara. Pada usia empat tahun lebih baru bisa mengatakan
‘bapak’ dan usia empat setengah tahun baru bisa berjalan. Sampai sekarang
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
41
Setelah ibu kandung WF meninggal, delapan bulan kemudian ayah WF
menikah lagi dengan salah satu tujuannya agar ada yang mengasuh WF.
Selama delapan bulan semenjak ibunya meninggal, WF dititip ke saudara tiri
mereka (anak kandung ibu mereka sebelum menikah dengan ayah mereka)
dan ke paman mereka (adik ayah WF). Tetapi pernikahan itu tidak bertahan
lama. Istri kedua ayah WF itu kedapatan oleh ayah WF sedang bersikap kasar
dan marah secara berlebihan kepada WF. Karena itu ayah WF segera
mengambil keputusan untuk menceraikan istri keduanya itu. Sekitar dua
tahun yang lalu, ayah WF menikah lagi dengan ibu tiri WF yang sekarang.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakanuntukmengumpulkan data dalampenelitianini adalah
wawancara dan observasi. Model wawancara yang digunakanadalahwawancara
semi standar (semistandardized interview) (Satori &Komariah, 2011, hlm. 135,
136), yang masih termasuk dalam kategori in-depth interview (Sugiyono, 2013,
hlm. 320). Peneliti mempersiapkan beberapa poin yang akan ditanyakan dalam
wawancara. Poin-poin tersebut adalah seputar keempat pertanyaan penelitian ini
yang telah dijabarkan masing-masing.
Secara garis besar wawancara yang dilakukan dengan keluarga meliputi beberapa
sesi wawancara untuk satu keluarga dan dalam waktu yang berbeda, yaitu kepada
orangtua, saudara (kakak), dan satu orang perwakilan anggota keluarga besar yang
memungkinkan untuk diwawancarai (paman atau bibi). Selain dengan keluarga,
peneliti juga melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat atau anggota
masyarakat yang dituakan sebagai bagian dari upaya mengekspolarasip ersepsi
masyarakat tentang ID. Transkrip wawancara terlampir. Berikut ini beberapa
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
42
Tabel 3.1. Daftar Wawancara yang Dilakukan
WAWANCARA DENGAN KELUARGA WAWANCARA
DENGAN TOKOH
Orangtua Orangtua Orangtua Ibu Tokoh masyarakat RO dan istrinya Kakak ipar
dan mertua
kakak Kakak
Kakak tiri Kakak Tokoh masyarakat IR
Bibi Paman Bibi
Untuk keluarga I, wawancara dengan paman atau bibi tidak dilakukan karena
mereka berdomisili di daerah atau kota yang berbeda dengan I. Untuk keluarga R
dan keluarga WF, wawancara dengan saudara bukan dengan kakak kandung
karena kakak kandung R dan WF yang bekerja di luar kota. Tokoh masyarakat
RO adalah tokoh masyarakat di kampung P (tempat tinggal R, E, dan WF).
Sedangkan tokoh masyarakat IR adalah tokoh masyarakat di kampung C (tempat
tinggal I).
Teknik observasi yang dimaksud adalah observasi partisipatif pasif (passive
participation) (Sugiyono, 2013, hlm. 312). Pada kesempatan-kesempatan tertentu
yang memungkinkan, penelitimelakukan pengamatan dan mendokumentasikan
hal-hal tertentu yang dipandang penting terkait dengan tujuan penelitian ini,
khususnya ketika anak berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, baik dengan
keluarganya, khususnya dengan orangtua, maupun dengan orang-orang di
lingkungan sekitarnya seperti dengan tetangga dan teman-teman di sekitar
rumahnya. Tujuan utama dilakukannya observasi adalah untuk mendapatkan data
yang dapat mengkonfirmasi dan melengkapi data yang didapatkan dari
wawancara, khususnya terkait dengan fokus penelitian yang kedua yaitu proses
penerimaan. Tentu saja dalam pelaksanaan observasi, tidak menutup
kemungkinan didapatkan data-data tertentu yang dapat melengkapi data untuk
fokus-fokus penelitian yang lainnya. Observasi juga dilakukan pada saat sedang
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
43
membantu pencacatan digunakan rekaman audio visual terhadap
kejadian-kejadian yang dianggap penting untuk didokumentasikan secara audio visual.
Seluruh data hasil observasi diulas dalam catatan lapangan (terlampir). Dalam
penelitian ini telah dilakukan beberapa observasi sebagai berikut:
Tabel 3.2. Daftar Catatan Lapangan
NO. WAKTU PELAKSANAAN OBSERVASI DATA HASIL
Observasi terhadap R
1. Perkenalan dengan R dan orangtuanya Catatan Lapangan 1.R.1
2. Wawancara dengan orangtua R Catatan Lapangan 2.R.2
3. Observasi R di mushola Catatan Lapangan 3.R.3
Observasi terhadap I
4. Wawancara dengan orangtua I Catatan Lapangan 4.I.1
5. Wawancara dengan tokoh masyarakat IR Catatan Lapangan 5.I.2
Observasi terhadap WF
6. Wawancara dengan orangtua WF Catatan Lapangan 6.WF.1
7. Wawancara dengan kakak WF Catatan Lapangan 7.WF.2
Observasi terhadap E
8. Wawancara dengan ibu E Catatan Lapangan 8.E.1
9. Observasi keseharian interaksi E dengan keluarga dan
lingkungan
Catatan Lapangan 9.E.2
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan
pedoman observasi. Penyusunan pedoman wawancara dan observasi berdasarkan
dua hal yaitu:
1. Studi literatur yang membahas topik terkait keempat fokus penelitian. Studi
literatur diperlukan untuk mendapatkan gambaran tentang
pertanyaan-pertanyaan penting yang dapat memunculkan jawaban yang komprehensif
dan mendalam untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian ini.
2. Studi pendahuluan yang sudah dilakukan dalam rangka perkenalan awal
dengan subjek dan keluarga subjek. Informasi yang didapatkandari studi
pendahuluan membantu dalam memberikan gambaran tentang kondisi
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
44
sedikit latar belakang keluarga.Informasi awal yang didapatkan ini
membantudalammempersiapkanpertanyaan yang tepatsasaran.
Pedoman wawancara dibagi menjadi empat kelompok pertanyaan berdasarkan
beberapa pihak yang akan diwawancarai yaitu (1) orangtua, (2) saudara yang
diwakili oleh kakak, (3) perwakilan anggota keluarga besar yang diwakili oleh
paman atau bibi, dan (4) tokoh masyarakat setempat. Pertanyaan-pertanyaan yang
akan diajukan kepada orangtua, saudara, dan perwakilan keluarga besar subjek
untuk menjawab pertanyaan penelitian terkait persepsi, proses penerimaan,
dampak, dan pengharapan masa depan. Tetapi khusus untuk tokoh masyarakat
hanya pertanyaan terkait dengan persepsi masyarakat tentang disabilitas yang
dialami anak, yaitu untuk mendapatkan jawaban bagi pertanyaan penelitian
“Sejauh mana faktor kultur, norma, dan nilai-nilai yang diyakini oleh komunitas tempat keluarga yang memiliki anak dengan ID mempengaruhi persepsi keluarga
terhadap disabilitas yang dimiliki anak?”
Poin-poin yang ditanyakankepada keluarga, baik orangtua, saudara, maupun
keluarga besar, dikelompokkan sesuai dengan masing-masing pertanyaan
penelitian untuk mempermudah proses analisis data. Tetapi ada
kemungkinanjawaban untuk pertanyaan tertentu juga mengandung jawaban untuk
pertanyaan yang lainnya. Misalnya poin tertentu yang sebenarnya untuk
mendapatkan jawaban terkait dengan persepsi keluarga, dalam jawaban yang
diberikan keluarga juga terkandung jawaban terkait dengan proses penerimaan
dan sebagainya.Kepada orangtua semua poin ditanyakan, tetapi ada beberapa poin
yang tidak ditanyakan kepada saudara atau perwakilan keluarga besar. Berikut ini
merupakan kisi-kisi wawancara yang dilakukan terhadap orangtua, saudara
(kakak), keluarga besar (yang diwakili oleh paman atau bibi), dan tokoh
masyarakat.
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
46
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
47
Daftar pertanyaan wawancara dan fokus observasi sebagai pedoman dalam
pelaksanaan wawancara dan observasi terdapat dalam bagian lampiran.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles &
Huberman (dalam Basrowi & Suwandi, 2008, hlm. 209, 210), yang mencakup tiga
kegiatan sebagai berikut:
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan kegiatan memilih, memusatkan perhatian,
mengabstraksi, dan mentransformasi data kasar dari lapangan. Data yang
sudah didapatkan dari lapangan ditajamkan, digolongkan, diarahkan, dibuang
bagi data yang tidak perlu, dan diorganisir sehingga dapat dilakukan
interpretasi. Dalam penelitian ini data hasil wawancara telah direduksi dan
dilakukan pengkodean untuk membantu dalam proses analisis (terlampir).
Sedangkan untuk data hasil observasi diulas dalam catatan lapangan
(terlampir).
b. Penyajian data
Penyajian data merupakan kegiatan menyajikan data secara sistematik, baik
dalam bentuk teks naratif, matriks, grafik, bagan dan sebagainya, sehingga
mudah dipahami interaksi antar bagian-bagiannya dalam konteks yang utuh
bukan segmental atau fragmental terlepas satu dengan lainnya. Dalam proses
ini data dikelompokkan dalam kategori atau kelompok tertentu sesuai dengan
fokus penelitian dan disajikan secara naratif (Bab IV Bagian A – Pemaparan
Hasil Penelitian).
c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Berbagai data yang disajikan, dianalisis dan ditarik kesimpulan berdasarkan
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
48
dengan prinsip logika, yang kemudian diangkat sebagai temuan penelitian
(Bab IV Bagian B – Pembahasan Hasil Penelitian).
F. Pengujian Kredibilitas Data
Pengujian kredibilitas data hasil penelitian dilakukan dengan member check, yaitu
peneliti melakukan proses pengecekan data yang sudah diperoleh ke pemberi data,
yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data tersebut sesuai dengan apa
yang diberikan oleh pemberi data (Sugiyono, 2008, hlm. 129, 130). Member check
dilakukan setiap setelah data per keluarga didapatkan dan setelah diperoleh data
dari tokoh masyarakat atau anggota masyarakat yang dituakan. Member check
dilakukan secara individual, yaitu peneliti datang kembali ke pemberi data.
Setelah data disepakati bersama, supaya lebih otentik dan sebagai bukti bahwa
peneliti telah melakukan member check, pemberi data diminta untuk
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
109
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Persepsi keluarga terhadap anak dengan ID
Keluarga dapat memiliki persepsi yang benar maupun salah terhadap anak
dengan ID, khususnya terkait dengan disabilitas dan penyebab disabilitas
mereka. Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya persepsi yang salah
yaitu: (1) terbatasnya ketersediaan sumber informasi dan kurangnya usaha
untuk mencari informasi tentang ID, (2) pengaruh dari persepsi masyarakat
sekitar yang salah tentang ID, dan (3) adanya hambatan untuk mendapatkan
informasi yang benar, yaitu masalah ekonomi. Ketika ditelusuri ke belakang,
benar atau salahnya persepsi yang dimiliki keluarga berawal dari benar atau
tidaknya dan cukup atau tidaknya pengetahuan tentang ID yang dimiliki.
Karena itu sebelum berbicara panjang lebar tentang intervensi terhadap
keluarga dari anak dengan ID dan keluarganya, hal pertama yang harus
dibenahi dan ditingkatkan adalah pengetahuan keluarga tentang ID.
Persepsi yang salah akan memunculkan penanganan atau intervensi yang
salah juga. Sebaliknya, persepsi yang benar seharusnya melahirkan
penanganan atau intervensi yang benar juga. Tetapi, dalam realitas di
lapangan, persepsi yang benar pun tidak otomatis selalu membawa pada
penanganan atau intervensi yang benar. Ketidakmampuan untuk berbuat
sesuatu menindaklanjuti persepsi yang sudah benar itu,baik dengan alasan
keterbatasan waktu, biaya, tenaga, keahlian dan sebagainya, memunculkan
Lidanial, 2014
Problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disability (studi etnografi)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
110
Salah satu pengaruh faktor kultur, norma, dan nilai yang diyakini oleh
komunitas tempat tinggal keluarga yang memiliki anak dengan ID terhadap
persepsi keluarga adalah terkait dengan penyebab kondisi disabilitas anak.
Keyakinan yang berangkat dari tradisi atau budaya masyarakat, yaitu
ketidakselarasan antara anak dengan nama yang disandangnya diyakini
sebagai penyebab kondisi disabilitas anak sehingga penanganan yang
dilakukan adalah mengubah nama anak tersebut.
2. Proses penerimaan keluarga terhadap kehadiran anak dengan ID
Proses menuju penerimaan yang sepenuhnya atas kehadiran anak dengan ID
merupakan proses pembelajaran seumur hidup karena dampak dari hambatan
yang dialami anak akan menjadi bagian kehidupannya seumur hidup.
Penerimaan yang sepenuhnya mencakup penerimaan dalam tiga aspek
individualitas seseorang, yaitu kognitif, afektif, dan perilaku. Penerimaan
secara kognitif berarti keluarga memiliki pengetahuan yang benar dan cukup
tentang kondisi disabilitas anak. Secara afektif berarti keluarga sudah
menyadari dan mengakui realitas kondisi disabilitas anak sehingga tidak
tampak lagi reaksi emosional yang tinggi intensitasnya ketika mendengar
omongan negatif dari lingkungan tentang anak. Secara perilaku berarti
perlakuan yang diberikan kepada anak dengan ID tidak berbeda dengan
perlakuan terhadap anak-anak pada umumnya, yang terekspresi secara fisik
maupun verbal.
Reaksi emosional awal yang biasanya ditunjukkan oleh orangtua ketika
mengetahui kondisi disabilitas anak adalah kesedihan, kekecewaan, dan
kadang kala kemarahan. Selanjutnya, kehadiran anak dengan ID di
tengah-tengah keluarga dipastikan akan menyebabkan terjadinya banyak perubahan